Anda di halaman 1dari 20

PEMBAHASAN

A.PENGERTIAN

Shalat menurut etimologi adalah doa, atau doa meminta kebaikaan. Allah Swt berfirman:

‫صالتَكَ َس َك ٌن لَهُ ْم َوهَّللا ُ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬


َ ‫ص ِّل َعلَ ْي ِه ْم ِإ َّن‬
َ ‫َو‬

‘’ dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.’’ [[1]]

       Maksud dari kata as-shalah disini adalah berdoa. Adapun menurut syara’ shalat berarti
semua perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam.
[[2]]

Dan secara terminology (istilah), para ahli Fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki.

Secara lahiriah Shalat berarti ‘Beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan di
akhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat-syarat yang
telah ditentukan’.

Secara hakiki Shalat ialah ‘Berhadapan hati, jiwa dan raga kepada Allah,secara yang
mendatangkan rasa takut kepada-Nya atau mendhairkan hajat dan keperluan kita kepada Allah
yang kita sembah dengan perkataan dan perbuatan’. Dalam pengertian lain Shalat ialah salah satu
sarana komunikasi antara hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk ibadah yang didalamnya
merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang diawali dengan
takbir dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan
syara’ (Imam Basyahri Assayuthi,30).

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Shalat adalah Suatu ibadah kepada
Tuhan, berupa perkataan dengan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan
salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’ berupa penyerahan diri secara lahir
batin kepada Allah dalam rangkah ibadah dan memohon ridho-Nya.

-          URGENSI SHALAT.

Dari Abu Hurairah  bahwasanya nabi  bersabda: ((Yang pertama kali akan dihisab dari seorang
hamba pada hari kiamat adalah shalatnya, apabila shalatnya sempurna, maka ditulis sempurna,
dan apabila terdapat kekurangan, Allah berkata: "Lihatlah apakah dia mempunyai shalat sunnah
untuk melengkapi kekuranga shalat wajibnya dari shalat sunnah?", kemudian barulah dihisab
amal-amal yang lain seperti yang demikian itu)). (HR. Nasa'I dan Ibnu Majah).

Dalil yg mewajibkan shalat

َ‫َوَأقِي ُموا الصَّالةَ َوآتُوا ال َّز َكاةَ َوَأ ِطيعُوا ال َّرسُو َل لَ َعلَّ ُك ْم تُرْ َح ُمون‬
‘’ Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi
rahmat.’’ (QS. An-nur:56)

َ‫َوَأقِي ُموا الصَّالةَ َوآتُوا ال َّز َكاةَ َوارْ َكعُوا َم َع الرَّا ِك ِعين‬

‘’ Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.”(QS.
Al-Baqarah:43)

َ‫َوَأ ْن َأقِي ُموا الصَّالةَ َواتَّقُوهُ َوه َُو الَّ ِذي ِإلَ ْي ِه تُحْ َشرُون‬

‘’ Dan agar mendirikan shalat serta bertakwa kepada-Nya." Dan Dialah Tuhan Yang kepada-
Nya-lah kamu akan dihimpunkan.’’(QS. Al-An’am:72)

         Dari ayat-ayat diatas dapat disimpulkan ibadah shalat adalah ibadah yang sangat urgen.
Begitu pentingnya posisi shalat dalam kehidupan manusia. Sehingga dalam satu riwayat Ishom
bin Rawwad dikatakan, “sholat hukumnya wajib. Semua amal perbuatan manusia akan sia-sia
kecuali prestasi shalat dan zakat terpenuhi.’’ [[3]]

B.SYARAT WAJIB SHALAT

       1. Islam

Menurut pendapat jumhur, sholat diwajibkan kepada setiap muslim laki-laki dan perempuan,
dalam hal ini orang kafir tidak wajib untuk menunaikan sholat. Menurut imam Hanafi
bahwasannya orang kafir tersebut tidak terkena hukum-hukum Islam. Jadi, ketika orang kafir
tersebut masuk Islam dia tidak diwajibkan untuk menqada’sholat-sholat yang ditinggalkan
selama dia masih kafir. Sebagaimana firman Allah:

َ‫قُلْ لِلَّ ِذينَ َكفَرُوا ِإ ْن يَ ْنتَهُوا يُ ْغفَرْ لَهُ ْم َما قَ ْد َسلَف‬

‘’ Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya),
niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu.’’ (QS. Al-
Anfal:38)

            Dan juga berdasarkan hadits Nabi:

ُ‫االسال ُم يُجبُّ ما قَبله‬

‘’ (Dengan memeluk) Islam, (hal itu akan) menghapuskan apa (dosa-dosa) yang sebelumnya”.
[[4]]

       2. Berakal
Salah satu syarat wajibnya shalat adalah berakal. Maka, seorang muslim yang gila tidak
berkewajiban melaksanakan shalat, hal ini sesuai dengan sabda  Nabi: ‘’ hukum seseorang
ditiadakan karena tiga perkara, yaitu orang yang tidur sampai ia terbangun, orang yang sedang
gila sampai sembuhnya, dan anak kecil sampai dia dewasa (baligh).[5] Ulama berbeda pendapat
dalam hal hilangnya akal karena mengkonsumsi obat-obatan.

Menurut imam Hanafi perlu ada perincian hilangnya akal karena proses alamiah atau karena ulah
mereka sendiri. Jika hilangnya karena proses alamiah, misal gila atau pingsan maka dilihat
waktunya. Jihal hal itu hanya terjadi dalam waktu sehari semalam, maka dia wajib menqadla’
shalat yang tertinggal karenanya, sebab dalam keadaan tersebut ia dihukumi tetap sadar. Akan
tetapi jika lebih dari sehari semalam maka tidak ada kewajiban untuk menqadla’, karena hal itu
tentu sangat menyulitkannya.

Kemudian apabila hilangnya akal karena ulah mukallaf sendiri, misalnya minum khamar, sabu-
sabu, obat-obatan dan sejenisnya, wajib baginya mengqada’ shalat yang telah ditinggalkannya,
sekalipun dalam jangka waktu yang lama. Namun, jika pengkonsumsian sabu-sabu dengan alasan
pengobatan/terapi, maka gugurlah kewajiban qadla’shalat.

Senada dengan hukum tersebut, shalat yang tertinggal karena tidur juga diwajibkan untuk
menqadha’. Karena pada umumnya orang tidur tidak melebihi sehari semalam, sehingga tidak
terlalu memberatkan untuk menqadla’nya.

Menurut madzhab Maliki dan Syafi’i, bahwa hilangnya akal seseorang baik disebabkan gila atau
pingsan dan sejenisnya, menjadi gugurnya kewajiban. Kecuali, udzur tersebut hilang dan masih
ada waktu tersisa untuk bersuci serta menunaikan satu rakaat shalat. Namun jika waktu tidak
mencukupi, maka gugurlah kewajiban tesebut.

Jika hilangnya akal disebabkan hal-hal maksiyat atau segala sesuatu yang diharamkan
syara’maka wajib secara mutlak menqadla’shalat yang telah ditinggalkan. Lebih lanjut Imam
Syafi’i orang yang lupa, tidur atau tidak tahu akan wajibnya shalat, tidak ada kewajiban
menunaikan shalat, namun wajib mengqadla’ketika mengingatnya. Hal ini sesuai dengan sabda
Rasulullah:

‘’Barang siapa lupa atau tertidur maka kafaratnya adalah mengqadla’shalat ketika mereka
mengingatnya.’’ (HR. Muslim).

Menurut madzhab Hanbali orang gila yang belum sadar tidak berkewajiban menunaikan shalat.
Sebagaimana sabda Rasul:

‘’Hukum taklif seseorang dihilangkan karena tiga perkara....”

