Anda di halaman 1dari 10

TUGAS KELOMPOK DOSEN MATA KULIAH

FIQIH KASMIDIN,Lc,M.Ag

“SHALAT DAN PENENTUAN WAKTU”

Disusun oleh :

KELOMPOK VII

MIFTAHUL HASANAH

DESNALIS SYAFITRI

MAEDJI HASAN BUKHORI

JURUSAN EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

TP. 2020/2021
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb ….
Bismillahhirrahmanirrahim ….

Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT, tuhan semesta alam. Atas izin dan
karunia-nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu tanpa kurang suatu apa pun.
Tak lupa pula kami haturkan shalwat serta salam kepada Rasulullah Muhammad SAW.
Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak.
Penulisan makalah yang berjudul “Shalat dan Penentuan Waktu” bertujuan untuk
memenuhi tugas mata kuliah FIQIH, selain itu kami juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembacanya.
Kami mengucapkan terimah kasih sebesar-besarnya kepada Bapak
KASMIDIN,Lc,M.Ag selaku Dosen mata kuliah FIQIH. Tugas yang telah di berikan ini
dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnan makalah ini.

RIAU, 30 OKTOBER 2020

PENULIS

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

1
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
B.RUMUSAN MASALAH
C.TUJUAN PEMBAHASAN
BAB II
PEMBAHASAN
A.ISI PEMBAHASAN
A. SHALAT
B. PENENTUAN WAKTU.
PENUTUP
A.KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Dalam perspektif ajaran Islam masalah ibadah merupakan ajaran dasar yang
dititahkan kepada seluruh mukallaf. Sebagai ibadah yang disyari’atkan, maka merupakan
keharusan untuk dilakukan dengan sikap ikhlas dan semata-mata mengharap balasan dari
Allah Swt. Dan idealnya terhadap kewajiban ini, adalah dilakukan dengan bekal ilmu yang
cukup, pengetahuan yang benar dan pemahaman yang proporsionl. Baik dari segi dasar
pensyari’atannya (landasan normatif), maupun dari sisi pengamalan atau penerapannya.
Aslmau wajhahu (menyerahkan diri) pada dasarnya adalah memurnikan ibadah
kepada Allah dan wahuha muhsin (berbuat kebajikan) adalah mengikuti Rasul-Nya. Menurut
Syaikhul Islam3 ; inti agama ada dua hal pokok, yakni tidak menyembah kecuali hanya
kepada Allah, dan tidak menyembah kecuali dengan apa yang Dia syari’atkan-tidak dengan
bid’ah (lihat QS. al-Kahfi : 110)
Demikianlah misalnya shalat sebagai ibadah khusus, ia terikat oleh ketentuan-
ketentuan khusus yang wajib dipatuhi dalam pengamalannya yang dalam khazanah fikih
lazimnya dikenal nama “syarat dan rukun”. Para fukaha menetapkan bahwa syarat wajib
shalat ada empat yaitu ; suci, menutup aurat menghadap kiblat dan tiba waktunya. Khusus
masalah waktu shalat al-Qur’an memberikan penegasan bahwa shalat adalah ibadah yang
telah ditetapkan waktunya dan kewajiban bagi orang-orang yang beriman (Q S. an-Nisa ;
103).Atas dasar firman Allah pada surah an-Nisa ; 103 tersebut, maka telah menjadi suatu
kewajiban bagi umat untuk berusaha mengetahui dengan benar waktu-waktu ibadah yang
disyari’atkan, baik awal waktu maupun akhir waktu ibadah.

