Anda di halaman 1dari 13

a) Pengertian dan dasar hukum

Shalat
Sudut Hukum | Pengertian dan dasar hukum Shalat

1. Pengertian shalat
Sudut Hukum—Kata Shalat berasal dari bahasa arab, secara bahasa
dapat diartikan sebagai “doa”. Sedangkan pengertian shalat dari segi
bahasa, kita lihat dulu pengertian yang telah diberikan oleh para ulama.

Dalam kitab fathul muin, shalat diartikan sebagai beberapa ucapan dan


perbuatan tertentu, yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
Pengertian seperti ini banyak diberikan oleh ulama-ulama ahli fikih. Ibrahim al-
bajuri, pengarang kitab Al-bajuri, juga pengarang kitab matan dalm kitab al bajuri
mendefinisikan shalat seperti itu.

Bahkan pengarang-pengarang buku yang datang belakanganpun juga


mendefinisikan shalat seperti itu. Abdul Aziz Salim Basyarahil Misalnya,
mendefinisikan SHALAT adalah suatu ibadah yang meliputi ucapan dan
peragaan tubuh yang khusus, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam
(taslim)

Kalau kita perhatikan, hampir semua ulama memberikan definisi yang sama
tentang pengertian shalat. Inti pokok dari shalat kalau kita lihat dari pengertian-
pengertian itu adalah
1. Perbuatan tertentu
2. Perkataan tertentu
3. Yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
Perbuatan dan perkataan tertentu yang dimaksud dalam pengertian itu tidak lain
adalah ketentuan yang harus dilakukan ketika shalat, seperti rukun-rukun dalam
shalat dan sunah-sunahnya. Hal ini akan kami uraikan dibawah.

2. Dasar hukum diwajibkan shalat.

Dasar hukum dalam Al-quran tentang shalat sangat banyak, diantaranya:

َّ D‫ة َوآ ُتوا‬Dَ ‫َوأَقِيمُوا الصَّال‬


َ ‫الز َكا َة َوارْ َكعُوا َم َع الرَّ ا ِكع‬
‫ِين‬
Artinya: “Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta
orang-orang yang rukuk.” (QS.al Baqarah(2) : 43)

َ ‫يرةٌ إِال َع َلى ْال َخاشِ ع‬


‫ِين‬ َ ‫صب ِْر َوالصَّال ِة َوإِ َّن َها َل َك ِب‬
َّ ‫َواسْ َتعِي ُنوا ِبال‬
Artinya: “Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan
(mengerjakan) sholat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh
berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk,” (QS.al Baqarah(2):45)

D‫ك َو ْل َيأْ ُخ ُذوا‬


َ ‫ت َل ُه ُم الصَّال َة َف ْل َتقُ ْم َطا ِئ َف ٌة ِم ْن ُه ْم َم َع‬ َ ْ‫ِيه ْم َفأ َ َقم‬
ِ ‫تف‬ َ ‫ ُك ْن‬D‫َوإِ َذا‬
‫ت َطا ِئ َف ٌة أ ُ ْخ َرى َل ْم‬ ِ ْ‫ َف ْل َي ُكو ُنوا ِمنْ َو َرا ِئ ُك ْم َو ْل َتأ‬D‫أَسْ ل َِح َت ُه ْم َفإِ َذا َس َج ُدوا‬
‫ ح ِْذ َر ُه ْم َوأَسْ ل َِح َت ُه ْم‬D‫ك َو ْل َيأْ ُخ ُذوا‬َ ‫ َم َع‬D‫ُصلُّوا‬َ ‫ُصلُّوا َف ْلي‬ َ ‫ي‬
Artinya: “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka
(sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan sholat bersama-sama
mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (sholat)
besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang
sholat besertamu) telah sujud (telah selesai sholat), maka hendaklah
datang golongan yang kedua yang belum sholat, lalu sholatlah mereka
denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang
senjata…”. (QS.an-Nisa’(4):102)

َّ ‫َفإِنْ َتابُوا َوأَ َقامُوا الصَّال َة َوآ َتوُ ا‬


ِ ‫الز َكا َة َفإِ ْخ َوا ُن ُك ْم فِي ال ِّد‬
‫ين‬
Artinya: “Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan
zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.” (QS.
at-Taubah(9): 11)

udara-saudaramu seagama.” (QS. at-Taubah(9): 11)


B ) Tata Cara Sholat Wajib, Lengkap
dengan Bacaan Doa
Sholat terdiri dari sholat wajib dan sholat sunah. Pengertian sholat wajib adalah sholat
yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala. Dan apabila ditinggalkan akan
mendapat dosa. Sedangkan sholat sunnah, boleh dikerjakan dan akan mendapat
pahala. Namun boleh tidak dikerjakan karena merupakan amalan sunnah. 

Sholat wajib sebenarnya boleh dilakukan sendiri di rumah. Namun sangat disarankan
untuk melakukannya secara berjama'ah karena pahala yang didapat dalam sholat
berjamaah adalah 27 kali lipat dari sholat sendiri. Perlu diketahui bahwa sebelum
mengerjakan sholat, tubuh harus dalam keadaan suci. 

