Anda di halaman 1dari 17

FIQIH MI

QUNUT, ADZAN, IQAMAT, DZIKIR, DAN DOA


Dosen: Muhammad Saleh, M.Pd

DISUSUN OLEH:
BELLA AMELIA 20183411019
MIA MIFTAHUL 20183411058
YUNI 20183411105

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM STAI BANI SALEH


PGMI KHUSUS SEMESTER IV
2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan bimbingan-Nya makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana.
Makalah yang berjudul “Qunut, Adzan, Iqamat, Dzikir dan Do’a”.

Selama penyusunan makalah ini banyak kendala yang dihadapi, namun berkat
bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak semua kendala tersebut dapat teratasi.
Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati, kami ingin menyampaikan rasa terima
kasih yang sebanyak-banyaknya.

Kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknik penulisan


maupun materi, mengingat kemampuan yang dimiliki kami. Untuk itu kritik dan saran
dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi
pihak yang membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga tujuan yang diharapkan
dapat tercapai, Aamiin.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah

BAB II PEMBAHASAN

I. Pengertian Qunut
II. Menurut VI Madzhab
III. 3 Perbedaan pendapat VI madzhab
IV. pengertian Adzan atau Muadzin
V. Iqamah dan Bacaan Iqamah
VI. Metode Mengajarkan Adzan dan Iqamah untuk MI
VII. Pengertian dzikir dan doa
VIII. metode mengajarkan Dzikir dan Doa untuk anak MI

BAB II PENUTUP

Kesimpula

Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Qunut adalah mengharap doa kepada allah namun disini banyak


perbedaan dagan VI madzab dalam hal pelaksanaannya ada yang sebelum
ruku’ dan ada juga yang sesudah ruku’.
Setiap hari, ketika memasuki waktu sholat tiba pasti adzan akan
berkumandang. Mulai dari adzan Shubuh, Dzuhur, Ashar, Maghrib dan Isya,
pasti semua orang akan mendengarkan suara adzan. Suara adzan ini
dikumandangkan melalui pengeras suara (loudspeaker) yang ada di masjid-
masjid, dan musholla-musholla terdekat.
Dzikir dan do’a adalah dua hal yang saling berhubugan. Dzikir sebagai
sebutan dan ingat kepada Allah merupakan pendahuluan do’a. Orang dapat
berdo’a bila ia menyebut nama Allah dan ingat kepada-Nya, yang merupakan
tujuan kepada siapa ia memanjatkan do’a. Dengan mulut dan hati yang
berdzikir, diharapkan orang yang berdo’a tergerak melakukan perbuatan yang
sesuai dengan kehendak nama yang ia sebut dalam dzikir.Dzikir menempati
sentral amaliah jiwa hamba Allah yang beriman, karena dzikir adalah
keseluruhan getaran hidup yang digerakkan oleh kalbu dalam totalitas ilahi.
Totalitas inilah yang mempengaruhi aktivitas hamba, gera-gerik hamba,
kediaman hamba, kontemplasi hamba, dan saat-saat hamba istirab dalam
tidurnya. Dzikir yang memenuhi ruang-ruang kalbu kita adalah dzikir yang tidak
pernah dibatasi oleh raung dan waktu. Jika waktu muncul akibat gerakan-
gerakan empisi, maka dzikir yang hakiki tidak pernah memiliki waktu, kecuali
waktu ilahi itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian qunut?
2. Apa pendapat qunut VI madzhab?
3. Mengapa terjadi perbedaan pendapat?
4. Apa pengertian Adzan atau Muadzin dan Iqamat?
5. Bagaimana metode mengajarkan Azan dan Iqamah untuk anak MI?
6. Apa pengertian Dzikir dan Doa?
7. Bagaimana metode mengajarkan Dzikir dan Doa untuk anak MI?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian qunut.
2. Untuk mengetahui pendapat qunut VI madzhab.
3. Untuk mengetahui terjadi perbedaan pendapat.
4. Untuk mengetahui Adzan atau Muadzin dan Iqamat.
5. Untuk mengetahui metode mengajarkan Azan dan Iqamah untuk anak MI.
6. Untuk mengetahui Dzikir dan Doa.
7. Untuk mengetahui metode mengajarkan Dzikir dan Doa untuk anak MI.
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Qunut


Qunut adalah doa mengharap kepada allah swt. Dalam menolak budaya atau
mendatangkan kebaikan yang pelaksanaannya dalam rangkaian pelaksanaan
sebelum ruku’ atau sesudah ruku’ terakhir pada shalat yang dikerjakan. Bagi syfi’I
dan maliki mengatakan bahwa hukum qunut adalah sunnah muakkad pada salat
subuh, padasalat witir setiap tahun pada paruh kedua (malam ke-16) hingga
akhirdan pada salat istisqa (mintak hujan).
1.2 Menurut VI Madzhab
Pada dasarnya persoalan membaca qunut atau tidak dalam shalat shubuh telah
menjadi perselisihan di kalangan ulama sejak generasi salaf yang shaleh. Menurut
Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal, membaca qunut tidak
disunnahkan dalam shalat shubuh. Sementara menurut Imam Malik dan Imam al-
Syafi’i, membaca qunut disunnahkan dalam shalat shubuh.Kedua pendapat
tersebut, baik yang mengatakan sunnah atau tidak, sama-sama berdalil dengan
hadits-hadits Rasulullah SAW. Hanya pendapat yang satunya berpandangan bahwa
riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW tidak membaca qunut itu lebih
kuat. Sementara pendapat yang satunya lagi berpendapat bahwa riwayat yang
menerangkan bahwa Rasulullah SAW membaca qunut justru yang lebih kuat. Jadi
pandangan kaum Salafi-Wahabi yang mengatakan bahwa membaca qunut itu tidak
ikut Rasulullah SAW adalah salah dan tidak benar. Nah untuk menjernihkan
persoalan ini, marilah kita kaji dalil tentang qunut ini dari perspektif ilmu hadits.
Sebagaimana dimaklumi, pandangan Imam al-Syafi’i yang menganjurkan membaca
qunut dalam shalat shubuh diikuti oleh mayoritas ulama ahli hadits, karena
agumentasinya lebih kuat dari perspektif ilmu hadits. Terdapat beberapa hadits
yang menjadi dasar Imam al-Syafi’i dan pengikutnya dalam menganjurkan
membaca qunut dalam shalat shubuh.
Dalil pertama :

