Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH SHALAT

Dosen :
UMI HANI ,S.Ag., MPD

Nama Kelompok:
Nor Annisa 2105010004
Novita 2105010014
Nor Azizah 2105010041

Kelas Reguler Banjarmasin A


Fakultas Studi Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD ARSYAD AL-
BANJARI
TAHUN 2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................1
C. Tujuan.........................................................................................................................................1
BAB II..................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN...................................................................................................................................4
A. Sejarah Ibadah Shalat................................................................................................................4
B. Shalatnya orang Terdahulu Sebelum di Wajibkannya Shalat Lima Waktu..........................8
C. Pengertian Shalat........................................................................................................................9
D. Macam-macam Shalat..............................................................................................................11
BAB III PENUTUP...........................................................................................................................12
A. Kesimpulan...............................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................13

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam, yang telah memberikan petunjuk
kepada kita semua untuk mengenal kebenaran dan mengikuti-Nya agar terhindar dari cela dan
siksa di dunia maupun di akhirat.
Shalawat dan salam selalu kita curahkan kehariban junjungan Nabi Besar Muhamad
SAW, beserta keluarga, sahabat, beserta pengikut beliau hingga akhir jaman. Dalam
kesempatan ini kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya yang terutama kepada
Bapak Dosen dan Ibu Dosen sekaligus pengasuh mata kuliah yang memberikan bimbingan
serta arahan dalam pembuatan makalah dengan judul “SHALAT” sehingga dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Saya menyadari di dalam tulisan ini masih banyak kekurangan dan perlu
penyempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran konstruktif, guna
penyempurnaan makalah nanti. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami
sebagai penulis dan umumnya pembaca, Aamiin ya rabbal ‘alamin….

Banjarmasin, Mei 2022

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Shalat merupakan satu diantara kewajiabn yang harus dijalankan sebanyak lima kali
dalam sehari, yaitu shalat lima waktu yang hukumnya wajib bagi setiap umat muslim. Shalat
sendiri merupakan rukun Islam yang kedua yang sangat ditekankan atau menjadi ibadah yang
paling utama setelah dua kalimat syahadat. Shalat juga merupakan tiang atau pondasi agama
jadi shalat sangat penting bagi kita semua, dalam buku hikmah falsafah dan urgensinya karya
abdul Aziz Salim Basyarahil (1996:9) pengertian shalat adalah suatu ibadah yang meliputi
pergaaan tubuh yang khusus dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam (taslim). Shalat
merupakan ibadah yang mencakup berbagai ibadah didalamnya seperti zikir kepada allah
SWT, tilawah kitabullah, berdiri di dalamnya menghadap Allah SWT, sujud, doa, tasbih dan
takbir.
Shalat sendiri sebagai tiang agama Islam maka banyak dari ayat al-1r’an yang
memerintahkan kepada umat Islam untuk menjalankan ibadah shalat. Dimana setiap muslim
yang mukallaf wajib melaksanakan shalat lima waktu dalam sehari semalam. Dalam
menjalankan ibadah shalat terdapat beberapa syarat yang harus kita penuhi terlebih dahulu
diantaranya adalah: yang pertama beragama Islam, yang kedua, memiliki akal yang sehat dan
tidak gila, yang ketiga, sudah dewasa dan yang keempat adalah bersih dan suci dari najis,
haid, nifas dan sebagainnya.
Shalat merupakan ibadah yang tidak bisa dipisahkan antara umat muslim, shalat
adaalah kewajiban yang dilaksanakan setiap hari dari tebit fajar hingga tenggelam matahari,
umat muslim melaksanakan shalat lima waktu, adanya shalat lima waktu ini tidak serta merta
ada, ada sejarah ada perjalanan dan keutamaan dari perintah kewajiban melaksanakan shalat
bagi umat muslim.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah awal mula adanya ibadah shalat?
2. Bagaimana Shalat orang terdahulu sebelum diwajibkannya shalat lima waktu?
3. Apa pengertian Sholat?
4. Apa saja macam-macam Shalat?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah adanya shalat
2. Untuk mengetahi shalat-shalat orang terdahulu sebelum adanya perintah shalat lima
waktu