Syarat – Syarat Sholat Wajib dan tata cara sholat


wajib.
1. Beragama Islam.

2. Baligh dan berakal.

3. Suci seluruh anggota badan, pakaian, dan tempat.

4. Menutup aurat. Aurat laki-laki antara pusar sampai lutut, sedangkan wanita adalah
seluruh anggota badan kecuali muka dan kedua telapak tangan.

5. Telah masuk waktu sholat yang sudah ditentukan.

6. Menghadap kiblat.

Waktu Sholat Wajib


Info tata cara sholat wajib dimulai sholat tidak bisa dilakukan sesuka hati karena tiap
sholat ada batas waktunya tersendiri.

Sholat Shubuh wajib dikerjakan setelah sepertiga malam hingga sebelum syuruq, atau
matahari terbenam.

Sholat dzuhur dikerjakan pada saat matahari telah condong ke arah barat sampai tiba
waktu Ashar. Kemudian, ketika kita meletakkan benda dan bayangannya lebih panjang
dari benda itu sendiri, maka pada saat itulah sholat Ashar dapat dikerjakan.

Sholat maghrib memiliki waktu yang cukup singkat yaitu hanya setelah matahari
terbenam hingga hilangnya cahaya merah di langit.

Untuk sholat Isya, waktu sholat Isya cenderung lebih lama dari sholat lainnya yaitu tepat
dikerjakan setelah habis waktu sholat maghrib hingga sebelum waktu sholat subuh.
Namun, walaupun waktu sholatnya terlampau lama, menunaikan sholat di awal waktu
adalah hal yang dianjurkan. Maka, apabila suara adzan telah terdengar, pastikan
segera ambil air wudhu, ya!

1 ) Sholat Dalam Situasi Normal

Setelah memahami syarat-syarat sholat dan waktu sholat wajib, berikutnya adalah tata
cara sholat wajib.
Diawali niat dan diakhiri dengan salam
1. Niat sholat wajib

Sebelum melakukan sholat wajib, berikut ini adalah niat sholat yang harus dibaca: 

Sholat Subuh

“Ushalli fardhas subhi rak’ataini mustqbilal qiblati adaa-an (ma’mumam/imaaman)


lillaahi ta’aalaa. Allaahu akbar.”

Sholat Dzuhur

“Ushalli fardhadz dzuhri arba’a raka’aatin mustqbilal qiblati adaa-an


(ma’mumam/imaaman) lillaahi ta’aalaa. Allaahu akbar.”

Sholat Ashar

“Ushalli fardhal ashri arba’a raka’aatin mustqbilal qiblati adaa-an (ma’mumam/imaaman)


lillaahi ta’aalaa. Allaahu akbar.”

Sholat Maghrib

“Ushalli fardhal maghribi salasa’ raka’aatin mustqbilal qiblati adaa-an


(ma’mumam/imaaman) lillaahi ta’aalaa. Allaahu akbar.”

Sholat Isya

“Ushalli fardhal ‘Isyaa-i raka’aatin mustqbilal qiblati adaa-an (ma’mumam/imaaman)


lillaahi ta’aalaa. Allaahu akbar.”

2. Takbiratul Ihram

Takbiratul Ihram dilakukan setelah membaca niat yaitu dengan mengangkat kedua
tangan sejajar dengan telinga untuk laki-laki, dan sejajar dengan dada untuk
perempuan, sambil membaca:

“Allaahu akbar”

Kemudian kedua tangan disedekapkan pada dada dan membaca do’a iftitah:

“Kabiiraa wal hamdu lillaahi katsiiraa wasubhaanallaahi bukrataw waashiilaa. Innii


wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas samaawaati wal ardha haniifam muslimaw wamaa ana
minal musyrikiin. Inna shalaatii wanusukii wamahyaaya wamamaatii lillaahirabbil
‘aalamiin. Laa syariika lahuu wa bidzaalika umirtu wa ana minal muslimiin.”

Dilanjutkan dengan membaca surat Al-Fatihah:

“Bismillaahir rahmaanir rahiim. Alhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin. Arrahmaanir rahiim.


Maalikiyaumiddiin. Iyyaaka na’budu waiyyaaka nasta’iinu. Ihdinash shiraathal
mustaqiim. Shiraathal ladziina an’amta ‘alaihim ghairil maghdhuubi ‘alaihim
waladhdhaalliin. Aamiin.”

Dilanjutkan dengan membaca salah satu surah pendek atau ayat-ayat dalam Al-Qur’an.