‫ رواه مسلم في‬- .‫يرا‬ ُّ َ‫ص ْب ِح َقال َ َن َع ْم َب ْعد‬


ِ ‫الر ُك‬
ً ِ‫وع َيس‬ ُّ ‫صالَ ِة ال‬
َ ‫سول ُ هللاِ فِى‬ ٍ ‫َعنْ ُم َح َّم ٍد ْب ِن سِ ْي ِر ْين َقال َ قُ ْلتُ َأل َن‬
ُ ‫س َهلْ َق َنتَ َر‬
‫صحيح‬
“Dari Muhammad bin Sirin, berkata: “Aku bertanya kepada Anas bin Malik: “Apakah
Rasulullah SAW membaca qunut dalam shalat shubuh?” Beliau menjawab: “Ya, setelah
ruku’ sebentar.” (HR. Muslim, hadits no. 1578).

Dalil kedua :
َ ‫س ْول ُ هللاِ َي ْق ُنتُ فِي ا ْل َف ْج ِر َح َّتى َف‬
‫ارقَ ال ُّد ْن َيا‬ ِ ‫عنْ َأ َن‬.
ُ ‫ َما َزال َ َر‬: َ ‫س ْب ِن َمالِكٍ َقال‬ َ
(‫)رواه أحمد والدارقطني والبيهقي وغيرهم بإسناد صحيح‬.
“Dari Anas bin Malik, berkata: “Rasulullah SAW terus membaca qunut dalam shalat
fajar (shubuh) sampai meninggalkan dunia.
Hadits di atas juga dishahihkan oleh al-Imam al-Nawawi dalam kitab al-
Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab. Beliau berkata: “Hadits tersebut shahih,
diriwayatkan oleh banyak kalangan huffazh dan mereka menilainya shahih. Di
antara yang memastikan keshahihannya adalah al-Hafizh Abu Abdillah
Muhammad bin Ali al-Balkhi, al-Hakim Abu Abdillah dalam beberapa tempat
dalam kitab-kitabnya dan al-Baihaqi. Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh al-
Daraquthni dari beberapa jalur dengan sanad-sanad yang shahih.
Sebagian kalangan ada yang mendha’ifkan hadits di atas dengan alasan,
di dalam sanadnya terdapat perawi lemah bernama Abu Ja’far Isa bin Mahan al-
Razi. Alasan ini jelas keliru. Karena Abu Ja’far al-Razi dinilai lemah oleh para
ulama ahli hadits seperti Yahya bin Ma’in, dalam riwayatnya dari Mughirah saja.
Sementara dalam hadits di atas, Abu Ja’far meriwayatkan tidak melalui jalur
Mughirah, akan tetapi melalui jalur al-Rabi’ bin Anas. Sehingga hadits beliau
dalam riwayat ini dinilai shahih.
1.3 3 Perbedaan pendapat IV madzhab
Pendapat imam madzhab dalam masalah qunut adalah sebagai berikut.
1. Ulama Malikiyyah
Imam Malik Imam Malik mengatakan bahwa qunut itu merupakan ibadah
sunnah pada shalat subuh dan lebih afdhal dilakukan sebelum ruku'. Meskipun
bila dilakukan sesudahnya tetap dibolehkan. Menurut beliau, melakukan Qunut
secara zhahir dibenci untuk dilakukan kecuali hanya pada shalat subuh saja.
Dan qunut itu dilakukan dengan sirr, yaitu tidak mengeraskan suara bacaan.
Sehingga baik imam maupun makmum melakukannya masing-masing atau
sendiri-sendiri. Dibolehkan untuk mengangkat tangan saat melakukan qunut.
Imam As-Syafi'i ra Imam As-Syafi'i ra mengatakan bahwa Qunut itu disunnahkan
pada shalat subuh dan dilakukan sesudah ruku' pada rakaat kedua. Imam
hendaknya berqunut dengan lafaz jama' dengan menjaharkan (mengeraskan)
suaranya dengan diamini oleh makmum hingga lafaz (wa qini syarra maa
qadhaita). Setelah itu dibaca secara sirr (tidak dikeraskan) mulai lafaz (Fa innaka
taqdhi ...), dengan alasan bahwa lafaz itu bukan doa tapi pujian (tsana`).
Disunnahkan pula untuk mengangkat kedua tangan namun tidak disunnahkan
untuk mengusap wajah sesudahnya. Menurut mazhab ini, bila qunut pada shalat
shubuh tidak dilaksanakan, maka hendaknya melakukan sujud sahwi, termasuk
bila menjadi makmum dan imamnya bermazhab Al-Hanafiyah yang meyakini
tidak ada kesunnahan qunut pada shalat subuh. Maka secara sendiri, makmum
melakukan sujud sahwi. Mereka berpendapat bahwa tidak ada qunut kecuali
pada shalat shubuh saja. Tidak ada qunut pada shalat witir dan shalat-shalat
lainnya.
2. Ulama Syafi’iyyah
Mereka berpendapat bahwa tidak ada qunut dalam shalat witir kecuali
ketika separuh akhir dari bulan Ramadhan. Dan tidak ada qunut dalam shalat
lima waktu yang lainnya selain pada shalat shubuh dalam setiap keadaan (baik
kondisi kaum muslimin tertimpa musibah ataupun tidak). Qunut juga berlaku
pada selain shubuh jika kaum muslimin tertimpa musibah (yaitu qunut nazilah).
3. Ulama Hanafiyyah
Disyariatkan qunut pada shalat witir. Tidak disyariatkan qunut pada shalat
lainnya kecuali pada saat nawaazil yaitu kaum muslimin tertimpa musibah,
namun qunut nawaazil ini hanya pada shalat shubuh saja dan yang membaca
qunut adalah imam, lalu diaminkan oleh jama’ah dan tidak ada qunut jika
shalatnya munfarid (sendirian).
4. Ulama Hanabilah (Hambali)
Mereka berpendapat bahwa disyari’atkan qunut dalam witir. Tidak
disyariatkan qunut pada shalat lainnya kecuali jika ada musibah yang besar
selain musibah penyakit. Pada kondisi ini imam atau yang mewakilinya berqunut
pada shalat lima waktu selain shalat Jum’at. Sedangkan Imam Ahmad sendiri
berpendapat, tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah melakukan qunut witir sebelum atau sesudah ruku’. Inilah
pendapat para imam madzhab. Namun pendapat yang lebih kuat, tidak
disyari’atkan qunut pada shalat fardhu kecuali pada saat nawazil (kaum muslimin
tertimpa musibah). Adapun qunut witir tidak ada satu hadits shahih pun dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan beliau melakukan qunut
witir. Akan tetapi dalam kitab Sunan ditunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengajarkan Al Hasan bin ‘Ali bacaan yang diucapkan pada qunut
witir yaitu “Allahummah diini fiiman hadayt …”. Sebagian ulama menshahihkan
hadits ini. Jika seseorang melakukan qunut witir, maka itu baik. Jika
meninggalkannya, juga baik. Hanya Allah yang memberi taufik. (Ditulis oleh