1
3. Untuk mengetahui pengertian shalat
4. Untuk mengetahui macam-macam shalat

2
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Ibadah Shalat
Dalam berbagai kitab tarikh tasyri’ dan sirah nabawiyah disebutkan bahwa shalat
lima waktu pertama kali diterima dan diwajibkan kepada umat Islam itu sejak Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam melaksanakan Isra dan Mi’raj, tepatnya pada 27
Rajab tahun kedua sebelum hijrah, atau sekitar tahun ke-11 kenabian Rasulullah shallallahu

4
‘alaihi wa sallam. Dalam kitab Mukasyafatul Qulub, juga dalam Hayatu Muhammad, karya
Muhammad Husein Haykal disebutkan bahwa ketika Nabi Muhammad SAW melaksanakan
Isra dari masjidil Haram (Mekah) ke Masjid al-Aqsha (Palestina), dengan mengendarai Buraq
bersama malaikat Jibril, lalu naik ke langit (Mi’raj), Nabi Muhammad SAW menerima
perintah shalat lima waktu di Sidratil Muntaha atau Baitul Ma’mur.
Sebelum sampai di Sidratil Muntaha, pada langit pertama, Rasul SAW bersama Jibril
minta dibukakan pintu langi dan ditanya, “Siapa”? Jibril lalu menjawab, “saya, Jibril.”
Ditanya lagi, “Siapa yang datang bersama kamu?” Jibril menjawab, “Muhammad.” Ditanya
lagi, “Apakah ia diutus?” Jibril kembali menjawab, “Iya.” Kemudia kalimata selamat datang
pun diucapkan untuk Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan pintu langit pun
dibukakan. Saat dibukakan pintu langit, Rasulullah melihat Nabi Adam di sana. Jibril lalu
memperkenalkan, “ini ayahmu; Adam.” Kemudian mengucapkan salam padanya, Rasul pun
ikut mengucapkan salam. Nabi Adam menjawab salam tersebut dan mengucapkan, ‘selamat
datang wahai Nabi yang Shaleh.”.
Perjalanan dilanjutkan ke langit kedua. Sesampainnya di sana, Jibril melakukan
percakapan yang sama seperti di langit sebelumnya. Setelah dibukakan pintu langit kedua,
Rasul bertemu dengan Yahya dan Isa, kemudian mengucapkan salam kepada mereka dan
dibalasnya dengan diikuti ucapan, “Selamat datang wahai saudara dan Nabi yang Shaleh.” Di
langit ketiga, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bertemu dengan Nabi yusuf yang
menyambutnya dengan ucapan yang sama seperti nabi di langit sebelumnya, “Selamat datang
wahai Saudara dan Nabi yang Shaleh.”.
Lanjut di langit keempat, Rasul bertemu Nabi Idris. Di langit kelima Rasul bertemu
Nabi Harun. Langit Keenam ada Nabi Musa yang mengucapkan, “Selamat datang wahai
saudara dan Nabi yang Shaleh.” Kemudian sesaat sebelum Rasul meninggalkan Musa,
terlihat Nabi Musa Menangis. Rasul bertanya, “Apa gerangan yang menyebabkanm menangis
wahai Nabi Musa?” Nabi Musa menjawab, “aku menangis karena umat Nabi (Muhammad)
yang diutus setelahku akan banyak masuk surge daripada umatku.” Kemudia perjalanan
dilanjutkan ke langit ketujuh. Di sana, Rasul bertemu Nabi Ibrahim, aya para nabi. Nabi
Ibrahim menyambutnya, “Selamat datang wahai Anakku dan Nabi yang Shaleh.” Dan,
langsung naik ke Sidratul Muntaha, kemudian dilanjutkan ke Baitul Ma’mur.
Baitul Ma’mur adalah tempat yang selalu dimasuki oleh tujuh ribu malaikat setiap
harinya. DIsana, Rasul disuguhi tiga gelas masing-masing berisi Khamr, susu, dan madu.
Dan, Rasul memilih gelas yang berisi susu yang berwarna putih seperti putih (fitrah)-nya diri
Nabi Muhammad dan umatnya. Di sana pula Rasulullah untuk pertama kalinya menerima

