Shalat
Sudut Hukum | Pengertian dan dasar hukum Shalat
1. Pengertian shalat
Sudut Hukum—Kata Shalat berasal dari bahasa arab, secara bahasa
dapat diartikan sebagai “doa”. Sedangkan pengertian shalat dari segi
bahasa, kita lihat dulu pengertian yang telah diberikan oleh para ulama.
Kalau kita perhatikan, hampir semua ulama memberikan definisi yang sama
tentang pengertian shalat. Inti pokok dari shalat kalau kita lihat dari pengertian-
pengertian itu adalah
1. Perbuatan tertentu
2. Perkataan tertentu
3. Yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
Perbuatan dan perkataan tertentu yang dimaksud dalam pengertian itu tidak lain
adalah ketentuan yang harus dilakukan ketika shalat, seperti rukun-rukun dalam
shalat dan sunah-sunahnya. Hal ini akan kami uraikan dibawah.
Sholat wajib sebenarnya boleh dilakukan sendiri di rumah. Namun sangat disarankan
untuk melakukannya secara berjama'ah karena pahala yang didapat dalam sholat
berjamaah adalah 27 kali lipat dari sholat sendiri. Perlu diketahui bahwa sebelum
mengerjakan sholat, tubuh harus dalam keadaan suci.
4. Menutup aurat. Aurat laki-laki antara pusar sampai lutut, sedangkan wanita adalah
seluruh anggota badan kecuali muka dan kedua telapak tangan.
6. Menghadap kiblat.
Sholat Shubuh wajib dikerjakan setelah sepertiga malam hingga sebelum syuruq, atau
matahari terbenam.
Sholat dzuhur dikerjakan pada saat matahari telah condong ke arah barat sampai tiba
waktu Ashar. Kemudian, ketika kita meletakkan benda dan bayangannya lebih panjang
dari benda itu sendiri, maka pada saat itulah sholat Ashar dapat dikerjakan.
Sholat maghrib memiliki waktu yang cukup singkat yaitu hanya setelah matahari
terbenam hingga hilangnya cahaya merah di langit.
Untuk sholat Isya, waktu sholat Isya cenderung lebih lama dari sholat lainnya yaitu tepat
dikerjakan setelah habis waktu sholat maghrib hingga sebelum waktu sholat subuh.
Namun, walaupun waktu sholatnya terlampau lama, menunaikan sholat di awal waktu
adalah hal yang dianjurkan. Maka, apabila suara adzan telah terdengar, pastikan
segera ambil air wudhu, ya!
Setelah memahami syarat-syarat sholat dan waktu sholat wajib, berikutnya adalah tata
cara sholat wajib.
Diawali niat dan diakhiri dengan salam
1. Niat sholat wajib
Sebelum melakukan sholat wajib, berikut ini adalah niat sholat yang harus dibaca:
Sholat Subuh
Sholat Dzuhur
Sholat Ashar
Sholat Maghrib
Sholat Isya
2. Takbiratul Ihram
Takbiratul Ihram dilakukan setelah membaca niat yaitu dengan mengangkat kedua
tangan sejajar dengan telinga untuk laki-laki, dan sejajar dengan dada untuk
perempuan, sambil membaca:
“Allaahu akbar”
Kemudian kedua tangan disedekapkan pada dada dan membaca do’a iftitah:
Dilanjutkan dengan membaca salah satu surah pendek atau ayat-ayat dalam Al-Qur’an.
3. Ruku’
Setelah selesai membaca surat Al-Fatihah dan surat pendek, tata cara sholat wajib
selanjutnya adalah ruku’. Kedua tangan diangkat setinggi telinga dan membaca Allaahu
akbar, kemudian badan dibungkukkan, kedua tangan memegang lutut dan ditekankan.
