DISUSUN OLEH:
BELLA AMELIA 20183411019
MIA MIFTAHUL 20183411058
YUNI 20183411105
Segala puji dan syukur haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan bimbingan-Nya makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana.
Makalah yang berjudul “Qunut, Adzan, Iqamat, Dzikir dan Do’a”.
Selama penyusunan makalah ini banyak kendala yang dihadapi, namun berkat
bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak semua kendala tersebut dapat teratasi.
Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati, kami ingin menyampaikan rasa terima
kasih yang sebanyak-banyaknya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi
pihak yang membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga tujuan yang diharapkan
dapat tercapai, Aamiin.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
I. Pengertian Qunut
II. Menurut VI Madzhab
III. 3 Perbedaan pendapat VI madzhab
IV. pengertian Adzan atau Muadzin
V. Iqamah dan Bacaan Iqamah
VI. Metode Mengajarkan Adzan dan Iqamah untuk MI
VII. Pengertian dzikir dan doa
VIII. metode mengajarkan Dzikir dan Doa untuk anak MI
BAB II PENUTUP
Kesimpula
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalil kedua :
َ س ْول ُ هللاِ َي ْق ُنتُ فِي ا ْل َف ْج ِر َح َّتى َف
ارقَ ال ُّد ْن َيا ِ عنْ َأ َن.
ُ َما َزال َ َر: َ س ْب ِن َمالِكٍ َقال َ
()رواه أحمد والدارقطني والبيهقي وغيرهم بإسناد صحيح.
“Dari Anas bin Malik, berkata: “Rasulullah SAW terus membaca qunut dalam shalat
fajar (shubuh) sampai meninggalkan dunia.
Hadits di atas juga dishahihkan oleh al-Imam al-Nawawi dalam kitab al-
Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab. Beliau berkata: “Hadits tersebut shahih,
diriwayatkan oleh banyak kalangan huffazh dan mereka menilainya shahih. Di
antara yang memastikan keshahihannya adalah al-Hafizh Abu Abdillah
Muhammad bin Ali al-Balkhi, al-Hakim Abu Abdillah dalam beberapa tempat
dalam kitab-kitabnya dan al-Baihaqi. Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh al-
Daraquthni dari beberapa jalur dengan sanad-sanad yang shahih.
Sebagian kalangan ada yang mendha’ifkan hadits di atas dengan alasan,
di dalam sanadnya terdapat perawi lemah bernama Abu Ja’far Isa bin Mahan al-
Razi. Alasan ini jelas keliru. Karena Abu Ja’far al-Razi dinilai lemah oleh para
ulama ahli hadits seperti Yahya bin Ma’in, dalam riwayatnya dari Mughirah saja.
Sementara dalam hadits di atas, Abu Ja’far meriwayatkan tidak melalui jalur
Mughirah, akan tetapi melalui jalur al-Rabi’ bin Anas. Sehingga hadits beliau
dalam riwayat ini dinilai shahih.
1.3 3 Perbedaan pendapat IV madzhab
Pendapat imam madzhab dalam masalah qunut adalah sebagai berikut.
1. Ulama Malikiyyah
Imam Malik Imam Malik mengatakan bahwa qunut itu merupakan ibadah
sunnah pada shalat subuh dan lebih afdhal dilakukan sebelum ruku'. Meskipun
bila dilakukan sesudahnya tetap dibolehkan. Menurut beliau, melakukan Qunut
secara zhahir dibenci untuk dilakukan kecuali hanya pada shalat subuh saja.
Dan qunut itu dilakukan dengan sirr, yaitu tidak mengeraskan suara bacaan.
Sehingga baik imam maupun makmum melakukannya masing-masing atau
sendiri-sendiri. Dibolehkan untuk mengangkat tangan saat melakukan qunut.
Imam As-Syafi'i ra Imam As-Syafi'i ra mengatakan bahwa Qunut itu disunnahkan
pada shalat subuh dan dilakukan sesudah ruku' pada rakaat kedua. Imam
hendaknya berqunut dengan lafaz jama' dengan menjaharkan (mengeraskan)
suaranya dengan diamini oleh makmum hingga lafaz (wa qini syarra maa
qadhaita). Setelah itu dibaca secara sirr (tidak dikeraskan) mulai lafaz (Fa innaka
taqdhi ...), dengan alasan bahwa lafaz itu bukan doa tapi pujian (tsana`).