5
perintah shalat sebagai ibadah wajib umat Islam. Saat itu, perintah shalat wajib dilaksanakan
50 kali setiap harinya. Rasulullah kemudia turun dan bertemu dengan Nabi Musa dan
menceritakan perihal shalat ini. Nabi Musa menyarankan, “sesungguhnya umatmu akan
merasa berat mengerjakan shalat 50 waktu setiap hari. Kembalilah kepada Tuhanmu (allah)
dan mintalah keringan untuk umatmu.”
Rasul pun kembali untuk meminta keringanan, dan didapatlah keringan sehingga
perintah shalat menjadi 40 waktu setiap harinya. Kemudian, Rasul menghadap Nabi Musa
dan menceritakan perihal ini. Namun, Nabi Musa kembali menyarankan seperti saran
sebelumnya, “sesungguhnya umatmu akan merasa berat mengerjakan shalat 40 waktu setiap
harinya kembalilah kepada Tuhanmu (allah) dan mintalah keringanan untuk umatmu.”
Setelah berkali-kali Nabi Musa menyarankan supaya minta keringanan, akhirnya Allah
subhanahu wa ta’ala menetapkan, shalat dikerjakan lima kali dalam sehari semalam. Dengan
jumlah itu pun, Nabi musa masih menyarankan agar Rasul Shallallahu alaihi wa sallam
kembali menghadap Allah dan meminta keringanan. Dalam sebuah riwayat Musa berkata,
“Sesungguhnya umat yang besar-besar saja tidak mampu melaksanakan kewajiban Shalat dua
waktu dalam sehari semalam. Apalagi umatmu yang kecil-kecil. Mintalah keringan kepada
Allah.”
Atas hal ini, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “aku telah sering
meminta keringan untuk umatku sampai aku merasa malu sendiri kepada Allah. Biarlah
umatku melaksanakan shalat lima waktu dalam sehari semalam.” Sebelum adanya kewajiban
shalat lima waktu, sesungguhnya shalat yang pertama kali diwajibkan bagi Nabi Muhammad
Shallallahu alaihi wa sallam dan para pengikutnya adalah shalat malam. Hal ini telah
menjadi kesepakatan para ulama. Namun, sejak turunnya surah al-Muzammil (73) ayat ke 20,
shalat malam menjadi sunah.
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (shalat) kurang dari
dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan
dari orang-orang yang bersama kamu. Dan, Allah menetapkan ukuran malam dan siang.
Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu
itu. Maka, dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu)
dari Al-Qur’an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit
dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia allah; dan orang-
orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari
Al-Qur’an dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan berikanlah pinjaman kepada Allh
pinjaman yang baik. Dan, kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu

6
memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling
besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah: sesungguhnya allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dengan turunnya ayat ini, hukum shalat malam menjadi sunah. Ibnu Abbas, Ikrimah,
Mujahid, al-Hasan, Qatadah, dan ulama salaf lainnya berkata, turunnya ayat ke-20 surah al-
Muzammil (7) itu menjadi penghapus hukum shalat malam dari wajib menjadi sunah.
Sesungguhnya ayat ini menghapus kewajiban shalat malam yang mula-mula allah wajibkan
bagi umat Islam.
Sedangkan sejarah Shalat Lima waktu, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa
sallam merupakan nabi terkahir yang diutus oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk
membimbingi manusia ke jalan yang benar, jalan yang diridhai oleh allah subhanahu wa
ta’ala. Salah satu cara untuk membimbing umat manusia ke jalan kebenaran itu adalah
diperintahkannya shalat lima waktu. Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya,
bagaimana Allah memerintahkan pelaksanaan shalat lima waktu. Shalat lima waktu itu
meliputi Shubuh, Zhuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya. Berikut ini Sejarah singkat asal usul
shalat tersebut.
SHUBUH
Manusia pertama yang mengerjakan shalat Shubuh ialah Nabi Adam ‘alahis sallam yaitu
ketika Adam keluar dari surge lalu diturunkan ke bumi. Perkara pertama yang dilihatnya ialah
kegelapan dan baginda berasa takut yang amat sangat. Apabila fajar shubuh telah keluar,
Nabi Adam alaihis sallam pun shalat dua rakaat. Rakaat pertama: tanda bersyukur karena
Adam terlepas dari kegelapan malam. Rakaat kedua ; Tanda bersyukur karena siang telah
menjelma.
ZHUHUR
Manusia pertama yang mengerjakan shalat Zhuhur ialah Nabi Ibrahim ‘alaihis sallam yaitu
tatkala allah subhanahu wa ta’ala telah memerintahkan padanya agar menyembelih anaknya
Nabi Ismail ‘alaihis sallam. Seruan itu datang pada waktu matahari tepat di atas kepala, lalu
sujudlah Nabi Ibrahim sebanyak empat rakaat.
Rakaat pertama : tanda bersyukur bagi penebusan
Rakaat kedua : tanda bersyukur karena dibukakan dukacitanya dan juga anaknya.
Rakaat ketiga : Tanda bersyukur dan memohon akan keridhaan allah Subhanahu wa ta’ala.
Rakaat Keempat : tanda bersyukur karena korbannya digantikan dengan tebusan kibas
B. Shalat Orang Terdahulu Sebelum Shalat Lima Waktu di Wajibkan.
ASHAR