3. Ruku’

Setelah selesai membaca surat Al-Fatihah dan surat pendek, tata cara sholat wajib
selanjutnya adalah ruku’. Kedua tangan diangkat setinggi telinga dan membaca Allaahu
akbar, kemudian badan dibungkukkan, kedua tangan memegang lutut dan  ditekankan.
Usahakan antara punggung dan kepala supaya rata. Setelah sempurna, kemudian
membaca do’a berikut sebanyak tiga kali:

“Subhaana rabbiyal ‘adziimi wa bihamdih”. (3x)


4. I'tidal

Setelah ruku’, kemudian bangkit tegak dengan mengangkat kedua tangan setinggi
telinga sambil membaca:

“Sami’allaahu liman hamidah.”

“Rabbanaa lakal hamdu mil’us samaawati wa mil ‘ulardhi wa mil ‘umaasyi’ta min syai’in
ba’du.”

5. Sujud

Selesai I’tidal lalu sujud dengan meletakkan dahi di alas shalat. Ketika turun, yaitu dari
berdiri i’tidal ke sujud sambil membaca “Allahuu akbar”. Dan saat sujud membaca tasbih
sebanyak tiga kali:

“Subhaana rabbiyal a‘laa wa bihamdih.” (3x)

Setelah sujud, lakukan duduk di antara dua Sujud dan membaca:

“Rabbighfirlii warhamnii wajburnii warfa’nii warzuqnii wahdinii wa’aafinii wa’fu ‘annii.”

6. Sujud Kedua

Sujud kedua, ketiga, dan keempat dikerjakan seperti sujud pertama baik cara maupun
bacaannya. Setelah sujud kedua, berdiri dan melakukan raka’at kedua dengan tata cara
sama seperti raka’at pertama namun tanpa membaca do’a Iftitah. Sesudahnya,
membaca surat Al-Fatihah, surat pendek, melakukan ruku’, I’tidal dan kemudian sujud
untuk raka’at kedua.

7. Tasyahud Awal

Tasyahud Awal dilakukan pada raka’at kedua (kecuali shalat Subuh) setelah sujud yang
kedua yaitu dengan duduk membentuk tasyahud awal dengan sikap kaki kanan tegak
dan kaki kiri diduduki sambil membaca tasyahud awal:

“Attahiyyaatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibaatu lillaah. Assalaamu ‘alaika


ayyuhan nabiyyu warahmatullaahi wabarakaatuh. Assalaamu ‘alainaa wa ‘alaa
‘ibadadillaahish shaalihiin. Asyhadu allaa ilaaha illallaah. Wa asyhadu anna
muhammadar rasuulullaah. Allaahumma shalli ‘alaa sayyidinaa muhammad.”

8. Tahiyatul Akhir

Selesai tasyahud Awal, berdiri kembali dengan mengangkat kedua tangan setinggi
telinga sambil membaca Allaahu akbar untuk mengerjakan raka’at ketiga. Tata cara
sama seperti raka’at kedua namun tanpa membaca surat pendek. 

Selesai raka’at ketiga, langsung mengerjakan raka’at keempat. Tata cara raka’at
keempat sama seperti raka’at kedua namun tanpa membaca surat pendek. Kemudian
setelah sujud terakhir, dilakukan tahiyatul akhir dengan duduk kaki bersilang (tawarruk)
serta membaca:

“attahiyaatul mubaarakaatush shalawaa-tuth thayy1baatu lillaah. assalaamu alaika


ayyuhan nabiyyu warahmatullaahi wabarakaatuh. assalaamualainaa wa’alaa
`ibaadillaahish shaalihhn. asy-hadu al laa ilaaha illallaah, wa asyhaduanna
muhammadar rasuulullaah. allaahumma shalli alaa sayyidinaa muhammad. wa alaa aali
sayyidinaa muhammad. kama shallaita ‘alaa sayyidinaaibraahiim. wa’alaa aali
sayyidinaa ibraahiim wabaarik-‘alaa sayyidinaa muhammad wa-‘alaa aali sayyidinaa
muhammad. kamaa baarakta alaa sayyidinaa ibraahiim. wa ‘alaa aali sayyidinaa
ibraahiim fil’aala miina innaka hamiidum majiid.”

9. Salam

Selesai Tahiyatul Akhir, lakukan salam dengan menengok ke kanan dan ke kiri
bergantian sambil membaca:
“Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.”

