SHOLAT
Untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah
“Pendidikan Agama 3”
Dosen Pengampu : Nenda, S.Pd.I, M.Pd.I
AK.2021.B
KELOMPOK 4
222110017 - Lisa Molinasari
22110030 - Sylvia Mauldini Lawati
222110049 - Dandi Aprianto
222110064 - Silvi Nadya Putri
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Shalat merupakan salah satu ibadah wajib bagi umat muslim dan shalat
merupakan sarana komunikasi antara seorang hamba dengan Tuhan-Nya sebagai
suatu bentuk ibadah yang di dalamnya terdapat sebuah amalan yang tersusun dari
beberapa ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbiratul ikhram dan diakhiri
dengan salam, dan dilakukan sesuai dengan syarat maupun rukun shalat yang telah
ditentukan (Imam Bashari Assayuthi, 30). Shalat terdiri dari shalat fardhu (wajib) dan
shalat sunnah.
Shalat fardhu (wajib) sendiri terdiri atas 5 waktu antara lain subuh, dzuhur,
ashar, maghrib dan isya’. Shalat dapat membentuk kecerdasan spiritual bagi siapa saja
yang melakukannya (Agustian, 2001).Selain itu mempelajari shalat merupakan
kewajiban bagi setiap muslim, karena shalat adalah bentuk pengabdian manusia
kepada Allah SWT yang wajib dilaksanakan agar didalam setiap kegiatannya selalu
diberikan keberkahan, kebaikan, kemudahan, dan jalan keluar dari kesulitan yang
menimpa.
Adapun manfaat dari melaksanakan shalat menurut Imam Ja’far Al-Shadiq
antara lain yaitu mengajarkan bagaimana agar kita selalu mengawali suatu perbuatan
dengan niat yang baik, dan ini bisa tercermin dari sebelum memulai shalat kita harus
selalu mengawalinya dengan niat. Selain itu manfaat shalat yang lainnya yaitu dapat
memperkuat iman, membangun akhlak yang baik dan moralitas yang tinggi,
mengajarkan tentang kesabaran, serta dapat mencegah dari segala perbuatan yang keji
dan mungkar (QS. Al-Ankabut/29:45). Untuk membatasi bahasan penulisan dalam
permasalahan ini, maka penulis hanya membahas tentang sholat wajib .
1.2.Rumusan Masalah
1.3.Tujuan Penulisan
2
1.3.4. Untuk mengetahui waktu-waktu sholat ?
1.3.5. Untuk mengetahui an apa saja sebab, syarat, rukun sholat?
1.3.6. Untuk mengetahui hal apa saja yang membatalkan sholat ?
1.3.7. Untuk mengetahui macam-macam dan jenis sholat ?
3
BAB II
PEMBAHASAN
1.1.Pengertian dan Hakikat Sholat
4
1.2.1. Menurut Al-Quran
5
Artinya : “Dirikanlah salat sejak matahari tergelincir sampai gelapnya
malam dan (laksanakan pula salat) Subuh!Sesungguhnya salat Subuh
itu disaksikan (oleh malaikat).
Ayat ini menerangkan waktu salat yang lima. Tergelincirnya matahari
menunjukkan waktu salat Zuhur dan Asar, sedangkan gelap malam
menunjukkan waktu salat Magrib, Isya’, dan Subuh. Dalam hadis
riwayat Ahmad disebutkan bahwa salat Subuh disaksikan oleh para
malaikat yang bertugas pada malam dan siang.
6
Artinya : “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk
beribadah kepada-Ku.”
7
1.2.2.1. Menjaga emosional dan kejiwaan
Hadis tentang salat berkaitan dengan penyejuk hati dan
penghibur kejiwaan. Bagi siapa pun yang melakukan salat akan
merasakan kenyamanan dan ketenangan batin.
Berdasarkan hadis riwayat An-Nasa'i dan Ahmad, Rasulullah
SAW bersabda:
8
1.2.2.4. Ibadah tiang agama
Salat 5 waktu adalah ibadah yang dijuluki sebagai tiang
agama.Hal ini sebagaimana dengan hadis tentang salat.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Salat adalah tiang agama, barang siapa mendirikannya, maka
sungguh ia telah menegakkan agama (Islam) itu dan barang
siapa meninggalkannya maka sungguh ia telah merobohkan
agama (Islam) itu".
Oleh karena itu, umat Muslim wajib mendirikan salat guna
memperkokoh tiang agama.