B.     Rumusan Masalah


1.      Bagaimana Asal Mula Shalat Lima Waktu?
2. Perhitungan waktu shalat menurut Ilmu Hisab/ Sains

C.    Tujuan Pembahasan


1.      Untuk Mengetahui Asal Mula Shalat Lima Waktu
2.      UntukMenentukan Awal Waktu Shalat Dengan Menurut Syara’danSains-Astronomi.
3.      UntukmengetahuiHadits Yang Berkaitan Dengan Penetapan Waktu Shalat?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A.         SHALAT

1)             SHALAT SUBUH


Ketika Nabi Adam diturunkan ke dunia diwaktu malam, beliau merasa takut. Ia dan
Siti Hawa tidak diturunkan di satu tempat yang sama. Siti Hawa di Jeddah Saudi Arabia,
sedangkan Nabi Adam di bukit Ruhun di pulau Sailan atau kini dinamakan Sailandra. Setelah
fajar terbit, Nabi Adam 'Alaihi Sallam. sujud syukur dua kali sujud kehadirat Allah. Itulah
sebabnya sholat subuh dua raka’at mengingatkan akan Nabi Adam 'Alaihi Sallam sebagai
orang yang pertama sujud di muka bumi. Maka disunahkan sholat Isyraq ( Shalat isyraq
adalah shalat dua rakaat setelah matahari terbit dan meninggi, bagi yang shalat Fajar secara
berjamaah di masjid kemudian duduk di tempat shalatnya untuk berzikir kepada Allah Ta'ala
hingga shalat dua rakaat.
Keutamaannya telah disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

، ‫ تَا َّم ٍة‬،‫ َو ُع ْم َر ٍة‬، ‫َت لَهُ َكَأجْ ِر َح َّج ٍة‬


ْ ‫ َكان‬، ‫صلَّى َر ْك َعتَ ْي ِ\ن‬ ْ ‫صلَّى ْال َغدَاةَ فِي َج َما َع ٍة ثُ َّم قَ َع َد يَ ْذ ُك ُر هَّللا َ َحتَّى ت‬
َ ‫ ثُ َّم‬، ُ‫َطلُ َع ال َّش ْمس‬ َ ‫َم ْن‬
ِ ‫ من حديث َأن‬586 ‫ رقم‬،‫ تَا َّم ٍة (رواه الترمذي‬، ‫تَا َّم ٍة‬
ٍ ِ‫َس ْب ِن َمال‬
‫ك رضي هللا عنه‬

"Siapa yang shalat Shubuh berjamaah, kemudian dia duduk berzikir kepada Allah
hingga matahari terbit, kemudian dia shalat dua rakaat, maka baginya pahala haji dan umrha,
sempurna, sempurna." (HR. Tirmizi, no. 586, dari hadits Anas bin Malik radhiallahu anhu)

Hadits ini diperselisihkan keshahihannya, sejumlah ulama menyatakan dha'if,


sementara yang lainnya menyatakan hasan. Termasuk yang menyatakan hasan adalah Syekh
Al-Albany rahimahullah dalam shahih Sunan Tirmizi.

Syekh Ibnu Baz rahimahullah ditanya tentang hal tersebut, maka beliau berkata,
'Hadits ini memiliki jalur periwayatan yang lumayan baik, maka dapat dikatakan sebagai
hadits hasan lighairihi. Maka shalat tersebut disunnahkan setelah matahari terbit dan
meninggi seukuran tombak, yakni kira-kira setelah sepertiga atau seperempat jam dari waktu
terbitnya." (Fatawa Syekh Ibnu Baz, 25/171)). Sujud pertama karena telah hilang rasa
takutnya sebab gelapnya malam, Sujud kedua karena syukur telah datangnya waktu siang.

2
2)             SHALAT DZUHUR
Manusiua pertama yang mengerjakan Sholat Dzuhur empat raka’at Nabi Ibrahim
'Alaihi Sallam. Empat kali sujud dilakukan oleh Nabi Ibrahim dikarenakan, sujud pertama
menyatakan syukur kehadirat Allah, karena ia dan puteranya Ismail mampu menyelesaikan
tugas berat dari Allah. sujud ke dua, syukur atas kehadirat Allah karena beliau tidak
terperdaya oleh bujukan syetan. Sujud ke tiga, syukur kehadirat Allah karena Ismail adalah
putera yang sabar dan ia selamat tanpa luka apapun. Sujud ke empat, kurban itu kemudian
diganti dengan seekor domba gemuk.