Syaikh Muhammad Ash Sholih Al ‘Utsaimin, 7/ 3/ 1398). Adapun mengenai qunut
shubuh secara lebih spesifik, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin
menjelaskan dalam fatwa lainnya. Beliau pernah ditanya: “Apakah disyari’atkan
do’a qunut witir (Allahummah diini fiiman hadayt …) dibaca pada raka’at terakhir
shalat shubuh?” Beliau rahimahullah menjelaskan: “Qunut shubuh dengan do’a
selain do’a ini (selain do’a “Allahummah diini fiiman hadayt …”), maka di situ ada
perselisihan di antara para ulama. Pendapat yang lebih tepat adalah tidak ada
qunut dalam shalat shubuh kecuali jika di sana terdapat sebab yang berkaitan
dengan kaum muslimin secara umum. Sebagaimana apabila kaum muslimin
tertimpa musibah -selain musibah wabah penyakit-, maka pada saat ini mereka
membaca qunut pada setiap shalat fardhu. Tujuannya agar dengan do’a qunut
tersebut, Allah membebaskan musibah yang ada.
2.1 Pengertian Adzan dan Muadzin
Adzan adalah sebuah panggilan atau pemberitahuan kepada orang banyak
bahwasanya waktu sholat telah tiba. Dalam agama Islam, adzan ini mempunyai
lafadz-lafadz yang sudah ditentukan. Mengumandangkan adzan ini hukumnya
adalah sunnah muakkad, dan ini dilakukan sebelum melakukan shalat fardhu, baik
sendirian ataupun berjamaah. Ketika adzan ini berkumandang, seorang yang baik
akan diam dan mendengarkannya dengan penuh khidmat. Perintah
mengumandangkan adzan ketika masuk waktu shalat ini, tercantum dalam sebuah
hadits sebagai berikut:
َّ ‫ َف ْل ُيَؤ ِّذنْ لَ ُك ْم َأ َح ُد ُك ْم …” (اَ ْخ َر َج ُه‬،ُ‫صالَة‬
)‫الس ْب َع ُة‬ َ ‫ َوِإ َذا َح‬..“ : ‫سلَّ َم‬
ِ ‫ض َر‬
َّ ‫ت ال‬ َ ‫ َقال َ ال َّن ِب ُّي‬،ِ‫َعنْ َمالِكِ ْب ِن ال ُح َو ْي ِرث‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
Artinya:
Dari Malik bin Huwayrits, (ia berkata), Nabi saw. telah bersabda: “…. Dan apabila waktu
shalat telah tiba (hadir), bersegeralah salah satu diantara kalian semua untuk
mengumandangkan adzan. (HR. Tujuh Ahli Hadis)
Sebutan orang yang mengumandangkan adzan adalah disebut muadzin.
Seorang muadzin minimal tahu tentang tugasnya tentang mengumandangkan
adzan. Karena berkaitan dengan nada dan suara, alangkah baiknya jika muadzin
ini bisa mengatur nada dan irama ketika adzan. Hal ini supaya para jamaah
sholat yang mendengarkan adzan ini bisa memperhatikan, mendengarkan lafadz
adzan tersebut dengan seksama, sehingga bisa menjawab lafadz adzan yang
dikumandangkan muadzin, dan mempersiapkan diri untuk datang ke masjid.
Seorang muadzin, hendaknya mengumandangkan adzan dengan berdiri dan
menghadap kiblat. Ketika mendengarkan adzan hendaknya kita segera untuk
melakukan wudhu dan bergegas untuk datang ke masjid
Bacaan Adzan
Seorang muadzin pastinya harus tahu lebih dahulu lafadz – lafadz apa saja yang akan
dikumandangkan. Seorang muadzin bisa saja anak yang masih kecil, ataupun remaja,
atau pun orangtua yang memang punya kewajiban untuk adzan dalam suatu masjid. Oleh
karena itulah semuanya harus tahu apa saja lafadz – lafadz yang dikumandangkan
ketika adzan. Berikut ini adalah lafad-lafadz yang di baca ketika adzan:
٢ᵡ   ‫ هللَا ُ اَ ْك َبر‬،‫ هللَا ُ اَ ْك َبر‬Allaahu Akbar, Allaahu Akbar 2x (Allah Dzat Yang Maha Besar)
ْ ‫ َأ‬Asyhadu anlaaa ilaaha illallaah 2x (aku bersaksi bahwa tiada
٢x    ‫ش َه ُد اَنْ الَ ِالَ† َه ِإالَّ هللا‬
Tuhan selain Allah)
ْ َ‫ ا‬Asyhadu anna Muhammadar Rasuulullaah 2x (aku bersaksi
ُ ‫ش َه ُد اَنَّ ُم َح َّم ًدا َر‬
٢x  ِ‫س ْول ُ هللا‬
sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah
٢x  ِ‫الصالَة‬ َّ ‫ َح َّي َعلَى‬، ‫صالَ ِة‬ َّ ‫ َح َّي َعلَى ال‬Hayya ‘alas shalaah 2x (Mari laksanakan shalat) ٢x  ‫َح َّي‬
ِ َ‫ َح َّي َعلَى ا ْل َفال‬، ‫ح‬
‫ح‬ ِ َ‫ َعلَى ا ْل َفال‬Hayya ‘alal falaah 2x (Mari menuju kemenangan)
‫ هللَا ُ اَ ْك َبر‬،‫ هللُ اَ ْك َبر‬Allaahu Akbar, Allaahu Akbar Allah Dzat Yang Maha Besar)
‫ الَ ِإلَ َه ِإالَّ هللا‬Laa ilaaha illallaah (Tidak ada Tuhan selain Allah)
Catatan Tambahan
Meskipun adzan ini dikumandangkan sebagai pertanda waktu shalat telah tiba,
tetapi perlu diketahui, untuk waktu adzan subuh, sesudah membaca lafadz “Hayya ‘alal
falaah”, ada lafadz tambahan yang perlu ditambahkan mu’azin, yaitu lafadz berikut ini :
٢x  ‫لص †الَةُ َخ ْي† ٌر مِنَ ال َّن ْو ِم‬
َّ َ‫ ا‬As-shalaatu khairum minan nauum 2 x (Shalat itu lebih baik
daripada tidur)
Selain itu, ketika mengucapkan lafadz hayya alas shalaah disunnahkan untuk
berpaling ke arah kanan, kemudian ketika mengucapkan lafadz hayya ‘alal
falaah beraling ke arah kiri. Setelah mendengarkan lafadz ini jawablah dengan
bacaan laa haula wa laa quwwata illa billaah(i) (tidak ada daya dan kekuatan kecuali
atas izin Allah swt.)
2.2 Iqamah dan Bacaan Iqamah
Iqamah adalah sebuah pemberitahuan kepada para jamaah shalat yang telah
mendatangi masjid atau mushalla, atau tempat shalat yang lain untuk menyegerakan
dirinya bangun dari duduknya dan berdiri untuk bersiap-siap menjalankan ibadah
shalat. Bacaan iqamah ini hampir sama dengan bacaan adzan, bedanya lafadz yang
dikumandangkan ketika iqamah cukup satu kali saja. Serta setelah mengucapkan
lafadz “Hayya ‘alas shalaah” dan “hayya ‘alal falaah”, ditambahi dengan lafadz  ‫ت‬ ِ ‫َقدْ َقا َم‬
ُ‫الصالَة‬ (Qad
َّ qaamatis shalaah / shalat segera didirikan) Untuk lebih jelasnya, berikut
lafadz yang dikumandangkan waktu iqamah:

Artinya lafadz

Allah maha besar ‫ هللَا ُ اَ ْك َبر‬،‫هللَا ُ اَ ْك َبر‬


Sayan bersaksi tiada tuhan selain Allah SWT ْ ‫َأ‬
ُ‫ش َه ُد اَنْ الَ ِا َل َه ِإالَّهللا‬
Saya bersaksi bahwa nabi muhammad utusan Allah ‫هللا‬ ُ ‫ش َه ُد َانَّ ُم َح َّمدً َر‬
ِ ُ ‫س ْول‬ ْ َ‫ا‬
Mari kita shalat َّ ‫َح َّي َع َلى‬
‫الصالَ ِة‬
Mari menuju kemenangan ‫َح َّي َع َلى ا ْل َفالَح‬
 ٢ᵡ  ‫الصالَة‬
َّ ‫ت‬ِ ‫َقدْ َقا َم‬

Allah Maha Besar ٢x   ‫هللَا ُ اَ ْك َبر‬


Tiada tuhan selain Allah ‫الَ ِإ َل َه ِإالَّهللا‬
Demikian penjelasan mengenai tentang adzan dan iqamah yang dilakukan
sehari-hari ketika waktu shalat telah tiba. Semoga dengan penjelasan adzan dan
iqamah melalui huruf arab dan latin serta terjemahannya di atas bisa membuat mudah
untuk dihafalkan dan dipraktekkan.
2.3 Metode Mengajarkan Adzan dan Iqamah untuk MI
Ada banyak metode yang dapat digunakan untuk mengajarkan materi adzan dan
iqamah. Untuk mencapai kompetensi menyebutkan ketentuan adzan dan iqamah guru
dapat menggunakan metode ceramah, tanya jawab, inquiri, penugasan. Adapun untuk
meraih kompetensi siswa dalam melafalkan adzan dan iqamah ia dapat menggunakan
hapalan/pengulangan, teknik membaca dengan keras, ataupun penugasan. Sedangkan
guna memenuhi kompetensi mempraktekkan adzan dan iqamah ia dapat menggunakan
demontrasi dan latihan/drill. Media yang dapat digunakan untuk pembelajaran adzan
dan iqamah, bisa menggunakan media apapun yang tersedia di sekolah. Misalnya:
- Papan tulis untuk menuliskan teks adzan dan iqamah
- Kaset rekaman adzan dan iqamah untuk melatih siswa menghapalkan teks adzan dan
iqamah maupun untuk mengajarkan irama adzan atau iqamah.
Berikut ini adalah beberapa tahap pelatihan adzan bagi siswa MI. Metode ini biasa
dilakukan oleh para kyai di mesjid-mesjid untuk melatih anak didiknya melantunkan
adzan maupun iqamah :
1. Guru menuliskan dan membacakan bacaan adzan atau iqamah di papan tulis
atau media lain yang tersedia. Jika siswa telah mampu membaca dalam teks
arab, guru dapat menggunakan teks arab. Bila mereka belum mampu, guru
dapat menuliskan teks latinnya.
Adzan Iqamah
Lafal Frekuensi Lafal Frekuensi
Allâhu Akbar 4 x Allâhu Akbar 2 x
Allâhu Akbar 2 x Asyhadu al-lâ ilâha illallâh 2 x
Asyhadu al-lâ ilâha illallâh 2 x Asyhadu al-lâ ilâha illallâh 1 x
Asyhadu anna muhammadar-rasulullah 2 x Asyhadu anna muhammadar-
rasulullah 1 x
Hayya 'ala-sh-shalâh 2 x Hayya 'ala-sh-shalâh 1 x
Hayya 'ala-l-falâh 2 x Hayya 'ala-l-falaah 1 x
Ash-shalâtu khoirum-mina-naum 2 x Qod Qâmati-sh-shalâh 2 x
(lafal ini dibaca hanya pada adzan subuh)
Allâhu akbar 2 x Allâhu akbar 2 x
La ilaaha illallooh 1 x La ilâha illallâh 1 x
2. Yang terpenting dalam penyampaian ini adalah pembacaan oleh guru dengan
berulangulang dan mintalah siswa untuk mengikuti bacaan.
3. Kelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok, misalnya 10 orang.
4. Mintalah satu kelompok melafalkan adzan atau iqamah dengan lantang.
5. Pecahlah kelompok tersebut menjadi kelompok kecil, lalu mintalah mereka
mengumandangkan adzan atau iqamah secara bersama-sama.
6. Pecahlah kelompok itu menjadi kelompok kecil lagi. Mintalah mereka
mengumandangkan adzan atau iqamah bersama-sama.
7. Akhirnya, mintalah siswa mengumandangkan adzan sendirisendiri. Perhatikan
lafal dan iramanya.
8. Untuk mengenalkan beberapa irama adzan yang enak kedengarannya, putarlah
kaset adzan dan mintalah siswa/kelompok siswa untuk menirukannya.
9. Untuk meningkatkan penghayatan atas adzan atau iqamah yang dilantunkan,
sampaikan kepada anak tujuan dari adzan dan iqamah serta arti kata-katanya.
10. Untuk membiasakan dan memberi semangat mereka untuk adzan dan iqamah
berikan jadwal piket adzan dan iqamah kepada anak didik secara bergilir di
mushalla sekolah.
11. Berikan pujian yang tulus bagi anak yang adzannya bagus dan perbaiki
kesalahan adzan-iqamah anak dengan cara yang lembut bila anda menemukan
kesalahan. Teguran yang tidak santun dapat menciutkan nyali anak untuk adzan.
Ingat, anak membutuhkan keberanian untuk melantunkan adzan yang didengar
banyak orang.
a. Metode Penugasan
