Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

SHALAT JAMAAH, SHALAT MUSAFIR, DAN SHOLAT JUMAT

Dosen pengampu : Diah Mukminatul Hasyimi, M.E.Sy

Mata kuliah : Fiqih

Disusun oleh kelompok 4 (kelas c)

1. Mukhilisn (2251040305)
2. Anisa Maharani (2251040026)
3. Rahma Annisa (2251040320)

MANAJEMEN BISNIS SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UIN RADEN INTAN LAMPUNG

TAHUN 1444 H/ 2022


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadiran Allah SWT. Karna atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul, SHOLAT BEJARJAMAAH, SHOLAT
JUMAT, DAN MUSAFIR. Sholawat dan salam kita sanjung agung kan kepada jujungan kita
Nabi Muhammad SAW, Yang kini nantikan syafaatnya di hari akhir kelak. Adapun tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tuga mata kuliah yang penulis
sajikan dari bebagai sumber. Dan penuh dengan kesabaran terutama pertolongan dari Allah
SWT. Akhirnya makalah ini dapat penulis selesaikan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
sempurna dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, Karena penulis masih
dalam tahap pembelajaran. Penulis sangat berharap makalah ini bermanfaat bagi kita pribadi
khususnya dan bagi semua pihak pada umumnya.

Lampung, 16 september 2022

Penyusun :

Mukhlisin (2251040305)

Anisa Maharani (2251040026)

Rahma Annisa (2251040320)

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................................i


KATA PENGANTAR............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1 Latar belakang.......................................................................................................1
2.1 Rumusa masalah....................................................................................................3
3.1 Tujuan masalah............................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................4
2.1 ShalatJamaah..........................................................................................................4
2.2 ShalatMusafir.........................................................................................................8
2.3 SholatJum'at.........................................................................................................12
BAB III PENUTUP................................................................................................................
A..Kesimpulan..............................................................................................................
B. Saran.........................................................................................................................

DAFTARPUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam merupakan agama yang mempunyai aturan dan ajaran-ajaran yang lengkap dan
sempurna. Kelengkapan dan kesempurnaan ajaran-ajarannya dapat dilihat dalam berbagai
aspek kehidupan. Aspek-aspek kehidupan yang menjadi perhatian Islam tidak hanya aspek
kehidupan yang berhubungan langsung dengan Allah Subhanahu wa Ta‟ala sebagai Dzat
Pencipta dan satu satunya Dzat yang wajib disembah (habl min Allah) akan tetapi aspek
kehidupan itu juga meliputi hubungan sesama manusia (habl min al-nas) maupun hubungan
dengan makhluk lainnya, seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan (habl min al-alam).

Dalam hubungan secara langsung dengan Allah, Islam telah memberikan tata cara
khusus yang harus dilakukan oleh umat Islam. Tata cara yang mengatur hubungan langsung
dengan Allah secara khusus adalah shalat. Shalat merupakan ma’lum min al-din bi
al-dharurah (bagian dari urusan agama yang dipahami urgensitasnya). Shalat adalah
kewajiban dalam islam yang paling utama dan menjadi pilar agama yang paling agung, shalat
merupakan rutinitas ibadah yang tetap harus di lakukan dalam kondisi apapun, apakah itu
dalam kondisi sehat maupun sakit, ketika menetap di suatu tempat maupun dalam perjalan.
Islam memandang shalat sebagai tiang agama yang dapat membuktikan keislaman
seseorang dan mengukur sejauh mana keimanan nya. Sebagai ibadah madhah, shalat
merupakan satu-satunya ibadah langsung yang dapat menjembatani hubungan batin manusia
dengan Allah, yaitu hubungan makhluk dengan penciptanya. Rasulullah secara langsung
bertemu dengan Allah, beliau diperintah oleh Allah untuk mendirikan shalat, yang kita kenal
sebagai peristiwa perjalanan “Isra mi’raj”

Shalat berjamaah dikatakan syiar Islam yang sangat agung, dan diwajibkan secara
khusus bagi laki-laki Muslim yang terkena kewajiban melaksanakan shalat. Dengan adanya
kewajiban shalat berjamaah ini, ajaran Islam terlihat lebih hidup dan eksis, kerukunan umat
Islam lebih mudah tercipta dan tampak indah, bisa saling ta’awun dalam kebaikan dan
ketakwaan. Sehingga tepatlah, jika syariat memberikan banyak pahala bagi mereka yang
menghidupkan syiar ini, di samping memberikan ancaman berat  bagi yang
meninggalkannya.

