Anda di halaman 1dari 16

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Shalat dan Dalil-dalilnya


1. Pengertian Shalat
Sholat  merupakan suatu keharusan, yang terdiri dari ucapan dan
tindak yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam
dengan rukun dan persyaratan tertentu. Menurut hakekatnya , sholat
menghadapkan jiwa kepada Allah SWT, yang bisa melahirkan rasa takut
kepada Allah & bisa mendorong kesadaran yang di setiap jiwa terhadap
kebesaran & mengendalikan Allah Subhanahu wa ta’ala.
Menurut Ash Shiddieqy , sholat sebagai hukuman rukhus shalat atau
jiwa shalat; yaitu berharap kepada Allah dengan sepenuh hati dan jiwa raga,
dengan segala kekhusyu'an di hadapan Allah dan ikhlas yang membicarakan
dengan hati yang selalu berzikir, berdo'a dan mendukung-Nya. Dalam
mengerjakan sholat harus selalu berusaha mengatasi kekhusu'annya. Secara
bahasa,  khusyu'  berasal dari kata khasya'a yakhsya'u khusyu'an, yang
artinya memusatkan penglihatan pada bumi dan memejamkan
mata/meringankan suara kompilasi shalat. Khusyu 'berarti lebih dekat
dengan khudhu' yaitu menentang & takhasysyu 'membuat diri menjadi
khusyu'. Khusyu' ini bisa melalui suara, gerakan badan, atau
pengelihatan. Ketiganya itu menjadi tanda kekhusyu'an bagi seseorang
dalam melakukan shalat. Secara istilah syara' , khusyu' adalah keadaan jiwa
yang tenang dan tawadhu', kemudian khusyu' di hati sangat diatur dan akan
muncul pada anggota tubuh lainnya. Menurut A. Syafi'i khusyu' berarti
menyengaja, ikhlas, menyetujui lahir batin. Dengan memunculkan
keindahan bentuk seperti halnya sikap lahirnya (badan), serta memenuhinya
dengan menerima hati, kesadaran dan pemahaman segala ucapan serta sikap
lahiriyah tersebut.
Shalat merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Islam
didirikan atas lima sendi (tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga barang

6
siapa mendirikan shalat ,maka ia mendirikan agama (Islam), dan barang
siapa meninggalkan shalat, maka ia meruntuhkan agama (Islam).
Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali,
berjumlah 17 rakaat. Shalat tersebut merupakan wajib yang harus
dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim mukallaf baik sedang sehat maupun
sakit.
Secara etimologi shalat berarti do’a dan secara terminologi /istilah,
para ahli fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki. Secara lahiriah shalat
berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah
menurut syarat–syarat yang telah ditentukan (Sidi Gazalba,88). Adapun
secara hakikinya ialah “berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang
mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa
kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya” atau “mendahirkan hajat
dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan
pekerjaan atau dengan kedua-duanya” (Hasbi Asy-Syidiqi, 59). Dalam
pengertian lain shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba
dengan Tuhannya sebagai bentuk, ibadah yang di dalamnya merupakan
amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai
dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan
syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’ (Imam Bashari Assayuthi, 30).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa shalat adalah
merupakan ibadah kepada Tuhan, berupa perkataan denga perbuatan yang
diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun
yang telah ditentukan syara”. Juga shalat merupakan penyerahan diri (lahir
dan bathin) kepada Allah dalam rangka ibadah dan memohon ridho-Nya.
Ada syarat wajib yang harus dipenuhi dalam melakukan sholat, yaitu:
1. Muslim (beragama Islam)
2. Berakal sehat
3. Baligh
4. Suci dari hadas kecil & hadas besar
5. Sadar