9
Artinya:
"Aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW., "Amal apakah
yang paling utama?" Ia menjawab, "Mengerjakan salat pada
waktunya." Aku berkata lagi, "Kemudian apa lagi?" Beliau
menjawab, "Berjihad di jalan Allah." Aku bertanya lagi, "Lalu
apa lagi?" Beliau menjawab, "Berbakti kepada kedua orang tua."
Ibnu Mas'ud mengatakan, "Semua itu diceritakan oleh
Rasulullah SAW kepadaku. Seandainya aku meminta keterangan
yang lebih lanjut, niscaya beliau akan menambahkannya."
10
bermalas-malasan dalam melaksanakannya. Berikut beberapa keutamaan
sholat :
11
Seseorang yang menjalankan salat 5 waktu dapat merasakan
ketenangan dan kenyamanan hati.
12
Artinya:
"Aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW., "Amal apakah
yang paling utama?" Ia menjawab, "Mengerjakan salat pada
waktunya." Aku berkata lagi, "Kemudian apa lagi?" Beliau
menjawab, "Berjihad di jalan Allah." Aku bertanya lagi, "Lalu
apa lagi?" Beliau menjawab, "Berbakti kepada kedua orang tua."
Ibnu Mas'ud mengatakan, "Semua itu diceritakan oleh
Rasulullah SAW kepadaku. Seandainya aku meminta keterangan
yang lebih lanjut, niscaya beliau akan menambahkannya."
Artinya : “Seorang mukallaf yang tidak mengerjakan shalat tepat waktu karena
alasan malas, termasuk shalat Jumat meski ia beralasan akan melaksanakan
shalat dhuhur, maka ia layak menerima hukuman mati sebagai hadd, bukan
karena alasan kekufuran.” Pernyataan Syekh Zakaria tentang hukuman mati
bagi orang yang meninggalkan shalat tersebut berdasarkan pada hadits nomor
25 riwayat Imam Bukhari bahwasanya Nabi bersabda:
13
Artinya : “Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi
bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, dan mendirikan
shalat,…” Mengenai status bahwa orang yang meninggalkan shalat tersebut
belum bisa dihukumi kafir, berdasarkan pada hadits nomor 1420 riwayat Abu
Dawud:
artinya : “Shalat lima waktu telah difardhukan oleh Allah kepada hamba-hamba-
Nya. Barangsiapa yang mengerjakannya, dengan tidak menyia-nyiakan hak-hak
shalat sedikitpun, maka Allah berjanji akan memasukkannya ke dalam surga,
dan barangsiapa yang tidak mengerjakannya maka tidak ada janji Allah baginya.
Jika Allah berkehendak maka Dia akan menyiksanya, dan jika Allah
berkehendak maka Dia akan memasukkannya ke surga”.
Secara terperinci, Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha, Al-Fiqh al-
Manhaji ‘ala Madzhabi Imam al-Syafi’i (Surabaya: Al-Fithrah, 2000), juz I, hal.
103 memerinci kategori orang yang meninggalkan shalat sebagai berikut:
Artinya : “Orang yang meninggalkan shalat, ada kalanya karena ia malas dan
berleha-leha, ada kalanya karena ia membangkang dan menyepelekan. Orang
yang meninggalkan shalat karena membangkang tentang kewajiban shalat atau
menyepelekannya, maka ia dihukumi kafir dan keluar dari Islam, dalam hal ini,
Hakim wajib memerintahkannya untuk tobat, jika ia tobat dan mendirikan
shalat, maka masalah selesai, jika tidak maka ia dihukum mati dengan alasan
murtad, dan tidak boleh dimandikan, dikafani, dishalati, dan tidak boleh juga
dikuburkan di pekuburan Muslim karena ia tidaklah Muslim lagi.
Sementara orang yang meninggalkan shalat karena malas, namun ia tetap
meyakini akan kewajiban shalat, maka hakim wajib menyuruhnya untuk
mengqadla shalat dan bertobat. Jika ia tetap enggan, maka ia dihukum mati
sebagai bentuk hadd …namun statusnya masih tetap Muslim”.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa jika seseorang yang
meninggalkan shalat karena malas, ia tetap dihukumi Muslim meskipun ia layak
mendapatkan hukuman seberat apa pun. Namun sebagai warga negara, kita
haram gegabah membunuhi mereka yang tidak shalat. Hukuman mati bagi
14
orang yang meninggalkan shalat tidak boleh dilakukan sembarangan karena
itu merupakan wewenang hakim, bukan wewenang perseorangan warga negara,
juga dilakukan dalam konteks negara Islam yang mengakui konstitusi semacam
itu berlaku. Dari beban sanksi yang demikian berat setidaknya kita bisa
mengambil pelajaran bahwa betapa tingginya nilai shalat. Kewajibannya tak
bisa ditawar-tawar selama akal masih sehat. Islam memberikan keringanan
(rukhsah) atas sejumlah kendala dalam pelaksanaan shalat, tapi tidak dengan
cara meninggalkannya sama sekali. Demikian pemaparan kali ini, semoga
bermanfaat dan menjadi peringatan bagi kita untuk tidak sembarangan
meninggalkan shalat. Wallahu a’lam bi shawab. (Muhammad Ibnu Sahroji).