3)             SHALAT ASHAR


Manusia pertama yang mengerjakan Sholat ashar adalah Nabi Yunus 'Alaihi Sallam.
Ketika Nabi Yunus berada di dalam perut ikan yang dapat dilakukannya hanyalah pasrah.
Pada saat itu malaikat Jibril mengajarkan beliau mengucap zikrullah: “Laa ilaaha anta
subhaanaka innii kuntu minazh zhoolimiin.”
Artinya: “Tidak ada Tuhan kecuali Engkau, Maha suci Engkau, sesungguhnya aku
daripada orang yang zhalim.”

Sujud pertama meyatakan syukur kehadirat Allah atas karunia beliau sudah terlepas
dari kegelapan pikiran sehingga beliau mendapat musibah ditelan ikan besar. Sujud ke dua
menyatakan syukur kehadirat Allah sudah terlepas dari bahaya maut terkubur dalam perut
ikan.Sujud ke tiga menyatakan syukur kehadirat Allah atas karunia-Nya sudah keluar dari
dalam laut yang dalam dan gelap. Sujud ke empat menyatakan syukur kehadirat Allah atas
karunia yang mengerakkan seekor kambing betina memberi minum air susunya tiap hari
sehingga kekuatan tubuhnya pulih kembali.

4)             SHALAT MAGHRIB


Manusia pertama yang mengerjakan sholat maghrib adalah Nabi Isa 'Alaihi Sallam.
Hal ini terjadi ketika Nabi Isa dikeluarkan oleh Allah dari kejahilan dan kebodohan kaumnya,
sedang waktu itu telah terbenamnya matahari. Bersyukurlah Nabi Isa 'Alaihi Sallam, lalu
sholat tiga rakaat karena diselamatkan dari kejahilan tersebut. Sujud pertama adalah
ungkapan syukur kehadirat Allah yang telah menyelamatkan ibunya dari tuduhan yang tidak
benar, karena kemu’jizatan beliau.
Sujud ke dua, syukur kehadirat Allah yang telah menyelamatkan ibunya dari
penganiayaan orang yahudi. Sujud ke tiga adalah syukur kehadirat Allah yang telah

3
menyelamatkan dirinya dari penghianatan muridnya yang akan menangkapnya untuk
diserahkan kepada raja Herodes dan akan dijatuhkan hukuman mati di palang kayu salib. Di
saat itu adalah waktu maghrib, beliau sujud tiga kali dan kemudian diangkat ke langit oleh
Malaikat Jibril.

5)             SHALAT ISYA’


Manusia pertama yang mengerjakan sholat Isya adalah Nabi Musa 'Alaihi Sallam.
Hal ini terjadi ketika Nabi Musa 'Alaihi Sallam telah tersesat dan berusaha mencari jalan
keluar dari Negeri Madyan, sedang dalam dadanya penuh dengan duka cita. Allah
menghilangkan semua perasaan duka citanya itu pada waktu isya yang akhir. Lalu Nabi Musa
mengerjakan sholat empat rakaat sebagai tanda syukur Sujud pertama sebagai ungkapan
syukur karena Allah menyelamatkan beliau dari kejaran fir’aun. Sujud ke dua sebagai
ungkapan syukur karena Allah telah menolong beliau selama dalam perantauan di Madyan
sampai beliau beristri puteri Nabi Syu’aib,
Sujud ke tiga, sebagai ungkapan syukur kerena Allah telah memilih beliau sebagai
Nabi untuk menyelamatkan Bani Israil dari tindasan Fir’aun. Sujud ke empat, sebagai
ungkapan syukur karena Allah telah menerima permohonan beliau untuk menjadikan
kakaknya (Nabi Harun 'Alaihi Sallam) sebagai Nabi.

B.      PENENTUAN WAKTU

Dari petunjuk al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Saw., dapat dipahami bahwa
ketentuan waktu-waktu shalat berkaitan dengan posisi matahari pada bola langit. Maka dalam
perspektif sains (astronomi) untuk penentuan awal waktu shalat terdapat beberapa hal penting
untuk dipahami lebih awal, diantaranya adalah ; posisi matahari, terutama tinggi matahari(h),
jarak zenith (bu’du as-sumti), Zm = 900-h. Fenomena awal fajar (morning twislight),
matahari terbit (sunrise), matahari melintasi meridian (culmination), matahari terbenam
(sunset) dan akhir senja (evening twilight) berkaitan dengan jarak zenith matahari.