Adapun, mereka yang hilang akalnya karena sakit, pingsan, reaksi obat-obatan yang halal, tetap
wajib baginya menunaikan shalat. Dengan qiyas hal-hal tersebut tidak menjadi faktor gugatan
kewajiban puasa. Karena sahabat Ammar Ra pernah mengalami tiga hal tersebut. Dia
bertanya, ‘’Apakah dia wajib menunaikan shalat?’’, para sahabat menjawab, ‘’ Kamu telah
meninggalkan tiga shalat. Maka ambilah wudlu dan tunaikan tiga shalat yang kamu tinggalkan
itu.’’

      3.  Baligh

Tidak ada perselisihan pendapat terkait dengan baligh sebagai syarat wajib shalat. Jadi, shalat
tidak wajib bagi anak kecil sampai dia baligh. Akan tetapi orang tua wajib mengajarinya dan
memerintahkan menunanikan shalat ketika anak berusia tujuh tahun, dan berhak memukulnya
ketika dia meninggalkan shalat pada usia sepuluh tahun (HR. Abu Dawud). Memukul disini
menurut madzhab Hanafi cukup dengan tangan dan tidak boleh lebih dari tiga kali. Menurut
madzhab Maliki boleh memukul selain dengan tangan, misal tali dengan jumlah bilangan
disesuaikan dengan fisik dan mental anak. 

C.SYARAT SAH SHALAT

      1.   Mengetahui masuknya waktu sholat

Hal ini sebagaimana firman Allah:

‫َت َعلَى ْال ُمْؤ ِمنِينَ ِكتَابًا َموْ قُوتًا‬


ْ ‫ِإ َّن الصَّالةَ َكان‬

‘’ Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman.’’(QS. An-nisa: 103)

‫ق اللَّي ِْل َوقُرْ آنَ ْالفَجْ ِر ِإ َّن قُرْ آنَ ْالفَجْ ِر َكانَ َم ْشهُودًا‬ ِ ‫َأقِ ِم الصَّالةَ لِ ُدلُو‬
ِ ‫ك ال َّش ْم‬
ِ ‫س ِإلَى َغ َس‬

‘’Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula
salat) subuh. Sesungguhnya salat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).’’(QS. Al-Isra :78)

       2. Suci dari hadats.

Suci dari dua hadats besar dan kecil, baik dengan wudlu atau mandi merupakan syarat sahnya
shalat. Firman Allah:

‫ق َوا ْم َسحُوا بِ ُر ُءو ِس ُك ْم َوَأرْ ُجلَ ُك ْم ِإلَى ْال َك ْعبَ ْي ِ–ن َوِإ ْن ُك ْنتُ ْم‬
ِ ِ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإ َذا قُ ْمتُ ْم ِإلَى الصَّال ِة فَا ْغ ِسلُوا ُوجُوهَ ُك ْم َوَأ ْي ِديَ ُك ْم ِإلَى ْال َم َراف‬
‫ُجنُبًا فَاطَّهَّرُوا‬

‘’ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah.”(QS. Al-Maidah:6)

      3. Suci dari najis


Suci dari najis mempunyai pengertian sucinya badan, pakaian, dan tempat pelaksanaan prosesi
shalat. Sebagaimana firman Allah:

ْ‫ك فَطَهِّر‬
َ َ‫َوثِيَاب‬

‘’ dan pakaianmu bersihkanlah.’’ (QS. Al-mudatsir: 4)

       4. Menutup aurat

‫يَا بَنِي آ َد َم ُخ ُذوا ِزينَتَ ُك ْم ِع ْن َد ُكلِّ َمس ِْج ٍد‬

‘’Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid.’’ (QS. Al-
A’raf:31)

Ayat tersebut memakai kata zinah yang berarti perhiasan. Ibnu Abbas memberikan penafsiran
bahwa yang dimaksud perhiasan diatas adalah pakaian. Kemudian maksud masjid disini adalah
shalat. Maka, arti bebas dari ayat tersebut adalah tutuplah aurat ketika hendak menunaikan shalat.

Menurut madzhab Hanafi batasan aurat laki-laki dan perempuan adalah:

1.      Aurat laki-laki: mulai dari pusar sampai dengan baawah lutut. Lutut seorang laki-laki
termasuk aurat.

2.      Aurat perempuan: semua bagian tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan dan kedua
telapak kaki. Tapi, pendapat yang shahih kedua telapak kaki termasuk aurat.

Terbukanya seperempat aurat menurut madzhab Hanafi akan membatalkan shalat, karena
seperempat bagian sama halnya membuka seluruh bagian. Jadi, jika aurat terbuka kurang dari
seperempat tidak membatalkan sholat.

Menurut madzhab Maliki:

1.      Aurat laki-laki: dua alat vital (qubul dan dubur) saja. Paha laki-laki tidak termasuk aurat.
Hal ini berdasarkan sebuah riwayat hadits:

‘’ ketika perang khaibar, sarung Rasulullah tersingkap, sehingga saya bisa melihat paha putihnya
dengan jelas.’’ (HR. Bukhari).

2.      Aurat perempuan: semua anggota tubuh kecuali dada, kepala, kedua telapak tangan dan
telapak kaki serta punggung.

Madzhab Syafi’i dan Hanbali:

1.  Aurat laki-laki: aurat laki-laki ketika shalat dan thawaf serta keadaan laki-laki di depan
perempuan adalah antara pusar dan lutut. Namun menurut Imam Hanbali lutut dan pusar
merupakan batasan, jadi tidak termasuk aurat yang wajib ditutup.

2.   Aurat perempuan: seluruh wajah dan kedua telapak tangan baik bagian dalam atau luarnya,
mulai dari pergelangan sampai ujung jari-jarinya.
5.   Menghadap kiblat.

     Para fuqaha sepakat untuk mengatakan menghadap kiblat adalah salah satu syarat sahnya
shalat.[[6]] Ini berdasarkan firman Allah:

َ‫ق ِم ْن َربِّكَ َو َما هَّللا ُ بِغَافِ ٍل َع َّما تَ ْع َملُون‬ ْ ‫ك َش‬


ُّ ‫ط َر ْال َم ْس ِج ِد ْال َح َر ِام َوِإنَّهُ لَ ْل َح‬ ُ ‫َو ِم ْن َحي‬
َ َ‫ْث َخ َرجْ تَ فَ َولِّ َوجْ ه‬

 ‘’Dan dari mana saja kamu ke luar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam;
sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali
tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. (QS albaqoroh : 144)

Rasullulah SAW juga bersabda :

 “Jika engkau hendak shalat, maka berwudhulah dengan sempurna. Kemudian menghadaplah
(ke) kiblat.” [[7]]

Menghadap kiblat ketika shalat dirinci sebagai berikut :

 Bagi seorang yang dapat menyaksikan Ka‟bah secara langsung, maka ia wajib menghadapkan
wajahnya dan tubuhnya ke Ka‟bah.

 Adapun bagi seorang yang tidak dapat melihat Ka‟bah secara langsung, maka wajib
menghadap ke arah Ka‟bah (bukan ke Ka‟bahnya), karena ini adalah masalah perkiraan.
Sebagaimana Rasulullah a juga menyatakan kiblat dengan perkiraan.

Diperbolehkan shalat dengan tidak menghadap ke kiblat dalam dua keadaan, yaitu :

 Ketika melakukan shalat sunnah bagi seseorang yang berada di dalam kendaraan. Para ulama‟
telah bersepakat tentang diperbolehkannya melakukan shalat sunnah diatas kendaraan dengan
mengikuti arah kendaran tersebut, dan tidak disyaratkan untuk menghadap kiblat. Diriwayatkan
dari Ibnu Umar ra ia berkata :

“Rasulullah saw (shalat) diatas kendaraan(nya) (menghadap) kemana saja (kendaraan tersebut)
menghadap, (ketika itu) beliau melakukan (Shalat) Witir. Hanya saja beliau tidak melakukan
shalat wajib (diatas kendaraan).” [[8]]

D.RUKUN SHALAT

1.      Niat
Ulama berbeda pendapat terkait niat menjadi rukun dalam shalat. Menurut madzhab Maliki,
Hanbali, dan Hanafi niat adalah salah satu syarat shalat. Sedangkan menurut madzhab Syafi’i

niat merupakan rukun dari shalat.

