Anda di halaman 1dari 18

B.

Shalat (Sembahyang)

Menurut bahasa, shalat artinya do’a, sedangkan menurut istilah berarti suatu
system suatu ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan laku perbuatan
dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, berdasarkan atas syarat-syarat dan
rukun-rukun tertentu. Ia adalah fardhu ‘ain atas tiap-tiapmuslim hang telah balig
(dewasa).

Shalat fardhu ada lima yaitu:

1. Shalat Subuh. Terdiri dari dua rakaat; waktunya mulai dari terbit fajar
kedua, hingga terbit matahari.
2. Shalat Zuhur. Terdiri dari empat rakaat, waktunya mulai dari setelah
cenderrung matahari dari pertengahan langit, sampai baying-bayang suatu
tonggak telah sama dengan panjangnya.
3. Shalat Asar. Terdiri dari empat rakaat, mulai dari ketika Zuhur
berakhir sampai terbenam matahari.
4. Shalat Magrib. Terdiri dari tiga rakaat, waktunya mulai dari
terbenamnya matahari, hingga hilangnya teja merah.
5. Shalat Isya. Terdiri dari empat rakaat, waktunya mulai dari hilangnya
teja merah di barat sampai terbit fajar kedua.

Kewajiban shalat tegas diperintahkan oleh Qur’an, tetapi perintah itu bersifat
umum. Tentang detail dari pada cara dana waktu-waktu melakukannya, berdasar atas
petunjuk dan Sunnah Nabi. Sistem shalat yang kita lakukan kini,adalah system yang
telah dicontohkan Nabi dahulu kepada umat islam generasi pertama, kemudian
diwariskan secara turun-temurun tanpa mengalami perubahan, telah berjalan selama
14 abad. Firman Allah s.w.t.:

“Dirikanlah shalat itu! Sesungguhnya shalah itu diwajibkan untuk malakukannya


pada waktunya pada waktunya atas sekalian orang muslim.”1

Selain shalat lima waktu itu, diwajibkan pula melakukan shalat Jumat untuk
sekali se-Jumat atas kaum laki-laki, sedang bagi perempuan tidaklah wajib atasnya,
tapi tidak boleh dihalangi bila mereka ingin melakuakn shalat Jumat.

Shalat Jumat terdiri dari dua rakaat, didahului oleh dua khotbah yang berisi
nasehat-nasehat pendidikan dan takwa kepada Allah, dilakukan secara berjamaah.

1 An-nisa’ (4) : 103.


“Wahai manusia beriman, apabila kamu diseur untuk shalat (mendengar azan)
pada hari Jumat, maka hendaklah kamu segera mengingat Allah (shalat
Jumat ), dan tinggalkanlah jual beli.”2

Masih ada lagi beberapa macamshalat sunat, yaitu shalat-shalat yang


dianjurkan. Antara lain dari shalat-shalat itu : Shalat sunat Rawatib, dikerjakan di
sekitar shalat-shalat wajib lima waktu, baik sebelum amupun sesudahnya; Tahajud,
dikerjakan leawat tengah malam; Witir, yaitu shalat sunat yang jumlah rakaatnya
selalu ganjil, waktunya sesudah sesudah mengerjakan shalat Isya sampai terbit fajar;
Tarawih, yaitu shalat malam pada bulan Ramadhan; Istisqa’, yaitu shalat mohon
hujan; Istikharah, dilakukan karena mengharap petunjuk dari Allah atas pekerjaan-
pekerjaan yang kita hadai sebagai alternatif-alternatif yang problematis; kemudian
dua shalat Hari Raya yang dilakukan satu kali setahun, yaitu: Idul Fitri, setiap tanggal
1 Syawal tahun Hijriah, atau sehabis melakukanpuasa Ramadhan; Idul Adha, atau
Qurban, setiap tanggal 1 Zulhijjah tahun Hijriah. Kedua shalat hari raya itu masing-
masing berjumlah dua rakaat, yang diikuti dengan suat khotbah; tempatnya di
lapangan terbuka sebagaimana sunnah Rasulullah s.a.w.

Maka seorang muslim yang rajin, tentu dia banyak melakukan shalat. Shalat
yang wajib sebanyak lima kali sehari semalam, dan yang sunat jumlahnya lebih
banyak lagi. Sehingga nampaklah bahwa ibadah yang paling menonjol dalam
kehidupan seorang muslim ialah shalat itu.

Sesungguhnya shalat itu mengandung nilai-nilai dan daya guna yang tiggi!

Sebagai seorang musim tentu hidupnya didasari suatu akidah atau imam
seperti yang terkandung dalam rukun-rukun iman. Maka untuk memelihara iman itu,
memprbaharui dan meningkatkannya, ibadah shalat itulah yang berperanan. Bacaan-
bacaan dalam shalat adalah ucapan-ucapan yang bersangkut-paut dengan iman
kepada Allah dan kepada apa yang diwajibkan-Nya kepada kita. Seperti arti logat
shalat adalah “doa”, maka memmang sebagian besar dari ucapan-ucapan dalam shalat
mengandung doa. Doa untuk memohon hidayah dan petunjuk agar perjalanan hidup
kita sejahtera dan bahagia, dunia dan akhirat. Begitulah makna yang terdapat dalam
bacaan doa iftitah (bacaan mukadimah shalat); dan Surah Al-Fatihah, surah yang
wajib dibaca waktu melakukan shalat dan bacaan Tasyahhud (Tahiyat), bacaan akhir
shalat. Maka manusia yang shalatnya baik, adalah manusia ynag tinggi kadar
imannya dan selalu medapat hidayah dan taufik Allah s.w.t.