7
Adapun syarat sahnya shalat di antaranya adalah:
1. Telah masuk waktu sholat
2. Menghadap kiblat
3. Menutup aurat
4. Suci badan, tempat sholat dan pakaian yang digunakan dari najis
5. Tahu tata cara pelaksanaan shalat.
Ada beberapa rukun sholat yang wajib dimiliki, antara lain:
1. Niat
2. Berdiri tegap saat mampu, dan diizinkan duduk atau berbaring untuk
yang udzur
3. Takbiratul ihram
4. Membaca suratul fatihah pada setiap rokaatnya
5. Ruku '
6. I'tidal
7. Sujud
8. Duduk di antara dua sujud
9. Duduk Tasyahud Akhir
10. Membaca tasyahud akhir
11. Membaca shalawat Nabi
12. Mengucap salam pertama
13. Tertib (Dilaksanakan secara berurutan)

Dalam melakukan sholat, tidak bisa semau-mau, tetapi waktunya telah


ditentukan seperti dalam firman Allah “Sesungguhnya shalat itu adalah
kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS.
An-Nisa : 103).

2. Sejarah Diwajibkannya Shalat


Shalat sudah dikenal sebelum kedatangan Islam. Bahkan Yahudi Arab
dan Nasrani sudah melaksanakan shalat di tempat ibadah mereka walaupun
dalam bentuk yang berbeda dengan Islam. Dalam kitab al-Majalis al-
Saniyah Syarh al-Arba’in al-Nawawiyah, Ahmad bin Hijazi menjelaskan

8
secara singkat sejarah shalat lima waktu yang sudah dikerjakan nabi-nabi
terdahulu.
Nabi Adam adalah Nabi pertama yang melaksanakan shalat subuh. Saat
beliau baru diturunkan dari surga ke dunia, bumi masih gelap gulita. Nabi
Adam merasa sangat ketakutan dengan kegelapan yang menyambutnya. Saat
subuh menjelang dan matahari mulai terbit, Nabi Adam melaksanakan shalat
dua rakaat sebagai tanda syukur karena sudah terbebas dari kegelapan
malam dan diberikan cahaya matahari sebagai gantinya.
Nabi Ibrahim adalah Nabi yang pertama yang mengerjakan shalat Dzuhur.
Beliau melakukan shalat sebanyak empat rakaat setelah beliau mendapat
wahyu dari Allah untuk menyembelih puteranya, Nabi Isma’il yang diganti
dengan seekor domba kurban. Sebagai rasa Syukur, Nabi Ibrahim shalat
empat rakaat pada saat matahari sudah tepat di atas ubun-ubun kepala.
Nabi Yunus adalah Nabi pertama yang mengerjakan shalat ‘Asar. Beliau
melaksanakan shalat empat rakaat sesaat setelah keluar dari perut ikan paus.
Shalat ini sebagai rasa syukurnya kepada Allah karena telah terbebas dari
dalam perut ikan paus dan kegelapan yang sudah menutupi mata selama ini.
Nabi Yunus mendirikan shalat ini ketika waktu sudah memasuki waktu
shalat ‘Asar.
Nabi Isa adalah Nabi pertama yang mengerjakan shalat Magrib. Beliau
melaksanakan shalat tiga rakaat pada saat matahari sudah terbenam. Nabi Isa
melakukan shalat ini sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Allah karena
sudah diselamatkan dari kejahilan kaumnya sendiri.
Nabi Musa adalah Nabi pertama yang mengerjakan shalat Isya’. Ketika
dalam perjalanan dari Madyan menuju Mesir, Nabi Musa bersama istrinya,
Shafura, takut tentara Fir’aun akan menemukannya dan menyerahkannya
pada Fir’aun yang zalim. Kegundahan Nabi Musa akhirnya didengar Allah.
Seketika Allah menghilangkan rasa gundah itu dari hati Nabi Musa. Sebagai
rasa syukur, Nabi Musa mendirikan shalat empat rakaat pada saat malam
hari.
Pada peristiwa Isra’ dan Mi’râj, Allah Saw memerintahkan Nabi
Muhammad Saw untuk menyempurnakan kelima shalat ini dalam lima