َ ِ‫ير َوالَ تَجْ ِزي ِه النِّيَّةُ إالَّ َأ ْن تَ ُكونَ مع التَّ ْكبِير الَ تَتَقَ َّد ُم التَّ ْكب‬
 ‫ير َوالَ تَ ُكونُ بَ ْعدَه‬ ِ ِ‫َوالنِّيَّةُ الَ تَقُو ُم َمقَا َم التَّ ْكب‬

Niat tidak bisa menggantikan kedudukan takbir, namun niat tidak cukup apabila tidak disertai
takbir, niat tidak mendahului takbir dan tidak pula sesudahnya.[9] (niat bersamaan dengan
takbiratul ihram, pen).

ketiga madzhab yang mengatakan niat sebagai syarat, menurut pemahaman kami hal tersebut
tidak harus di lafadzkan ketika mengerjakan shalat, cukup dengan batasan baligh dan berakal
maka ia secara otomatis menyengaja untuk shalat. Sedangkan ulama Syafií yang mengatakan niat
sebagai rukun maka niat harus diucapkan sekalipun dalam hati bersamaan takbiratul ihram.

2.      Takbiratul Ihram

Shalat tidak akan sempurna tanpa takbiratul ihram. Nama takbiratul ihram berasal dari sabda
Rasulullah: “Kunci shalat adalah bersuci, dan yang mengharamkan segala perbuatan, kecuali
perbuatan atau gerakan shalat adalah takbir.

Menurut madzhab Maliki dan Hanbali shighat takbiratul ihram adalah “Allah Akbar”dan tidak


boleh memakai kata-kata selainnya. Menurut Imam Syafi’i boleh
mengganti “Allah Akbar” dengan Allahu al Akbar  (ditambah dengan alif dan lam pada
kata Akbar).

3.      Membaca  surat Fatihah.

4.      Ruku’

Semua ulama madzhab sepakat bahwa ruku’ termasuk rukun dalam shalat.

dengan mengucapkan:

‫سبحا ن ربي العظيم وبحمده‬

5.I’tidal

6.    Sujud

Sudah menjadi kesepakatan para ulama bahwa sujud hendaknya dikerjakan pada tujuh anggota
badan, yaitu: muka, kedua tangan, kedua lutut, dan dua ujung telapak kaki.
7. Duduk diantara dua sujud

8. Tahiyyat

            Tahiyyat didalam shalat dibagi menjadi dua: pertama, tahiyat yang terjadi setelah dua
rakaat dalam shalat maghrib, isya’, dzuhur, dan ashar yang tidak diakhiri dengan
salam. Kedua, tahiyat yang diakhiri dengan salam.

9.      Mengucapkan salam.

10.   Tertib

A.   SUNNAH DALAM SHALAT

Sunah-sunah dalam shalat terdiri atas tiga bagian:

sunah yang dikerjakan sebelum shalat

sunah yang dikerjakan ketika shalat dan

3.      sunah yang dikerjakan setelah shalat

Sunnah dalam shalat dibagi menjadi 2 :

- Sunah Ab'ad

‫هي السّنن الّتي تجبر بسجود السّهو‬ : ‫وأبعاض الصّالة في اصطالح ال ّشافعيّة‬

Adalah sunah yang apabila terlewat atau lupa,tidak membatalkan sholat namun sunah melakukan
(bisa ditambal) dengan sujud sahwi

- Sunah hay`at

‫والهيئات ال يسجد لها ان تركها عمدا‬


Sunah hay`at adalah sunah yang tidak perlu melakukan sujud sahwi ketika
meninggalkannya,walaupun dengan sengaja.[[10]]

1- Sunah Ab’adh

Membaca tasyahud awal (kesatu) serta

Duduk di saat tasyahud awal

Membaca shalawat atas Nabi saw pada tasyahud awal

Membaca shalawat atas keluarganya pada tasyahhud awal

Membaca do’a qunut yaitu membacanya sewaktu bangkit (berdiri) dari ruku pada raka’at kedua
di shalat subuh

Membaca shalawat atas Rasulallah saw dan keluarganya sebagai penutup do’a qunut pada shalat
subuh.

2- Sunah Haiat

Sunah Haiat adalah amalan amalan sunat dalam sholat , jika ditinggalkan dengan sengaja atau
tidak , tidak disunatkan sujud sahwi. Sunah haiat ini sangat dianjurkan untuk dikerjakan agar
menambah banyak pahala. Sunah-sunah tersebut di antaranya:

1. Mengangkat kedua tangan sejajar dengan bahu ketika bertakbiratul ihram, ketika akan ruku,
ketika bangkit dari ruku, ketika berdiri setelah tasyahud awal.

‫ وَِإ َذا َكب ََّر‬، ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َوآلِ ِه َو َسلَّ َم َكانَ ِإ َذا ا ْفتَت ََح الصَّالةَ َرفَ َع يَ َد ْي ِه َح ْذ َو َم ْن ِكبَ ْي ِه‬ َّ ِ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ َما َأ َّن النَب‬
َ ‫ي‬ ِ ‫ع َْن ا ْب ِن ُع َمر َر‬
‫ْأ‬
)‫وع َرفَ َعهُ َما َك َذلِكَ (رواه الشيخان‬ ِ ‫ َوِإ َذا َرفَ َع َر َسهُ ِمنَ الرُّ ُك‬، ‫وع‬ ِ ‫لِلرُّ ُك‬

Sesuai dengan hadits dari Ibnu Umar ra, “Bahwasanya Nabi saw apabila beliau melaksanakan
shalat, beliau mengangkat kedua tangannya sampai sejajar dengan kedua bahu beliau, kemudian
membaca takbir. Apabila beliau ingin ruku, beliau pun mengangkat kedua tangannya seperti itu,
dan begitu pula kalau beliau bangkit dari ruku” (HR Bukhari Muslim

2. Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di bawah dada dan di atas pusar. Hal ini
berdasarkan hadist:

َ ‫ض َع يَده ْاليُ ْمنَى َعلَى ْاليُس َْرى َعلَى‬


‫ص ْد ِر ِه‬ َ ‫صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَ َو‬
َ ‫صلَّيْت َم َع َرسُول هَّللا‬
َ : ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل‬
ِ ‫ع َْن َواِئل بِ ْن ِحجْ ر َر‬
)‫(ابن حزيمة في صحيحه‬

Dari Wail bin Hijr ra, “Saya pernah salat bersama Nabi saw, kemudian beliau meletakkan tangan
kanannya di atas tangan kiri di atas dadanya” (HR Ibnu Huzaimah dalam shahih-nya)

3. Membaca do’a iftitah

Sesuai dengan hadits dari Ali bin Abi Thalib ra, ia berkata: “Rasulullah saw apabila shalat, beliau
membaca (do’a iftitah) sebagai berikut:
4. Membaca ta’awwudh (A’udzubillaahi minasy syaithoonirojiim) sebelum membaca surat al-
Fatihah dengan perlahan-lahan.

Firman Allah,

ِ ‫﴾فَِإ َذا قَ َرْأتَ ْالقُرْ آنَ فَا ْستَ ِع ْذ بِاهَّلل ِ ِمنَ ال َّش ْيطَا ِن الر‬
٩٨﴿ ‫– النحل‬ ‫َّج ِيم‬

Artinya: “Maka apabila kamu membaca Al-quran, maka hendaklah kamu memohon
perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (Qs An-Nahl ayat: 98)

5. Membaca amin (aamiin) setelah membaca surat al-Fatihah. Hal ini disunahkan kepada setiap
orang yang shalat, baik sebagai imam maupun makmum jika mendengar bacaan imamnya atau
shalat sendirian.