2 Al-Jumu’ah (62) : 9.
Shalat dan Kesucian Rohani-Jasmani

Shalat adalah pekerjaan hamba yang beriman dalam situasi menghadapkan


wajah dan sukmanya kepada Zat Yang Mahasuci. Maka manakala shalat itu dilakukan
secara tekun dan kontinu, menjadi alat pendidikan rohani manusia yang efektif,
memperbaharui dan memelihara jiwa serta memupuk pertumbuhan kesadaran. Makin
banyak shalat itu dilakuakan dengan kesadaran bukan dengan paksaan dan tekanan
apa pun, berarti sebanyak itu rahani dan jasmani dilatih berhadapan denagan Zat Yang
Mahasuci. Efeknya membawa kepada kesucian rohani dan jasmani. Seperti kata
seorang ahli hikmah: “Ceritakanlah kepadaku dengan siapa engkau berhubungan dan
bergaul, nanti akan kukatakan padamu siapa engkau.” Kesucian jasmani dan rohani
akan memancarkan ahlak yang ulia, sikap hidup yang dinamis penuh amal saleh.
Sebaliknya akan terhindar dari berbagai perbuatan dosa, jahat dan keji. Allah s.w.t.
berfirman:

“Dan tegakkanlah shalat, karena shalat itu mencegah diri dari perbuatan kei
dan jahat.”3

“Sesungguhnya manusia dijadikan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila dia
ditimpa kerugian ia mengeluh. Dan apabila dia mndapat kebaikan ia menjadi kikir,
kecuali mereka yang mendirikan shalat. Yaitu mereka yang melakukan shalat denga
tetap.”4

Ditinjau dari segi disiplin, shalat merupakan pendidikan positif menjadikan


manusia dan masyarakat hidup teratur.

Dengan kewajiban shalat sebanyak lima kali dalam 24 jam, seorang muslim
tentu seorang yang selalu memperhatikan perjalanan masa selalu sadar tentang
peredaran waktu akan membawa hidup yang terartur dan hidup yang penuh manfaat.
Time is money (Waktu adalah uang), kata pepatah Inggris. Waktu adalah pedang, kalu
engkau tidak menggunakannya memotong, mak engkau akan dipotongnya, demikian
sya’ir Arab. Qur’an dalam Surah Al-‘Ashr, memperingatan bahwa manusia rugi
hidupnya manakala ia lalai tentang masa dan tidak memelihara disiplin waktu.

Nampanya keterbelakangan masyarakat kiata adalah akibat belum lag


memiliki kesadaran waktu. Waktu banyak dihambur-hamburkan tanpa disadari, tidak

3 Al-Ankabut (29) : 45

4 Al-Ma’arij (70) : 19-23


ada suatu pertemuan yang dibuka tepat pada waktunya menurut undangan, lebih
banyak waktu digunakanuntuk santai, mengobrol dan menganggur dari pada waktu
yang digunakan untuk bekerja dan beramal. Filosof Ibnu Sina (980-1037) yang
dikenal di negeri Varat dengan nama Avecenna, berdoa: “Tuhanku, berikanlah
kepadaku hidup walaupun hidup itu tidak panjang, akan tetapi hidup itu penuh arti
dan manfaat.” Dia hidup di dunia hanya dengan usia 57 tahun, tetapi dengan karya-
karya dan buah pikirannya dia telah berjasa memimpin ilmu dan rohaniah manusia
selama berabad-abad walaupun tulang belulangnya telang hancur dalam tanah.

Betapa indahnya system hidup manusia muslim dengan ajaran shalat itu.
Ketiak fajar shadiq bersibak di ufuk Timur, bertanda kewajiban shalat Subuh telah
datang. Di saat manusia lainnya maish tertidur di bawah selimutnya, umat islam telat
bangu, membersihkan diri, mencuci muak dan anggota badannya untuk wudhu’,
sebagiannya mandi, ia kemudian dengan sadar menunaikan shalat. Ini memberi arti
bahwa sebelum memulai pekerjaan dan tugas-tugas duniawi yang penuh suka duka,
umat islam paling pagi membersihkan diri, jasmani dan rohani, menghadapkan wajah
dan hati kepada Allah. Kita melakuakan rukuk, sujud dan kemudian duduk
bersimpuh, memohon petunjuk dan memanjatkan agar berhasil menunaikan semua
tugas hidup dan kehidupan. Jadi hidup seorang muslim dimulai dengan mengisi
kesucian dan nafas tauhid, sehingga hidup itu bertenaga dan optimisi.

Di antara masa-masa kerja dan tugas sehari suntuk, sejak pagi hingga petang,
diselang-selingi kewjiban-kewajiban shalat: Zuhur, Asar dan Magrib. Kelelahan
jasmani karena kerja, keletihan otak akibat kesibukan pikiran-oikiran duniawai,
senantiasa mendapat penyegaran rohaniah dengan jalan shalat. Umunya orang-orang
yang mendapat gangguan jiwa adalah akibat dari ketegangan emosi dan
bertumpuknya pikiran-pikiran yang serba ruet dan tak terpecahkan. Penyakit yang
namanya neurosis (gangguan-gangguan badan disebabkan penyakit saraf) juga
sumber hilangnya keseimbangan dalam jiwa manusia. Seorang psikiater bernama Dr.
A.A. Brill, mrngatakan: “Anyone is truly religions does not develop a neurosis.”
(Tiap-tiap orang yang betul-betul menjalankan agama tidak bias terkena penyakit
neurosis)5. Maka shalat menjadi penawar paling mujarab bagi kesehatan jiwa, rohani
dan fisik manusia. Shalat memberikan ketenangan batin manusia. Firman Allah s.w.t.:

“Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.”6

5 M. Yunan Nasution, Imam sumber Enegi, hal. 17.

6 Thaaha (20) : 14
“Orang-orang yang beriman, hati mereka jadi tentram karena mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mngingat Allah hati menjadi tentram.”7

Kemudian sebelum hidup duniawi kita akhiri dan sebelum pergi ke tempat
tidur, kewajiban shalat Isya harus dikerjakan dahulu. Ia ibarat suatu audiensi mahluk
kepada Khaliqnya, memberi laporan dari seluruh hasil kerjanya sepanjang hari,
memohon maaf atas segala kesalahan dan kekhilafan baik yang disengaja maupun
yang tidak disengaja, kemudian memohon lagi petunjuk-petunjuk-Nya unruk hari
esok, apabila masih dikaruniai hidup lagi. Begitulah sistem hidup dan kehidupan
orang muslim. Hidupnya dimulai dengan menghadap Tuhannya, kemudian diakhiri
dengan menghadap Tuhannya. Tapi dicelah-celah kesibukan duniawi sepanjang hari,
selalu pula melakukan komunikasi dengan Tuhannya.