Allah telah menganugerahkan bermacam-macam keistimewaan dan keutamaan kepada


umat ini. Diantara keistimewaan itu adalah hari Jum’at, setelah kaum Yahudi dan Nasrani
dipalingkan darinya. Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata: “Hari ini dinamakan Jum’at, karena
artinya merupakan turunan dari kata al-jam’u yang berarti perkumpulan, karena umat Islam
berkumpul pada hari itu setiap pekan di balai-balai pertemuan yang luas. Allah SWT
memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin berkumpul untuk melaksanakan ibadah
kepada-Nya.

Allah berfirman. Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat  Jum'at,
Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli[1475]. yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (al-Jumuah: 9) Maksudnya: apabila
imam telah naik mimbar dan muazzin telah azan di hari Jum'at, Maka kaum muslimin wajib
bersegera memenuhi  panggilan muazzin itu dan meninggalakan semua pekerjaannya

iv
Di dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW., bersabda:

“Sebaik-baik hari di kala matahari terbit ialah hari jum’at. Pada hari inilah Nabi Adam AS
diciptakan. Pada hari ini pila, Ia dimasukan kedalam surge. Dan tidaklah hari kiamat akan
terjadi kecuali pada hari jum’at”.

Sabda Rasulallah SAW:

“sesungguhnya hari Jum’at penghulu semua hari dan paling agung disisi Allah, ia lebih agung
di sisi Allah dari hari Raya Idul Adha dan Idul Fitri. Dalam hari Jum’at trdapat lima
keutamaan : pada hari itu Allah menciptakan Adam, padahari itu Allah menurunkan adam ke
bumi, pada hari itu allah mewafatkan adam, pada hari itu ada satu saat yang tidaklah seorang
hamba meminta kepada Allah  sesuatu melainkan dia pasti memberikannya selama tidak
meminta suatu  yang haram, dan pada hari itu akan terjadi kiamat. Tidaklah malaikat yang
dekat (kepada Allah), langit, bumi, angin, gunung, dan lautan, melainkan mereka semua
merindukan hari Jum’at.” (HR. Ibnu Majah)
.shalat musafir adalah shalatnya orang-orang yang sedang dalam perjalanan.adapun tujuan
shalat musafir ini adalah sebagai sebuah RUKHSAH atau keringanan agar para musafir yang
kesulitan menjalankan ibadah dimudahkan.dalam kondisi tertentu shalat tidak dapat didirikan
secara normal karena adanya halagan yang menyebabkan tidak bisanya melaksanakan shalat
tersebut.selama berpegian,orang islam disyariatkan dan diperbolehkan untuk mengqashar
shalat,hal ini ditetapkan berdasarkan dalil al-quran,sunnah dan ijma’.Adapun ketetapan dari
al-quran antara lain firman Allah SWT dalam surat an-nisa(4):101
Yang artinya:
“Dan apabila kamu berpergian dimuka bumi,maka tidaklah mengapa kamu men- qashar
sembahyang(mu),jika kamu takut diserang orang-orang kafir.Sesungguhnya orang-orang
kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu’.(an-anisa[4]:101)
Dalam perjalanan dan dalam keadaan takut.pembatasan rasa takut dalam ayat tersebut
bukanlah bentuk pengecualian atau difahami secara mafhum mukhalafah,sebab ada dalil yang
menerangkan safar dalam keadaan aman.Selain itu,Nabi SAW menjalankan tentang
kedudukan rakaat solat ketika dalam perjalanan mengqashar shalat ketika dalam
perjalanan,antara lain mengetahui hadits yaitu:
Yang artinya:”Dari ‘Aisyah Radliyallaahu’anha ia berkata,shalat yang pertama kali
difardhukan adalah dua rakaat,maka ditetapkan hal itu untuk shalat dalam perjalanan dan
disempurnakan untuk shalat hadir (tidak dalam perjalanan).(mutafaq alaih)”.
Dalil-dalil diatas secara tegas menunjukan pensyariatan shalat qashar.Secara tasubut dan
dillalahnya itu pasti.Segenap ulama telah sepakat tentang keberagaman shalat qashar ini.
Ahli hukum islam telah merumuskan kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan kondisi
yang sulit dalam pelaksaannya antara lain sepertinya:
Artinya:”kesulitan menarik kemudahan”