‫ق تَْأ ِم ْينُهُ تَْأ ِم ْينَ ال َمالَِئ َك ِة‬


َ َ‫ ِإ َذا َأ َّمنَ اِإل َما ُم فأ ِّمنوا؛ فَِإنَّهُ َم ْن َواف‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َوآلِ ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬ َّ ِ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ َأ َّن النَب‬
َ ‫ي‬ ِ ‫ع َْن َأبِي ه َري َْرةَ َر‬
)‫ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِ–ه (رواه الشيخان‬

Sabda Rasulullah saw dari Abu Hurairah ra, “Apabila imam membaca amin, malaikat pun
membaca amin maka ucapkanlah pula amin olehmu. Maka sesungguhnya barangsiapa yang
bacaan aminnya berbarengan dengan aminnya malaikat, maka akan diampuni segala dosa-
dosanya yang terdahulu.” (HR Bukhari dan Muslim)

6. Membaca sesuatu dari ayat al-Qur’an setelah membaca surat al-Fatihah pada shalat Subuh atau
shalat-shalat lainya. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah saw

ُّ ‫صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَ ْق َرُأ فِي‬


‫ َوفِي ْال َعصْ ِر نَحْ َو‬، ‫ َواللَّي ِْل ِإ َذا يَ ْغ َشى‬: ‫الظه ِْر‬ َ َ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ ق‬
َ ‫ َكانَ النَّبِ ُّي‬: ‫ال‬ ِ ‫ع َْن َجابِ ِر ْب ِن َس ُم َرةَ َر‬
)‫ط َو َل ِم ْن َذلِكَ (رواه الشيخان‬ ْ ‫ َوفِي الصُّ بْح بَِأ‬، َ‫َذلِك‬
ِ

Dari Jabir bin Samrah ra, “Rasulullah saw ketika shalat Duhur membaca surat “Wallaili idza
yaghsya”, dan pada shalat Ashar sama seperti itu panjangnya, dan pada shalat subuh membaca
surat lebih panjang dari itu” (HR Bukhari Muslim).

)‫ور (البخاري‬ ُّ ِ‫صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَ ْق َرأ فِي ْال َم ْغ ِرب ب‬
ِ ‫الط‬ ْ ‫عن ُجبَيْر بْن ُم‬
َ ‫ط ِعم ع َْن َأبِي ِه َس ِمعْت النَّبِ ّي‬

Dari Jubair bin Muth’im ra, ia berfkata: “saya mendengar Nabi saw membaca surat At-Thur pada
shalat maghrib”. (HR. Bukhari)

7. Memperpanjang raka’at pertama dari raka’at yang kedua.

8. Mengeraskan bacaan Al-Fatihah dan surat pada waktu shalat jahriah (yang dikeraskan
bacaannya). Yaitu mengeraskan suara pada kedua raka’at shalat subuh, dan dua rakaat yang
pertama pada shalat Magrib dan Isya, dan kedua raka’at shalat Jumat.. Hal ini disunahkan bagi
imam dan bagi yang shalat sendiri.

9. Merendahkan suara pada shalat yang dipelankan bacaannya (sirriah), yaitu pada shalat dzuhur,
ashar, dan di raka’at ketiga pada shalat maghrib, dan di raka’at ketiga dan keempat pada shalat
isya. (mengikuti perbuatan salaf)
10. Merenggangkan kedua tangan dari lambung saat sujud dan ruku.

11. Bertasbih pada waktu ruku dan sujud. Yaitu membaca “Subhana Rabbiyal ‘adzim” waktu
ruku dan membaca: ” Subhana rabbiyal ‘ala”.waktu sujud.

12.Membaca “sami’allahu liman hamidah” sewaktu bangkit dari ruku’. Sesuai dengan hadist:

‫ َربَّنَا لَكَ ْال َح ْم ُد‬:‫ال‬ ‫ْأ‬ ِّ ‫ع َْن َأبِي َس ِعي ٍد ْال ُخ ْد ِر‬
َ َ‫وع ق‬ ِ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِإ َذا َرفَ َع َر َسهُ ِمنَ الرُّ ُك‬ َ ِ‫ َكانَ َرسُو ُل هللا‬:‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل‬ ِ ‫ي َر‬
‫– اللهُ َّم اَل َمانِ َع لِ َما‬:‫ك َع ْب ٌد‬َ َ‫– َو ُك ُّلنَا ل‬،‫ق َما قَا َل ْال َع ْب ُد‬
ُّ ‫ َأ َح‬،‫ َأ ْه َل الثَّنَا ِء َو ْال َمجْ ِد‬،ُ‫ َو ِملْ ُء َما ِشْئتَ ِم ْن َش ْي ٍء بَ ْعد‬،‫ض‬ ِ ْ‫ت َواَأْلر‬ ِ ‫ِملْ ُء ال َّس َما َوا‬
)‫ك ْال َج ُّد (رواه مسلم‬
َ ‫ َواَل يَ ْنفَ ُع َذا ْال َج ِّد ِم ْن‬، َ‫ َواَل ُم ْع ِط َي لِ َما َمنَعْت‬، َ‫َأ ْعطَيْت‬

Dari Abu Sa’id al-Khudhri, ia berkata: sesungguhnya Rasulallah saw jika bangkit dari rukunya
membaca: “Pujian sepenuh langit, pujian sepenuh bumi, pujian sepenuh antara keduanya dan
pujian sepenuh apa saja yang Engkau kehendakinya setelah itu. Pemilik segala sanjungan dan
pujian, sepantasnya apa yang dikatakan seorang hamba dan kita semua hamba bagiMu. Ya Allah
tidak ada Dzat yang mampu menghalangi terhadap orang yang Engkau berikan sesuatu
kepadanya. Dan tidak ada Dzat yang mampu memberikan sesuatu kepada orang yang Engkau
halangi. Dan tiada berguna orang yang mempunyai keberuntungan di hadapan keberuntungan
dari pada-Mu”. (HR Muslim)

13- Memberi salam dengan memalingkan kepalanya ke kiri dan kanan

َ ِ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬


‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َكانَ يُ َسلِّ ُم ع َْن يَ ِمينِ ِه َوع َْن ِش َمالِ ِه َحتَّى يُ َرى بَيَاضُ خَ ِّد ِه ال َّساَل ُم‬ ِ ‫ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ َر‬
)‫َعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمةُ هَّللا ِ ال َّساَل ُم َعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمةُ هَّللا ِ (حسن صحيح أبو داود والترمذي‬

Dari Abdullah ra, ia berkata: sesungguhnya Rasulallah saw memberi salam ke kiri dan ke kanan
sehingga terlihat pipi beliau yang putih ”Assalamu ’alaikum warahmatullh, assalamu ’alikum wa
rahmatallah” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, hadist hasan shahih)