9
waktu yang harus dilaksanakan satu hari satu malam. Peristiwa Isra’ dan
Mi’râj ini menjadi awal kewajiban shalat lima waktu  yang diwajibkan bagi
seluruh umat Islam.
Perintah tentang diwajibkannya mendirikan shalat tidak seperti Allah
mewajibkan zakat dan lainnya. Perintah mendirikan shalat yaitu melalui
suatu proses yang luar biasa yang dilaksanakan oleh Rasulullah SAW yaitu
melalui Isra dan Mi’raj, dimana proses ini tidak dapat dipahami hanya secara
akal melainkan harus secara keimanan sehingga dalam sejarah digambarkan
setelahnya Nabi melaksanakan Isra dan Mi’raj, umat Islam ketika itu terbagi
tiga golongan yaitu, yang secara terang-terangan menolak kebenarannya itu,
yang setengah-tengahnya dan yang yakin sekali kebenarannya. Dilihat dari
prosesnya yang luar biasa maka shalat merupakan kewajiban yang utama,
yaitu mengerjakan shalat dapat menentukan amal-amal yang lainnya,
dan mendirikan sholat berarti mendirikan agama dan banyak lagi yang
lainnya.

3. Hadits tentang Shalat Wajib 5 Waktu


Jabir bin Abdullah Ra menceritakan bahwa pada suatu siang sebelum
Matahari benar-benar di atas titik atas tertinggi, Rasulullah Nabi
Muhammad Saw kembali didatangi oleh Malaikat Jibril As seraya berkata
kepadanya : Bangunlah Wahai Rasulullah dan lakukan sholat. Mendengar
panggilan ini, Maka Nabi Muhammad Saw pun segera melakukan sholat
Dzuhur ketika Matahari telah mulai tergelincir.
Ketika bayang-bayang tampak telah mulai lebih panjang dari sosok
asli benda-benda, Malaikat Jibril As berkata : Bangun dan lakukan sholat
lagi. Demi mendengar perintah ini pun, Rasulullah Saw kemudian segera
melakukan sholat Ashar ketika panjang bayangan segala benda melebihi
panjang benda-benda. Kemudian waktu Maghrib menjelang dan Malaikat
Jibril As berkata: Bangun dan lakukan sholat. Maka beliau Nabi Muhammad
Saw melakukan sholat Maghrib ketika matahari terbenam.
Kemudian waktu Isya` menjelang dan Malaikat Jibril As berkata :
Bangun dan lakukan sholat. Maka Nabi Muhammad Saw pun segera
melakukan sholat Isya` ketika syafaq mega senja merah menghilang. Waktu

10
sholat Isya’ ini menjadi waktu sholat terpanjang karena Malaikat Jibril As
baru membangunkan kembali Nabi Muhammad Saw ketika fajar kedua telah
mulai menjelang.
Kemudian waktu Subuh menjelang dan Malaikat Jibril As berkata :
Bangunlah wahai Rasulullah dan lakukanlah sholat. Maka Rasulullah Saw
melakukan sholat Subuh ketika waktu fajar menjelang.
(HR. Imam Ahmad dan Imam Nasa’i dan Imam Tirmidzi)
Tentang waktu sholat Subuh ini Abu Hurairah Ra meriwayatkan
bahwa suatu ketika Rasulullah Saw bersabda : Orang yang mendapatkan
satu rakaat dari shalat subuh sebelum terbit matahari, maka dia termasuk
orang yang mendapatkan sholat subuh. Dan orang yang mendapatkan satu
rakaat sholat Ashar sebelum matahari terbenam, maka dia termasuk
mendapatkan sholat Ashar. (HR Imam Muslim)