Dari segi hygiene, Dr. Med Ahmad Ramali berkata: “Shalat itu baru sah, kalau
orang yang mengerjakannya itu dalam keadaan suci. Bukan badan saja yang mesti
suci; melainkan pakaian juga tempat shalat. Setelah bersuci, baru dimulai shalat itu ...
Mengingat sikap badan dan gerakan badan dalam melakukan shalat, maka shalat
itupun ada pentingnya untuk hygiene … sikap dan gerak yang khan itu –qiyam,
rukuk, sujud, iftirasy- pun menjadi perkara yang perlu untuk mencitakan perasaan
khidmat pada manusia.

Sebaliknya sekalian sikap khidmat ini, dan gerakan-gerakan dari sikap yang
satu lagi, tak boleh tidak ada pentingnya untuk hygiene; seluruh sikap dan gerakan
itu, buat orang dewasa, laki-laki, dan perempuan, adalah senam kamae yang tepat
benar.”8 Untuk itu beliau telah membuang waktu untuk menyatakan dalam suatu
daftar tentang berapa banyaknya posisi dan gerakan yang dilkukan oleh tiap-tiap
muslim pada setiap hari, minimal untuk waktu-waktu shalat lima waktu.

Shalat dan Pembinaan Umat

Dalam pelaksaan shalat, sanagt dianjurkan melakukan dengan jamaah. Dua


puluh tujuh lipat pahala dan keutamaan mereka yang shalatnya berjamaah dari pada
shalat sendirian.9

7 Ar-Ra’ad (13) : 28

8 Dr.Med. Ahmad Ramali, Peraturan-peraturan untuk memelihara kesehatan dala Hukum Syara’ Islam,
hal 301-303

9 Hadist Riwayat Bukhary dan Muslim.


Bahkan berjamaah diwajibkan melaksanakannya sekali seJumat yaitu shalat
Jumat. Islam mendidik pemeluk-pemeluknya bergaul, bermasyarakat, mempertebal
ikatan ukhuwah Islamiyah, persaudaraan antar muslim. Untuk melaksanakan jamaah
perlu tempat. Sebab itu masjid wajib dibangun. Sistem jamaah di masjid mengandung
seribu nilai yang penting. Ia mendidik manusia menumbuhkan solidaritas social yang
kuat dan ajaran persamaan antar manusia. Anggota-anggota jamaah duduk dlam satu
barisan. Yang miskin berdampingan dengan yang kaya dan rakyat biasa bergandengan
dengan pembesar-pembesar , taka da yang diistimewahkan. Semua sama-sama
melakukan gerakan yang serupa dan seirama. Mereka sujud dan rukuk dengan displin
atas suatu komando “Allaahu Akbar” dari mam. Shalat dittup dengan salam, artinya
saling mengatakan selamat, sejahtera dan damai. Sesudah itu dimanifestasikan
dengan saling berjabat tangan, untuk ikatan perdamaina dan persaudaraan. Sama-
sama menyatakan diri sebagai hamba Allah yang bersaudara taka da permusuhan.
Satu tujuan bersama: mengabdi kepada Allah s.w.t.

Menilik fungsi masjid lebih lanjut, mak masjid bukan hanya sekedar tempat
shalat. Dasar-dasar fungsi masjid telah diletakkan oleh Rasulullah s.a.w.pada mesjd
pertama, masjid Quba dan masjid Nabi di Madinah. Masjid digunakan sebagai pusat
pembinaan jamaah dan kekuatan umat. Didalam masjid beliau senantiasa
mengajarkan tauhid dan pokok-pokok ajaran Islam kepada kaum Muhajirin dan kaum
Anshar. Masjid pula beliau gunakan sebagai gedung pertemuan untuk bermusyawarah
tentang berbagai masalah yang sama-sama meraka hadapi. Pendek kata masjid
menurut Sunnah Nabi mempunyai potensi yang sangat vital dalam menyusun
integrasi umat dan kekuatannya lahir batin , untuk pembinaan daulah Islamiyah
berdasarkan jiwa tauhid. Sebab itulah ketika Nabi hijrah ke madinah, beliau
dahulukan mendirikan bangunan masjid, sebelum mengerjakan bangunan-bangunan
lainnya, bahkan sebelum ruamh kediaman beliau sendiri.

Jelas pula Khalifah Abu Bakar, yang mengikuti jejajk risalah, menegaskan
dalam jangkauna pandangan yang jauh, fungsi masjid sebagai pusat integrasi umat,
bila kehidupan umat masyarakat dilanda kritis, salah satu khotbahnya ditutup sebagai
berikut”

“….. Dan sesungguhnya kamu sekarang sedang diatas pangkuan khalifah


kenabian, (tetapi) kamu berada di persimpangan jalan. Nanti sesudahku kamu akan
melihat suatu berpecah-belah, darah tanpa lindungan hokum, mudah tertumpah. Jiak
sekiranya datang cengkraman dari p ihak batil, dan ti-mbul perlawanan dari pihak
hak, perlawanan yang tidak meninggalkan bekas dan hancur lantarannya kabajikan-
maka dikala itu di masjid kau menetap, dari Al-Qur’anlah kamu mencari petunjuk!