Usahakan antara punggung dan kepala supaya rata. Setelah sempurna, kemudian
membaca do’a berikut sebanyak tiga kali:
Setelah ruku’, kemudian bangkit tegak dengan mengangkat kedua tangan setinggi
telinga sambil membaca:
“Rabbanaa lakal hamdu mil’us samaawati wa mil ‘ulardhi wa mil ‘umaasyi’ta min syai’in
ba’du.”
5. Sujud
Selesai I’tidal lalu sujud dengan meletakkan dahi di alas shalat. Ketika turun, yaitu dari
berdiri i’tidal ke sujud sambil membaca “Allahuu akbar”. Dan saat sujud membaca tasbih
sebanyak tiga kali:
6. Sujud Kedua
Sujud kedua, ketiga, dan keempat dikerjakan seperti sujud pertama baik cara maupun
bacaannya. Setelah sujud kedua, berdiri dan melakukan raka’at kedua dengan tata cara
sama seperti raka’at pertama namun tanpa membaca do’a Iftitah. Sesudahnya,
membaca surat Al-Fatihah, surat pendek, melakukan ruku’, I’tidal dan kemudian sujud
untuk raka’at kedua.
7. Tasyahud Awal
Tasyahud Awal dilakukan pada raka’at kedua (kecuali shalat Subuh) setelah sujud yang
kedua yaitu dengan duduk membentuk tasyahud awal dengan sikap kaki kanan tegak
dan kaki kiri diduduki sambil membaca tasyahud awal:
8. Tahiyatul Akhir
Selesai tasyahud Awal, berdiri kembali dengan mengangkat kedua tangan setinggi
telinga sambil membaca Allaahu akbar untuk mengerjakan raka’at ketiga. Tata cara
sama seperti raka’at kedua namun tanpa membaca surat pendek.
Selesai raka’at ketiga, langsung mengerjakan raka’at keempat. Tata cara raka’at
keempat sama seperti raka’at kedua namun tanpa membaca surat pendek. Kemudian
setelah sujud terakhir, dilakukan tahiyatul akhir dengan duduk kaki bersilang (tawarruk)
serta membaca:
9. Salam
Selesai Tahiyatul Akhir, lakukan salam dengan menengok ke kanan dan ke kiri
bergantian sambil membaca:
“Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.”
ْال (أَبُو َ َف َواَل َمطَ ٍر ق ٍ ْب َو ْال ِع َشا ِء بِ ْال َم ِدينَ ِة فِي َغي ِْر خَ وِ الظه ِْر َو ْال َعصْ ِر َو ْال َم ْغ ِر
ُّ َصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بَ ْين
َ ِ َج َم َع َرسُو ُل هَّللا
ُ
ُك قَا َل َك ْي اَل يُحْ ِر َج أ َّمتَه َ
َ ِس لِ َم فَ َع َل ذل ُ
ٍ ب) قلت اِل ْب ِن َعبَّا ْ ُ ٍ ك َر ْيُ
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjama’ antara Zhuhur dan Ashar,
Maghrib dan Isya’ di kota Madinah tanpa sebab takut dan hujan. Abu Kuraib
rahimahullah berkata: Aku bertanya kepada Ibnu Abas Radhiyallahu 'anhu : Mengapa
beliau berbuat demikian? Beliau Radhiyallahu 'anhu menjawab: Agar tidak
menyusahkan umatnya." [HR Muslim no. 705]
Dalam hadits di atas jelas Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membolehkan kita
menjamâ’ shalat karena adanya rasa berat yang menyusahkan (Masyaqqah) dan sakit
adalah Masyaqqah. Ini juga dikuatkan dengan menganalogikan orang sakit dengan orang
yang terkena istihâdhoh yang diperintahkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam untuk
mengakhirkan shalat Zhuhur dan mempercepat Ashar dan mengakhirkan Maghrib serta
mempecepat Isya’.