Disunnahkan pula untuk mengangkat kedua tangan namun tidak disunnahkan
untuk mengusap wajah sesudahnya. Menurut mazhab ini, bila qunut pada shalat
shubuh tidak dilaksanakan, maka hendaknya melakukan sujud sahwi, termasuk
bila menjadi makmum dan imamnya bermazhab Al-Hanafiyah yang meyakini
tidak ada kesunnahan qunut pada shalat subuh. Maka secara sendiri, makmum
melakukan sujud sahwi. Mereka berpendapat bahwa tidak ada qunut kecuali
pada shalat shubuh saja. Tidak ada qunut pada shalat witir dan shalat-shalat
lainnya.
2. Ulama Syafi’iyyah
Mereka berpendapat bahwa tidak ada qunut dalam shalat witir kecuali
ketika separuh akhir dari bulan Ramadhan. Dan tidak ada qunut dalam shalat
lima waktu yang lainnya selain pada shalat shubuh dalam setiap keadaan (baik
kondisi kaum muslimin tertimpa musibah ataupun tidak). Qunut juga berlaku
pada selain shubuh jika kaum muslimin tertimpa musibah (yaitu qunut nazilah).
3. Ulama Hanafiyyah
Disyariatkan qunut pada shalat witir. Tidak disyariatkan qunut pada shalat
lainnya kecuali pada saat nawaazil yaitu kaum muslimin tertimpa musibah,
namun qunut nawaazil ini hanya pada shalat shubuh saja dan yang membaca
qunut adalah imam, lalu diaminkan oleh jama’ah dan tidak ada qunut jika
shalatnya munfarid (sendirian).
4. Ulama Hanabilah (Hambali)
Mereka berpendapat bahwa disyari’atkan qunut dalam witir. Tidak
disyariatkan qunut pada shalat lainnya kecuali jika ada musibah yang besar
selain musibah penyakit. Pada kondisi ini imam atau yang mewakilinya berqunut
pada shalat lima waktu selain shalat Jum’at. Sedangkan Imam Ahmad sendiri
berpendapat, tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah melakukan qunut witir sebelum atau sesudah ruku’. Inilah
pendapat para imam madzhab. Namun pendapat yang lebih kuat, tidak
disyari’atkan qunut pada shalat fardhu kecuali pada saat nawazil (kaum muslimin
tertimpa musibah). Adapun qunut witir tidak ada satu hadits shahih pun dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan beliau melakukan qunut
witir. Akan tetapi dalam kitab Sunan ditunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengajarkan Al Hasan bin ‘Ali bacaan yang diucapkan pada qunut
witir yaitu “Allahummah diini fiiman hadayt …”. Sebagian ulama menshahihkan
hadits ini. Jika seseorang melakukan qunut witir, maka itu baik. Jika
meninggalkannya, juga baik. Hanya Allah yang memberi taufik. (Ditulis oleh
Syaikh Muhammad Ash Sholih Al ‘Utsaimin, 7/ 3/ 1398). Adapun mengenai qunut
shubuh secara lebih spesifik, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin
menjelaskan dalam fatwa lainnya. Beliau pernah ditanya: “Apakah disyari’atkan
do’a qunut witir (Allahummah diini fiiman hadayt …) dibaca pada raka’at terakhir
shalat shubuh?” Beliau rahimahullah menjelaskan: “Qunut shubuh dengan do’a
selain do’a ini (selain do’a “Allahummah diini fiiman hadayt …”), maka di situ ada
perselisihan di antara para ulama. Pendapat yang lebih tepat adalah tidak ada
qunut dalam shalat shubuh kecuali jika di sana terdapat sebab yang berkaitan
dengan kaum muslimin secara umum. Sebagaimana apabila kaum muslimin
tertimpa musibah -selain musibah wabah penyakit-, maka pada saat ini mereka
membaca qunut pada setiap shalat fardhu. Tujuannya agar dengan do’a qunut
tersebut, Allah membebaskan musibah yang ada.