1.      Waktu Shalat Subuh


Awal waktu Shalat Subuh dipahami sejak terbit fajar sampai waktu akan terbit
matahari. Fajar shadik dalam ilmu falak dipahami sebagai awal astronomical twilight (fajar

4
astronomi), cahaya ini mulai muncul diufuk timur menjelang terbit matahari pada saat
matahari berada pada posisi sekitar 180 di bawah ufuk atau jarak zenith matahari 1080.
Pendapat lain mengatakan bahwa terbitnya fajar sidik dimulai pada saat posisi matahari 20
derajat di bawah ufuk atau jarak zenith matahari 110 derajat, bahkan ada pendapat 15
derajat.1

2.      Waktu Shalat Zuhur.


Awal waktu Zuhur dirumuskan sejak seluruh bundaran matahari meninggalkan
meridian, biasanya diambil sekitar 2 derajat setelah lewat tengah hari. Saat berkulminasi atas
pusat bundaran matahari berada di meridian.8 Atau dengan kata lain titik pusat matahari lepas
dari meridian setempat yang tingginya relatif terhadap deklinasi9 matahari dan lintang
tempat.
Apabila matahari bergeser dari meridian, maka titik pusatnya juga bergeser. Begitu
pula kalau matahari bergeser dari titik zenith, otomatis kulminasinya bergeser juga. Dan yang
menyebabkan titik kulminasi itu bergeser adalah lintang tempat dan deklinasi matahari
sehingga lintang tempat dianggap sama harganya dengan jarak zenith dan titik pusat matahari
pada saat berkulminasi setelah dikurangi dengan deklinasi matahari.
Angka 12.00 dianggap sama dengan 900 karena matahari berada pada titik zenith,
sedang e adalah perata waktu (equation of time). Untuk mengetahui apakah data perata waktu
dalam almanac nautika itu bertanda positif atau negatif, perlu dilihat Mer Pas nya. Jika Mer
Pass lebih dari jam 12.00 berarti perata waktu bertanda negatif (-), dan jika Mer Pass kurang
dari jam 12.00 berarti perata waktu bertanda positif (+). Data perata waktu yang menentukan
saat matahari “berkulminasi” setiap hari berubah, namun dari tahun ke tahun relatif sama.
Dengan demikian, saat matahari tergelincir yang dipahami sebagai awal waktu shalat zuhur
adalah posisi dimana matahari telah bergeser dari kulminasinya atau bergeser dari meridian..
atau dimana matahari berkulminasi disitulah dipahami sebagai awal permulaan waktu zuhur.

3.      Waktu Shalat Ashar.


Awal waktu shalat Ashar dalam ilmu falak dinyatakan sebagai keadaan tinggi matahari
sama dengan jarak zenith titik pusat matahari pada waktu berkulminasi ditambah bilangan
satu. Sesuai petunjuk hadis bahwa awal waktu shalat ashar adalah apabila bayangan suatu
benda sama panjang dengan bendanya, maka hal ini secara hisab-astronomi dapat dicapai

5
dengan ; pertama menentukan tinggi matahari pada waktu ashar (ho) dan kedua menentukan
sudut waktu matahari. (to).

4.      Waktu Shalat Magrib.


Dalam ilmu falak waktu shalat Magrib berarti saat terbenam matahari (ghurub), yaitu
seluruh piringan matahari tidak kelihatan oleh pengamat. Piringan matahari berdiameter 32’
menit busur, setengahnya berarti 16 menit busur, selain itu di dekat horizon terdapat refraksi
(inkisar al-jawwi) yang menyebabkan kedudukan matahari lebih tinggi dari kenyataan
sebenarnya yang diasumsikan 34 menit busur.
Koreksi semidiameter (nishfu al-quthr) piringan matahri dan refraksi terhadap jarak
zenith matahari saat matahari terbit atau terbenam sebesar 50 menit busur.
Dengan demikian terbit dan terbenam secara falak ilmi di definisikan bila jarak zenit
matahari mencapai Zm = 90050’. Defenisi itu untuk tempat pada ketinggian di permukaan air
laut atau jarak zenith matahari Zm = 910 bila memasukan koreksi kerendahan ufuk akibat
tinggi posisi pengamat 30 m dari permukaan laut. Untuk penentuan waktu magrib, saat
matahari terbenam biasanya ditambah 2 menit karena ada larangan shalat tepat pada saat
matahari terbit, terbenam dan kulminasi atas.
Untuk hisab penentuan awal waktu Magrib, data-data yang diperlukan meliputi ; data
lintang, bujur tempat, bujur daerah, deklinasi, perata waktu dan tinggi matahari ( h= -1).
Selain data tersebut, juga dilakukan koreksi bujur, data hasil kulminasi matahari (rumus
zuhur) dan ihtiyat.