Diwajibkan bagi orang yang sakit untuk shalat dengan berdiri apabila mampu dan tak
khawatir sakitnya bertambah parah, karena berdiri dalam shalat wajib merupakan rukun
shalat. Allah Azza wa Jalla berfirman: "Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu)
dengan khusyu" [al-Baqarah/ 2:238]. Diwajibkan juga bagi orang yang mampu berdiri
walaupun dengan menggunakan tongkat, bersandar ke tembok atau berpegangan pada
tiang, berdasarkan hadits Ummu Qais Radhiyallahu 'anha yang berbunyi:
َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم لَ َّما أَ َس َّن َو َح َم َل اللَّحْ َم اتَّ َخ َذ َع ُمودًا فِي ُم
صاَّل هُ يَ ْعتَ ِم ُد َعلَ ْي ِه َ ِ أَ َّن َرسُو َل هَّللا
"Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika berusia lanjut dan
lemah, beliau memasang tiang di tempat shalatnya sebagai sandaran". [HR Abu Dawud
& dishahihkan al-Albani dlm Silsilah Ash-Shohihah 319].
Demikian juga orang bungkuk diwajibkan berdiri walaupun keadaannya seperti orang
rukuk. Syeikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah berkata, "Diwajibkan berdiri bagi seorang
dalam segala caranya, walaupun menyerupai orang ruku' atau bersandar kepada
tongkat, tembok, tiang ataupun manusia".
ٍ ص ِّل قَائِ ًما فَإ ِ ْن لَ ْم تَ ْستَ ِط ْع فَقَا ِعدًا فَإ ِ ْن لَ ْم تَ ْستَ ِط ْع فَ َعلَى َج ْن
ب َ
"Shalatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu maka duduklah dan bila tidak mampu
juga maka berbaringlah" [HR al-Bukhâri no. 1117]
Dalam hadits ini Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menjelaskan pada sisi mana
seseorang harus berbaring, ke kanan atau ke kiri, sehingga yang utama adalah yang
termudah dari keduanya. Apabila miring ke kanan lebih mudah, itu yang lebih utama
baginya dan apabila miring ke kiri itu yang termudah maka itu yang lebih utama. Namun
bila kedua-duanya sama mudahnya, maka miring ke kanan lebih utama dengan dasar
keumuman hadits ‘Aisyah Radhiyallahu 'anha yang berbunyi:
ْ
ِ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يُ ِحبُّ التَّيَ ُّمنَ فِي َشأنِ ِه ُكلِّ ِه فِي نَ ْعلَ ْي ِه َوتَ َرجُّ لِ ِه َوطُه
ُور ِه َ ِ َكانَ َرسُو ُل هَّللا
2. Membaca niat dan takbiratul ihram dengan mengangkat kedua tangan setinggi bahu
(seperti shalat saat berdiri).
3. Membaca surat al fatihah dan surat pendek atau surat lainnya yang ada didalam al
qur’an yang di hafal (dilalukan seperti dalam shalat sambil berdiri).
4. Rukuk dan tumaknina dengan duduk membungkuk sedikit dan membaca doa ruku’.
5. Iktidal dan tumakninah dengan kembali ke posisi semulam yaitu duduk tegak dan
membaca doa iktidal.
6. Dua sujud, duduk diantara dua sujud tasyahud awal (duduk iftisary) dan tasyahud
akhir sama seperti kita mengerjakannya sambil berdiri.
2. Membaca niat dan takbiratul ihram dengan mengangkat kedua tangan setinggi bahu.
3. Bersedekap dan membaca surat al fatihah dan surat pendek lainnya yang ada didalam
al-qur’an yang sudah dihafal.
4. Rukuk dan sujud menggerakkan kepada kemuka. Pada saat sujud, kepala lebih
ditundudukkan.
5. Untuk iktidal dan duduk diantara dua sujud, cukup kembali ke posisi semula dan
membaca doanya sama seperti bacaan dalam shalat berdiri.
6. Begitu juga dengan tasyahud awal dan tasyahud akhir, cukup kembali ke posisi
semula dengan membaca doanya sama seperti ketika shalat berdiri.