Inilah masjid yang hidup dan menghidupkan. Bukan masjid yang roman
lahirnya dihiasi dan didandani, ibarat kuburan cina pakai marmer berukir, sekedar
untuk menyimpan mayat tak bernyawa didalamnya.”10

Kalau sistem jamaah itu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh umat Islam
menurut Sunnah Rasulullah, maka umat Islam tidak akan seperti keadaannya
sekarang ini dan mengalami kelemahan dalam berbagai bidang. Dengan kewajiban
shalat lima waktu, hendaknya umat Islam memulai hidupnya di masjid, kemudian
menutup kegiatan hidupnya dengan shalat Isya di masjid pula. Dengan kewajiban
shalat jumat sekali dalam seJumat , maka mimbar Jumat dapat diintensifkan menjadi
mimbar penggemblengan untuk menyusun jamaah muslimin yang bertenaga jiwa
tauhid. Hanya saja sangat disayangkan, bahwa sementara dari beberapa masjid tidak
berjalan menurut fungsinya. Para Khatib bukannya membangun semangat jihad,
tetapi sebaliknya mereka menyanyikan nina bobok kepada siding jumat yang
membuat mereka mengantuk.

Kemudian dengan shalat hari raya Fitrah dan shalat hari raya Adha, umat
Islam diharuskan melakukan jamaah akbar sekali setahun. Karena kedua shalat Id itu
harus dilakukan dilapangan terbuka, maka selain membangunkan kesatuan dan
kesamaan akidah, shalat Id menjadi syi’ar Islam yang paling tinggi nilainya. Dari atas
mimbar khotbah Id dikumandankan ke delapan penjuru jagat, agar umat Islam
meningkatkan takwanya dan bangkit berjuang memelopori gerakan social Islam,
menghilangkan kemelaratan dan kemiskinan di bumi dengan menunaikan zakat fitrah
dan melakukan qurban.

Melihat hikmah yang demikian besar yang terkandung dalam ibadah shalat,
adalah wajar apabila Nabi harus mi’raj kelangit menghadap ke hadirat Ilahi untuk
menerima perintah ibadah shalat ini, ibadah yang paling istimewa kedudukannya dari
lainnya. Shalat adalah satu-satunya ibadah yang diterima langsung dari Allah, sedang
kewajiban-kewajiban yang lain cukup melalui wahyu yang disampaikan oleh
Malaikat Jibril a.s. Tepatlah kalau Nabi bersabda bahwa shalat itu adalah tiangnya
Islam, siapa yang menegakkan shalat, berarti dia menegakkan agama Islam.

10 Hadist Riwayat Bukhary dan Muslim.


Jadi tujuan shalat ialah kebaikan dan kebahagiaan manusia sendiri di dunia
dan di akhirat. Tepat pula isi panggilan azan yang selalu dikumandankan oleh
mu’azzin:

“Mari mengerjakan shalat, mari kepada kemenangan!”

C. Zakat

Menurut bahasa, zakat berasal dari kata tazkiyah artinya menyucikan. Sebab
itu menunaikan zakat berarti menyucikan harta benda dan diri pribadi. Dari arti ini,
maka zakat maal (harta) berfungsi membersihkan harta benda dari orang-orang yang
berpunya, seperti firman Allah dalam Al-Qur’an:

“Ambillah dari harta mereka zakat untuk membersihkan zakat dan


menyucikan mereka dengan zakat itu.”11

Zakat adalah salah satu rukun Islam yang lima. Demikian pentingnya ibadah
ini, ia menduduki posisi ketiga sesudah shalat. Pada delapan puluh dua tempat, Allah
menyebutkan soal zakat selalu berdampingan penyebutannya dengan shalat dalam Al-
Qur’an. Ini menunujukkan bahwa keduanya mempunyai arti yang penting dan
memiliki hubungan yang erat, shalat merupakan ibadah jasmaniah yang paling utama,
sedangkan zakat dipandang sebagai ibadah harta yang paling mulia.

Menunaikan zakat adalah wajib atas umat Islam yang mampu. Zakat
maksudnya ialah mengambil sebagian dari harta kepunyaan orang-orang yang mampu
untuk menjadi milik orang-orang yang tidak berpunya. Penunaian kewajiban itu
dilakukan pada tiap-tiap tahun sebagai iuran kemanusiaan secara agama, dari orang-
orang yang berbeda untuk menanggulai kesulitan hidup serta mencukupkan hidup
orang-orang yang tak berpunya. Dan Negara dapat memaksa dengan hokum
kekerasan supaya masing-masing orang yang berpunya menurut suatu nisab (ukuran
minimal) yang sudah ditetapkan supaya membayar kewajiban zakatnya.mereka yang
mengakui sebagai suatu kewajiban tapi enggan untuk membayar zakat, dihukumi
kafir. Mereka dianggap memberontak terhadap agama. Karenanya mereka boleh
diperangi sampai mereka patuh kembali, sebagaimana yang tela dilakukan oleh
Khalifah Abu Bakar.

Itulah dasar yang tegas dari kewajiban Negara dalam Islam supaya turun
tangan dan mencampuri urusan pembagian harta di antara manusia. Negara dapat

11 At—Taubah (9) : 103


menggunakan kekuasaannya untuk memaksakan kelas yang berada untuk
menunaikan iuran kemanusiaan yag bernama zakat itu, untuk menghilangkan
penderitaan masyarakat, golongan yang tidak berpunya, disamping untuk membantu
kepentingan Negara.

Zakat hanya diperlukan kalau jumlah harta kekayaan sampai pada nilai
tertentu, batas minimal (nisab), dari tiap-tiap jenis barang yang diwajibkan
pemungutan zakat itu. Atau telah dimiliki oleh seseorang dalam tempo cukup setahun.
Jadi adalah sangat berbeda dari arti, nilai dan pelaksanaan apa yang disebut pajak
yang dilakukan di berbagai Negara.