2 ) Sholat Dalam Keadaan Darurat


Shalat dalam keadaan darurat ialah shalat yang dilaksanakan dalam keadaan yang
menyulitkan seseorang untuk melaksanakannya sesuai dengan rukun-rukun shalat yang
lengap.”[1] Dalam keadaan bagaimana pun, apapun, dimana pun, dan kapan pun
sebagai umat islam kita harus selalu mendirikan shalat. Begitu pun dengan Orang yang
sakit tetap diwajibkan melaksanakan sholat fardu. Selama akal dan ingatan orang yang
sakit masih sadar. Namun, kaum muslim yang kadang meninggalkan sholat dengan dalih
sakit atau memaksakan diri sholat dengan tata-tata cara yang biasa dilakukan orang
sehat. Akhirnya merasakan beratnya sholat bahkan merasakan hal itu sebagai beban
yang menyusahkannya.
Tentang bagaimana orang yang terbaring lemah itu shalat, sesungguhnya  telah jelas
bahwa tidak ada satu pun beban syari’at yang diwajibkan kepada seorang di luar
kemampuannya. Karena syari’at islam dibangun di atas dasar ilmu dan kemampuan
orang yang dibebani. Allah Ta’ala sendiri menjelaskan hal ini dalam firman-Nya:
‫الَ يُ َكلِّفُ هّللا ُ نَ ْفسا ً إِالَّ ُو ْس َعهَا‬
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya,” (Qs. Al-
Baqarah: 286).
Orang yang sakit tidak sama dengan yang sehat. Semua harus berusaha melaksanakan
kewajibannya menurut kemampuan masing-masing. Sehingga nampaklah keindahan
syari’at dan kemudahannya. Allah Ta’ala juga memerintahkan kaum muslimin untuk
melaksanakan ketakwaan menurut kemampuan mereka dalam firman-Nya:
‫فَاتَّقُوا هَّللا َ َما ا ْستَطَ ْعتُ ْم‬
Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu. (Qs. At-
Taghaabun/64:16)
Shalat adalah ibadah yang berhukum wajib. Wajib untuk dilaksanakan oleh setiap kaum
muslim, baik laki- laki mau pun perempuan, yang telah terhukum I wajib untuk
melaksanakan. Oleh sebab itu. Sholat harus dilaksanakan, meskipun itu dalam kondisi
tidak sehat atau sakit. Karna disaat sakit dan tidak bisa berdiri atau tidak sanggup
berdiri maka diperbolehkan untuk sholat dengan duduk, begitu juga jika tidak mampu
dengan duduk, maka boleh dilaksanakan dengan berbaring dan jika bebaring tak
mampu untuk melaksanakan maka diperbolehkan dengan berbaring.karna agama islam
adalah agama yang mudah dan tidak pernah mempersulit pemeluknya.

A.    Shalat Dalam Keadaan Sakit


“Shalat adalah ibadah yang wajib dilaksanakan. Ketika kita sakit pun kita wajib
mendirikan sholat”[2]. Orang yang sakit tetap wajib sholat diwaktunya dan
melaksanakannya menurut kemampuannya, sebagaimana diperintahkan Allah Ta’ala
dalam firman-Nya:
‫فَاتَّقُوا هَّللا َ َما ا ْستَطَ ْعتُ ْم‬
Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu. (Qs. At-Taghâbûn/
64:16)  dan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ‘Imrân bin
Hushain:
‫ت َِط ْع‬V‫إ ِ ْن لَ ْم ت َْس‬Vَ‫ دًا ف‬V‫ت َِط ْع فَقَا ِع‬V‫إ ِ ْن لَ ْم ت َْس‬Vَ‫ا ف‬VV‫صلِّ قَائِ ًم‬ َّ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ع َْن ال‬
َ ‫صاَل ِة فَقَا َل‬ ُ ‫َت بِي بَ َوا ِسي ُر فَ َسأ َ ْل‬
َّ ِ‫ت النَّب‬
َ ‫ي‬ ْ ‫َكان‬
‫ب‬
ٍ َ ْ
‫ن‬ ‫ج‬ ‫ى‬ َ ‫ل‬ ‫ع‬
َ َ ‫ف‬
Pernah Penyakit wasir menimpaku, lalu akau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam tentang cara sholatnya. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab: “Sholatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu maka duduklah dan bila
tidak mampu juga maka berbaringlah.” (HR al-Bukhari no. 1117)
Apabila melakukan shalat pada waktunya terasa berat baginya, maka diperbolehkan
menjamâ’ (menggabung) shalat , shalat Zhuhur dan Ashar, Maghrib dan ‘Isya` baik
dengan jamâ’ taqdîm atau ta’khîr, dengan cara memilih yang termudah baginya.
Sedangkan shalat Shubuh maka tidak boleh dijama’ karena waktunya terpisah dari shalat
sebelum dan sesudahnya. Di antara dasar kebolehan ini adalah hadits Ibnu Abas
Radhiyallahu 'anhuma yang berbunyi :