14. Membaca takbir (Allahu Akbar) pada setiap perpindahan antara rukun

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِإ َذا قَا َم ِإلَى الصَّال ِة يُ َكبِّ ُر ِحينَ يَقُو ُم ثُ َّم يُ َكبِّ ُر ِحينَ يَرْ َك ُع‬ َ ِ ‫ َكانَ َرسُو ُل هَّللا‬: ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ يَقُو ُل‬ ِ ‫عن َأبَي هُ َر ْي َرةَ َر‬
‫ ثُ َّم يُ َكبِّ ُر ِحينَ يَه ِْوي‬، ” ‫ك ْال َح ْم ُد‬ َ َ‫ ” َربَّنَا َول‬: ‫ ” َس ِم َع هَّللا ُ لِ َم ْن َح ِم َدهُ ” ِحينَ يَرْ فَ ُع ص ُْلبَهُ ِمنَ ال َّر ْك َع ِة ثُ َّم يَقُو ُل َوهُ َو قَاِئ ٌم‬: ‫ثُ َّم يَقُو ُل‬
‫ضيَهَا (رواه‬ ِ ‫ك فِي الصَّال ِة ُكلِّهَا َحتَّى يَ ْق‬ َ ِ‫ ثُ َّم يُ َكبِّ ُر ِحينَ يَ ْس ُج ُد ثُ َّم يُ َكبِّ ُر ِحينَ يَرْ فَ ُع َرْأ َسهُ ثُ َّم يَ ْف َع ُل َذل‬، ُ‫ ثُ َّم يُ َكبِّ ُر ِحينَ يَرْ فَ ُع َرْأ َسه‬، ‫َسا ِجدًا‬
)‫الشيخان‬

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: sesungguhnya Rasulallah saw di waktu shalat ia bertakbir
(Allahu Akbar) ketika berdiri begitu pula ia bertakbir ketika ruku’, dan membaca “Sami’allahu
liman hamidah” ketika mengangkat pinggangnya dari ruku’, dan membaca “Rabbana wa lakal
hadu” kemudian bertakbir “Allahu Akbar” ketika sujud begitu pula ketika mengangkat kepalanya
dari sujud. Kedudian bertakbir ketika sujud dan bertakbir ketika mengangkat kepalanya dari
sujud. Demikianlah beliau lakukan dalam shalat seluruhnya sehingga selesai” (HR Bukhari
Muslim)

15. Melakukan setiap shalat dengan semangat dan mengosongkan hati dari segala kesibukan,
begitu pula melakukannya dengan punuh khusyu’ yaitu tidak menghadirkan didalam hati kecuali
sesuatu yang ada didalam shalat, dengan sakinah, thuma’ninah, dan tadbbur yaitu menghayati
semua bacaan shalat baik bacaan al-Qur’an atau bacaan dzikir dan do’a karena hal itu dapat
menyempurnakan kekhusyuan dalam shalat.

Allah berfirman:

َ ‫الَّ ِذينَ هُ ْم فِي‬ ﴾١﴿ َ‫قَ ْد َأ ْفلَ َح ْال ُمْؤ ِمنُون‬ 


ِ ‫صالَتِ ِه ْم خ‬
‫ المؤمنون‬-﴾٢﴿ َ‫َاشعُون‬

Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang


khusyuk dalam salatnya,” (Qs Al-Mu’minun ayat: 1-2)

23. Mengarahkan pandangan ke tempat sujud sepanjang shalat karena hal itu dapat mendekatkan
diri kepada kekhusyuan dalam shalat

F. HAL HAL YANG MEMBATALKAN SHOLAT

                Di antara hal-hal yang membatalkan shalat sebagaimana yang telah dijabarkan oleh
para fuqaha adalah sebagai berikut :
1. Berbicara Dengan Sengaja
Berbicara dengan sengaja yang dimaksud disini bukanlah berupa bacaan bacaan dalam AlQuran,
dzikir atau pun do’a. Akan tetapi merupakan pembicaraan yang sering dilakukan manusia dalam
kehidupan sehari-harinya. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah saw. yang di riwayatkan Imam
Bukhari dan Imam Muslim (Muttafaqun ‘Alaih) berikut:

:‫تعالى‬ ‫هللا‬ ‫فقول‬ ‫نزل‬ ‫حنى‬ ,‫حاجته‬ ‫فى‬ ‫اخاه‬ ‫أحدنا‬ ‫يتكلم‬ ,‫الصالة‬ ‫فى‬ ‫نتكلم‬ ‫كنا‬ :‫قال‬ ,‫عنه‬ ‫هللا‬ ‫رضي‬ ‫ارقم‬ ‫بن‬ ‫زيد‬ ‫عن‬
‫نالسكوت‬ ‫فأمرنا‬ )‫قانتين‬ ‫هلل‬ ‫قوموا‬ ‫و‬ ‫الوسطى‬ ‫الصالة‬ ‫و‬ ‫الصلوات‬ ‫على‬ ‫(حافظوا‬
ِArtinya:

“Dari Zaid bin Al-Arqam ra berkata,”Dahulu kami bercakap-capak pada saat shalat. Seseorang
ngobrol dengan temannya di dalam shalat. Yang lain berbicara dengan yang disampingnya.
Hingga turunlah firman Allah SWT “Peliharalah semua shalat, dan shalat wusthaa . Berdirilah
untuk Allah dengan khusyu”. Maka kami diperintahkan untuk diam dan dilarang berbicara dalam
shalat”. (HR. Jamaah kecuali Ibnu Majah).
Perkataan yang keluar disaat shalat, baik itu satu kata ataupun hanya satu huruf akan
membatalkan shalat jika dilakukan dengan sengaja. Berbeda bila seseorang melakukannya tanpa
sadar alias tidak disengaja, ataupun melakukannya tanpa tahu hukumnya maka syari’
memberikan keringanan bagi orang yang melakukannya (berbicara dalam shalat), selama
perkataan atau atau pun kata yang disebutkan masih dalam kategori sedikit. Dalam satu riwayat
dikatakan tidak lebih dari 6 kata.

2. Makan dan Minum


Makan dan minum adalah salah satu perbuatan yang dapat membatalkan shalat. Apabila
seseorang makan atau pun minum ketika melaksanakan shalat dengan sengaja, maka shalatnya
batal. Hal ini disebabkan karena akan menghilangkan kemulian dalam shalat. perbuatan makan
dan minum dalam shalat ini, baik sedikit ataupun banyak selama dilakukan dengan sengaja tetap
akan membatalkan shalatnya.

Adapun jika perbuatan makan dan minum dalam shalat ini dilakukan tanpa disengaja, maka
disyaratkan dalam hal tersebut tidak lebih dari kadar humsah ‫الحمصة‬ (tidak bisa dibakar ataupun
di masak kembali), yaitu kadar/batasan yang menjadi kebiasaan dalam kehidupan. Maka
shalatnya tidak batal. Dan apabila di dalam mulut seseorang ada sisa gula atau sesuatu yang bisa
mencair atau pun meleleh ketika melaksanakan shalat, maka jika ia menelannya akan
membatalkan shalatnya.

3. Banyak Gerakan dan Terus Menerus


Yang dimaksud adalah gerakan yang banyak dan berulang-ulang terus dan bukan merupakan
gerakan yang terdapat dalam shalat. Mazhab Imam Syafi’i memberikan batasan sampai tiga kali
gerakan berturut-turut sehingga seseorang batal dari shalatnya.

Namun bukan berarti setiap ada gerakan langsung membatalkan shalat. Sebab dahulu Rasulullah
SAW pernah shalat sambil menggendong anak (cucunya).

Rasulullah SAW shalat sambil mengendong Umamah, anak perempuan dari anak perempuannya.
Bila beliau SAW sujud, anak itu diletakkannya dan bila berdiri digendongnya lagi”. (HR.
Bukhari dan Muslim)

Bahkan beliau SAW memerintah orang yang sedang shalat untuk membunuh ular dan
kalajengking (al-aswadain). Dan beliau juga pernah melepas sandalnya sambil shalat.
Kesemuanya gerakan itu tidak termasuk yang membatalkan shalat.

4. Membelakangi atau Tidak Menghadap Kiblat


Bila seseorang shalat dengan membelakangi kiblat dengan sengaja, atau di dalam shalatnya
melakukan gerakan hingga badannya bergeser arah hingga membelakangi kiblat , maka shalatnya
itu batal dengan sendirinya.