4. Dalil-dalil tentang kewajiban shalat


Al-Baqarah, 43
َ‫صلَىةَ َوآتُوْ ال َّز َكوةَ َوارْ َكعُوْ ا َم َع الرَّا ِك ِع ْين‬
َّ ‫َواَقِ ْي ُموْ ال‬
Artinya: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukulah beserta orang-
orang yang ruku’. Al-
Baqarah 110
ِ َ‫وْ نَ ب‬ddُ‫ا تَ ْع َمل‬dd‫دُالل ِهط اِ َّن هللاَ بِ َم‬d‫ ُدوْ هُ ِع ْن‬d‫ر تَ ِج‬d
‫ ْي ٌر‬d‫ص‬ ٍ d‫ ُك ْم ِّم ْن خَ ْي‬d‫ ِّد ُموْ ا الَِ ْنفُ ِس‬dَ‫صلَوْ ةَ َوآتُوْ ال َّز َكوةَ َو َماتُق‬
َّ ‫َواَقِ ْي ُموْ ال‬
Artinya: Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan apa-apa yang kamu
usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan dapat pahalanya pada
sisi Allah sesungguhnya Allah maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.
Al-Ankabut45
‫صلَوةَ تَ ْنهَى َع ِن ْالفَحْ َشا ِء َو ْال ُم ْن َك َر‬
َّ ‫صلَوةَ اِ َّن ال‬
َّ ‫َواَقِي ِْم ال‬
Artinya: Kerjakanlah shalat sesungguhnya shalat itu bisa mencegah
perbuatan keji dan munkar.
An-Nuur:56
َ‫صالَةَ َوآتُوْ ال َّز َكوةَ َواَ ِط ْيعُوْ اال َّرسُوْ َل لَ َعلَ ُك ْم تُرْ َح ُموْ ن‬
َّ ‫َواَقِ ْي ُموْ ال‬
Artinya : Dan kerjakanlah shalat, berikanlah zakat, dan taat kepada Rasul,
agar supaya kalian semua diberi rahmat. Dari dalil – dalil Al-Qur'an di atas
tidak ada kata-kata perintah shalat dengan perkataan “laksanakanlah” tetapi

11
semuanya dengan perkataan “dirikanlah”. Dari unsur kata-kata
melaksanakan itu tidak mengandung unsur batiniah sehingga banyak mereka
yang Islam dan melaksanakan shalat tetapi mereka masih berbuat keji dan
munkar. Sementara kata mendirikan selain mengandung unsur lahir juga
mengandung unsur batiniah sehingga apabila shalat telah mereka dirikan,
maka mereka tidak akan berbuat jahat.

5. Batas Waktu Shalat Fardlu.


a. Shalat Dzuhur
Waktunya: ketika matahari mulai condong ke arah barat hingga bayangan
suatu benda menjadi sama panjangnya dengan benda tersebut kira-kira
pukul 12.00-15.00 siang.
b. Shalat Ashar
Waktunya: sejak habisnya waktu dhuhur hingga terbenamnya matahari.
Kira-kira pukul 15.00-18.00 sore.
c. Shalat Magrib
Waktunya: sejak terbenamnya matahari di ufuk barat hingga hilangnya
mega merah di langit. Kira-kira pukul 18.00-19.00 sore.
d. Shalat Is’ya
Waktunya: sejak hilangnya mega merah di langit hingga terbit fajar. Kira-
kira pukul 19.00-04.30 malam.
e. Shalat Shubuh
Waktunya : sejak terbitnya fajar (shodiq) hingga terbit matahari.
Kira-kira pukul 04.00-5.30 pagi.

6. Beberapa pelajaran dari kewajiban mendirikanshalat


Shalat merupakan syarat menjadi taqwa. Taqwa merupakan hal yang
penting dalam Islam karena dapat menentukan amal/tingkah laku manusia,
orang-orang yang betul-betul taqwa tidak mungkin melaksanakan
perbuatan keji dan munkar, dan sebaliknya.
Salah satu persyaratan orang-orang yang betul betul taqwa ialah
diantaranya mendirikan shalat.
B. Pengertian Pendidikan Karakter

12
1. Sekilas pengertian pendidikan karakter
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai
tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri,
sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan
kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen
(stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen
pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan
penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran,
pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,
pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh
warga dan lingkungan sekolah.
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan
makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak.
Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang
baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria
manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang
baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai
sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan
bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam
konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan
nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri,
dalam rangka membina kepribadian generasi muda.

2. Ciri karakter siswa yang baik

Dalam dimensi agama Islam, karakter berkaitan dengan akhlak.


Secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa Arab al-akhlaq yang
merupakan bentuk jamak dari kata khuluq yang berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku, atau tabiat (Hamzah Ya’qub, 1988: 11). Sinonim
dari kata akhlak ini adalah etika, moral, dan karakter.