ْ‫ال (أَبُو‬ َ َ‫ف َواَل َمطَ ٍر ق‬ ٍ ْ‫ب َو ْال ِع َشا ِء بِ ْال َم ِدينَ ِة فِي َغي ِْر خَ و‬ِ ‫الظه ِْر َو ْال َعصْ ِر َو ْال َم ْغ ِر‬
ُّ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بَ ْين‬
َ ِ ‫َج َم َع َرسُو ُل هَّللا‬
ُ
ُ‫ك قَا َل َك ْي اَل يُحْ ِر َج أ َّمتَه‬ َ
َ ِ‫س لِ َم فَ َع َل ذل‬ ُ
ٍ ‫ب) قلت اِل ْب ِن َعبَّا‬ ْ ُ ٍ ‫ك َر ْي‬ُ
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjama’ antara Zhuhur dan Ashar,
Maghrib dan Isya’ di kota Madinah tanpa sebab takut dan hujan. Abu Kuraib
rahimahullah berkata: Aku bertanya kepada Ibnu Abas Radhiyallahu 'anhu : Mengapa
beliau berbuat demikian? Beliau Radhiyallahu 'anhu menjawab: Agar tidak
menyusahkan umatnya." [HR Muslim no. 705]
Dalam hadits di atas jelas Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membolehkan kita
menjamâ’ shalat karena adanya rasa berat yang menyusahkan (Masyaqqah) dan sakit
adalah Masyaqqah. Ini juga dikuatkan dengan menganalogikan orang sakit dengan orang
yang terkena istihâdhoh yang diperintahkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam untuk
mengakhirkan shalat Zhuhur dan mempercepat Ashar dan mengakhirkan Maghrib serta
mempecepat Isya’.
Diwajibkan bagi orang yang sakit untuk shalat dengan berdiri apabila mampu dan tak
khawatir sakitnya bertambah parah, karena berdiri dalam shalat wajib merupakan rukun
shalat. Allah Azza wa Jalla berfirman: "Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu)
dengan khusyu" [al-Baqarah/ 2:238]. Diwajibkan juga bagi orang yang mampu berdiri
walaupun dengan menggunakan tongkat, bersandar ke tembok atau berpegangan pada
tiang, berdasarkan hadits Ummu Qais Radhiyallahu 'anha yang berbunyi:

َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم لَ َّما أَ َس َّن َو َح َم َل اللَّحْ َم اتَّ َخ َذ َع ُمودًا فِي ُم‬
‫صاَّل هُ يَ ْعتَ ِم ُد َعلَ ْي ِه‬ َ ِ ‫أَ َّن َرسُو َل هَّللا‬
"Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika berusia lanjut dan
lemah, beliau memasang tiang di tempat shalatnya sebagai sandaran". [HR Abu Dawud
& dishahihkan al-Albani dlm Silsilah Ash-Shohihah 319]. 
Demikian juga orang bungkuk diwajibkan berdiri walaupun keadaannya seperti orang
rukuk. Syeikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah berkata, "Diwajibkan berdiri bagi seorang
dalam segala caranya, walaupun menyerupai orang ruku' atau bersandar kepada
tongkat, tembok, tiang ataupun manusia".

B.     Sholat Dengan Duduk


Orang sakit yang mampu berdiri namun tidak mampu ruku' atau sujud , dia tetap wajib
berdiri. Dia harus shalat dengan berdiri dan melakukan rukuk dengan menundukkan
badannya. Bila dia tak mampu membungkukkan punggungnya sama sekali, maka cukup
dengan menundukkan lehernya, kemudian duduk, lalu menundukkan badannya untuk
sujud dalam keadaan duduk dengan mendekatkan wajahnya ke tanah sebisa mungkin.
Orang sakit yang khawatir akan bertambah parah sakitnya atau memperlambat
kesembuhannya atau sangat susah berdiri, diperbolehkan shalat dengan duduk,  kesulitan
(Masyaqqah) membolehkan seseorang mengerjakan shalat dengan duduk. Apabila
seorang merasa susah mengerjakan shalat berdiri, maka ia boleh mengerjakan shalat
dengan duduk, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

‫ي ُِري ُد هَّللا ُ بِ ُك ُم ْاليُ ْس َر َواَل ي ُِري ُد بِ ُك ُم ْال ُعس َْر‬


  "Allah Azza wa Jalla menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu" [al-Baqarah/ 2:185].
Sebagaimana orang yang berat berpuasa bagi orang yang sakit, walaupun masih mampu
puasa, diperbolehkan baginya berbuka dan tidak berpuasa; demikian juga shalat, apabila
berat untuk berdiri, maka boleh mengerjakan shalat dengan duduk.
Orang yang sakit apabila mengerjakan shalat dengan duduk sebaiknya duduk bersila
pada posisi berdirinya berdasarkan hadîts ‘Aisyah Radhiyallahu 'anha yang berbunyi:

َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ي‬


‫ُصلِّي ُمت ََربِّعًا‬ ُ ‫َرأَي‬
َّ ِ‫ْت النَّب‬
َ ‫ي‬
 
"Aku melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat dengan bersila"
Juga, karena duduk bersila secara umum lebih mudah dan lebih tuma’ninah (tenang)
daripada duduk iftirâsy”[3]. Apabila rukuk, maka lakukanlah dengan bersila dengan
membungkukkan punggung dan meletakkan tangan di lutut, karena ruku’ dilakukan
dengan berdiri.
Dalam keadaan demikian, masih diwajibkan sujud di atas tanah dengan dasar keumuman
hadits Ibnu Abas Radhiyallahu 'anhu yang berbunyi:
ُ ْ‫ر‬VV‫ا َل أُ ِم‬VVَ‫لَّ َم ق‬V ‫ ِه َو َس‬V‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬V‫ص‬
‫ َد ْي ِن‬V َ‫ ِه َو ْالي‬V ِ‫ ِد ِه َعلَى أَ ْنف‬Vَ‫ا َر بِي‬V‫ ِة َوأَ َش‬Vَ‫ ْب َع ِة أَ ْعظُ ٍم ْال َج ْبه‬V‫ ُج َد َعلَى َس‬V ‫ت أَ ْن أَ ْس‬ َ ِ ‫و َل هَّللا‬V ‫أَ َّن َر ُس‬
‫اف ْالقَ َد َمي ِْن‬ ِ ‫ط َر‬ ْ َ‫َوال ِّرجْ لَ ْي ِن َوأ‬
 
"Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Aku diperintahkan
untuk bersujud dengan tujuh tulang; Dahi – beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
mengisyaratkan dengan tangannya ke hidung- kedua telapak tangan, dua kaki dan ujung
kedua telapak kaki"
Bila tetap tidak mampu, ia melakukan sujud dengan meletakkan kedua telapak tangannya
ke tanah dan menunduk untuk sujud. Bila tidak mampu, hendaknya ia meletakkan
tangannya di lututnya dan menundukkan kepalanya lebih rendah dari pada ketika ruku’.

C.     Shalat Dengan Berbaring


Orang sakit yang tidak mampu melakukan shalat berdiri dan duduk, cara melakukannya
adalah dengan berbaring, boleh dengan miring ke kanan atau ke kiri, dengan
menghadapkan wajahnya ke arah kiblat. Ini berdasarkan sabda Rasulullah dalam hadits
‘Imrân bin al-Hushain Radhiyallahu 'anhu :

ٍ ‫ص ِّل قَائِ ًما فَإ ِ ْن لَ ْم تَ ْستَ ِط ْع فَقَا ِعدًا فَإ ِ ْن لَ ْم تَ ْستَ ِط ْع فَ َعلَى َج ْن‬
‫ب‬ َ

"Shalatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu maka duduklah dan bila tidak mampu
juga maka berbaringlah" [HR al-Bukhâri no. 1117]
Dalam hadits ini Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menjelaskan pada sisi mana
seseorang harus berbaring, ke kanan atau ke kiri, sehingga yang utama adalah yang
termudah dari keduanya. Apabila miring ke kanan lebih mudah, itu yang lebih utama
baginya dan apabila miring ke kiri itu yang termudah maka itu yang lebih utama. Namun
bila kedua-duanya sama mudahnya, maka miring ke kanan lebih utama dengan dasar
keumuman hadits ‘Aisyah Radhiyallahu 'anha yang berbunyi:

ْ
ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يُ ِحبُّ التَّيَ ُّمنَ فِي َشأنِ ِه ُكلِّ ِه فِي نَ ْعلَ ْي ِه َوتَ َرجُّ لِ ِه َوطُه‬
‫ُور ِه‬ َ ِ ‫َكانَ َرسُو ُل هَّللا‬

"Dahulu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyukai mendahulukan sebelah


kanan dalam seluruh urusannya, dalam memakai sandal, menyisir dan bersucinya" [HR
Muslim no 396].
Melakukan ruku’ dan sujud dengan isyarat merendahkan kepala ke dada, ketentuannya ,
sujud lebih rendah dari ruku’. Apabila tidak mampu menggerakkan kepalanya, maka
para ulama berbeda pendapat dalam tiga pendapat:
1.       Melakukannya dengan mata. Sehingga apabila rukû’ maka ia memejamkan matanya
sedikit kemudian mengucapkan kata (ُ‫ ) َس ِم َع هللاُ لِ َم ْن َح ِم َده‬lalu membuka matanya. Apabila
sujud maka memejamkan matanya lebih dalam.
2.      Gugur semua gerakan namun masih melakukan shalat dengan perkataan.
3.      Gugur kewajiban shalatnya. Inilah adalah pendapat yang dirajihkan Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah merajihkan pendapat kedua dengan
menyatakan, “yang rajih dari tiga pendapat tersebut adalah gugurnya perbuatan saja,
karena ini saja yang tidak mampu dilakukan. Sedangkan perkataan, tetap tidak gugur,
karena ia mampu melakukannya dan Allah berfirman :

‫فَاتَّقُوا هَّللا َ َما ا ْستَطَ ْعتُ ْم‬


 "Maka bertakwalah kamu kepada Allah Azza wa Jalla menurut kesanggupanmu" [at-
Taghâbun/ 64:16].