2.1 Pengertian Adzan dan Muadzin
Adzan adalah sebuah panggilan atau pemberitahuan kepada orang banyak
bahwasanya waktu sholat telah tiba. Dalam agama Islam, adzan ini mempunyai
lafadz-lafadz yang sudah ditentukan. Mengumandangkan adzan ini hukumnya
adalah sunnah muakkad, dan ini dilakukan sebelum melakukan shalat fardhu, baik
sendirian ataupun berjamaah. Ketika adzan ini berkumandang, seorang yang baik
akan diam dan mendengarkannya dengan penuh khidmat. Perintah
mengumandangkan adzan ketika masuk waktu shalat ini, tercantum dalam sebuah
hadits sebagai berikut:
َّ َف ْل ُيَؤ ِّذنْ لَ ُك ْم َأ َح ُد ُك ْم …” (اَ ْخ َر َج ُه،ُصالَة
)الس ْب َع ُة َ َوِإ َذا َح..“ : سلَّ َم
ِ ض َر
َّ ت ال َ َقال َ ال َّن ِب ُّي،َِعنْ َمالِكِ ْب ِن ال ُح َو ْي ِرث
َ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو
Artinya:
Dari Malik bin Huwayrits, (ia berkata), Nabi saw. telah bersabda: “…. Dan apabila waktu
shalat telah tiba (hadir), bersegeralah salah satu diantara kalian semua untuk
mengumandangkan adzan. (HR. Tujuh Ahli Hadis)
Sebutan orang yang mengumandangkan adzan adalah disebut muadzin.
Seorang muadzin minimal tahu tentang tugasnya tentang mengumandangkan
adzan. Karena berkaitan dengan nada dan suara, alangkah baiknya jika muadzin
ini bisa mengatur nada dan irama ketika adzan. Hal ini supaya para jamaah
sholat yang mendengarkan adzan ini bisa memperhatikan, mendengarkan lafadz
adzan tersebut dengan seksama, sehingga bisa menjawab lafadz adzan yang
dikumandangkan muadzin, dan mempersiapkan diri untuk datang ke masjid.
Seorang muadzin, hendaknya mengumandangkan adzan dengan berdiri dan
menghadap kiblat. Ketika mendengarkan adzan hendaknya kita segera untuk
melakukan wudhu dan bergegas untuk datang ke masjid
Bacaan Adzan
Seorang muadzin pastinya harus tahu lebih dahulu lafadz – lafadz apa saja yang akan
dikumandangkan. Seorang muadzin bisa saja anak yang masih kecil, ataupun remaja,
atau pun orangtua yang memang punya kewajiban untuk adzan dalam suatu masjid. Oleh
karena itulah semuanya harus tahu apa saja lafadz – lafadz yang dikumandangkan
ketika adzan. Berikut ini adalah lafad-lafadz yang di baca ketika adzan:
٢ᵡ هللَا ُ اَ ْك َبر، هللَا ُ اَ ْك َبرAllaahu Akbar, Allaahu Akbar 2x (Allah Dzat Yang Maha Besar)
ْ َأAsyhadu anlaaa ilaaha illallaah 2x (aku bersaksi bahwa tiada
٢x ش َه ُد اَنْ الَ ِالَ† َه ِإالَّ هللا
Tuhan selain Allah)
ْ َ اAsyhadu anna Muhammadar Rasuulullaah 2x (aku bersaksi
ُ ش َه ُد اَنَّ ُم َح َّم ًدا َر
٢x ِس ْول ُ هللا
sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah
٢x ِالصالَة َّ َح َّي َعلَى، صالَ ِة َّ َح َّي َعلَى الHayya ‘alas shalaah 2x (Mari laksanakan shalat) ٢x َح َّي
ِ َ َح َّي َعلَى ا ْل َفال، ح
ح ِ َ َعلَى ا ْل َفالHayya ‘alal falaah 2x (Mari menuju kemenangan)
هللَا ُ اَ ْك َبر، هللُ اَ ْك َبرAllaahu Akbar, Allaahu Akbar Allah Dzat Yang Maha Besar)
الَ ِإلَ َه ِإالَّ هللاLaa ilaaha illallaah (Tidak ada Tuhan selain Allah)
Catatan Tambahan
Meskipun adzan ini dikumandangkan sebagai pertanda waktu shalat telah tiba,
tetapi perlu diketahui, untuk waktu adzan subuh, sesudah membaca lafadz “Hayya ‘alal
falaah”, ada lafadz tambahan yang perlu ditambahkan mu’azin, yaitu lafadz berikut ini :
٢x لص †الَةُ َخ ْي† ٌر مِنَ ال َّن ْو ِم
َّ َ اAs-shalaatu khairum minan nauum 2 x (Shalat itu lebih baik
daripada tidur)
Selain itu, ketika mengucapkan lafadz hayya alas shalaah disunnahkan untuk
berpaling ke arah kanan, kemudian ketika mengucapkan lafadz hayya ‘alal
falaah beraling ke arah kiri. Setelah mendengarkan lafadz ini jawablah dengan
bacaan laa haula wa laa quwwata illa billaah(i) (tidak ada daya dan kekuatan kecuali
atas izin Allah swt.)