1.4.Waktu-waktu sholat ?
Dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah didatangi Jibril Alaihissallam lalu ia berkata kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bangun dan shalatlah!” Maka beliau shalat Zhuhur
ketika matahari telah tergelincir. Kemudian Jibril mendatanginya lagi saat ‘Ashar dan
berkata, “Bangun dan shalatlah!” Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat
‘Ashar ketika bayangan semua benda sama panjang dengan aslinya. Kemudian Jibril
mendatanginya lagi saat Maghrib dan berkata, “Bangun dan shalatlah.” Lalu Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat Maghrib ketika matahari telah terbenam.
Kemudian Jibril mendatanginya saat ‘Isya’ dan berkata, “Bangun dan shalatlah!” Lalu
beliau shalat ‘Isya’ ketika merah senja telah hilang. Kemudian Jibril mendatanginya
lagi saat Shubuh dan berkata, “Bangun dan shalatlah!” Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam shalat Shubuh ketika muncul fajar, atau Jabir berkata, “Ketika terbit fajar.”
Keesokan harinya Jibril kembali mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
saat Zhuhur dan berkata, “Bangun dan shalatlah!” Lalu beliau shalat Zhuhur ketika
bayangan semua benda sama panjang dengan aslinya. Kemudian dia mendatanginya
saat ‘Ashar dan berkata, “Bangun dan shalatlah!” Lalu beliau shalat ‘Ashar ketika
panjang bayangan semua benda dua kali panjang aslinya. Kemudian dia
mendatanginya saat Maghrib pada waktu yang sama dengan kemarin dan tidak
berubah. Kemudian dia mendatanginya saat ‘Isya’ ketika pertengahan malam telah
berlalu -atau Jibril mengatakan, sepertiga malam,- lalu beliau shalat ‘Isya’. Kemudian
Jibril mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat hari sudah sangat terang dan
berkata, “Bangun dan shalatlah!” Lalu beliau shalat Shubuh kemudian berkata, ‘Di
antara dua waktu tersebut adalah waktu shalat.’”
At-Tirmidzi mengatakan bahwa Muhammad (yaitu Ibnu Isma’il al-Bukhari)
berkata, “Riwayat paling shahih tentang waktu shalat adalah hadits Jabir.”
1. Dzuhur
Waktunya dari tergelincirnya matahari hingga bayangan semua benda
sama panjang dengan aslinya.
Dari Jabir bin Samurah, dia berkata:
15
Artinya :“Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat
Zhuhur ketika matahari telah tergelincir (condong ke barat).”
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
2. Ashar
Waktunya dari saat bayangan semua benda sama panjang dengan
aslinya hingga terbenamnya matahari. Bahwasanya disunnahkan
menyegerakan sholat Ashar.
Dari Anas Radhiyallahu Anhu :
16
1.5.1. Syarat Sholat
penghayatan shalat secara batin dapat dilakukan ketika melakukan shalat
lahiriah dengan sempurna. Karena, sulit sekali rasanya untuk masuk dalam
penghayatan mendalam ketika shalat kita terburu-buru, tidak tenang, dan
bacaan-bacaannya pun tak ubah bagai membaca koran. Dan, ini bisa menjadi
faktor mengapa mi’raj shalat kita kerap kali tersesat, tidak sampai pada
tujuannya. Itulah sebabnya sang baginda Nabi melarang kita tergesa-gesa
menuju shalat, walau untuk mengejar rakaat pertama dalam jamaah.
Dari sini, mari mulai bersama mengoreksi shalat masing-masing. Mulai
dari memperhatikan syarat, rukun, sunah, makruh, dan hal-hal yang
membatalkan shalat. Memang demikianlah rumpun shalat lahiriah yang
penting dilakukan secara sempurna.