D.    Sholat Dengan Terlentang


Orang sakit yang tidak mampu berbaring, boleh melakukan shalat dengan terlentang dan
menghadapkan kakinya ke arah kiblat, karena hal ini lebih dekat kepada cara berdiri.
Misalnya bila kiblatnya arah barat maka letak kepalanya di sebelah timur dan kakinya di
arah barat. Apabila tidak mampu menghadap kiblat dan tidak ada yang mengarahkan
atau membantu mengarahkannya, maka hendaklan ia shalat sesuai keadaannya tersebut,
berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
‫اَل يُ َكلِّفُ هَّللا ُ نَ ْفسًا إِاَّل ُو ْس َعهَا‬
"Allah Azza wa Jalla tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya" [al-Baqarah/ 2:286]
Orang sakit yang tidak mampu shalat dengan terlentang maka shalatnya sesuai
keadaannya dengan dasar firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

‫فَاتَّقُوا هَّللا َ َما ا ْستَطَ ْعتُ ْم‬


 "Maka bertakwalah kamu kepada Allah Azza wa Jalla menurut kesanggupanmu" [at-
Taghâbun/ 64:16]
Orang yang sakit dan tidak mampu melakukan shalat dengan semua gerakan di atas (Ia
tidak mampu menggerakkan anggota tubuhnya dan tidak mampu juga dengan matanya),
hendaknya ia melakukan shalat dengan hatinya. Shalat tetap diwajibkan selama akal
seorang masih sehat. Dan Apabila shalat orang yang sakit mampu melakukan perbuatan
yang sebelumnya tidak mampu, baik keadaan berdiri, ruku’ atau sujud, maka ia wajib
melaksanakan shalatnya dengan kemampuan yang ada dan menyempurnakan yang
tersisa. Ia tidak perlu mengulang yang telah lalu, karena yang telah lalu dari shalat
tersebut telah sah.
Apabila yang orang sakit tidak mampu melakukan sujud di atas tanah, hendaknya ia
cukup menundukkan kepalanya dan tidak mengambil sesuatu sebagai alas sujud. Hal ini
didasarkan hadîts Jâbir Radhiyallahu 'anhu yang berbunyi:
:‫ال‬Vَ Vَ‫ ق‬،‫ ِه‬Vِ‫ َر َمى ب‬Vَ‫ َذهُ ف‬V‫ ِه فَأ َ َخ‬V‫ُصلِّي َعلَ ْي‬
َ ‫ فَأَخَ َذ ُعوْ دًا لِي‬،‫ُصلِّي َعلَى ِو َسا َد ٍة فَأ َ َخ َذهَا فَ َر َمى بِهَا‬
َ ‫أَ َّن َرسُوْ َل هللا عَا َد َم ِر ْيضًا فَ َرآهُ ي‬
ُ
َ‫ض ِم ْن ُركوْ ِعك‬ ْ َ َ َّ َ
َ َ‫ض إِ ِن ا ْستَطعْتَ َوإِال فَأوْ ِم إِ ْي َما ًء َواجْ َعلْ ُسجُوْ دَكَ أخف‬ َ
ِ ْ‫ص ِّل َعلى األر‬ َ َ
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjenguk orang sakit, beliau melihatnya
sedang mengerjakan shalat di atas (beralaskan) bantal, beliau pun mengambil dan
melemparnya, kemudian mengambil kayu untuk dijadikan alas shalatnya. Beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Shalatlah di atas tanah apabila engkau mampu
dan bila tidak maka dengan isyarat dengan menunduk (al-Imâ`) dan jadikan sujudmu
lebih rendah dari ruku'mu".

E.     Tata Cara Shalat Orang Sakit


Mengutip buku panduan fiqih tarapan Madrasah Ibtida’iya menyebutkan tata cara sholat
orang sakit.
“Cara mengerjakannya, yaitu :
1.      Kalau tidak dapat berdiri boleh mengerjakannya sambil duduk. Yaitu telapak kaki
kiri diduduki dan telapak kaki kanan diberdirikan (seperti saat duduk tasyahud awal atau
duduk iftirasy).

2.      Membaca niat dan takbiratul ihram dengan mengangkat kedua tangan setinggi bahu
(seperti shalat saat berdiri).

3.      Membaca surat al fatihah dan surat pendek atau surat lainnya yang ada didalam al
qur’an yang di hafal (dilalukan seperti dalam shalat sambil berdiri).

4.      Rukuk dan tumaknina dengan duduk membungkuk sedikit dan membaca doa ruku’.

5.      Iktidal dan tumakninah dengan kembali ke posisi semulam yaitu duduk tegak dan
membaca doa iktidal.

6.      Dua sujud, duduk diantara dua sujud tasyahud awal (duduk iftisary) dan tasyahud
akhir sama seperti kita mengerjakannya sambil berdiri.

Cara mengerjakannya, maka perhatikanlah baik baik keterangan dibawah ini !


1.      Apabila seseorang yang sakit mengerjakan shalat dengan berbaring, hendaklah ia
menghadap kiblat, yaini kepada berada disebelah utara dan kaki sebelah selatan.

2.     Membaca niat dan takbiratul ihram dengan mengangkat kedua tangan setinggi bahu.

3.     Bersedekap dan membaca surat al fatihah dan surat pendek lainnya yang ada didalam
al-qur’an yang sudah dihafal.

4. Rukuk dan sujud menggerakkan kepada kemuka. Pada saat sujud, kepala lebih
ditundudukkan.

5.   Untuk iktidal dan duduk diantara dua sujud, cukup kembali ke posisi semula dan
membaca doanya sama seperti bacaan dalam shalat berdiri.
6.      Begitu juga dengan tasyahud awal dan tasyahud akhir, cukup kembali ke posisi
semula dengan membaca doanya sama seperti ketika shalat berdiri.