Kaidah ini menjelaskan bahwa sebuah hukum yang melampui batas kesulitan yang
semestinya harus lah diiringkan.jika tidak demekian maka hukum tersebut tidak dapat
dilaksanakan oleh mukalaf, misalnya shalat orang sakit berat,atau hal-hal yang terkait
pertimbangan medis atau berhubungan dengan nyawa seseorang, atau lupa,dipaksa,ketindak
tahuan,kekurangan alaimiyah dan lain sebagainya,hal ini ditetepkan melalui Dalil nakqli dan
jalan ijtihad adapun perihal shalat qashar keringannya telah ditunjukan syarah. Kemudahan
yang diberikan karena musafir ini antara lain:

v
1.mengqashar shalat
2.menjamak’shalat’
3.berbka puasa
4.tidak menjalankan shalat jumat

Keberadapan shalat qashar karna safar ini telah disepakati oleh sahabat dan fukoh ha
mashap serta para pengikutnya,karena dari sisi tasubut dan dadalahnya itu pasti.namun dalam
permasalahan hukum slahat qashar mereka berbeda pendapat,apakah seorang musafir
diwajibkan mengqashar shalat,atau diperbolehkan.kemudian apakah solat qashar itu’azima
atau ruksha,dan bagai mana pula kaifia dan syarat-syarat lainnya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pengertian shalat jamaah?


2. Apa yang dimaksud dengan shalat musafir?
3. Apa yang dimaksud dengan shalat jumat?

1.3 Tujuan Masalah

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian shalat jamaah?
2. Memahami shalat musafir?
3. Memahami pengertian shalat jumat?

vi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sholat Jama'ah

A. Pengertian dan hukum shalat jamaah


shalat jamaah adalah shalat yang dilakukan secara bersama-sama yang diimami oleh
seorang imam dan diikuti oleh makmum. Imam adalah pemimpin shalat berjamaah.
Shalat bejamaah lebih utama dibandingkan dengan shalat mumfarid(sendiri).
Berdasarkan hadits nabi shalat berjamaah lebih baik 27 derajat jika dibandingkan dengan
shalat mumfarid. Shalat disyariatkan pelaksanaannya secara jamaah. Dengan jamaah
shalat ma’mum terhubung dengan shalat imamnya. Legalitas syara’bshalat jamaah
ditetapkan dalam al-quran,sunnah, dan kesepakatan ulama (ijma’).
Allah SWT berfirman:
‫وإذا كنت فيهم فأقمت لهم الصلوة فلتقم طائفة منهم معك‬

“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak
Mendirikan sholat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka
berdiri (sholat) bertamu (QS.Anissa:(4):102)

Ayat ini menunjukan Legalitas shalat jamaah dalam kondisi ketakutan, sehingga
Legalitas pelaksanaannya dalam kondisi aman jelas jauh lebih utama.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi SAW bersabda:


‫صالة الرجل في جماعة تزيد على صالته في بيته و شوقه خمسا وعشرين درجة‬
“ Shalat seseorang secara berjamaah melebihi shalatnya didalam rumahnya dan
pasarnya dengan tingkat kelebihan 25 derajat”.1

Hadits senada diriwayatkan dari ibnu Umar secara Marfu’:

“Shalat jamaah lebih afdhal daripada shalat sendirian dengan tingkat keafdhalan 27
derajat”. 2