13
Akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam
yang memiliki kedudukan yang sangat penting, di samping dua kerangka
dasar lainnya, aqidah dan syariah. Nabi Muhammad Saw. dalam salah satu
sabdanya mengisyaratkan bahwa kehadirannya di muka bumi ini
membawa misi pokok untuk menyempurnakan akhlak manusia yang
mulia. Nabi Muhammad Saw. bersabda:

)‫ق (رواه أحمد‬ َ ‫ت ُأِلتَ ِّم َم‬


ِ َ‫صالِ َح اَْأل ْخال‬ ُ ‫بُ ِع ْث‬

Artinya: “Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang


mulia”. (HR. Ahmad).

Sifat-sifat khusus (akhlak) yang dimiliki oleh Nabi Muhammad Saw.


maupun para nabi dan rasul yang lain adalah:

2.1. Shiddiq, yang berarti jujur. Nabi dan rasul selalu jujur dalam
perkataan dan perilakunya.

2.2. Amanah, yang berarti dapat dipercaya dalam kata dan perbuatannya.

2.3. Tabligh, yang berarti menyampaikan apa saja yang diterimanya dari
Allah (wahyu) kepada umat manusia.

2.4. Fathanah, yang berarti cerdas atau pandai, sehingga dapat mengatasi
semua permasalahan yang dihadapinya.

2.5. Ma’shum, yang berarti tidak pernah berbuat dosa atau maksiat kepada
Allah. Sebagai manusia bisa saja nabi berbuat salah dan lupa, namun
lupa dan kesalahannya selalu mendapat teguran dari Allah sehingga
akhirnya dapat berjalan sesuai dengan kehendak Allah.

Anak-anak yang baik (insan kamil). Tumbuh dan berkembangnya


karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan
kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik
dan melakukan segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup.
Masyarakat juga berperan membentuk karakter anak melalui orang tua dan
lingkungannya.

14
3. Karakter siswa yang diharapkan oleh bangsa dan negara
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu
yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk
memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang
sangat penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa
pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Dasar harus
diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal
tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga
mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan
masyarakat.

4. Upaya membangun karakter siswa di sekolah


Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing),
pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada
pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum
tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih
(menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga
menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian
diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of good
character) yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral
feeling atau perasaan (penguatan emosi) tentang moral, dan moral action
atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau
warga sekolah lain yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut

15
sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan
(mengerjakan) nilai-nilai kebajikan (moral).
Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral knowing yang akan
mengisi ranah kognitif adalah kesadaran moral (moral awareness),
pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan
sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning),
keberanian mengambil sikap (decision making), dan pengenalan diri (self
knowledge). Moral feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta
didik untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan
bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik, yaitu
kesadaran akan jati diri (conscience), percaya diri (self esteem), kepekaan
terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the good),
pengendalian diri (self control), kerendahan hati (humility). Moral action
merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil
(outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa
yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka
harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu kompetensi (competence),
keinginan (will), dan kebiasaan (habit).
Pengembangan karakter dalam suatu sistem pendidikan adalah
keterkaitan antara komponen-komponen karakter yang mengandung nilai-
nilai perilaku, yang dapat dilakukan atau bertindak secara bertahap dan
saling berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan sikap
atau emosi yang kuat untuk melaksanakannya, baik terhadap Tuhan YME,
dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional.

5. Model pelaksanaan membangun karakter siswa


Untuk mengatasi berbagai masalah yang dikemukakan di atas
sehingga mencapai hasil yang maksimal penerapan pendidikan karakter
dapat dilakukan dalam berbagai kegiatan sebagai berikut.

5.1. Kegiatan Pembelajaran


Penerapan pendidikan karakter pada pelaksanaan pembelajaran
dilaksanakan dengan menggunakan strategi yang tepat. Strategi yang

16
tepat adalah strategi yang menggunakan pendekatan kontekstual.
Alasan penggunaan strategi kontekstual adalah bahwa strategi tersebut
dapat mengajak siswa menghubungkan atau mengaitkan materi yang
dipelajari dengan dunia nyata. Dengan dapat mengajak
menghubungkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata, berarti
siswa diharapkan dapat mencari hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapan pengetahuan tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan pendekatan kontekstual, siswa lebih memiliki
hasil yang komprehensif tidak hanya pada tataran kognitif (olah pikir),
tetapi pada tataran afektif (olah hati, rasa, dan karsa), serta psikomotor
(olah raga) (Puskur, 2011 : 8).