Hal ini ditandai dengan bergesernya arah dada orang yang sedang shalat itu, menurut kalangan
Ulama Syafi’iyah dan Ulama Hanafiyah. Sedangkan menurut Ulama Mazhab Malikiyah,
bergesernya seseorang dari menghadap kiblat ditandai oleh posisi kakinya. Sedangkan menurut
Mazhab Hanabilah, ditentukan dari seluruh tubuhnya.

Kecuali pada shalat sunnah, dimana menghadap kiblat tidak menjadi syarat shalat. Rasulullah
SAW pernah melakukannya di atas kendaraan dan menghadap kemana pun kendaraannya itu
mengarah.
Namun yang dilakukan hanyalah shalat sunnah, adapun shalat wajib belum pernah diriwayatkan
bahwa beliau pernah melakukannya. Sehingga sebagian ulama tidak membenarkan shalat wajib
di atas kendaraan yang arahnya tidak menghadap kiblat. Namun, dalam kondisi darurat, tidak
menghadap kiblat dibolehkan, selama yang bersangkutan sudah berusaha semaksimal mungkin
untuk tetap menghadap kiblat, misal orang yang habis operasi berat dan tidak mungkin
menggeser-geser tempat tidurnya atau orang yang berada dalam bus umum yang perjalanannya
tidak mengarah ke arah kiblat, sementara sopirnya tidak toleran terhadap orang-orang yang mau
shalat. Maka jika mungkin, di waktu takbiratul ihram, tetap menghadap kiblat, tapi jika tidak
mungkin (misalnya karena menghadap kiblat berarti menghadap ke sandaran kursi), maka
dibolehkan menghadap sesuai arah bus. Namun, jika bisa mengusahakan bus berhenti di waktu
shalat, maka ini adalah yang terbaik.

5. Terbuka Aurat Secara Sengaja


Bila seseorang yang sedang melakukan shalat tiba-tiba terbuka auratnya secara sengaja, maka
shalatnya otomatis menjadi batal. Baik dilakukan dalam waktu yang singkat ataupun terbuka
dalam waktu yang lama. Namun jika auratnya terbuka tanda disengaja dan bukan dalam waktu
yang lama, maksudnya hanya terbuka sekilas dan langsung ditutup lagi, para Ulama dari mazhab
Syafi’iyah dan Ulama Hanabilah mengatakan tidak batal.

Namun Ulama Mazhab Malikiyah mengatakan secepat apapun ditutupnya, kalau sempat terbuka,
maka shalat itu sudah batal dengan sendirinya.

Namun perlu diperhatikan bahwa yang dijadikan sandaran dalam masalah terlihat aurat dalam hal
ini adalah bila dilihat dari samping, atau depan atau belakang. Bukan dilihat dari arah bawah
seseorang. Sebab bisa saja bila secara sengaja diintip dari arah bawah, seseorang akan terlihat
auratnya. Namun hal ini tidak berlaku.

6. Mengalami Hadats Kecil atau Besar


Bila seseorang mengalami hadats besar atau kecil, maka batal pula shalatnya. Baik terjadi tanpa
sengaja atau secara sadar.
Namun harus dibedakan dengan orang yang merasa ragu-ragu dalam berhadats. Para ulama
mengatakan bahwa rasa ragu tidak lah membatalkan shalat. Shalat itu baru batal apabila memang
ada kepastian telah mendapat hadats.

7. Tersentuh Najis baik pada Badan, Pakaian atau Tempat Shalat


Bila seseorang yang sedang shalat terkena benda najis, maka secara langsung shalatnya menjadi
batal. Namun yang dijadikan patokan adalah bila najis itu tersentuh tubuhnya atau pakaiannya
dan tidak segera ditepis/tampiknya najis tersebut maka batallah shalatnya tersebut. Adapun
tempat shalat itu sendiri bila mengandung najis, namun tidak sampai tersentuh langsung dengan
tubuh atau pakaian, shalatnya masih sah dan bisa diteruskan.

Demikian juga bila ada najis yang keluar dari tubuhnya hingga terkena tubuhnya, seperti mulut,
hidung, telinga atau lainnya, maka shalatnya batal.

Namun bila kadar najisnya hanya sekedar najis yang dimaafkan, yaitu najis-najis kecil ukuran,
maka hal itu tidak membatalkan shalat.
8. Tertawa
Orang yang tertawa dalam shalatnya, batallah shalatnya itu. Maksudnya adalah tertawa yang
sampai mengeluarkan suara. Adapun bila sebatas tersenyum, belumlah sampai batal shalatnya.
9. Murtad, Mati, Gila atau Hilang Akal
Orang yang sedang melakukan shalat, lalu tiba-tiba murtad, maka batal shalatnya. Demikian juga
bila mengalami kematian. Dan orang yang tiba-tiba menjadi gila dan hilang akal saat sedang
shalat, maka shalatnya juga batal.

10. Berubah Niat


Seseorang yang sedang shalat, lalu tiba-tiba terbetik niat untuk tidak shalat di dalam hatinya,
maka saat itu juga shalatnya telah batal. Sebab niatnya telah rusak, meski dia belum melakukan
hal-hal yang membatalkan shalatnya.

11. Meninggalkan Salah Satu Rukun Shalat dengan sengaja


Apabila ada salah satu rukun shalat yang tidak dikerjakan dengan sengaja, maka shalat itu
menjadi batal dengan sendirinya. Misalnya, seseorang tidak membaca surat Al-Fatihah lalu
langsung ruku’, maka shalatnya menjadi batal. Namun jika lupa, dan ingat selama masih dalam
shalat maka dia harus melakukan sujud syahwi sebelum salam, jika lupa pula untuk sujud
syahwi, maka bisa dilakukan setelah salam.

Kecuali dalam kasus shalat berjamaah dimana memang sudah ditentukan bahwa imam
menanggung bacaan fatihah makmum, sehingga seorang yang tertinggal takbiratul ihram dan
mendapati imam sudah pada posisi rukuk, dibolehkan langsung ikut ruku’ bersama imam dan
telah mendapatkan satu rakaat.

Demikian pula dalam shalat jahriyah (suara imam dikeraskan), dengan pendapat yang mengataka
bahwa bacaan Al-Fatihah imam telah menjadi pengganti bacaan Al-Fatihah buat makmum, maka
bila makmum tidak membacanya, tidak membatalkan shalat.
12. Mendahului Imam dalam Shalat Jama’ah
Bila seorang makmum melakukan gerakan mendahului gerakan imam, seperti bangun dari sujud
lebih dulu dari imam, maka batal-lah shalatnya. Namun bila hal itu terjadi tanpa sengaja, maka
tidak termasuk yang membatalkan shalat.

AS-Syafi’iyah mengatakan bahwa batasan batalnya shalat adalah bila mendahului imam sampai
dua gerakan yang merupakan rukun dalam shalat. Hal yang sama juga berlaku bila tertinggal dua
rukun dari gerakan imam.
13. Terdapatnya Air bagi Orang yang Shalatnya dengan Tayammum
Seseorang yang bertayammum sebelum shalat, lalu ketika shalat tiba-tiba terdapat air yang bisa
dijangkaunya dan cukup untuk digunakan berwudhu’, maka shalatnya batal. Dia harus
berwudhu’ saat itu dan mengulangi lagi shalatnya.
14. Berubah Niat
Niat adalah salah satu rukun dalam shalat, jika rukun tersebut tidak terpenuhi maka tidak sah
shalatnya tersebut. Seseorang yang sedang melaksanakan shalat, kemudian dia berniat keluar dari
shalatnya tersebut, atau ada sesuatu kejadian yang membuat (mushalli) keluar dari shalatnya,
maka shalatnya tersebut akan menjadi batal dengan berubah niatnya tersebut, karena shalat harus
dimulai dengan niat yang pasti.
15. Mengucapkan Salam Secara Sengaja
Bila seseorang mengucapkan salam secara sengaja dan sadar, maka shalatnya batal. Dasarnya
adalah hadits Nabi SAW yang menyatakan bahwa salam adalah hal yang mengakhiri shalat.
Kecuali lafadz salam di dalam bacaan shalat, seperti dalam bacaa tahiyat.
Wallahu subhânahu wa ta’âlâ a’lam.