Shalat berjamaah termasuk salah satu keistimawaan yang diberikan dan disyariatkan
secara khusus bagi umat islam. Ia mengandung nilai-nilai pembiasaan diri untuk
patuh,berani, bersabar dan tertib aturan, disamping nilai sosial untuk menyatukan hati
dan menguatkan ikatan.
Ancaman dan kecaman Nabi SAW atas orang yang meninggalkan shalat jamaah
membuat sebagian ulama menyatakan wajib dan fardu’ain. Namun sebagian yang lain
mengatakan fardhu kifayah, dan sebagian lagi akan sah jika tidak dilaksanakan dengan
berjamaah tanpa adanya udzur. Adapun pendapat yang rajih dalam hal ini adalah
pendapatan yang dikatakan oleh mayoritas ulama bahwa shalat berjamaah hukumnya
Sunnah Mu’akaddah

1
191 Muttafaq'alaih. Hal 237
2
192 Ibid

vii
B. Jamaah shalat kaum perempuan
Shalat jamaah bagi kaum perempuan dengan caranya,salah satu dari mereka maju
menjadi imam dikalangan mereka. Ketentuan ini merujuk pada hadist narasi Raithah,AL-
Hanafiah,ia bercerita: Aisyah biasa mengimami kami. Ia berdiri dihadapan kami dalam
shalat maktubah(fardh).

Kehadiran kaum perempuan ke masjid


Kaum perempuan boleh datang kemasjid untuk melakukan shalat jamaah dengan syarat
harus tertutup, tidak berdandan (tabarruj), dan tidak memakai wewangian yang dapat
merangsang nafsu syahwat. Namun,yang lebih utama bagi kaum perempuan adalah tidak
menghadiri shalat jamaah dimasjid, merujuk pada hadits narasi Ibnu Umar:

“Janganlah kalian halang-halangin wanita-wanita kalian pergi ke masjid,namun (shalat


mereka di) rumah lebih baik bagi mereka”.3

Hadits narasi Abu Hurairah r.a bahwasanya Nabi SAW besabda:

“Janganlah kalian halang-halangi hamba-hamba perempuan Allah pergi ke masjid-


masjid Allah,namun hendaklah ia keluar rumah dengan penampilan biasa (tanpa make-
up dan parfum)”.
Kebolehan kaum perempuan keluar rumah dan pergi ke masjid disyaratkan harus
bener-bener aman dari fitnah. Jika tidak, maka mereka tidak boleh, Aisyah pada kaum
perempuan sepeninggalannya, maka beliau pasti melarang mereka pergi kemasjid
sebagaimana kasus pelarangan serupa pada kaum wanita Bani Israil. Tidak disangsikan
lagi bahwa pembatas larangan ini hanya pada shalat isya, dikarenakan isya merupakan
waktu malam dan gelap,banyak terdapat orang-orang fasik, bagitu juga shalat yang lain
jika kehadirannya dikhawatirkan menimbulkan fitnah.

C.Ukuran minimal terwujudnya jamaah


Selain dalam shalat jumat, jamaah sudah terwujud dengan adanya seorang imam dan
ma’mum,mmeskipun ma’mum tersebut seorang wanita,budak,atau anak kecil yang
mumayyiz,baik dimasjid maupun ditempat lain,baik dalam shalat fardhu maupun shalat
sunnah.hal ini merujuk pada hadits narasi Malik bin Huwairits:”Hendaklah keduanya
adzan dan iqamah!”Hadits ini berlaku umum,dan sesuatu yang umum tetap pada
keumumanya sampai ada dalil yang mengkhususkan,sementara di sini tidak ada dalil
yang mengkhususkannya.

D. Ukuran minimal mendapatkan jamaah


Keutamaan jamaah didapatkan seseorang jika ia masih mendapati bagian jamaah
bersama imam sebelum salam.meskipun hanya sekejap,maka ia telah mendapatkan
keutamaan berjamaah dalam tiap shalat.hadits narasi Abu Hurairah r.a.bahwasanya Nabi
SAW bersabda:
“Jika iqamah shalat telah dikumandakan, maka janganlah kamu bergegas
mendatanginya dengan berlari-lari kecil,dan datangilah dengan tetap berjalan.tetap
jagalah ketenangan.apapun yang kalian temukan dari jamaah,maka shalatlah,dan
sempurnakanlah apa yang terlewat darimu”.

