FIQIH SHOLAT
Dosen Pengampu :
DISUSUN OLEH
FAKULTAS TARBIYAH
PRODI PAI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sering kali kita sebagai orang islam tidak mengetahui kewajiban kita sebagai mahluk
yang paling sempurna yaitu shalat, atau terkadang tau tentang kewajiban tapi tidak mengerti
terhadap apa yang dilakukaan.
Dalam istilah lain, sholat adalah satu macam atau bentuk ibadah yang di wujudkan
dengan melakukan perbuatan-perbuatan tertentu di sertai ucapan-ucapan tertentu dan
dengan syarat-syarat tertentu pula. Istilah sholat ini tidak jauh berbeda dari arti yang
digunakan oleh bahasa di atas, karena di dalamnya mengandung puji-pujian, baik yang
berupa permohonan, rahmat, ampunan dan lain sebagainya.
Adalah suatu kenyataan bahwa tak seorangpun yang sempurna, apalagi maha
sempurna, melainkan seseorang itu serba terbatas, sehingga dalam menempuh perjalanan
hidupnya yang sangat komplek itu, ia tidak akan luput dari kesulitan dan problema. Oleh
karena itu kita perlu mengetahui apa itu sholat, dan syarat rukunya
Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, berjumlah 17
rakaat. Shalat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan tanpa kecuali bagi
muslim mukallaf baik sedang sehat maupun sakit. Selain shalat wajib ada juga shalat-shalat
sunah.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
PEMBAHASAN
A. Pengertian Shalat
Kehidupan kita di dunia ini tidak luput dari yang namanya ibadah. Ibadah adalah
suatu hal yang kita lakukan untuk mendekatkan diri pada Allah SWT dan segala hal yang
kita lakukan baik dalam perbuatan ataupun perkataan merupakan hal yang diridhai oleh
Allah SWT. Dalam Islam, ibadah harus berpedoman pada apa yang telah Allah perintahkan
dan apa yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad saw kepada umat 1 Islam, yang
dilandaskan pada Kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad berupa Kitab suci
al-Qur’an dan segala perbuatan, perkataan, dan ketetapan Nabi atau dengan kata lain
disebut dengan Hadits.
Saalah satu ibadah yang di ajarkan nabi adalah shalat. Salah satu rukun isalam ini
diartikan sebagai suatu ibadah yang meliputi ucapan dan peragaan tubuh yang khusus, dimulai
dengan takbir dan di akhiri dengan salam (taslim). Dari pengertian tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan shalat adalah suatu pekerjaan yang diniati ibadah
dengan berdasarkan syaratsyarat yang telah ditentukan yang dimulai dengan takbiratul ikhram
dan diakhiri dengan salam. Shalat menghubungkan seorang hamba kepada penciptanya, dan
shalat merupakan menifestasi penghambaan dan kebutuhan diri kepada Allah SWT.Dari sini
maka, shalat dapat menjadi media permohonan, pertolongan dalam menyingkirkan segala
bentuk kesulitan yang ditemui manusia dalam perjalanan hidupnya. 1
1Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Amzah, 2009), h.
145
Salat merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh tiap-tiap manusia yang sudah
berikrar tunduk kepada Allah Swt. Hukum meninggalkan sholat ini juga dijelaskan dala
Alqur’an
َ َف يَ ْلقَ ْون
غيًّا ِ ص ٰلوةَ َواتَّبَعُوا ال َّش َه ٰو
َ ت فَ َس ْو َ َمِن بَ ْع ِد ِه ْم خ َْلف ا
َّ ضاعُوا ال ْ ف َ َفَ َخل
Artinya: "Kemudian, datanglah setelah mereka (generasi) pengganti yang mengabaikan
sholat dan mengikuti hawa nafsu. Mereka kelak akan tersesat." (QS Maryam: 59) 2
Saad bin Abi Waqas bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai orang yang
melalaikan Sholat, maka jawab Baginda SAW, “yaitu mengakhirkan waktu Sholat dari
waktu asalnya hingga sampai waktu Sholat lain. Mereka telah menyia-nyiakan dan
melewatkan waktu Sholat, maka mereka diancam dengan Neraka Wail”. Ibn Abbas dan
Said bin Al-Musaiyib turut menafsirkan hadist di atas “yaitu orang yang melengah-
lengahkan Sholat mereka sehingga sampai kepada waktu Sholat lain, maka bagi pelakunya
jika mereka tidak bertaubat Allah menjanjikan mereka Neraka Jahannam tempat
kembalinya”.