G. HAL HAL YG MAKRUH DALAM SHOLAT

Hal Yang Makruh Dalam Shalat

1. Melirik atau menoleh (Al-Iltafat) tanpa keperluan tertentu dalam shalat.

ُ‫اختِالَسٌ يَ ْختَلِ ُسه‬


ْ ‫ ه َُو‬: ‫صالَ ِة ؟ فَقَال‬ ِ ‫اال ْلتِفَا‬
َّ ‫ت فِي ال‬ ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ع َْن‬ ُ ‫ َسَأ ْل‬: ‫ت‬
َّ ِ‫ت النَّب‬
َ ‫ي‬ ْ َ‫ض َي هَّللا ُ تَ َعالَى َع ْنهَا قَال‬
ِ ‫عن عَاِئ َشةَ َر‬
)‫صالَ ِة ْال َع ْب ِد (رواه البخاري‬
َ ‫ال َّش ْيطَانُ ِم ْن‬

berdasarkan hadits ‘Aisyah ra: “Aku bertanya kepada Rasulullah saw tentang menoleh dalam
shalat.”.  Beliau bersabda: “Itu adalah pencurian yang dilakukan setan dari shalat seorang
hamba.”( HR Bukhari).

2. Mengangkat pandangan, baik ke arah langit atau kemanapun, merupakan salah satu dari pada
perbuatan makruh dalam shalat.

َ ‫صا َرهُ ْم ِإلَى ال َّس َما ِء فِي‬


‫الصاَل ِة‬ َ ‫ َما بَا ُل َأ ْق َو ٍام يَرْ فَعُونَ َأ ْب‬: ‫صلَّى اللَّهم َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬ َّ ِ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ َأ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬ َ ‫ع ََّن َأن‬
ٍ ِ‫َس ْبنَ َمال‬
ِ ‫ك َر‬
) ‫صا ُرهُ ْم (رواه البخاري‬ َ ‫ك َأوْ لَتُ ْخطَفَ َّن َأ ْب‬
َ ِ‫لَيَ ْنتَه َُّن ع َْن َذل‬
Dari Anas ra: Rasulullah saw bersabda: “Apa yang membuat orang-orang itu mengangkat
penglihatan mereka ke langit dalam shalat mereka? Hendak-lah mereka berhenti dari hal itu atau
(kalau tidak), niscaya akan tersambar penglihatan mereka.” (HR Bukhari)

3. Sholat dengan tangan di pinggang. Yaitu seseorang sholat dengan bertolak pinggang.

َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم نَهَى ع َِن ْالخَصْ ِر فِي ال‬


)‫صالَ ِة (رواه الشيخان‬ َ ِ ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬
ِ ‫ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرةَ َر‬

Dari Abi Hurairah Ra, ia berkata : Rasulullah saw melarang seseorang sholat dengan meletakan
tangannya pada perutnya (bertolak pinggang). ( HR  Bukhari Muslim )

4. Mengusap rambut yang terurai atau melipatkan lengan baju yang terulur tanpa sebab. Hal juga
merupakan perbuatan makruh dalam shalat.

ُ‫شعرهُ و ثوبَه‬
َ َّ ‫أن يَ ُك‬
‫ف‬ ٍ ‫أن يَ ْس ُج َد َعلَى َس ْب َع ِة َأ َرا‬
ْ ‫ب َونَهَي‬ ْ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأ َم َر‬ َ ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ َما َأ َّن َرس‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ٍ ‫ع َِن ا ْب ِن َعبَّا‬
ِ ‫س َر‬
)‫(رواه الشيخان‬

Dari Ibnu Abbas: “Aku diperintahkan untuk sujud di atas tujuh anggota badan dan tidak boleh
menaikkan rambut (yang terulur) atau melipat baju.” (HR Bukhari Muslim)

5. Shalat sambil menahan buang air kecil atau besar, atau menahan kentut. Hal ini bisa
mengganggu ketenangan hati dalam shalat.

6. Shalat di depan hidangan makanan. Hal ini juga termasuk perbuatan makruh dalam shalat, Jika
memungkinkan baginya untuk mendahulukan makan kemudian melaksanakan shalat, itu akan
lebih baik, namun jika tidak memungkinkan karena sempitnya waktu, maka hal itu termasuk
udzur baginya.

ِ َ‫صالَةَ بِ َحضْ َر ِة طَ َعام َو الَ ه َُو يُدَافِ ُعهُ اَأل ْخبَث‬


‫ان (رواه‬ َ ِ ‫ض َي هَّللا ُ تَ َعالَى َع ْنهَا َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬
َ َ‫ ال‬: ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬ ِ ‫عن عَاِئ َشةَ َر‬
)‫مسلم‬

Dari Aisyah ras Rasulullah saw bersabda: “Janganlah shalat dekat dengan hidangan makanan dan
janganlah shalat sambil menahan keluarnya sesuatu dari dua jalan (buang air kecil dan besar).
(HR Muslim)

7.Memejamkan Mata dan Berludah diwaktu melaksanakan Shalat.

H. WAKTU WAKTU SHOLAT (WAJIB)

‫كتاب الصالة‬

‫الصالة المفروضة خمس الظهر وأول وقتها زوال وقتها زوال الشمس وآخره إذا صار ظل كل شيء مثله بعد الزوال والعصر‬
‫وأول وقتها الزيادة على ظل المثل وآخره في االختيار إلى ظل المثلين وفي الجواز إلى غروب الشمس والمغرب ووقتها واحد‬
‫وهو غروب الشمس وبمقدار ما يؤذن ويتوضأ ويستر العورة ويقيم الصالة ويصلي خمس ركعات والعشاء أول وقتها إذا غاب‬
‫الشفق األحمر وآخره في االختيار إلى ثلث الليل وفي الجواز إلى طلوع الفجر الثاني والصبح وأول وقتها طلوع الفجر الثاني‬
‫وآخره في االختيار إلى األسفار وفي الجواز إلى طلوع الشمس‬.

Artinya: Shalat fardhu (wajib) ada 5 (lima) yaitu:


(a) Shalat Dhuhur. Awal waktunya adalah condongnya matahari sedang akhir waktu dzuhur
adalah apabila bayangan benda sama dengan ukuran bendanya.
(b) Shalat Ash`r. Awal waktunya adalah apabila bayangan sama dengan benda lebih sedikit.
Akhir waktu Ashar dalam waktu ikhtiyar adalah apabila bayangan benda 2 (dua) kali panjang
benda; akhir waktu jawaz adalah sampai terbenamnya matahari.
(c) Shalat maghrib. Awal waktunya adalah terbenamnya matahari (sedang akhir waktunya)
adalah setelah selesainya adzan, berwudhu, menutup aurat, mendirikan shalat dan shalat 5 (lima)
raka’at.
(d) Shalat Isya’. Awal waktunya adalah apabila terbenamnya sinar merah sedangkan akhirnya
untuk waktu ikthiyar adalam sampai 1/3 (sepertiga) malam untuk waktu jawaz adalah sampai
terbitnya fajar yang kedua (shadiq).
(e) Shalat Subuh. Awal waktunya adalah terbitnya fajar kedua (fajar shadiq) sedang akhirnya
waktu ikhtiyar adalah sampai isfar (terangnya fajar); akhir waktu jawaz adalah sampai terbitnya
matahari.[[11]]

I.WAKTU-WAKTU  YG HARAM UNTUK SHOLAT

Shalat yang terlarang dilaksanakannya pada waktu-waktu tersebut dibawah ialah shalat sunah
mutlaq, yaitu shalat sunah yang dapat dilakukan tanpa sebab tertentu dan kapan saja kecuali
waktu-waktu yang diharamkan untuk mengerjakan shalat. Jumlah rakaatnya tidak terbatas
dimulai dengan  2 raka’at. Karenanya pada waktu-waktu terlarang ini, boleh mengqadha’ shalat
yang terlupakan.