E. Syarat-Syarat berjamaah
3
197 HR. Ahmad (II/76), Abu Dawud (567), dan IbnuKhuzaimah (1684). Hal 240

viii
Seorang imam harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.Islam,karena itu syarat utama dalam pendekatan diri seseorang hamba kepada
Allah SWT.
2.Akil;
3.Baligh,
4.Laki-laki.imam shalat jamaah harus seorang laki-laki,dan wanita tidak boleh
menjadi imam bagi laki-laki
5.Imam haruslah orang yang mampu membaca alquran dengan baik dan benar.

Syarat mengikuti jamaah,yaitu berhubungan dengan ma’mum:


1.Tidak boleh mendahului imam.9
2.Mengetahui gerakan perpindahan imam
3.Mengikuti imam
4.Ma’mum mengetahui status dan keadaan imam

F. Beberapa permasalahan terkait imam dan ma’mum


1.Ma’mum orang mengerjakan shalat fardhu dengan orang mengerjakan
shalat Sunnah
2.Ma’mum orang yang shalat sambil duduk kepada mushalil yang berdiri
dan sebaiknya
3.Ma’mum orang yang berwudhu kepada orang yang bertayammum
4.Ma’mum orang yang melakukan satu shalat fadhu pada orang yang melakukan
Shalat fardhu lain

G. ORANG YANG BERHAK MENJADI IMAM


Orang yang behak menjadi imam adalah orang yang ditunju dan digaji oleh
negara,karena meskipun ia addalah wakil yang ditunjuk oleh pemerintahan tetapi tetap dia
yang lebih utama,dan jika dipilih dengan kesepakatan ahli masjd maka ia lebih berhak.
Status keimaman merupakan otoritas khusus (al-walayah al-khashshah).
1.Keimanan orang yang tidak diutamakan (al-mafdhul)
2.Keimanan orang buta
3.Keimanan orang yang saleh dan fasik
4.Keimanan orang yang dibenci Ma’mum

H. POSISI IMAM DAN MA’MUM


Merujuk hadits narasi Ibnu Abbas,ia bercerita:”Aku pernah shalat bersama Nabi
SAW,lalu aku berdiri disamping kiri beliau,maka beliau meraih rambut kucirku dan
mrnrmpatkanku disebelah kanannya”.ini adalah pendapat kebanyakan ahli ilmu dan
pendapat keempat imam mazhab.jika ma’mum berdiri disisi kiri imam,maka shalatnya sah
hanya saja hal itu melanggarkan keafdhalan,karena Nabi SAW memerintahkan Ibnu
Abbas diawal shalatnya dan tidak memerintahkan untuk mengulang takbiratul ihram.

I. TATA KRAMA DAN SUNNAH-SUNNAH SHALAT JAMAAH


Tata krama atau etika shalat jamaah antara lain:
1. jika iqamah dikumandangkan sementara imam belum datang maka jamaa
sebaiknya tidak bergegas berdiri sampai mereka melihat imam.
2. Lebih afdhal jika imam berdiri menghadap jamaah ditengah-tengah shaff untuk
merapatkan shaff,merujuk pada hadis narasi Jabir.

3. memahami shaff tepat dari belakang imam dengan memperhatikan barisan awal

ix
dan sebelah kanan.
4. Barisan (shaff) yang berada didekat imam sebaiknya adalah orang yang mempunyai
keutamaan,merujuk hadits narasi Ibnu mas’ud
5. Imam membaca surah-surah yang ringan (pendek) dan tidak memangjangkannya
melebihi kadar yang disunnahkan.