C. Waktu-waktu sholat
Kaum muslimin sepakat bahwa sholat lima waktu harus dikerjakan pada waktunya,
dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
ً ُ ٰ ََّ َّ ٰ َ َ َ ْ َ َ ْ ُ ْ ْ ن
ي ِكت ًبا َّم ْوق ْوتا اِ ن الصلوة كانت عَل المؤ ِم ِن
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu/wajib yang ditentukan waktunya atas orang-orang
yang beriman”. [ QS. An Nisa’ (4) : 103]3
Berikut penjelasan waktu-waktu sholat4.
1. Waktu sholat subuh adalah mulai terbit fajar şadiq (fajar kedua) sampai terbitnya
matahari. Fajar şadiq; yaitu cahaya putih yang memancar diufuk Timur diwaktu subuh
dalam keadaan melintang dari kiri ke kanan. Lawannya adalah fajar każib, yaitu cahaya
putih yang memanjang dari bawah ke atas langit.
2. Waktu sholat ẓuhur adalah mulai tergelincir matahari (zawȃl) sampai bayang-bayang
setiap benda sama panjangnya dengan benda tersebut. Tergelincir matahari (zawȃl)
3 Al-Syaukani, Muhammad bin Ali bin Muhammad, Nail al-Authar Syarh Muntaqa al- Akhbar, jilid I, Maktabah
wa Mathba’ah Mushtafa al-Babi al-Halabi, t.t., h. 300.
4 Wahab Zuhayli, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh, jilid I, Dar al-Fikr, 1989, h. 506-511.
adalah kemiringannya dari pertengahan langit ke arah Barat. Hal ini dapat dilihat kepada
seseorang atau sebuah tiang yang berdiri, bila mana bayang-bayangnya masih persis
ditengah atau belum sampai, menandakan waktu ẓuhur belum masuk.
3. Waktu sholat ‘aşar adalah mulai dari keluarnya waktu ẓuhur, yaitu bilamana bayang-
bayang melebihi panjang suatu benda, sampai terbenam matahari. Kebanyakan ulama
berpendapat bahwa şalat aşar diwaktu menguningnya cahaya matahari sebelum
terbenam hukumnya makruh;
4. Waktu sholat magrib adalah mulai dari terbenam matahari, yaitu hilangnya bundaran
matahari secara sempurna, sampai hilangnya syafaq (sisa cahaya matahari diwaktu
senja), demikian menurut pendapat jumhur ulama. Menurut golongan Syafi’iyah,
Hanabilah dan dua orang sahabat Abu Hanafiah (Abu Yusuf dan Muhammad bin
Hasan) syafaq yang dimaksud adalah syafaq yang berwarna merah, sedangkan menurut
Abu Hanafiah warna putih-putih yang masih tersisa setelah terbenam matahari yang
biasanya masih tetap ada sesudah warna-merah.
5. Waktu sholat isya adalah sehabis waktu şalat magrib sampai terbit fajar şadiq dengan
pengertian sejenak sebelum terbit.
1. Berdiri
2. Menghadap kiblat
3. Takbiratul Ihrom
4. Rukuk
5. I’tidal
6. Sujud
7. Duduk antara dua sujud
8. Duduk istirahat
9. Tasyahud
10. Salam
1. Mengetahui masuknya waktu. Ṣalat tidak sah apabila seseorang yang melaksanakannya
tidak mengetahui secara pasti atau dengan persangkaan yang berat bahwa waktu telah
masuk, sekalipun ternyata dia şalat dalam waktunya. Demikian juga yang ragu,
şalatnya tidak sah. Allah Swt berfirman:
Artinya: Sesungguhnya şalat bagi orang-orang yang beriman mempunyai ketentuan
waktu. (QS.An-Nisȃ (4): 103).
2. Suci dari hadaś kecil dan hadaś besar. Pensucian hadaś kecil dengan wuḑu’ dan
pensucian hadaś besar dengan mandi.