Pada pokoknya ada lima jenis harta yang harus dibayarkan zakatnya:

1. Harta kekayaan,
namanya “zakatun nuqud”, ialah: emas, perak, uang dan cek.
2. Barang-barang
dagangan, namanya “zakatut-tijarah”, ialah mengenai segala macam
perdagangan.
3. Binatang ternak,
namanya “zakatul an’am”, ialah unta, sapi, kerbau, domba dan kambing.
4. Hasil pertanian,
namanya “zakatuz-zira’ah”, ialah gandum, beras, jagung dan lainnya.
5. Hasil
perkebunan/buah-buahan, ialah anggur dan kurma.
Tentang hasil perkebunan yang lain dan binatang ternak yang lain
ditempatkan ke dalam masalah ijtihad baru yang akan mempunyai
pembahasan tersendiri.

Syarat wajib membayar zakat harta benda tersebut,bahwa harta itu adalah milik
sendiri secara penuh, dan harta itu mencapai jumlah yang tertentu sesuai yang
ditetapkan oleh syara’ untuk menjadi ukuran yang menunjukkan kekayaan seseorang
atau kemampuannya. Maka jika harta tersebut nelum mencapai nisabnya (batas
minimal), tidaklah wajib mengelurkan zakatnya. Disyaratkan pula pada harta
kekayaan, barang-barang dagangan dan binatang ternak yang telah yang telah dimiliki
waktu cukup setahun. Sedang hasil pertanian dan perkebunan dibayarkan zakatnya
diwaktu memetik hasil atau waktu mengetam. Tetapi manakala seseorang
mengeluarkan zakat sebelum mencapai ketentuan dan syarat wajib zakat, maka
dipandang sebagai perbuatan mulia dan terpuji.
Zakat harta kekayaan (emas, perak, uang, cek) dan barang-barang dagangan ialah
1/40-nya (2 ½ %). Standar yang dipakai ialah emas atau perak. Sedang batas
minimal(nisab) emas 20 dinar atau 85 gram emas murni (24 karat), dan perak 200
dirham.12

Permulaan nisab sapi atau kerbau ialah 30 ekor, dizakati dengan seekor anak
sapi/kerbau yang telah mencapai umur masing-masing 1 than. Dan kalau 4 ekor
sapi/kerbau zakatnya dengan seekor sapi/kerbau yang telah mencapai umur 2 tahun.
Jadi andaikata seorang mempunyai ternak sapi berjumlah 70 ekor atu lebih, mak
zakatnya: 2 ekor sapi dengan umur masing-masing 1 tahun dan 2 tahun lebih.

Permulaan nisab kambing/domba ialah 40 ekor, dizakati seekor sapi dengan jumlah
120 ekor, 121 ekor keluar 2ekor; 201 sampai 399 ekor keluar 3 ekor; 400 ekor atau
lebih keluar 4 ekor; dan seterusnya tiap berjumlah 100 ekor dikeluarkan zakatnya
seekor yang telah berumur 2 tahun.

Akhirnya zakat pertanian dan perkebunan ialah 1/10-nya (10%), jika dihasilkan
dengan air hujan atau air sungai. Tapi jika diairi dengan menggunakan alat-alat dan
pembiyaan, maka zakatnya 1/20-nya (5%). Batas minimal (nisab)-nya 300 sha’,
sedang 1 sha’ adalah 2 ½ kg, jadi jumlahnya 750 kg.

Perincian zakat yang telah dikemukakan, menunjukkan betapa tinggi kebijaksanaan


Islam dalam mengatur zakat, ialah adanya keserasian dengan selera masyarakat.
Ternyata bahwa hasil pertanian dan perkebunan, zakatnya jauh lebih besar dari pada
zakat harta benda lainnya. Peraturan zakatnya dibayar 10% smapai 5%. Sedang zakat
harta benda lainnya hanya berkisar 2 ½. Sistem ini memberikan arti bahwa Islam
lebih mementingkan makanan daripada lainnya. Dan bagi fakir miskin, golongan
tidak berpunya, adalah golongan yang selalu dihadapkan dengan persoalan makanan,
lebih penting daripada kebutuha emas, perak, kambing dan sebagainya. Kemudian
dari arti kebutuhan ekonomis, manusia harus memenuhi kebutuhan pertamanya
(primer) yaitu makanan, baru kemudian yang lain. Suatu prinsip dari ilmu ekonomi
modern.

12 Menurut perhitungan H. Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, hal. 198-199, emas 20 dinar = 93,6 gram;
perak 200 dirham = 624 gram. Menurut Prof. T.M. Hasbi Ashshidieqy, Al-Islam, hal. 533, emas 20 dinar
= 96 gram; perak 200 dirham = 672 gram. Menurut Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke-XX di Garut
(18-23 April 1976) dalam masalah “Al-Amwaal fil Islam”, menguatkan keptusan Tarjih yang
bermuktamar di Pencongan tahun 1972, “Bahwa yang menjadi standar nisab zakat ialah: emas murni
(24 karat) dengan ukuran 85 gram.”
Adapun orang-orang yang berhak menerima zakat, adalah mereka yang telah
ditetapkan Allah dal Al-Qur’an. Mereka itu delapan golongan:

“Sesungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, miskin, pengurus zakat,
orang yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan, orang yang berutang, untuk jalan
Allah, dan untuk orang musafir, demikianlah ketentuan dari Allah.”13

Keterangan ayat tersebut, sebagai berikut:

1. Golongan fakir
(fuqara) yang terlantar dalam kehidupan karena ketiadaan alat dan syarat-
syaratnya.
2. Golongan miskin
(masakien) yang tidak berpunya apa-apa.
3. Golongan pengurus
atau pengawal zakat (amiliena alaiha) yang bekerja untuk mengatur
pemungutan dan pembagian zakat.
4. Golongan orang-
orang yang dihibur hatinya (mu’allafati qulubuhum) yang memerlukan
bantuan keuangan untuk mendekatkan hatinya kepada Islam.
5. Golongan fier-riqab,
untuk pembebasan dan kemerdekaan bagi masing-masing diri atau individu,
atau bagi sesuatau golongan atau sesuatu bangsa.
6. Golongan orang-
orang ang terikat utang (gharimiena) yang tidak menyanggupi untuk
membebaskan dirinya dari uang itu.
7. Golongan fie
sabilillah untuk segala kepentingan umum, jihad dan dakwah Islam; baik
bersifat individu maupun secara kolektif, atau untuk segala kepentingan
pembangunan dalam masyarakat dan Negara.
8. Golongan orang-
orang yang terlantar dalam perjalanan sebagai musafir (ibnu sabil) yang
memerlukan bantuan perongkosan untuk kehidupan dan kediamannya dan
untuk pulang ke daerah asalnya.