J. UDZUR ATAU HALANGAN YANG MEMPERBOLEHKAN


MENINGGALKAN SHALAT JAMAAH
1. Sakit keras yang tidak menyulitkan untuk datang ke masjid.
2. Hujan lebat yang membuat orang harus menutupi kepalanya,
3. Diantara halangan yang diperbolekan untuk meninggalkan jamaah

K. MEKANIS PELAKSANAKAN SHALAT BAGI MA’MUM MASBU’Q


(TERLAMBAT)

Pertama, ia langsung mengikutii apa yang dilakukan imam saat itu,baik dalam
keadaan ruku’,sujud,berdiri,atau lainnya.
Kedua,rakaat yang ia temui bersama imam dijadikan sebagian akhir
shalatnya,sebagaimana riwayat hadits narasi Abu Hurairah ra,ini merupakan versi yang
masyhur dari pendapat imam Ahmad.
Ketiga,apa yang didapatkan ma’mum nasbuq bersama imam dijadikan sebagai awal
shalatnya dalam hal perbuatan,maka perbuatannya didasarkan pada hal itu,sedangkan
dalam hal bacaan atau perkataan,apa yang didapatkan ma’mum masbuq bersama imam
dijadikan akhir shalat.

L. HAL-HAL YANG DIPERBOLEHKAN DALAM SHALAT


1.Menangis dalam shalat karena takut kepada Allah SWT
2.Membunuh ular,kalajengking,dan segala sesuatu yang dapat melukai manusia.
3.Berjalan karena adanya hajat selama tidak membelakangi kiblat
4.Mengucapkan Alhamdulilah ketika bersin dalam shalat.
5.Menggendong anak kecil pada saat shalat.

M. Hal-hal yang dimakruhkan dalam shalat


1.Menggaruk-garuk baju atau badan tanpa tujuan yang disyaratkan.
2.Menekan ruas-ruas jari hingga meninmbulkan suara.
3.Bersandar pada kedua tangannya pada saat duduk tanpa adanya hajat.
4. Memalingkan wajah dari kiblat tanpa adanya udzur.
5.Membaca bacaan alquran pada saat sujud dan rukun.
6.Melihat sesuatu yang membuat dirinya tidak bisa khusyu
7.Melakukan tankis dalam shalat.
8.Memberi kekhususan dalam berdoa.

2.2 Sholat Musafir

x
Istilah musafir diambil dari kata bahasa Arab yang artinya adalah melakukan perjalanan,
kata musafir dalam bahasa Arab adalah isim Fa’il atau kata yang memiliki posisi sebagai
subyek atau pelaku. Musafir dalam pengertian secara bahasa adalah orang yang
melakukan perjalanan.

Selama bepergian, orang Islam disyariatkan dan diperbolehkan untuk mengashar shalat.
Hal ini ditetapkan berdasarkan dalil Alquran, sunnah, dan ijma'.

Adapun ketetapan dari Alquran antara lain firman Allah :

‫وإذا صرتهم في األرض فليس عليكم جناح أن تقصروا من الصلوة إن خفتم أن يفتكم‬

‫الذين كفروا إن الكفرين كانوا لكم عدوا مبينا ؟‬

Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqushar
shalat (mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir
itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. An-Nisa' (4): 101)

A. JARAK TEMPUH YANG MEMBOLEHKAN QASHAR


Untuk boleh mengqashar shalat, jarak perjalanan yang ditempuh he mencapai jarak
tertentu yang membolehkan mengqashar shalat y berjumlah empat rakaat. Namun,
berdasarkan penelitian, tidak ada s dalil shahih pun dari Nabi mengenai pembatasan jarak
definint va memperbolehkan menggashar shalat.

Abu Muhammad Abdullah bin Qudamah mengatakan dalin kitabnya Al-Mughni


"Penyusun, Imam Abu Al-Qasim Al-Kharq men Aku tidak tahu dari mana para ulama
mendapatkan dalil (menget batasan jarak perjalanan yang memberbolehkan qashar),
karena perkata para sahabat saling bertentangan dan hujjah tidak boleh berasal dari yang
salingbertentangan."4

Pertama, hal itu betentangan dengan sunnah Nabi yang kami riwayatkan dan
bertentangan dengan aspek literal ayat Alquran yang menerangkan hal itu, karena secara
chahir ia memperbolehkan qashar secara mutlak bagi orang yang bepergian, sebagaimana
dalam Surah An Nisa' ayat 101: "Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka
tidaklah mengapa kamu mengqashar shalat (mu)..."