Setelah anak didik menguasai ketentuan dan pelafalan adzan, tugaskan kepada
anak agar berlatih adzan dengan lafal yang baik dan irama yang indah di rumah.
Selain itu, berilah mereka tugas untuk mempraktekkan adzan dan iqamah di
mushallanya masing-masing. Anda dapat membuat daftar pelaksanaan tugas yang
ditandatangani kyai/imam mushalla untuk penugasan ini. Metode penugasan dapat
digunakan untuk memberi tugas kepada siswa agar menghapal doa setelah adzan
dan doa-doa antara adzan dan iqamah.
b. Metode Pengulangan/Hapalan
Untuk mengajarkan adzan dan doanya Anda dapat melakukan pengulangan-
pengulangan bacaan secara klasikal. Kemudian secara kelompok. Mulai dari
kelompok yang besar, lalu dipecah menjadi kelompok-kelompok kecil. Akhirnya
dilakukan pengamatan atas prakteknya atas orang perorang. Metode hapalan
dilakukan dengan membacakan sedikit-sedikit, bagian perbagian dari bacaan
adzan, iqamah ataupun doa setelah adzan. Pembimbingan dilaksanakan setiap kali
guru membacakan bagian-bagian adzan dengan cara meminta siswa mengikuti
bacaannya.
c. Metode Kisah
Kalau Anda perhatikan, yang melakukan adzan dan iqamah di mushalla-
mushalla di kampung-kampung sekitar tempat tinggal Anda, biasa orang-orang tua,
bahkan mungkin kakek-kakek. Kadang kala kita juga mendengar suara adzan yang
dilantunkan anak-anak, khususnya pada waktu maghrib atau isya. Itu terjadi di
mushalla yang pada maghrib dan isya terdapat anak-anak yang mangaji. Adapun
untuk adzan zuhur, asar dan subuh lebih banyak dilakukan oleh orang dewasa.
Hal ini terjadi bukan karena sedikitnya anak-anak/remaja yang bisa melantunkan
adzan, namun karena kurangnya semangat anak/remaja untuk ikut serta
memakmurkan mesjid. Oleh karena itu, selain penting mengajarkan ketentuan
adzan dan mempraktekkan adzan, perlu juga anak didik diberi semangat untuk
selalu mau melantukan adzan dan memakmurkan mesjid, khususnya pada waktu-
waktu shalat. Untuk memberi semangat siswa agar mau adzan dengan baik di
mushallanya masing-masing, anda dapat menggunakan beberapa kisah yang
terkait dengan adzan. Di antara kisah itu adalah kisah yang diceritakan Jalaluddin
Rumi berikut ini (cerita dimodifikasi sedemikian rupa):
Suatu hari, ada seorang Yahudi yang datang menemui kyai untuk memberi
makanan yang istimewa kepada para santri. Tentu saja Kyai merasa kaget. Belum
pernah sebelumnya orang Yahudi itu memberi makanan. "Ada apa gerangan,
sehingga seorang Yahudi memberi makanan kepada para santri?" pikir Kyai dalam
benaknya. Karena penasaran ia bertanya, "Ada acara apa nih? Kok saya tidak
diundang datang, tapi dikirimi makanan begitu istimewanya?" Kata Kyai.
"Saya selamatan, Kyai." Kata orang Yahudi itu. "Selamatan?
Selamatan apa nih? Kayaknya dapat rezeki besar, ya?" Kata Kyai setengah kaget.
"Lebih dari sekedar besar, Kyai. Ini rezeki sangat besar."
"O, ya. Kalau boleh saya tahu, rezeki apa tuh.?"
Ditanya begitu, akhirnya orang Yahudi itu bercerita, "Begini, pak Kyai. Beberapa
minggu ini hati saya gundah gulana. Tidak. Ya, saya bersy enak makan, tidak enak
tidur karenanya. Fasalnya, anak saya satu-satunya tertarik dengan agama Kyai. Ia
ingin masuk Islam. Tentu saja saya tidak mengizinkan. Namun, anak saya rupanya
sudah sangat yakin untuk memeluk Islam. Dia mau meninggalkan saya dan agama
nenek moyangnya. Itulah yang membuat saya sedih."
Kyai menyimak cerita itu dengan merenung. Lalu ia bertanya, "lalu sekarang
bagaimana? Dan apa alasannya Anda melakukan selamatan?"
"Begini, Pak Kyai. Dua malam terakhir anak saya berkata, dia tidak jadi masuk
Islam ukur karenanya. Itulah alasan selamatan ini. Hati saya sudah tidak gundah
lagi”.
"O, ya. Kalau saya boleh tahu, apa sebabnya anakmu mengurungkan diri untuk
mask Islam?"
"Ha..ha..ha.." Yahudi itu tertawa. Lalu ia melanjutkan. "Ini gara-gara adzannya
santri Kyai."
"Memangnya ada apa dengan adzan santri saya"
"Dua hari ini yang adzan di mesjid Kyai suaranya fals dan iramanya kacau. Itulah
yang membuat anak saya tidak jadi menjadi muslim. Katanya, ia tidak mau
bersama dengan agama yang suara adzannya fals dan iramanya kacau."