Tentang siapa golongan fakir dan miskin itu, baiklah pula dikutip suatu
pendapat dari apa yang ditulis oleh Syekh Husseinin Muhammad Mahluf, eks Rektor
Universitas Al-Azhar di Kairo (Mesir):

13 At-Taubah (9) : 60.


“Yang dikatakan orang-orang fakir ialah orang yang mempunyai harta benda
kurang dari hingga zakat, atau orang-orang yang mempunyai harta benda sampai
hinggaan zakat tetapi ia dalam berhutang, atau dalam kebutuhan sangat untuk
hidupnya.

Orang-orang miskin ialah orang-orang yang tidak mempunyai sesuatu pun,


maka sudah tentu lebih sangat dari pada orang fakir. Orang miskin itu boleh meminta
untuk mendapat makanan yang diperlukan, pakaian yang diperlukan untuk menutupi
tubuh mereka, tetapi orang-orang fakir sebaimana tersebut di atas tidak di
perbolehkan meminta-minta.”14

Zakat yang telah diterangakan itu ialah zakat maliyah (harta benda). Selain dari
kewajiban harta tersebut, Islam emnetapkan lagi iuran kemanusiaan secara agama,
yang harus ditunaikan setiap akhir bulan Ramadhan, pada Hari Raya Fitrah yang
dinamakan zakat fitrah (zakat badan). Setiap muslimyang hidup di bulan Ramadhan,
kecil atau besar, laki-laki atau perempuan, budak atu merdeka, apbila da kelebihan
makanan orang-oarnag tersebut pada hari tu, wajib mengeluarkan bahan makana
sebanyak 1 sha’ (2 ¼ kg) berupa emas, korma, jagung, atau harga dari jenis yang
dizakatkan itu. Dibayarkan kepada orang-orang miskin melarat yang tidak berpunya,
dimaksudkan agar pada hari Raya Idul Fitri itu semua orang dapat menikmati lebaran
penuh kegembiraan. Saat itu adalah momen aksi Islam sedunia membebaskan perut-
perut lapar!

Zakat adalah kewajiban orang-orang mampu, dan sebaliknya ia adalah


hak orang-orang tidak berpunya atas orang-orang kaya.

Pembahasan yang cukup menarik dari masalah-masalah zakat yaitu hubungan


“kewajiban” dan “hak” atas manusia. Zakat sebagai suatu kewajiban bagi orang-
orang mampu telah dikemukakan dalam Surat At-Taubah 103. Tapi ia juga adalah
hak bagi orang-orang yang tidak berpunya tas orang-orang kaya sebagaimana
keterangan di muka dala, Surat At-Taubah 60.

Telah menjadi sifat umum bagi manusia, baik secara orang seirang maupun
secara bersama-sama, lebih memperhatikan tentang hak daripada kewajiban. Manusia
lebih banyak merumuskan dan menuntut hak-haknya daripada melaksanakan
kewajiban-kewajibannya. Hak-hak asasi dirumuskan dan didengungkan di mana-
mana, tapi kewajiban-kewajibannya tidak pernah diperhatika apalagi dilaksanakan,
keadaan mana menimbulkan kekacauan di mana-mana.
14 Dr. Kaharuddin Yunus, Sistem Ekonomi Kemakmuran Bersama, (BERSAMAISME), hal. 203.
Tentang kewajiban-kewajiban dan hak-hak manusia, baiklah dikutip di sini apa
yang ditulis oleh Abdur Rahman Azzam, eks Ketua dan Sekretaris Jenderal Pertama
Liga Arab, dalam bukunya The Eternal Message of Muhammad, pada topic “Duty
Before Right”,15 beliau menulis:

“ Telah banyak pemikir jujur di dunia mencoba untuk merumuskan suatu order
(sistem) yang dapat di terima dan di sukai oleh manusia agar dapat melepaskan
mereka dari kesusahan-kesusahan dan penanggulangan mereka yang ditimbulkan
oleh kekacauan dunia.

Slah satu dari sekian banyak organisasi yang terbesar yang telah menghadapkan
perhatian pada tugas ini ialah kelompok manusia yang terdiri dari para terkemuka di
London, kemudian dipropagandakan oleh penulis terkenal, H.G. Wells, sesudah
beberapa kali perdebatan dan surat-menyurat yang cukup panjang, kelompok itu
membuat program yang mana diumumkan hak-hak manusia, dan mengusulkan agar
program-program mereka menjadi konstitusi dunia dalam zaman sesudah Perang
Dunia akhir ini.

Konstitusi yang diumumkan itu mengandung sebelas pasal, yang mana menurut
pendapat kelompok tersebut, itulah “the right of man” (hak-hak manusia), yang harus
tidak ditentang oleh hokum, perundang-perundangan atau oleh system setempat bagi
persekutuan atau bangsa-bangsa manusia manapun yang ada. Maka ia adalah the
fundamental law (undang-uandang asasi) yang mengalahkan setiap undang-undang
yang menentangnya.

Yang paling penting dari pasal-pasal itu ialah yang mengenai kehormatan hak
milik (the sanctity of property) hak belajar (the right to education), kemerdekaan
kepercayaan (freedom of belief), kebebasan seseorang (personal freedom), hak
bekerja (the right to work) dan hak si lemah mendapatkan perlindungan dari
masyarakat (the right of the weak to protection from the community).

Kemudian kelompok tersebut mengirimkan programnya itu kepada dua orang


pemikir besar di Timur, yaitu Mahatma Gandhi dan Jawaharlal Nehru, seraya
menanyakan pendapat mereka. Tanggapan mereka sungguh berbeda dengan apa yang
diharapkan oleh kelompok itu.