7
Manusia pertama yang mengerjakan shalat ashar ialah Nabi yunus ‘alaihi salam tatkala
baginda dikeluarkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dari perut ikan Nun. Ikan Nun telah
memuntahkan Nabi Yunus di tepi pantai, sedang ketika itu telah masuk waktu Ashar. Maka
bersyukurlah Nabi Yunus lalu shalat empat rakaat kerena telah diselamatkan oleh Allah
subhanahu wa ta’ala dari empat kegelapan yaitu:
Rakaat pertama : kegelapan karena keselahan.
Rakaat Kedua : kegelapan dengan air laut.
Rakaat Ketiga : Kegelapan dengan malam
Rakaat keempat : kegelapan dalam perut Ikan Nun.
MAGHRIB
Manusia pertama yang mengerjakan shalat maghrib ialah Nabi Isa alaihis salam yaitu ketika
Isa dikeluarkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dari kejahilan dan kebodohan kaumnya,
sedang waktu itu telah matahari terbenam. Bersyukur Nabi Isa, lalu shalat tiga rakaat karena
diselamatkan dari kejahilan tersebut yaitu:
Rakaat pertama : untuk menafikan ketuhanan, bahwa tidak ada Tuhan selain Allah yang
Maha Esa.
Rakaat kedua : untuk menghilangkan fitnah yang dituduhkan pada ibunya, Siti Maryam.
Rakaat ketiga : untuk meyakinkan kaumnya bahwa Tuhan itu hanya satu yaitu Allah
subhanahu wa ta’ala semata-mata, tiada dua atau tiganya.
ISYA’
Manusia pertama yang mengerjakan shalat isya ialah Nabi Musa alaihis salam. Ketika itu,
Nabi Musa telah tersesat mencari jalan keluar dari negeri Madyan, sedang dalam dadanya
penuh dengan perasaan dukacita. Allah subhanahu wa ta’ala menghilangkan semua perasaan
dukacitanya itu pada waktu Isya’ yang akhir. Lalu sembahyanglah. Nabi Musa empat rakaat
sebagai tanda bersyukur.
Rakaat pertama : tanda dukacita terhadap istrinya.
Rakaat kedua : tanda dukacita terhadap saudaranya, Nabi Harun
Rakaat ketiga : Tanda dukacita terhadap Firaun.
Rakaat keempat : tanda dukacita terhadap anak Firaun.
B. Shalatnya orang Terdahulu Sebelum di Wajibkannya Shalat Lima Waktu
Sebagaimana keterangan surah al-Muzammil (73) ayat 1-20, sesungguhnya shalat
pertama yang diwajibkan bagi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan umat Islam
adalah shalat malam. Namun, ketika ayat ke-20 diturunkan, shalat malam menjadi sunah.
Sebagaimana banyak dijelaskan oleh para ulama, termasuk dalam berbagai kitab klasik, pada