5.2. Kegiatan Konseling dan Pengembangan Diri


Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar
mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah.
Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak
dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan
pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan
kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta
kegiatan ekstra kurikuler.
Kegiatan pengembangan diri berupa pelayanan konseling
difasilitasi/ dilaksanakan oleh konselor, dan kegiatan ekstra kurikuler
dapat dibina oleh konselor, guru dan atau tenaga kependidikan lain
sesuai dengan kemampuan dan kewenangnya. Pengembangan diri
yang dilakukan dalam bentuk kegiatan pelayanan konseling dan
kegiatan ekstra kurikuler dapat megembangankan kompetensi dan
kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik (Panduan
BSNP:2006)
Memperhatikan hal-hal di atas, tujuan pengembangan diri juga
berkenaan dengan masalah kompetensi dan kebiasaan dalam
kehidupan, kemampuan sosial, keandirian, dan kemampuan
memecahkan masalah. Maka, dalam hal ini pendidikan karakter

17
diintegrasikan dalam konseling serta dalam pembiasaan. Untuk itu
pelaksanaannya sebagai berikut:
a. Melalui Konseling
Konseling dalah pelayanan bantuan untuk peserta didik,
baik secara perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri
dan berkembang secara optimal, dalam bidang pengembangan
kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan
perencanaan karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan
pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.

b. Identifikasi Persoalan
Dalam konseling harus ditetapkan terlebih dahulu masalah
yang akan dikonsulkan oleh peserta didik pada guru kelas yang
memerankan guru konseling khususnya yang menyangkut perilaku
masalah kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan, kemampuan
sosial, kemandirian, dan kemampuan memecahkan masalah.

c. Pengintegrasian
Karena arah pemberian konseling memberikan solusi
berdasarkan norma-norma yang berlaku, masalah-masalah yang
teridentifikasi kemudian diintegrasikan dengan nilai-nilai yang ada
dalam pendidikan karakter.

d. Melalui Pembiasaan
Kegiatan pengembangan diri dapat dilaksanakan melalui
pembiasaan. Pembiasaan tersebut dapat dilaksanakan melalui
beberapa cara yaitu:
1) Kegiatan rutin
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang rutin atau ajeg
dilakukan setiap saat. Kegiatan rutin dapat juga berarti kegiatan
yang dilakukan siswa secara terus menerus dan konsisten setiap
saat (Puskur, 2011: 8). Beberapa contoh kegiatan rutin antara
lain kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan,
pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas, shalat berjamaah,

18
berbaris ketika masuk kelas, berdoa sebelum pelajaran dimulai
dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru,
tenaga pendidik, dan teman.

Dengan pembiasaan sholat, tahfidz dan bacaan asmaul


husna di sekolah mampu membuat anak-anak lebih siap
menerima pelajaran karena berdasarkan wawancara dengan
anak-anak bahwa mereka merasa hati terasa tentram, nyaman,
dan lebih konsentrasi saat menerima pelajaran. Dalam hal ini
penulis pun sangat merasakan hikmah dan kenikmatan ketika
mengajar para peserta didik. Mereka lebih mudah diarahkan
untuk memperhatikan dan melaksanakan tugas guru dengan baik
dan tertib. Menurut hemat saya, Hal ini terjadi karena jiwa
(rohani) anak-anak telah tersirami dengan amalan ibadah pada
saat melaksanakan pembelajaran di kelas. Sehingga dalam
mengajar begitu asyik dan setiap tindakan yang anak-anak
lakukan mampu menyejukkan hati para guru. Demikian juga
dengan kerjasama dan kerukunan antar siswa dapat terjalin
dengan indah. Mereka bisa saling berbagi dan membantu ketika
salah satu temannya ada yang belum paham tentang suatu materi
atau pelajaran. Karena ada beberapa siswa yang malu jika
bertanya terhadap gurunya.