3.1 Pengertian dzikir dan doa


Kata “dzikr” menurut bahasa artinya ingat. Sedangkan dzikir menurut pengertia
syariat adalah mengingat Allah SWT dengan maksud untuk mendekatkan diri
kepadaNya. Kita diperintahkan untuk berdzikir kepada Allah untuk selalu mengingat
akan kekuasaan dan kebesaranNya sehingga kita bisa terhindar dari penyakit sombong
dan takabbur. Seperti firman Allah SWT yang berbunyi sebagai berikut: Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang
sebanyak-banyaknya.” (QS. Al-Ahzab: 41).
Berdzikir dapat dilakukan dengan berbagai cara dan dalam keadaan
bagaimamanapun, kecuali ditempat yang tidaksesuai dengan kesucian Allah. Seperti
bertasbih dan bertahmid di WC.  Seperti firman Allah SWT yang berbunyi:
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran : 191).[3]
Sedangkan Kata doa dalam Al-Qur’an mempunyai beberapa pengertian.
Sedangkan doa dalam pengertian keagamaan (islam) adalah seruan, permintaan,
permohonan, pertolongan, dan ibadah kepada Allah Swt. supaya terhindar dari mara
bahaya dan mendapatkan manfaat. Doa adalah kontak bathin dengan Allah sebagai
perwujudan pengabdian hamba yang tulus ikhlas kepada-Nya. Ia menjadi terkabul
karena disertai oleh usaha manusia untuk mencapainya dan tekad untuk mengikuti
tuntututan Allah dalam hidup. Inilah inti dari segala doa. Dan karena itu, tidak
mengherankan bila Rasulullah saw. bersabda bahwa doa adalah senjata orang
beriman. Doa sebagai permintaan adalah seperti yang dilakukan oleh Nabi Zakaria,
yang meminta kepada Allah supaya diberi anak cucu yang saleh. Nabi Ibrahim a.s.
memuji Allah atas dua orang putra yang diberikan kepadanya di usia senja dan ia
meminta kepada Allah supaya permintaannya dikabulkan. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa doa tidak saja dilakukan untuk meminta sesuatu tetapi juga sebagai
pernyataan kehambaan dan sikap penyerahkan diri kepada Allah. Sebagaimana akidah
tauhid dimaksudkan untuk membentuk kepribadian yang utuh dan integral melalui
pelaksanaan syariat yang akhirnya menciptakan moralitas dan perilaku yang integral,
maka doa pun dimaksudkan untuk menciptakan daya tahan diri yang lebih tinggi.
Semua itu dalam rangka menunaikan tugas suci yang diberikan Allah kepada manusia,
yakni menjadi khalifah-Nya di muka bumi.
a. Bentuk dan cara berdzikir
Ada beberapa bentuk dan cara berdzikir diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Dzikir dengan hati, yaitu dengan cara bertafakur, memikirkan ciptaan Allah
sehingga timbul di dalam fikiran kita bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Kuasa.
Semua yang ada di alam semesta ini pastilah ada yang menciptakan, yaitu Allah
SWT.
2. Dzikir dengan lisan (ucapan), yaitu dengan cara mengucapkan lafazh-lafazh
yang di dalammya mengandung asma Allah yang telah diajarkan oleh Rasulullah
kepada ummatnya. Contohnya adalah: mengucapkan tasbih, tahmid, takbir,
tahlil, sholawat, membaca Al-Qur’an dan sebagainya.
3. Dzikir dengan perbuatan, yaitu dengan cara melakukan apa yang diperintahkan
Allah dan menjauhi larangan-laranganNya. Yang harus diingat ialah bahwa
semua amalan harus dilandasi dengan niat. Niat melaksanakan amalan-amalan
tersebut adalah untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT.