8
malam hari saat melaksanakan Isra, atau sesampainnya di Baitul Maqdis atau al-Aqsha, Rasul
Shallallahu alaihi wa sallam melaksanakan shalat dua rakaat. Ketika itu, Rasul Shallallahu
alaihi wa sallam bertindak sebagai imam, sedangkan makmumnya adalah para malaikat-
malaikat Allah, termasuk Jibril. Dengan berlandaskan surah Muzammil (73): 1-19, shalat
yang dikerjakan itu adalah shalat malam yang diwajibkan atas Rasul Shallallahu alaihi wa
sallam.
Lalu, ketika turun ayat ke-20 surah al-Muzammil, shalat yang diwajibkan adalah
shalat lima waktu yang diterima oleh Rasul Shallallahu alaihi wa sallam ketika
melaksanakan Isra dan Mi’raj pada 27 Rajab tahun ke—2 sebelum hijrah atau tahun 11
kenabian Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam atau tepatnya tahun 622 M. ketika tu
Rasul Shallallahu alaihi wa sallam berusia sekitar 51 tahun. Sebab, beliau lahir tahun 571 M,
kemudian diangkat menjadi Nabi pada usia 40 tahun. Dan berdakwah di Mekah selama 13
tahun dan sekitar 10 tahun di Madinah. Namun, sewaktu di Mekah, dua tahun sebelum hijrah,
Allah mewajibkan umat Islam untuk mendirikan shalat lima waktu. Dan, empat tahun
kemudian, Allah mewajibkan umat Islam berpuasa di bulan Ramadhan (2 Hijriyah).
Namun, tidak diketahui bagaimana saat itu cara Rasul Shallallahu alaihi wa sallam
melaksanakan shalat. Hanya saja, dalam sejumlah riwayat, beliau melaksanakan shalat seperti
yang dikerjakan umat Islam saat ini berdasarkan penjelasana dari Jibril. Jibril mengajarkan
Rasul Shallallahu alaihi wa sallam untuk mendirikan shalat secara benar sebagaimana yang
diperintahkan oleh Allah. Dan umat Islam, melaksanakan shalat sebagaimana diajarkan oleh
Rasul Shallallahu alaihi wa sallam. Shalatlah kamu, sebagaimana kalian melihat aku shalat.
(Muttafaq Alaih, disepakati ahli hadis).
Shalat Orang terdahulu, sesungguhnya, shalat Islam tidaklah tiba-tiba (ujung-ujung;
jawa), tapi telah lama dilakukan. Bahkan, shalat juga dilaksanakan oleh para nabi-nabi
terdahulu. Dr Jawwad ‘Ali, seorang pemikir kritis sekaligus sejarawan muslim asal Baghdad,
dalam karyanya berjudul sejarah shalat atau Tarikh as-Shalah fi al-Islam, menjelaskan,
shalat sudah dikerjakan sebelum Islam datang. Artinya, shalat juga dikerjakan oleh orang-
orang terdahulu, termasuk dalam ajaran agama terdahulu. Dalam ajaran agama Samawi atau
langit, shalat juga pernah dikerjakan oleh para nabi-nabi mereka. Sebagaimana dijelaskan
oleh Sami bin Abdullah al-Maghluts dalam kitabnya Athlas Tarikh al-Anbiya wa ar-Rusul,
agama Samawi itu adalah Islam, Yahudi, Nasrani, Hanif, dan Shabiyah Mandaiyah. Agama
Islam, nabinya adalah Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, Yahudi (Musa), Nasrani
(Isa), Hanif (Ibrahim), dan Shabiyah Mandaiyah (Yahya). Dan, para nabi tersebut juga

9
diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala untuk mendirikan shalat sebagai suatu
kewajiban atas diri mereka dan umatnya.
Nabi Ibrahim, Ismail, dan Ishak juga diperintahkan shalat. Ya Tuhan kami,
sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak
mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan
kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian
manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-
mudahan mereka bersyukur. (QS Ibrahim (14): 37). Lihat juga dalam ayat ke-40. Nabi Musa
dan Harun pun demikian. “dan kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya, ‘Ambillah
oleh berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu dan
jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu tempat shalat dan dirikanlah olehmu shalat serta
gembirakanlah orang-orang yang beriman,” (QS Yunus (10): 87).Nabi Daus juga
mendirikan shalat, sebagaimana tertera dalam Mazmur 119 ayat 62. DI tengah malam aku
bangun untuk memuji-Mu.
Nabi Zakaria juga mendirikan shalat, sebagaimana terdapat dalam surah Ali Imran
(3): 39. “kemudian malaikat (Jibril) memanggil Zakaria, sedang ia tengah berdiri melakukan
shalat di Mihrab”.
Nabi Isa juga shalat. Berkata Isa, ‘Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia
memberikan Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku
seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku
(mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku,
dan DIa tidak menjadikan aku seorang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga
dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari
aku dibangkitkan hidup kembali,’ (QS Maryam (19): 30-33).
Bahkan, Luqman juga memerintahkan shalat kepada anak atau keturunannya. (QS
Luqman (31): 17). Dan kaum bani Israil, yahudi, dan Nasrani, juga diperintahkan untuk
shalat. Padahal, mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat: dan yang demikian itulah agama yang lurus, (QS al-Bayyinah
(98): 5).
C. Pengertian Shalat
Shalat dalam arti Bahasa bermakna do’a atau pujian. Shalat secara istilah, terdapat 2
pengertian yang dikemukakan, yaitu:

10
Menurut Fuqaha atau ahli fiqih shalat diartikan sebagai ibadah yang terdiri dari perbuatan
atau gerakan dan perkataan atau ucapan tertentu, yang dimulai dengan takbir dan diakhiri
dengan salam. Menurut ulama tasawuf, shalat adalah menghadap kalbu kepada Allah SWT
hingga membangkitkan rasa takut kepada-Nya, serta menumbuhkan di dalam hati rasa
keagungan dan kebesaran-Nya serta kesempurnaan kekuasaan-Nya, atau menghadap kepada
Allah SWT dengan kalbu, bersikap khusu’ di hadapan-Nya, disertai dengan penghayatan
penuh tatkala berdzikir, berdo’a dan memuji-Nya. Berdasarkan pendapat di atas ibadah shalat
adalah menyerahkan diri kepada Allah dengan sepenuhnya melalui cara meninggalkan segala
apa yang dilarang dan menjalankan segala apa yang diperintahkan dengan iringan do’a yang
dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam, dan memenuhi beberapa syarat yang
ditentukan.
Imam rafi’I mendifinisikan shalat dari segi Bahasa yang berarti do’a dan menurut
istilah syara’ berarti ucapan dan pekerjaan yang dimulai dengan takbir, dan diakhir/ditutup
dengan salam. Dengan syarat tertentu. Kemudian shalat diartikan sebagai suatu ibadah yang
meliputi ucapan dan peragaan tubuh yang khusus, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan
salam (taslim). Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan shalat adalah suatu pekerjaan yang diniatkan ibadah dengan berdasarkan syarat-syarat
yang telah ditentukan yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam.
Shalat menghubungkan hamba kepada penciptanya, dan shalat merupakan manifestasi
penghambaan dan kebutuhan diri kepada Allah SWT. Dari sini maka, shalat dapat menjadi
media permohonan, pertolongan dalam menyingkirkan segala bentuk kesulitan yang ditemui
manusia dalam perjalanan hidupnya.
Shalat yang diwajibkan bagi tiap-tiap orang yang dewasa dan berakal ialah lima
waktu dalam sehari semalam. Maka barang siapa yang melaksanakan shalat lima waktu
dengan baik Allah menjanjikan surge untuknya, begitu juga sebaliknya. Adapun dasar-dasar
kewajiban ibadah shalat yang diperintahkan kepada manusia terdapat dalam (Q.S Al-Baqarah
ayat : 110).
“dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamus
usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya
Allah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan” . berdasarkan dalil-dalil al-qur’an
tersebut, kata perintah yang digunakan adalah “dirikanlah” bukan “laksanakanlah”. Dari
unsur kata-kata melaksanakan itu tidak mengandung unsur batiniah sehingga banyak mereka
yang Islam dan melaksanakan shalat tetapi mereka masih berbuat keji dan munkar.