Melalui ini, kita akan lebih mudah masuk dalam perenungan makna-
makna bacaan dan gerakan shalat. Sehingga, kekhusyukan pun perlahan akan
terus hadir menghiasi setiap shalat yang dilakukan. Pada akhirnya, aktivitas
shalat akan menjadi kenikmatan tersendiri, dan bukan sebuah beban.
Sekadar untuk melawan lupa, mari kembali membuka memori kita
seputar bagian-bagian shalat lahiriah yang penting dikerjakan secara sempurna
itu.
Syarat Shalat Lazim diketahui bahwa syarat shalat terbagi menjadi dua;
syarat wajib dan syarat sah. Syarat wajib ini maknanya, seseorang tidak
dibebani kewajiban shalat ketika salah satu dari syarat-syaratnya tak
terpenuhi.
1. Beragama Islam
2. Balig
3. Berakal sehat,
4. Tidak sedang haid atau nifas,
5. Mendengar informasi ihwal dakwah Islam (Ini nyaris tak ditemukan
sekarang), dan
6. Memiliki pengelihatan dan pendengaran yang normal
Dampaknya, tidak wajib shalat bagi yang tunanetra dan tunarungu sejak lahir.
Sebab ia tak dapat menerima pelajaran shalat baik dengan isyarat atau kalimat.
Syarat sah itu sendiri, sebagaimana Syekh al-Islam Abu Zakariya al-
Anshari (925 H) dalam Tuhfah at-Thullab bi Syarhi Tahriri Tanqih al-Lubab,
adalah ma tatawaqqafu ‘alaiha shihhatusshalah wa laisat minha, sesuatu yang
menjadi barometer sah dan tidaknya shalat. Artinya, bila ini tidak terpenuhi,
maka berdampak pada ketidakabsahan shalat. Terkait ini, Habib Muhammad
bin Ahmad bin Umar as-Syathiri dalam Syarh al-Yaqut an-Nafis fi Madzhab
Ibni Idris (halaman 140-147) membahas 15 syarat shalat secara rinci dan
gamblang.
Syarat shalat adalah;
1. Beragama Islam
17
2. Mumayyiz (syarat ini untuk mengecualikan orang gila dan anak kecil
yang belum mengerti apa-apa)
3. Sudah masuk waktu shalat
4. Mengetahui fardhu-fardhu shalat
5. Tidak meyakini satu fardlu pun sebagai laku sunnah
6. Suci dari hadats kecil dan besar
7. Suci dari najis, baik pakaian, badan, maupun tempat shalat
8. Menutup aurat bagi yang mampu (dengan batasan tertentu bagi
perempuan dan laki-laki). Aurat laki-laki yaitu baina surroh wa
rukbah( antara pusar sampai lutut), sedangkan aurot perempuan
adalah jami’i badaniha illa wajha wa kaffaien (semua anggota tubuh
kecuali wajah dan kedua telapak tangan).
9. Menghadap kiblat (kecuali bagi musafir yang melaksanakan shalat
sunah, orang yang dalam kecamuk perang, dan orang yang buta arah
‘isytibahul qiblah’).
10. Tidak berbicara selain bacaan shalat
11. Tidak banyak bergerak selain gerakan shalat (Imam Syafi’i
membatasinya tiga gerakan)
12. Tidak sambil makan dan minum
13. Tidak dalam keraguan apakah sudah bertakbiratulihram atau belum
14. Tidak berniat memutus shalat atau tidak dalam keraguan apakah
akan memutus shalatnya atau tidak.
15. Tidak menggantungkan kebatalan shalatnya dengan sesuatu apa pun
18
5. Membaca surah al-Fatihah (berdasar pada hadits La shalata li man lam
yaqra’ bi fatihatil kitab, “Shalat tak akan sah bagi yang tidak membaca
surah al-Fatihah”. Bila tidak mampu, boleh membaca ayat lain yang
diketahuinya. Jika masih tak mampu, boleh berdzikir atau membaca
doa-doa, dan pilihan terakhir kalau tetap tak mampu adalah berdiam
sekadar waktu membaca surah al-Fatihah)
6. Rukuk
7. I’tidal
8. Sujud
9. Duduk di antara dua sujud
10. Thuma’ninah dalam empat rukun sebelumnya (rukuk, i’tidal, sujud,
dan duduk di antara dua sujud)
11. Tasyahhud akhir
12. Membaca shalawat Nabi setelah tasyahhud akhir
13. Melafalkan salam
14. Duduk untuk membaca tasyahud akhir, shalawat Nabi, dan salam
15. Tertib dalam melakukan semua rukun di atas
Inilah yang kita kenal dengan khusyuk. Allah berfirman dalam surah al-
Baqarah ayat 45:
Artinya: Maksud dari kalimat: ‘Shalat itu berat bagi yang tidak khusyuk’, yaitu
dilihat dari aspek ketika ia tak meyakini pahala karena melakukan shalat, dan
siksa karena meninggalkannya, sehingga tentu berat rasa saat melakukannya.