b. Waktu yang baik untuk berdoa


Ada beberapa waktu yang baik untuk berdoa diantaranya adalah sebaga iberikut
1. Waktu tengah malam atau sepertiga malam yang terakhir dan waktu setelah
sholat lima waktu.
Dari Abu Umamah ra, ia berkata : Rasulullah SAW ditanya oleh shabat tentang
doa yang lebih didengar oleh Allah SWT. Rasulullah SAW menjawab : “Yaitu
pada waktu tengah malam yang terakhir dan sesudah shalat fardhu.” (HR. At-
Turmudzi).
2. Pada hari Jum’at
Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya ketika Rasulullah SAW membicarakan hari
jum’at beliau bersabda : “Pada hari itu ada suatu saat apabila seorang muslim
yang sedang sholat bertepatan dengan saat itu kemudian ia memohon kepada
Allah, niscaya Allah mengabulkan permohonannya.” Dan beliau memberi isyarat
bahwa waktu itu sangat sebentar. (HR. Al-Bukhori dan Muslim).
3. Waktu antara adzan dan iqomah
Dari Anas bin Malik ia berkata : Rasulullah SAW telah bersabda : “Doa diantara
adzan dan iqomah tidak ditolak.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Turmudzi).
4. Waktu seseorang sedang berpusa
“Ada tiga golongan yang tidak ditolak doa mereka, yaitu : orang yang berpuasa
sampai ia berbuka, kepala negara yang adil, dan orang-orang yang teraniaya.”
(HR. At-Turmudzi dengan sanad yang hasan). Do’a mereka diangkat oleh Allah
ke atas awan dan dibukakan baginya pintu langit dan Allah bertitah, “Demi
keperkasaanKu, Aku akan memenangkanmu (menolongmu) meskipun tidak
segera.” (HR. Tirmidzi). Tiga macam Do’a dikabulkan tanpa diragukan lagi, yaitu
Do’a orang yang dizalimi, Do’a kedua orang tua, dan Do’a seorang musafir (yang
berpergian untuk maksud dan tujuan baik). (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

c. Manfaat Dzikir dan Doa


1. Menghilangkan segala kerisauan dan kegelisahan serta mendatangkan
kegembiraan dan kesenangan.
2. Mendatangkan wibawa dan ketenangan bagi pelaku-nya
3. Mengilhamkan kebenaran dan sikap istiqomah dalam setiap urusan
4. Mendatangkan sesuatu yang paling mulia dan paling agung yang dengan itu
kalbu manusia menjadi hidup seperti hidupnya tanaman karena hujan.
5. Dzikir juga menjadi penyebab turunnya sakinah (ketenangan), penyebab
adanya naungan  para malaikat, penyebab turunnya mereka atas seorang 
hamba, serta penyebab datangnya limpahan rahmat, dan itulah nikmat yang
paling besar bagi seorang hamba.
6. Menghalangi lisan seorang hamba melakukan ghibah, berkata dusta, dan
melakukan perbuatan buruk lainnya.
7. Orang yang berdzikir akan membuat teman duduknya tentram dan bahagia.
8. Orang yang berdzikir akan diteguhkan kalbunya, dikuatkan tekadnya, dijauhkan
dari kesedihan, dari kesalahan, dari setan dan tentaranya. Selain itu kalbunya
akan didekatkan pada akhirat dan dijauhkan dari dunia.
9. Apabila kelalaian merupakan penyakit, dzikir merupakan obat baginya. Ada
ungkapan: Jika kami sakit, kami berobat dengan dzikir.
10. Memudahkan pelaksanaan amal saleh, mempermudah urusan yang pelik,
membuka pintu yang terkunci, serta meringankan kesulitan.
11. Memberi rasa aman kepada mereka yang takut sekaligus menjauhkan bencana.
12. Dzikir menghilangkan rasa dahaga disaat kematian tiba sekaligus memberi rasa
aman dari segala kecemasan.

3.2 Metode mengajarkan Dzikir dan Doa untuk anak MI


Pada setiap mata pelajaran selalu ada bagian materi yang harus dihapal persis
sebagaimana ditentukan, bukan sekedar diingat maknanya saja. Begitu pula
dengan pelajaran fiqh, ada bagian-bagian materi yang membutuhkan keterampilan
menghapal, seperti bacaan adzan, bacaan shalat dan bacaan dzikir serta doa.
Untuk kepentingan pengajaran yang berkaitan dengan hapalan, seorang guru harus
menyiapkan metode yang relevan dengan materinya. Namun demikian, dalam
materi dzikir dan doa, hapalan bukan satu-satunya cara yang harus dibebankan
kepada siswa, karena berdzikir dan berdoa dapat dilakukan sambil membaca dari
buku yang disediakan untuk itu. Yang lebih penting diperhatikan seorang guru
dalam mengajarkan berdzikir dan berdoa adalah urgensi dari dzikir dan doa supaya
mereka mau melakukan dzikir dan doa, baik setelah shalat fardhu maupun setiap
akan melakukan sesuatu. Oleh karena pengajaran dzikir dan doa tidak bisa
mengandalkan metode hapalan saja, tapi dibutuhkan metode lain untuk
membangkitkan kemauan berdzikira dan berdoa.
Metode Hapalan
Metode hapalan bertujuan agar siswa dapat menghapal sesuatu, dalam hal ini
bacaan dzikir dan doa. Bacaan-bacaan itu perlu dihapalkan untuk memberi kemudahan
kepada siswa bila ingin melakukan dzikir dan doa, sehingga tidak perlu membawa buku
dzikir dan doa kemana-mana. Metode hapalan untuk dzikir dan doa dapat dilakukan
dengan melakukan pengulangan bacaan yang diikuti oleh siswa, baik secara klasikal,
kelompok maupun individual. Secara umum metode hapalan dalam pengajaran doa
dan dzikir dapat dilakukan dengan memperhatikan rambu-rambu sebagaimana berikut:
1. Pilih dzikir dan doa yang pendek untuk didahulukan pengajarannya.
2. Dzikir dan doa yang panjang dapat diajarkan dengan memotong-motong dulu
dzikir/doa tersebut menjadi beberapa bagian kecil, yang kemudian disatukan
kembali setelah siswa berhasil menhapalnya.
3. Untuk menghindari kesalahan pelafalan karena salah dengar, baiknya guru
menyertakan penjelasan visual seperti menuliskan doa/dzikir itu di papan tulis
atau alat sejenis.
4. Lakukan pengulangan dalam pembelajaran.
5. Biasakan membaca dzikir atau doa sebelum pembelajaran dan setelahnya
secara bersama-sama.
6. Pengajaran dapat dimulai dari klasikal, kemudian ke kelompok-kelompok kecil,
dan akhirnya secara individual. Atau sebaliknya, dari individu ke kelompok, lalu
klasikal, bila tidak merepotkan.
7. Gunakan teknik-teknik lain yang dapat mengaktifkan siswa dalam menghapal
dan memahami doa. Metode/teknik yang telah dipaparkan di modul sebelumnya,
seperti jigsaw, bertukar pasangan, explicit instruction dan lain-lain dapat anda
modifikasi untuk materi hapalan