Persyaratan adanya rasa takut telah gugur dengan hadis yang di riwayatkan oleh Ya'la bin
Umayyah. Karena itu, tetaplah makna zhahir ayat yang menerangkan bolehnya qashar
bagi setiap orang yang bepergian, begitu juga sabda Nabi yang secara zhahir mengatakan
"Bagi musafir, ia mengusap sepatu (khuff) selama tiga hari". Hadis ini hanya
menerangkan batasan masa mengusap sepatu (khuff), dan ia tidak dapat dijadikan hujjah
untuk menentukan jarak waktu diperbolehkannya qashar. Karena perjalanan pendek yang
memakan waktu kurang tiga hari kadang disebut Nabi sebagai safar (bepergian),
sebagaimana penuturan beliau: "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada

4
288Al-Mughni (II/94). Hal 288

xi
Allah dan hari kiamat, bepergian dalam perjalanan sehari kecuali bersama dengan
mahramnya."

Kedua, penetapan jarak harus didasarkan pada penetapan yang bersifat rauqifi, sehingga
tidak boleh hanya sekadar berdasarkan pendapat semata. Penetapan jarak qashar juga
tidak memiliki landasan dalil maupun dalil pembanding yang dapat dijadikan sebagai
qiyas. Dengan demikian, keunggulan argumentasi berada di pihak kalangan yang
memperbolehkan qashar bagi setiap musafir, tanpa ditentukan jarak tertentu.
Kenyataannya tidak ada kesepakatan ulama yang menentangnya dan ia pun didukung
oleh beberapa hadis yang dengan jelas-jelas menetapkan bahwa orang yang bepergian
secara mutlak boleh melakukan qashar. Orang melakukan perjalanan selama satu hari,
satu malam, dua malam dan tiga malam bahkan lebih, semuanya dinamakan musafir.

B. MEKANISME MENGQASHAR SHALAT

Kalangan ahli fiqh menyepakati kebolehan menggashar shalat yang berjumlah empat
rakaat. Aisyah ra. berkata: "Semula shalat diwajibkan Ja rakaat dua rakaat, baik saat
muqim maupun dalam perjalanan. Lalu ia Jnetapkan (demikian) dalam shalat perjalanan
dan ditambah (jumlah kaya) dalamshalatsaatmugim."5

Umar bin Khaththab berkata: "Shalat dalam perjalanan dua rakaat, shalat idul adha dua
rakaat, shalat idul fitri dua rakaat, shalat jum'at dua rakaat sempurna tanpa qashar
berdasarkan keterangan Nabi kalian. Muhammad 'Dan sesungguhnya telah menagi orang
yang mengada-adakan Ledustaan'. (QS. Thaha (20):61)

Dari nash-nash di atas penulis menganggap baik pendapat yang menyatakan bahwa
mengqashar shalat adalah 'azimah (ketentuan dasar) kebalikan rukhshah. Pendapat ini
dikatakan oleh kalangan ulama mazhab Hanafi dan orang-orang yang sepakat dengan
mereka.

Ayat di atas menjelaskan tentang mengqashar sifat shalat khauf, bukan mengqashar
(meringkas) jumlah bilangan. Ibnu Qayyim berkat "Umarlah yang bertanya kepada Nabi
mengapa kita mengashar shake sedangkan kita sudah dalam keadaan aman? Namun,
Nabi menjawab Itu adalah sedekah yang disedekahkan Allah 54 kepada kalian maka
terimalah sedekah-Nya."2966Jadi, keduahadis di atas, yaitu had Umar yang menanyakan
kepada Nabi & tentang shalat qashar dan perkataan Umar yang menyatakan bahwa shalat
orang musafir adalah dua rakaat tidak saling bertentangan. Dari jawaban Nabi statas
pertanyaan Umar bahwa itu adalah sedekah Allah 54 kepada kalian semua dan agama
Allah adalah agama yang memudahkan, dapat diketahui bahwa yang dimaksud dari ayat
ini bukanlah mengqashar jumlah bilangan sebagaimana yang dipahami oleh kebanyakan
orang. Sebab Umar mengatakan: Shalat orang musafir adalah dua rakaat secara sempurna
tanpa qashar. Atas dasar ini, tidak ada indikasi dalam ayat di atas yang menunjukkan
bahwa meringkas jumlah bilangan adalah mubah dan tidak ada dosa padanya, sehingga
jika mushalli mau melaksanakannya, yaitu mengqashar, maka ia boleh saja
melakukannya, dan jika mau, ia juga boleh shalat secara sempurna tanpa qashar.
5
293 muttafaq’alaih. Hal 291
6
296 Zid Al-Ma'id (1/121).