5.      Waktu Shalat Isya


Secara astronomi, awal waktu shalat Isya ditandai dengan memudarnya cahaya merah
(asy-syafaq al-ahmar) di bagian langit sebelah barat yakni sebagai tanda masuknya gelap
malam. Substansi keterangan ini dapat dilihat dalam al-Qur’an pada surah al-Isra’ ayat 78.
Dalam ilmu falak, peristiwa tersebut dikenal sebagai akhir senja astronomi ((astronomical
twilight). Tinggi matahari pada saat itu adalah 180 di bawah ufuk (horizon), sebelah barat dan
jarak zenith matahari adalah 1080 ( 900 + 180), atau h= -180 derajat.

6
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1.      Sebagai kesimpulan dari dua sub permasalahan tulisan ini adalah sebagai berikut : Menurut
syara’ Waktu Shalat Dhuhur, adalah apabila posisi matahri tergelincir, sedang waktu shalat
Ashar, apabila bayang-bayang suatu benda sama panjang dengan bendanya. Sementara
Waktu shalat Magrib, adalah ketika matahari telah terbenam sampai megah merah belum
hilang atau selama megah merah masih ada. adapun waktu shalat Isya, yakni mulai ketika
hilang megah merah sampai terbit fajar, pada riwayat lain hingga tengah malam atau
seperdua malam, dan untuk waktu shalat Subuh, adalah apabila terbit fajar.
2.      Selanjutnya, menurut sains (astronomi), penetapan hisab awal waktu shalat sangat
dipengaruhi oleh beberapa hal penting dalam tata ordinat di antaranya adalah deklinasi
matahari dan perata waktu. ; Awal waktu Zuhur; dirumuskan sejak seluruh bundaran
matahari meninggalkan meridian, biasanya diambil sekitar 2 derajat setelah lewat tengah hari,
Saat berkulminasi atas pusat bundaran matahari berada di meridian. Awal waktu shalat
Ashar; dalam ilmu falak dinyatakan sebagai keadaan tinggi matahari sama dengan jarak
zenith titik pusat matahari pada waktu berkulminasi ditambah bilangan satu. Sedang waktu
shalat Magrib; berarti saat terbenam matahari (ghurub), yaitu seluruh piringan matahari tidak
kelihatan oleh pengamat. Piringan matahari berdiameter 32’ menit busur, setengahnya berarti
16 menit busur, Selanjutnya, awal waktu shalat Isya; ditandai dengan memudarnya cahaya
merah (asy-syafaq al-ahmar) di bagian langit sebelah barat yakni sebagai tanda masuknya
gelap malam, tinggi matahari pada saat itu adalah 180 di bawah ufuk (horizon), sebelah barat
dan jarak zenith matahari adalah 1080 ( 900 + 180), atau h = -180 . Adapun Awal waktu
Shalat Subuh; dipahami sejak terbit fajar sampai waktu akan terbit matahari

DAFTAR PUSTAKA

Lihat Syaikh Mamduh Farhan al-Buhairi, dkk. Koreksi Awal Waktu Subuh, Cet. I; Malang :
Pustaka Qiblati, 2010,), h. 210-211.
Lihat Ali Parman,Ilmu Falak, (Ujung Pandang : Yayasan al-Ahkam, 2001), h.. 26.
Ilmu_Falak-_Makalah_Penentuan_Waktu_Sholat.docx

Anda mungkin juga menyukai