5 Wahab Zuhayli, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh, jilid I, Dar al-Fikr, 1989, h. 563-566.
6 Wahab Zuhayli, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh, jilid I, Dar al-Fikr, 1989 h. 298.
7 Wahbah Zuhayli, h. 569-622.
8 Al-Bukhari, h. 46.
Dari Abu Hurairiah r.a. bahwa Nabi Saw bersabda: Allah tidak menerima shalat salah
seorang kamu apabila berhadas hingga dia bersuci. (HR Bukhari dan Muslim).9
3. Suci badan, pakaian dan tempat dari najis hakiki. Untuk keabsahan şalat disyaratkan
suci badan, pakaian dan tempat dari najis yang tidak dimaafkan, demikian menurut
pendapat yang masyhur dari golongan Malikiyah adalah sunat muakkad.
4. Menutup aurat. Seseorang yang şalat disyaratkan menutup aurat, baik sendiri dalam
keadaan terang, maupun sendiri dalam gelap. Allah Swt berfirman:
Artinya: Ambillah (pakailah) pakaianmu yang bagus pada setiap memasuki masjid
(shalat). (Q.S 7. Al-A’rȃf: 31).
5. Menghadap kiblat. Ulama sepakat bahwa menghadap kiblat merupakan syarat sah
şalat. Allah Swt berfirman:
Artinya: Dan walau darimanapun engkau (Muhammad) keluar, maka
hadapkan mukamu kearah Masjidil Haram, dan walau dimanapun kamu
berada, maka hendaklah kamu hadapkan muka-mukamu kearahnya. (Q.S. 2.
Al- Baqarah: 150).
Menghadap kiblat dikecualikan kepada orang yang şalat al-khauf dan şalat sunat di atas
kendaraan bagi orang musafir dalam perjalanan. Golongan Malikiyah mengaitkan
dengan situasi aman dari musuh, binatang buas dan ada kesanggupan. Oleh karena itu
tidak wajib menghadap kiblat apabila ketakutan atau tidak sanggup (lemah) seperti
orang sakit.
6. Niat. Golongan Hanafiyah dan Hanabilah memandang niat sebagai syarat şalat,
demikian juga lebih kuat dari kalangan Malikiyah.
9 Al-Syaukani, h. 185.
10 Al-Hashkafy, Al-Darr al-Mukhtar fi Syarh Tanwir al-Abshar, jilid I, Al- Asatanah, 1977, h. 398.
G. Rukun Sholat
a. Takbirat al-Ihram, yaitu membaca Allȃhhu Akbar. Takbir ini dinamakan dengan takbir
al-Ihrȃm, karena setelah mengu- capkannya diharamkan bagi orang yang șalat
perbuatan- perbuatan yang biasa dilakukan diluar șalat, seperti makan dan minum.
Mengucapkan takbirat al-Ihram mesti dengan bahasa Arab, tidak boleh dengan bahasa
lain. Menurut golongan Malikiyah dan Hanabilah tidak boleh membatasi antara kedua
kalimat tersebut, yaitu antara Allah dan Akbar, dengan suatu kalimat apapun atau
dengan diam yang lama, karena yang disebut takbir adalah rangkaian kalimat Allah dan
Akbar. Allah Swt berfirman:
c. Membaca ayat al-Qur’an bagi orang yang sanggup. Allah Swt berfirman:
Artinya: Maka bacalah olehmu apa yang mudah dari ayat Al- Qur‟an. (Q.S. 73 Al-
Muzammil: 20)
Menurut jumhur ulama yang menjadi rukun șalat ada membaca al-fȃtihah.
Nabi Saw bersabda:
Menurut golongan Syafi’iyah rukun șalat itu ada tigabelas macam, yaitu:
1. Niat
secara berturut-turut selain gerakan yang biasa dilakukan dalam șalat, karena perbuatan
yang dipandang banyak dilakukan secara berturut-turut memberikan kesan terputusnya
șalat.
• Adanya hadast kecil atau hadas besar
karena dengan datangnya hadas berarti wuḑu’ batal, dengan demikian șalatpun batal sebab
dilaksanakan tanpa wuḑu’. Nabi Saw bersabda:
Artinya: “dan dari mana saja kamu (keluar), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah
Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka Palingkanlah wajahmu
ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu....’’