19
Orang yang tidak mantap hati melihat kesungguhan Allah memberi
ganjaran terbaik-Nya (pahala) bagi yang khusyuk, juga siksa terberat-Nya bagi
yang meninggalkan, pastilah akan merasa berat melakukan shalat. Logika
sederhananya, menurut ar-Razi, sungguh absurd bila seseorang rela sibuk lagi
rutin melakukan sesuatu yang baginya tiada berguna sama sekali. Namun, bagi
yang merasa bahwa hal itu sangat penting, bahkan pada dirinya terdapat candu
spiritual (al-‘isyqu), pastilah akan ringan dan membahagiakan. Sehingga, tepat
ketika Al-Qur’an menyifati mereka dengan lakabîrotun (rasa teramat berat).
2) Banyak gerak.
Banyak gerak di luar gerakan shalat. Syaratnya yaitu banyak dan sering. Hal
demikian dilarang karena tidak sesuai dengan aturan sholat. Batasan banyak di
sini adalah tiga gerakan atau lebih yang sering dinilai dari kebiasaan. Jika
demikian, maka sholat menjadi batal.
20
maupin perempuan dalam sholat, maka wajib hukumnya untuk memperhatikan
batasan aurat itu saat mengerjakan sholat.
Namun jika aurat tersingkap tidak dengan sengaja, maka hendaknya dia
segera menutupnya begitu menyadari hal demikian. Jika ini yang terjadi, maka
shalatnya tidak batal. Sebaliknya, jika tidak cepat-cepat ditutup, maka shalat
menjadi batal karena salah satu syarat sah sholat telah dilanggar.
Makan atau minum bertolak belakang dengan gerakan dan aturan sholat.
Bagi yang disengaja, makanan atau minuman sedikit apapun dapat membatalkan
sholat. Tapi bagi yang tidak disengaja, maka syaratnya adalah banyak menurut
kebiasaan.
Tidak dibedakan apakah hadas terjadi dengan sengaja atau lupa. Sholat
batal karena salah satu syarat sahnya hilang sebelum semua rukuknya
dilaksanakan sempurna. Syarat sah yang hilang itu adalah suci dari hadas.
Namun jika hadas terjadi setelah salam yang pertama dan sebelum salam kedua,
shalat sudah sah menurut ijma ulama.
8) Niat berubah.
1.7.Macam-macam Sholat ?
Dilihat hukum melaksanakanya, pada garis besarnya shalat di bagi menjadi dua,
yaitu shalat fardu dan shalat sunnah. Selanjutnya shalat fardu juga di bagi menjadi
dua, yaitu fardu ain dan fardu kifayah. Demikian pula shalat sunah, juga di bagi
menjadi dua, yaitu sunnah muakkad dan ghoiru muakkad.
1. Shalat fardu
21
Shalat fardu adalah shalat yang hukumnya wajib, dan apabila di
kerjakan mendapatkan pahala, kalau di tinggal mendaptkan dosa. Contohnya:
shalat lima wakktu, shalat jenazah dan shalat nadzar. Shalat fardu ada 3 yaitu:
Fardu Ain adalah shalat yang wajib di lakukan setiap manusia. shalat ini
di laksanakan sehari semalam dalam lima waktu (isya’, subuh, dhuhur,
asar, magrib) dan juga shalat Jum’at.
Fardu kifayah adalah shalat yang di wajibkan pada sekelompok muslim,
dan apabila salah satu dari mereka sudah ada yang mengerjakan maka
gugurlah kewajiban dari kelompok tersebut. Contoh: shalat jenazah.
Shalat fardu karena nadzar adalah shalat yang di wajibkan kepada orang-
orang yang berjanji kepada Allah SWT sebagai bentuk rasa syukur kita
kepada Allah atas segala nikmat yang telah di terimanya. Contoh :
Ahmad akan melasanakan ujian, dia bilang kepada dirinya dan teman-
temanya, “ nanti ketika saya sukses mengerjakan ujian dan lulus saya
akan melakukan shalat 50 rokaat “ ketika pengumuman dia lulus maka
Ahmad wajib melaksanakan Shalat nadzar.