2) Kegiatan spontan
Kegiatan spontan dapat juga disebut kegiatan insidental.
Kegiatan ini dilakukan secara spontan tanpa perencanaan
terlebih dahulu. seperti: pembentukan perilaku memberi salam,
membuang sampah pada tempatnya, antri, mengatasi silang
pendapat (pertengkaran), mengumpulkan tugas tepat waktu,
meminta ijin jika ada keperluan, melaporkan kepada bidang
tertentu jika ada hal-hal yang dipandang kurang sesuai dengan
aturan, dan lain-lain.

3) Keteladanan

19
Keteladanan merupakan sikap “menjadi contoh”. Sikap
menjadi contoh merupakan perilaku dan sikap guru dan tenaga
kependidikan dan siswa dalam memberikan contoh melalui
tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi
panutan bagi siswa lain (Puskur, 2011: 8). Contoh keteladanan
dalam bentuk perilaku sehari-hari seperti: berpakaian rapi,
berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji kebaikan dan atau
keberhasilan orang lain, datang tepat waktu, dan lain-lain yang
nuansanya tertib aturan, hukum, dan norma.

e. Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat


dalam pengembangan pendidikan karakter

Bentuk kerjasama yang bisa dilakukan adalah menempatkan


orang tua peserta didik dan masyarakat sebagai fasilitator dan nara
sumber dalam kegiatan-kegiatan pengembangan pendidikan
karakter yang dilaksanakan di sekolah.
Guru bekerjasama dengan orang tua murid untuk memantau
kegiatan siswa selama di rumah melalui :
e.1. Kegiatan belajar di rumah
e.2. Kegiatan ibadah sholat fardhu dan mengaji
e.3. Kegiatan ibadah sunnah (sholat tahajud dan puasa senin kamis)
Melalui komunikasi dan dokumentasi yang merekam
kegiatan siswa selama di rumah, maka orang tua dan guru dapat
memantau dan menerapkan pendidikan karakter sehingga mereka
memiliki tanggung jawab, disiplin dan berjiwa religius dalam
kehidupan sehari-hari.
Dengan berbagai kegiatan dan cara di atas, dimungkinkan
pendidikan karakter dapat dilaksanakan sesuai dengan situasi dan
kondisi. Tentunya ada yang efektif maupun tidak. Namun, dengan
melakukan integrasi dan perancangan yang matang oleh orang-
orang yang paham dan peduli terhadap pendidikan karakter, upaya
tersebut dapat mencapai tujuan.

20
C. Efektivitas pelaksanaan membangun karakter siswa melalui pembiasaan
implementasi ibadah di sekolah
Dari pembahasan pada kajian di atas, dikatakan bahwa pembiasaan
implementasi ibadah di sekolah merupakan suatu proses yang bertujuan untuk
meningkatkan nilai-nilai karakter yang dimiliki siswa, membantu siswa dalam
mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan
remaja, menunjukkan sikap percaya diri, mematuhi aturan-aturan sosial yang
berlaku dalam lingkungan yang lebih luas, memanfaatkan lingkungan secara
bertanggung jawab, menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan baik.
Melalui kegiatan sholat berjamaah maka akan menghindarkan siswa
untuk menghindari dari hal-hal yang keji dan mungkar. Begitu juga dengan
membaca Al-qur’an akan mendatangkan ketentraman, ketenangan dan
kedamaian serta rahmat Allah selalu menyertainya. Sebagimana sabda
Rasulullaah saw: “Jika ada sekelompok orang yang berkumpul di rumah Allah
untuk membaca dan mempelajari Kitabullah, maka akan turun kepada mereka
ketentraman, kedamaian, dan mereka akan diliputi oleh rahmat serta dikelilingi
oleh para malaikat. Dan Allah selalu menyebut mereka di kalangan penduduk
langit (HR Muslim, Ibu Majah, Abu Daud dan Tirmidzi). http://www.asmaul-
husna.com/2015/06/keutamaan-al-quran-keutamaan-membaca-al.html

21

Anda mungkin juga menyukai