Mahatma Gandhi menjawab sebagai berikut: Apakah hasil yang praktis


daripada deklarasi hak-hak itu? Siapakah yang akan menjaga dan memliharanya?

15 Abdur Rahman Azzam, op. cit. hal 235-236.


Beliau mengemukakan bahwa kelompok itu telah memulai suatu tujuan keliru
daripada suatu masalah. Seharusnya mulai lebih dahulu dengan mengumumkan
‘kewajiaban-kewajiban manusia’ (human duries).

Jawaharlal Nehru menjawab pula: bahwa rencana Tuan Wells dapat dianggap
praktis dan berhak mendapat perhatian besar, sekalipun dia (Nehru) menentangnya
dalam soal yang bersegi-segi kecil. Nehru mengingatkan piagam perjanjian Briand
Kellogg yang telah melarang peperangan. Bahwa tujuan deklarasi itu tidak mungkin
tercapai karena tidak terdapat suatu metode spesifik dalam merealisirnya. Nehru
bahwa pokok pangkal kesalahan dan problem dunia sekarang terletak paad keburukan
system politik dan kapitalisme. Hendaklah diubah system itu lebih dahulu agar
manusia dapat menjalankan dan melaksanakan hak-hak yang terkandung dalam
deklarasi itu. Menurut Nehru, system dunia baru hendaknya didirikan atas sosialisme
untuk menjamin persoalan seluruh manusia mengenai hak-hak dan kemerdekaan
mereka.”

Selanjutnya Abdur Rahman Azzan menulis:

“Ada baiknya kita coba sebuah system pendidikan baru dan jalan baru, dimana
orde baru itu kewajiban dasarnya. Dan ganti mengusahakan persamaan antara sesama
manusia dalam hak-hak kemudian kita menjadikan kewajiban itu akan lebih
menghormati hak-hak orang lain.

Apalagi melalui pendidikan kita dapat membiasakan mnusia menghormati


orang-orang yang megerjakan kewajiban-kewajibannya, maka kita menjadikan
kewajiban menjadi sumber perhubungan-perhubungan peradaban dan social, dan
denan demikian medirikan suatu sisitem baru bagi dunia yang lebih baik daripada
dunia kita sekarang. Oleh karena pendidikan yang memusatkan bahwa menjalankan
kwajiban itu adalah jadi tujuan manusia yang murni, maka pendidikan itu akan
membuahkan bahwa menghormati hak-hak orang lain adalah lebih berarti dan lebih
bermanfaat dari kekuasaan apapun yang didirikan untuk menjaga hak-hak itu.
Mudah-mudahan pendidikan yang seperti itu yang lebih patut dalam sejarah
perbaikan manusia sebagaimana cara-cara yang selalu diperbuat oleh Nabi-nabi dan
pembaru-pembaru. Maka tidaklah sulit untuk menciptakan suatu sikap baru dimana
masyarakat nanti akan menghormati orang-orang yang mengormati orang-orang yang
menunaikan kewajiban-kewajibannya dari pada manusia lainnya.”

Begitulah zakat mendidik manusia lebih mementingkan penunaian kewajiban


dahulu daripada menuntut hak-hak. Hampir setiap ayat Qur’an menganjurkan agar
manusia suak menunaikan kewajiban-kewajibannya. Karena menunaikan kewajiban
itu berarti pula memberikan hak-hak orang lain. Tidak ada sebuah ayat dalam Al-
Qur’an yang menyuruh manusia meminta-minta, tapi ayat yang menganjurkan
manusia untuk memberi, bertebaran banyak dalam Qur’an suci. Maka salah satu
sumber kelemahan masyarakat kita sekarang ialah karena sementara dari anggota-
anggota masyarakat kita lebih banyak doyan menurut hak-haknya, tapi kewajiban-
kewajibannya kuramg diperhatikan bahkan tidak pernah dilaksanakan.

Bagi kaum muslimin dapat belajar dari jiwa ajaran Surah Al-Fatihah, surah
mana wajib dibaca dalam setiap rakaat shalat, di dalamnya ada kalimat: “iyyaka
na’budu” (hanya Engkaulah yangn kami sembah), kemudian disusul kalimat “iyyaka
nasta’ien” (hanya kepada Engkaulah kami meminta tolong). Kedua kalimat itu
mengandung system pendidikan positif bagi manusia (umat Islam) untuk lebih dahulu
menunaikan kewajibannya, yaitu kewajiban pengabdian. Sesudah pengabdian
dilaksanakan barulah kemudian menyusul hak menuntut pertolongan, bantuan dan
hidayah. Logika kita pun mudah memahami bahwa tidak mungkin Allah
mengulurkan pertolongan-Nya sebelum manusia membuktikan pengabdiannya.
Seperti seorang buruh mendapat gajinya sebagai haknya sesudah dia melaksanakan
pekerjaannya sebagai kewajibannya.

Dr. H. Kahruddin Yunus meulis: “Seorang yang berjiwa besar, akan lebih
memikirkan kewajiban-kewajibannya daripada hak-hak yang seharusnya diterimanya.
Karena membayarkan kewajiban itu berarti memberi hak-hak orang lain, atau
mengambil hak-hak itu dari genggaman orang-orang yang tidak berhak
mempunyainya kembali kepada orang-orang yang betul-betul berhak
menerimanya.”16

Nah, marilah wahai orang-orang yang mampu menunaikan zakat, sebagai


kewajiban kalian, sebab dengan itu berarti pula kalian memberikan hak-hak orang
lain, yaitu hak-hak orang yang tidak berpunya dan hak-hak masyarakat.

Hikmah Zakat

Ajaran zakat mengandung berbagai hikmah yang tinggi, sebagai berikut:

Pertama, zakat sebagai manifestasi rasa syukur dan pernyataan terima kasih
hamba kepada Khalik yang telah menganugrahkan rahmat dan nikmat-Nya berupa

16 Dr. H. Kahruddin Yunus, op. cit., hal. 208.


kekayaan. Ia adalah pendidikan positif bagi manusia untuk selalu bersyukur dan
berterima kasih kepada si pemberi.