11
Sementara kata mendirikan selain mengadung unsur lahir juga mengandung unsur batiniah
sehingga apabila shalat telah mereka dirikan maka mereka tidak akan berbuat jahat.
D. Macam-macam Shalat
Macam-macam shalat dibagi menjadi dua, yaitu shalat fardhu dan shalat Sunnah yang
dari masing-masing hukum tersebut dibagi menjadi dua, yaitu fardlu ‘ain, fardu kifayah,
Sunnah mu’akkad dan Sunnah ghoiru mu’akkad.
a. Shalat Fardlu
Shalat Fardlu dapat disebut juga shalat wajib, artinya apabila dikerjakan mendapat
pahala jika ditinggalkan mendapatkan dosa.
1. Fardlu ‘ain ialah kewajiban yang diwajibkan kepada mukallaf langsung berkaitan dengan
dirinya dan tidak boleh ditinggalkan ataupun dilaksanakan oleh orang lain, seperti shalat lima
waktu, dan shalat jum’at (fardhu ‘Ain untuk pria).
2. Fardhu Kifayah ialah kewajiban yang diwajibkan kepada mukallaf tidak langsung berkaitan
dengan dirinya. Kewajiban itu menjadi Sunnah setelah ada sebagian orang yang
mengerjakannya. Akan tetapi bila tidak ada orang yang mengerjakannya maka kita wajib
mengerjakannya dan menjadi berdosa bila tidak dikerjakan, seperti shalat jenazah.
b. Shalat Sunnah (nafilah)
Shalat Sunnah yaitu shalat yang dianjurkan untuk dikerjakan artinya apabila
melakukannya mendapat pahala dan jika meninggalkannya tidak mendapatkan dosa dan
siksa.
1. Sunnah Mu’akkad adalah Sunnah yang selalu dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, yang
dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hamper mendekati wajib), seperti shalat dua hari
raya, shalat Sunnah witir dan shalat Sunnah thawaf.
2. Sunnah ghoiru mu’akkad ialah shalat yang tidak selalu dikerjakan oleh Nabi Muhammad
SAW yang dianjurkan tanpa penekanan yang kuat, seperti shalat Sunnah Rawatib dan shalat
Sunnah yang sifatnya insidentil (tergantung waktu dan keadaan, seperti shalat khusuf hanya
dikerjakan ketika terjadi gerhana).

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
shalat dari segi Bahasa yang berarti do’a dan menurut istilah syara’ berarti ucapan dan
pekerjaan yang dimulai dengan takbir, dan diakhir/ditutup dengan salam. Dengan syarat
tertentu. Kemudian shalat diartikan sebagai suatu ibadah yang meliputi ucapan dan peragaan
tubuh yang khusus, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam (taslim). Shalat pertama
kali diperintahkan ketidak Nabi Muhammad SAW Isra Mi’raj.
Shalat merupakan perintah yang wajib dilaksanakn oleh umat muslim sesungguhnya,
shalat Islam tidaklah tiba-tiba (ujung-ujung; jawa), tapi telah lama dilakukan. Bahkan, shalat
juga dilaksanakan oleh para nabi-nabi terdahulu. Dr Jawwad ‘Ali, seorang pemikir kritis
sekaligus sejarawan muslim asal Baghdad, dalam karyanya berjudul sejarah shalat atau
Tarikh as-Shalah fi al-Islam, menjelaskan, shalat sudah dikerjakan sebelum Islam datang.
Artinya, shalat juga dikerjakan oleh orang-orang terdahulu, termasuk dalam ajaran agama
terdahulu. Dalam ajaran agama Samawi atau langit, shalat juga pernah dikerjakan oleh para
nabi-nabi mereka. Macam-macam shalat dibagi menjadi dua, yaitu shalat fardhu dan shalat
Sunnah yang dari masing-masing hukum tersebut dibagi menjadi dua, yaitu fardlu ‘ain, fardu
kifayah, Sunnah mu’akkad dan Sunnah ghoiru mu’akkad

13
DAFTAR PUSTAKA

Al Mahfani, M. K. (2007). Buku pintar shalat. WahyuMedia.


El-Fikri, S. (2014). Sejarah Ibadah. Republika Penerbit.
Kanus, O. (2019). REKONSTRUKSI SEJARAH SHALAT SEBAGAI LEMBAGA
KEAGAMAAN ISLAM (Telaah kitab Tafsir Ibnu Katsir). Jurnal Ulunnuha, 8(1), 63-
88.
Maryam, S. (2018). Shalat Dalam Perspektif Imam Al-Ghazali (Kajian Sufistik). AL-
FIKRAH: Jurnal Studi Ilmu Pendidikan Dan Keislaman, 1(2), 106-113.
PUSPITA, J. (2018). PELAKSANAAN SHALAT DHUHA DALAM MENINGKATKAN
KECERDASAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK DI MADRASAH ALIYAH AL-
HIKMAH BANDAR LAMPUNG (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).
SARI, N. D. (2015). Peran Guru Dan Orang Tua Dalam Memotivasi Ibadah Sholat Wajib
Siswa Di Mts Negeri Pucanglaban Tahun 2015.

14

Anda mungkin juga menyukai