Adapun waktu-waktu yang diharamkan untuk mengerjakan shalat:

1- Setelah sholat subuh sampai terbit matahari

2- Setelah sholat Ashar sampai terbenam matahari.

‫ُب ال َّش ْمسُ َوبَ ْع َد‬ َّ ‫نَهَى َع ِن ال‬  ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َوآلِ ِه َو َسلَّ َم‬
َ ‫صالَ ِة بَ ْع َد ال َعصْ ِر َحتَّى تَ ْغر‬ َّ ِ‫ َأ َّن النَب‬، ُ‫ض َي هللاُ َع ْنه‬
َ ‫ي‬ ِ ‫ع َْن َأبِي ه َر ْي َرةَ َر‬
)‫َطـلُ َع ال َّش ْمسُ (رواه مسلم‬ ْ ‫الصُّ بْح َحتَّى ت‬
ِ

Sesuai dengan hadits Rasulallah saw dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya beliau melarang shalat
setelah ashar sampai matahari tenggelam dan setelah shalat subuh sampai terbit matahari” (HR.
Muslim).

3- waktu terbit matahari sampai terangkat naik setinggi tombak

4- Saat tergelincirnya matahari

5- Sejak menguningnya matahari sampai benar benar terbenam.


ْ ‫ ِحينَ ت‬:‫ َأوْ َأ ْن نَ ْقبُ َر فِي ِه َّن َموْ تَانَا‬ ‫صلِّ َي فِي ِه َّن‬
‫َطلُ ُع‬ َ ُ‫ت َكانَ َرسُو ُل هّللا ِ يَ ْنهَانَا َأ ْن ن‬
ٍ ‫ث َساعَا‬ ُ َ‫ ثَال‬: ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل‬
ِ ‫ع َْن ُع ْقبَةَ ا ْب ِن عَا ِم ٍر َر‬
)‫ُب (رواه مسلم‬ َ ‫ب َحتَّى تَ ْغر‬ ِ ‫ َو ِحينَ تضيّفُ ال َّش ْمسُ لِ ْل ُغرُو‬. ُ‫ير ِة َحتَّى تَ ِمي َل ال َّش ْمس‬ َ ‫ َو ِحينَ يَقُو ُم قَاِئ ُم الظَّ ِه‬.‫از َغةً َحتَّى تَرْ تَفِ َع‬
ِ َ‫ال َّش ْمسُ ب‬

Sesuai dengan hadits dari ‘Uqbah bin ‘Amir ra, ia berkata: “Ada tiga waktu di mana Nabi saw
melarang kami untuk melaksanakan shalat di tiga waktu tersebut atau menguburkan jenazah
kami, yaitu ketika matahari terbit sampai tinggi, ketika seseorang berdiri di tengah hari saat
matahari berada tinggi di tengah langit (tidak ada bayangan di timur dan di barat) sampai
matahari tergelincir dan ketika matahari miring hendak tenggelam sampai benar-benar
tenggelam.” (HR. Muslim)

Keterangan (Ta’liq):

1- Tidak diharamkan shalat waktu tergelincirnya matahari di hari jumat karena dianjurkan
menunaikan shalat sunnah semampunya pada hari jumat dan tiada yang menghalanginya kecuali
pada waktu datangnya khathib.

‫ اَل يَ ْغتَ ِس ُل َر ُج ٌل يَوْ َم ْال ُج ُم َع ِة َويَتَطَهَّ ُر َما ا ْستَطَا َع‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َوآلِ ِه َو َسلَّ َم‬ َ ِ‫ قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬، ُ‫ض َي هللاُ َع ْنه‬ ِ ‫ار ِس ِّي َر‬ِ َ‫ع َْن َس ْل َمان الف‬
‫ت ِإ َذا تَ َكلَّ َم اِإْل َما ُم ِإاَّل‬ ِ ‫ب لَهُ ثُ َّم يُ ْن‬
ُ ‫ص‬ َ ‫ق بَ ْينَ ْاثنَ ْي ِن ثُ َّم ي‬
َ ِ‫ُصلِّي َما ُكت‬ ِ ‫ِم ْن طُه ٍْر َويَ َّد ِهنُ ِم ْن ُد ْهنِ ِه َأوْ يَ َمسُّ ِم ْن ِطي‬
ُ ِّ‫ب بَ ْيتِ ِه ثُ َّم يَ ْخ ُر ُج فَاَل يُفَر‬
)‫ُغفِ َر لَهُ َما بَ ْينَهُ َوبَ ْينَ ْال ُج ُم َع ِة اُأْل ْخ َرى (رواه البخاري‬

Dari Salman al-Farisi ra, Rasulallah saw bersabda: “Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum’at,
lalu bersuci dengan sungguh-sungguh, memakai minyak atau wangi-wangian di rumahnya,
kemudian keluar (dan rumahnya menuju masjid) dan dia tidak memisahkan di antara dua orang
(yang duduk), kemudian shalat semampunya, lalu dia diam ketika khathib (Imam) khutbah,
melainkan pasti diampuni dosa-dosanya yang dilakukan antara Jum’at itu dengan Jum’at
berikutnya.” (HR Bukhari).

2- Semua yang tersebut diatas diharamkan sholat kecuali bagi orang yang berada di Masjidil
Haram Makkah. Hal ini karena kemuliaan dan keagungan tempatnya.

‫أو‬
َ ‫ت‬ِ ‫َاف اَل تَ ْمنَعُوا َأ َحدًا طَافَ بِهَ َذا ْالبَ ْي‬
ٍ ‫ يَا بَنِي َع ْب ِد َمن‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َوآلِ ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬ َّ ِ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ َأ َّن النَب‬
َ ‫ي‬ ْ ‫ع َْن ُجبَي ِْر ْب ِن ُم‬
ِ ‫ط َع ٍم َر‬
)‫ار (مسلم و أبو داود و غيرهما‬ ٍ َ‫ي َسا َع ٍة ِم ْن لَ ْي ٍل َأوْ نَه‬
َّ ‫صلَّى فِ ْي ِه َأ‬
َ

Dari Jubair bin Muth’am ra, Rasulallah saw bersabda: “Wahai Bani Abdi Manaf, janganlah
kalian melarang seseorang thawaf di Baitullah ini dan shalat kapan saja, baik malam ataupun
siang.” (HR Muslim, Abu Daud dll).

[1] Attaubah: 130

[2] Kitab fatul mu’in Syeh Zainuddin bin Muhammad al Ghozaly al Malibary .


[3]  Tafsir Ibnu Katsir, jilid 2 hlm. 281

[4] HR. Imam Ahmad. Ath-Thabarani, al-Baihaqi).

[5] HR. Halim & Abu Dawud). ‘’

[6] Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid (Dar al Hadits – Kairo Mesir, 595


H), hlm. 80

[7] Muttafaq „alaih. HR. Bukhari Juz 5 : 5897 dan Muslim Juz 1 : 397

[8] HR. Bukhari Juz 1 : 1074 dan Muslim Juz 1 : 700,

[9] Ringkasan Kitab Al-Umm 1, hal. 155

[10] Riyadhul badi'ah : 38

[11] Matan taqrib Ahmad bin al-Husen bin Ahmad al-Asbahaniy

Anda mungkin juga menyukai