Kedua, zakat mendidik manusia membersihkan rohani dan jiwanya dari sifat
bakhil, kikir dan rakus. Sebaliknya mendidik manusia menjadi dermawan, pemurah,
latian disiplin dalam menunaikan “kewajiban dan amanah” kepada yang berhak dan
yang berkepentingan, suatu pendidikan akhlak mulia. Syed Ameer Ali dalam bukunya
The spirit of Islam, menulis: “Tidak ada agama di dunia yang lebih dahulu dari Islam
memandang suci sifat kedermawanan, menyongkong perempuan-perempuan janda,
anak yatim piatu dan orang miskin yang tidak mempunyai tempat minta tolong, yang
menentukan pokok-pokok dasar yang positif dalam menentukan cara-caranya, seperti
yang telah diperbuat oleh Islam.”17

Ketiga, di dalam stuktur ekonomi Islam maka system zakat menunujukan


bahwa sifat perjuanagan Islam selalu berorientasi kepada kepentingan kaum dhu’afa
(kaum lemah).menunjukan pula bahwa Islam adalah agama pembela kemanusiaan
sejati. Sejarah perjuangan Rasulullah menjadi bukti, dimana beliau selalu
memperhatikan kepentingan-kepentingan hidup kaum lemah, baik dalam memenuhi
tuntutan kemerdekaan pribadinya dari perbudakan maupun dalam memenuhi tuntutan
social ekonomi untuk hidup secara wajar. Sehingga pengikut-pengikut beliau pada
mulanya adalah tediri dari kaum dhu’afa past diakhiri dengan kemenangan. Ini telah
menjadi tesis daripada setiap bentuk perjuangan abad modern sekarang.

Allah s.w.t. berfirman:

“Dan kami hendak memenagkan (perjuangan) bagi mereka yang tertindas di


bumi (kaum dhu’afa) dan kami hendak menjadikan mereka pemimpin-pemimpin dan
menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi bumi.”18

Keempat, ajaran zakat menunjukan bahwa kemiskinan adalah musuh yang


harus dilenyapkan. Islam memandang kemisinan sebagai sumber kejahatan dan
kekufuran, sebab itu kemiskinan harus dilawan. Orang-orang yang hidupnya
mengalami tekanan-tekanan social ekonomi sangat mudah menjadi orang jahat.
Karena desakan social ekonomi lalu seseorang melakukan penipuan, pencurian dan
perampokan. Karena tekanan social ekonomi pula dan dengan iman yang tipis banyak

17 Syed Ameer Ali, The Spirit of Islam, Ilham Islam II. Terjemahan Roesli, hal. 35.

18 Al-Qashash (28) : 5
wanita baik-baik terpaksa memperdagangkan kehormatannya, melacurkan diri. Dan
masih seratus macam kejahatan lainnya dalam masyarakat karena kemiskinan.

Di suatu negeri yang minus, rakyat yang hidup serba kekurangan, maka negeri
itu mudah dijangkiti penyakit krisis akhlak dan menjadi tanah yang subur bagi
perbuatan-perbuatan amoral. Itulah sebabnya Nabi Muhammad s.a.w. bersabda:

“kemelaratan mendekatkan kepada kekafiran.”19

Untuk membawa manusia ke jalan Allah, satu factor yang sangat penting ialah
memberantas kemelaratan, karena ia merupaka sumber penyakit masyarakat. Sebab
itu pula sebuah surah dalam Al-Qur’an menenrangkan bahwa pendustaan agama
(ateis) ialah mereka yang tidak berjuang melawan kemiskinan.

“tidakkah engkau tahu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang
membiarkan anak yatim dan tidak mendorong untuk memberi makan orang miskin.”20

Kelima, zakat menjadi alat untuk menghilangkan jurang pemisah (gap) antara
orang-orang kaya dan orang-orang miskin dan antara si kuat dan si lemah. Zakat juga
berfungsi menghilangkan perbedaan-perbedaan social yang tajam. Selanjutnya zakat
menghubungkan tali kasih saying antara golongan berpunya dengan golongan tidak
berpunya. Dengan ajaran zakat maka stuktur masyarakat Islam dapat dibina
sebagaimana pola yang diberikan oleh Rasulullah s.a.w.:

“Orang mukmin terhadap orang mukmin tak ubahnya seperti satu bangunan
yang bagian-bagiannya kuat-menguatkan.”21

“.”22

Zakat dalam stuktur masyarakat dan ekonomi Islam

Selain zakat, masih banyak lagi ajaran Islam yang berfungsi dan tujuannya
serupa dengan Orang-orang mukmin itu dalam saying-menyayangi, dan santun-
menyantuni, tak ubahnya bagaikan satu tubuh yang apabial menderita satu anggota

19 Hadits Riwayat Abu Na’im.

20 Al-ma’un (107) : 1-3

21 Hadits Riwayat Bukhary.

22 Hadits Riwayat Muslim.


dari tubuh itu akan menderita pula seluruh tubuh it dengan tidak dapat tidur dan
demamzakat seperti: infak, sedekah, wakaf, membayar kafarat, qurban pada hari raya
Idul Adha, dan aqiqah.

Menurut Islam, alam semesta dan seluruh isinya adalah milik Allah s.w.t.,
termasuk yang menjadi hak milik manusia sendiri.

“dan Allah-lah yang memiliki segala yang di langit dan yang di bumi.”23

Tetapi alam semesta itu sendiri dengan seluruh isinya disiapkan Allah untuk
manusia, agar diurus, seambil manfaatnya sebanyak mungkin dan dibudidayakan .
segenap manusia sama-sama berhak mengambil manfaat dari hasil bumi dan

23 Al-Baqarah (2) : 284.

Anda mungkin juga menyukai