2. Shalat Sunnah
Shalat Sunnah adalah shalat yang apabila di kerjakan mendapatkan
pahala dan apabila tidak di kerjakan tidak mendapatkan dosa. Shalat sunah di
sebut juga dengan Shalat tatawu’, nawafil, manduh, dan mandzubat, yaitu
shalat yang di anjurkan untuk di kerjakan. Shalat sunnah juga di bagi 2 yaitu:
Sunnah Muakkad adalah shalat sunah yang sealalu dikerjakan atau
jarang sekali tidak dikerjakan oleh Rosulluloh SAW dan pelaksanaannya
sangat dianjurkan dan di tekankan separti solat witir, solat hari raya dan
lain-lain Sunnah ghaeru muakkadah adalah solat sunah yang tidak selalu
dikerjakan oleh Rosulluloh SAW,dan juga tidak di tekan kan untuk di
kerjakan. Sholat Semua shalat, termasuk shalat sunat dilakukan adalah
untuk mencari keridhoan atau pahala dari Alloh swt. Namun shalat sunat
jika dilihat dari ada atau tidak adanya sebab-sebab dilakukannya, dapat
dibedakan manjadi dua macam, yaitu: shalat sunat yang bersebab dan
shalat sunat yang tidak bersebab.
Shalat sunat yang bersebab, yaitu shalat sunat yang dilakukan karena ada
sebab-sebab tertentu, seperti shalat istisqa’ (meminta hujan) dilakukan
karena terjadi kemarau panjang, shalat kusuf (gerhana) dilakukan karena
terjadi gerhana matahari atau bulan, dan lain sebagainya.
Shalat sunat yang tek bersebab, yaitu shalat sunat yang dilakukan tidak
karena ada sebabsebab tertentu. Sebagai contoh : shalat witir, shalat
dhuha dan lain sebagainya.
22
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Shalat merupakan kewajiban setiap muslim,karena hal ini di syariatkan oleh
Allah SWT. Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai prakteknya, hal ini tidak
menjadi masalah karena di dalam al-qur'an sendiri tidak ada ayat yang menjelaskan
secara terperinci mengenai praktek shalat. Tugas dari seorang muslim hanyalah
melaksanakan shalat dari mulai baligh sampai napas terakhir, semua perbedaan
mengenai praktek shalat semua pendapat bisa dikatan benar karena masing-masing
memilki dasar dan pendafaatnya masing-masing dan tentunnya berdasarkan ijtihad
yang panjang.
Setiap perintah Allah yang di berikan kepada kaum muslimin tentunya
memiliki paidah untuk kaum muslimin sendiri, seperti halnya umat islam di
perintahkan untuk melaksanakan shalat, salah satu paidahnya yakni supaya umat
islam selalu mengingat tuhannya dan bisa meminta karunianya dan manfaat yang
lainnya yakni bisa mendapkan ampunan dari Allah SWT.
Demikian paparan yang dapat kami persembahkan menganai “sholat” dengan
waktu yang cukup singkat ini, semoga bermanfaat bagi kita semua baik di dunia
maupun akherat kelak, kami memohon maaf apbila dalam pemaparan yang kami
sampaikan ini terdapat banyak kesalahan dalam makalah ini, kami juga
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk makalah-makalah
kami selanjutnya.
3.2. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca terutama pada dosen mata kuiah ini, agar dapat
pembuatan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Atas kritik dan saranya, penulis
ucapkan terima kasih.
23
DAFTAR PUSTAKA
Shahiih: [Irwaa’ul Ghaliil (250)], Ahmad (al-Fat-hur Rabbaani) (II/241 no. 90), Sunan an-
Nasa-i (I/263), dan Sunan at-Tirmidzi (1/101 no. 150), dengan lafazh serupa.
Hasan: [Irwaa’ul Ghaliil (I/268)], Shahiih Muslim (I/427 no. 612 (173)), ini adalah lafazh
darinya, Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (II/67 no. 392), Sunan an-Nasa-i (I/260).
Hamid ,Abdul. Beni HMd Saebani, Fiqh Ibadah, (Bandung: Pustaka Setia, 2009)
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Penerjemah: Nor Hasanuddin, (Jakarta: Pena Pundi Aksara,
2006)
Abdul aziz,bin Zainudin,, Fathul mu’in bi sarkhil qurotal ain,Indonesia ; Daroyail Kitabah
24