Cara mengerjakannya, maka perhatikanlah baik baik keterangan dibawah ini !


1.      Kedua kaki diarahkan kekiblat. Jika memugkinkan, kepada diberi
bantal agar mukanya dapa menghadap kekiblat.dengan demikian kepada
berada disebalah timur dan kaki sebelah barat.
2.      Bacaan dalam shalat telentang sama dengan bacaan dalam shalat
sambil berdiri.
3.      Gerakan dalam shalatnya sama dengan gerakan shalat sambil
berbaring.”
C ) Manfaat gerakan shalat bagi kesehatan
Beberapa manfaat gerakan shalat bagi kesehatan di antaranya:
1. Baik untuk sistem pencernaan
Manfaat gerakan shalat yang pertama adalah baik untuk sistem
pencernaan. Di pagi hari saat perut masih kosong, umat Muslim
menunaikan salat subuh 2 rakaat. Sementara setelah makan malam,
salat yang ditunaikan di antaranya salat isya dengan 4 rakaat. Shalat
dapat meningkatkan fungsi organ hati, merelaksasikan usus besar, serta
membantu kinerja usus menjadi lebih baik.
2. Melancarkan aliran darah
Gerakan pertama dalam shalat yaitu Takbir yang dilakukan sambil
berdiri juga melancarkan aliran darah ke arah torso. Selain Takbir,
gerakan sujud juga membantu aliran darah ke otak karena posisi kepala
berada lebih rendah daripada jantung.
3. Membuat tubuh rileks
Manfaat gerakan shalat lainnya adalah saat gerakan duduk atau
tasyahud. Pada saat duduk di antara dua sujud ataupun duduk tahiyat,
paha, lutut, tulang belakang, dan persendian berada dalam posisi yang
memberikan efek relaksasi ke seluruh tubuh. Tekanan yang terasa pada
saat duduk ini akan dirasakan seperti halnya pijat yang membuat tubuh
rileks.
4. Pergerakan sendi
Manfaat gerakan shalat juga tak lepas dari gerakan persendian saat
menunaikan gerakan demi gerakan shalat. Ketika sendi bergerak dan
saling bertumpu, maka akan ada aliran nutrisi dan oksigen ke seluruh
tubuh. Hal ini dapat mengurangi risiko mengalami nyeri
persendian, radang sendi (arthritis), hingga lumpuh.
5. Baik untuk postur tubuh
Dalam jangka panjang, postur tubuh yang tidak baik dapat
menyebabkan penyakit-penyakit lain. Itulah mengapa, manfaat gerakan
shalat yang juga penting adalah membuat postur tubuh menjadi lebih
ideal.Posisi berdiri saat Takbir membuat postur tubuh semakin baik.
Posisi tubuh harus benar-benar tegak dan tahu betul bagaimana
menopang berat badan. Terlebih, gerakan shalat dilakukan beberapa
kali dalam sehari sehingga postur tubuh terlatih lebih tegak.
6. Peregangan tubuh
Saat melakukan gerakan Rukuk yaitu punggung membungkuk 90
derajat, tubuh bisa melakukan peregangan namun tidak berlebihan.
Punggung, paha, dan betis meregang sekaligus melancarkan aliran
darah.
7. Mengendalikan otot perut
Gerakan Sujud saat salat juga membantu tubuh mengendalikan otot
perut agar tidak mengembang terlalu besar. Apabila dilakukan terus-
menerus, tanpa sadar gerakan Sujud dapat memperkuat otot-otot
abdominal.
8. Terapi psikologis
Poin terakhir dari manfaat gerakan shalat sedikit berbeda dari manfaat
secara fisik, namun lebih ke psikologis. Salat adalah salah satu bentuk
terapi psikologis yang membantu menenangkan jiwa sekaligus
melepaskan beban.Ada gerakan yang lembut, harmoni, dan juga
koordinasi dari setiap gerakan shalat sejak awal hingga akhir. Bahkan
gerakan seperti Sujud yang mengalirkan darah lebih lancar ke otak juga
berdampak positif bagi daya ingat, konsentrasi, dan kemampuan
kognitif lainnya.Hal yang tak kalah penting dari menunaikan ibadah
salat adalah kebersihan yang terjaga. Sebelum menunaikan salat,
seorang Muslim harus mengambil air wudhu untuk bersuci. Gerakannya
sangat komprehensif mulai dari mencuci tangan, wajah, telinga, hidung,
juga kaki.Artinya, manfaat gerakan shalat sangatlah baik untuk
kesehatan dan juga kebersihan tubuh seseorang secara umum. Namun
tentunya, salat harus dilakukan dengan khusyuk dan tidak terburu-buru
untuk bisa mendapatkan manfaat spiritual dan juga fisik dari gerakan-
gerakannya.

Anda mungkin juga menyukai