2.2 Iqamah dan Bacaan Iqamah
Iqamah adalah sebuah pemberitahuan kepada para jamaah shalat yang telah
mendatangi masjid atau mushalla, atau tempat shalat yang lain untuk menyegerakan
dirinya bangun dari duduknya dan berdiri untuk bersiap-siap menjalankan ibadah
shalat. Bacaan iqamah ini hampir sama dengan bacaan adzan, bedanya lafadz yang
dikumandangkan ketika iqamah cukup satu kali saja. Serta setelah mengucapkan
lafadz “Hayya ‘alas shalaah” dan “hayya ‘alal falaah”, ditambahi dengan lafadz ت ِ َقدْ َقا َم
ُالصالَة (Qad
َّ qaamatis shalaah / shalat segera didirikan) Untuk lebih jelasnya, berikut
lafadz yang dikumandangkan waktu iqamah:
Artinya lafadz
BAB III
PENUTUP
kesimpulan
Oleh karena itu, seandainya imam membaca qunut shubuh, maka makmum
hendaklah mengikuti imam dalam qunut tersebut. Lalu makmum hendaknya
mengamininya sebagaimana Imam Ahmad rahimahullah memiliki perkataan dalam
masalah ini. Hal ini dilakukan untuk menyatukan kaum muslimin.
Do’a adalah otaknya (sumsum/intinya) ibadah. (HR. Tirmidzi) selain itu
Do’a adalah senjata seorang mukmin dan tiang (pilar) agama serta cahaya langit dan
bumi. (HR. Abu Ya’la). Pengembalian diri seseorang hanyalah kepada Sang Pencipta
Allah SWT dengan melakukan ibadah,karena do’a termasuk ibadah maka dapat
dipanjatkan tatkala tidak dalam menghadapi permasalahan yang rumit.
Sedangkan dzikir adalah mengingat Allah SWT dengan maksud untuk
mendekatkan diri kepadaNya. Kita diperintahkan untuk berdzikir kepada Allah untuk
selalu mengingat akan kekuasaan dan kebesaranNya sehingga kita bisa terhindar dari
penyakit sombong dan takabbur.
Adzan adalah sebuah panggilan atau pemberitahuan kepada orang banyak
bahwasanya waktu sholat telah tiba. Dalam agama Islam, adzan ini mempunyai lafadz-
lafadz yang sudah ditentukan. Mengumandangkan adzan ini hukumnya adalah sunnah
muakkad, dan ini dilakukan sebelum melakukan shalat fardhu, baik sendirian ataupun
berjamaah. Iqamah adalah sebuah pemberitahuan kepada para jamaah shalat yang
telah mendatangi masjid atau mushalla, atau tempat shalat yang lain untuk
menyegerakan dirinya bangun dari duduknya dan berdiri untuk bersiap-siap
menjalankan ibadah shalat. Bacaan iqamah ini hampir sama dengan bacaan adzan,
bedanya lafadz yang dikumandangkan ketika iqamah cukup satu kali saja.
DAFTAR PUSTAKA