14 Al-Khatib, h. 148-184
• Secara tiba-tgiba ada najis yang tidak dima’fu
yang tidak dimaafkan pada badan, pakaian dan tempat, karena keharusan bersih badan,
pakaian dan tempat tidak terpenuhi.
• Terbukanya aurat secara sengaja
dalam keadaan sengaja atau tidak seperti dibuka oleh angin. Sengaja membuka aurat
berdasarkan hadits berikut:
Artinya: Dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda: Sekali-kali tidak lah sah
shalat kamu dengan sehelai kain yang tidak sampai ke pundaknya. (HR Bukhari).
Berubah niatnya, seperti iba-tiba berniat untuk keluar dari shalat untuk membatalkan atau
keluar dari șalat, karena Nabi Saw brsabda:
Artinya: Dari Ibn Umar dari Nabi Saw bersabda: Sesunguhnya Setiap perbuatan itu
dengan niat, (HR زMuttafaq ’alaih)
• Membelakangi kiblat tanpa ada halangan, karena ulama telah sepakat menetapkan bahwa
salah satu syarat sah șalat adalah menghadap kiblat, sesuai dengan perintah Allah untuk
meghadap Masjidil Haram (Q.S. 2 al-Baqarah: 150).
• Makan dan minum disengaja
baik disengaja atau lupa, sedikit atau banyak, sebab makan dan minum bukan perbuatan
yang disyari’atkan dalam pelaksanaan șalat dan puasa. Olehkarena itu semua yang
membatalkan puasa juga membatalkan șalat.
• Tertawa terbahak-bahak Nabi Saw bersabda:
Artinya: Dari Abi Musa, dia berkata: Rasulullah Saw menyuruh orang yang tertawa
terbahak-bahak untuk mengulangi wuḑu dan șalatnya. (HR Al-Thabrani).
• Murtad gila, pingsan karena satu syarat wajib șalat adalah berakal. Yaitu putus keislamanya
sebab perbuatan atau ucapan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Shalat merupakan kewajiban setiap muslim,karena hal ini di syariatkan oleh Allah
SWT. Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai prakteknya, hal ini tidak menjadi
masalah karena di dalam al-qur'an sendiri tidak ada ayat yang menjelaskan secara terperinci
mengenai praktek shalat. Tugas dari seorang muslim hanyalah melaksnakan shalat dari
mulai baligh sampai napas terakhir, semua perbedaan mengenai praktek shalat semua
pendapat bisa dikatan benar karena masing-masing memilki dasar dan pendafaatnya
masing-masing dan tentunnya berdasarkan ijtihad yang panjang.
Setiap perintah Allah yang di berikan kepada kaum muslimin tentunya memiliki
paidah untuk kaum muslimin sendiri, seperti halnya umat islam di perintahkan untuk
melaksanakan shalat, salah satu paidahnya yakni supaya umat islam selalu mengingat
tuhannya dan bisa meminta karunianya dan manfaat yang lainnya yakni bisa mendapkan
ampunan dari Allah SWT.
Demikian paparan yang dapat kami persembahkan menganai “sholat” dengan waktu
yang cukup singkat ini, semoga bermanfaat bagi kita semua baik di dunia maupun akherat
kelak, kami memohon maaf apbila dalam pemaparan yang kami sampaikan ini terdapat
banyak kesalahan dalam makalah ini, kami juga mengharapkan kritik dan sarann yang
sifatnya membangun untuk makalah-makalah kami selanjutnya.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca terutama pada dosen mata kuiah ini, agar dapat pembuatan makalah
selanjutnya menjadi lebih baik. Atas kritik dan saranya, penulis ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bukhari, Imam, Shaheh Bukhari (terjemah), I, Klang Book Center, Malaysia, 1990
Al-Asqallany, Ibnu Hajar, alih bahasa Hasan Bangil, Bulugh al- Maram, Al-Ma’arif,
Bandung, 1995, 576 halaman
Al-Khatib, Muhammad al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj, jilid I, Isa al Babi al-Halabi, t.t