BAB III
PENUTUP
kesimpulan
Oleh karena itu, seandainya imam membaca qunut shubuh, maka makmum
hendaklah mengikuti imam dalam qunut tersebut. Lalu makmum hendaknya
mengamininya sebagaimana Imam Ahmad rahimahullah memiliki perkataan dalam
masalah ini. Hal ini dilakukan untuk menyatukan kaum muslimin.
Do’a adalah otaknya (sumsum/intinya) ibadah. (HR. Tirmidzi) selain itu
Do’a adalah senjata seorang mukmin dan tiang (pilar) agama serta cahaya langit dan
bumi. (HR. Abu Ya’la). Pengembalian diri seseorang hanyalah kepada Sang Pencipta
Allah SWT dengan melakukan ibadah,karena do’a termasuk ibadah maka dapat
dipanjatkan tatkala tidak dalam menghadapi permasalahan yang rumit.
Sedangkan dzikir adalah mengingat Allah SWT dengan maksud untuk
mendekatkan diri kepadaNya. Kita diperintahkan untuk berdzikir kepada Allah untuk
selalu mengingat akan kekuasaan dan kebesaranNya sehingga kita bisa terhindar dari
penyakit sombong dan takabbur.
Adzan adalah sebuah panggilan atau pemberitahuan kepada orang banyak
bahwasanya waktu sholat telah tiba. Dalam agama Islam, adzan ini mempunyai lafadz-
lafadz yang sudah ditentukan. Mengumandangkan adzan ini hukumnya adalah sunnah
muakkad, dan ini dilakukan sebelum melakukan shalat fardhu, baik sendirian ataupun
berjamaah. Iqamah adalah sebuah pemberitahuan kepada para jamaah shalat yang
telah mendatangi masjid atau mushalla, atau tempat shalat yang lain untuk
menyegerakan dirinya bangun dari duduknya dan berdiri untuk bersiap-siap
menjalankan ibadah shalat. Bacaan iqamah ini hampir sama dengan bacaan adzan,
bedanya lafadz yang dikumandangkan ketika iqamah cukup satu kali saja.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim Mahmud, Terapi Dengan Dzikir Mengusir Kegelisahan & Merengkuh


Ketenangan Jiwa, Misykat (Jakarta: Mizan Publika, 2004).
Departemen Agama, Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, (Semarang:
Tanjung Mas Inti, 1992).
In’ammuzahiddin Masyhudi, Nurul Wahyu A, Berdzikir dan Sehat ala Ustad Haryono,
(Semarang:  Syifa Press, 2006).
M. Amin, Aziz, Tirmidzi Abdul Majid, Analisa Zikir dan Doa, (Jakarta: Pinbuk Press,
2004).
M. Afif Anshori, Dzikir Demi Kedamaian Jiwa Solusi Tasawuf Atas Manusia Modern,
(YogyakartaL Pustaka Pelajar, 2003).
Teungku Hasbi Ash-Shiddieqiy, Pedoman Dzikir Dan Doa, (Jakarta: Bulan Bintang,  Cet
ke-llX, 1990).
In’ammuzahiddin Masyhudi, Nurul Wahyu A, Berdzikir dan Sehat ala Ustad Haryono,
(Semarang:  Syifa Press, 2006), hlm. 7.
M. Afif Anshori, Dzikir Demi Kedamaian Jiwa Solusi Tasawuf Atas Manusia Modern,
(YogyakartaL Pustaka Pelajar, 2003), hlm, 16.
Departemen Agama, Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, (Semarang:
Tanjung Mas Inti, 1992), hlm, 674  dan  373.
Teungku Hasbi Ash-Shiddieqiy, Pedoman Dzikir Dan Doa, (Jakarta: Bulan Bintang,  Cet
ke-llX, 1990), hlm, 36.
Abdul Halim Mahmud, Terapi Dengan Dzikir Mengusir Kegelisahan & Merengkuh
Ketenangan Jiwa, Misykat (Jakarta: Mizan Publika, 2004),  hlm, 78-79.
M. Amin, Aziz, Tirmidzi Abdul Majid, Analisa Zikir dan Doa, (Jakarta: Pinbuk Press,
2004), hlm. 19-21.
Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Salat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984)
Tim Bina Karya Guru, Pendidikan Agama Islam untuk Sekolah Dasar Kelas V, (Jakarta:
Erlangga, 2007)
Ahmadi, Abu, dan Tri Prasetya, Joko, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Pustaka
Setia, 1997.

Anda mungkin juga menyukai