xii
Rasulullah dalam bepergianya selalu melakukan shalat dua rakaat dua rakaat dan beliau
tidak pernah shalat empat rakaat (dalam perjalanan) kecuali sesuatu yang beliau lakukan
dalam sebagian shalat khauf.

C. MASA PENGQASHARAN SHALAT BAGI MUSAFIR

Seorang musafir boleh terus mengqashar shalat sampai ia kembali daerahnya atau berniat
untuk menetap selama 15 hari atau lebih dis tempat, sebagaimana penuturan Ibnu Abbas
dan Ibnu Umar: Jika kam telah sampai ke suatu daerah tujuan, sedangkan kamu adalah
seor musafir dan kamu mempunyai niatan untuk tinggal selama 15 malam mengetahu
maka sempurnakanlah shalatmu. Sedangkan jika kamu tidak mengeta kapan kamu pergi,
maka qasharlah!" Pendapat ini juga dipegang kalanga ulama mazhab Hanafi, Ats-Tsauri,
dan Al-Laits bin Sa'ad.

E. MENJAMAK DUA SHALAT

Pembahasan tentang menjamak shalat mencakup menjamak shalat pada saat bepergian
dan pada saat tidak bepergian adalah sebagai berikut.

Pertama, selama bepergian, kita boleh menjamak shalat yang waktuya berdekatan, yaitu
zhuhur dengan ashar atau maghrib dengan isya, baik Jengan jamak taqdim maupun jamak
ta'khir, baik di Arafah maupun di tempat lainnya. Hal ini merujuk pada hadis yang
diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia bercerita: Maukah aku beritahukan kepada kalian ihwal
shalat Nabi di saat bepergian! Kami jawab, ya. Ia menukas, "Jika matahari tergelincir
sementara beliau masih berada di rumah, maka beliau menyegerakan shalat ashar di
waktu zhuhur dan menjamak keduanya di waktu tergelincir (zawal). Sedangkan jika
beliau bepergian sebelum matahari tergelincir, beliau menunda shalat zhuhur hingga
waktu ashar kemudian menjamak keduanya di waktu ashat. Ketika maghrib tiba,
sementara beliau berada di rumahnya, beliau menjamak maghrib dan isya (dengan jamak
taqdim), sedangkan jika sedang tidak berada di rumah, maka beliau terus berjalan hingga
tiba waktu isya, barulah beliau turun dan menjamak keduanya (denganjamakta'khir)."300 7

Kedua, menjamak shalat ketika tidak bepergian. Disyariatkan juga menjamak shalat
ketika tidak dalam bepergian, merujuk pada perkatan Ibnu Abbas

Shalat Khauf (Karena Takut)

Kaum muslimin disyariatkan meminta perlindungan kepada Tuhan mereka ketika musuh
datang untuk memerangi mereka atau ketika taku kepada binatang buas, kebakaran,
tenggelam, ataupun lainnya dengan melakukan shalat khauf (karena takut). Legalitas
hukum shalat kha didasarkan pada firman Allah

‫أسلحتهم فإذا سجدوا فليكونوا من ورايكم ولتأت طائفة أخرى لم يصلوا فليصلوا معاك‬

7
300 HR. Ahmad (1/367), dan Al-Baihaqi (11/163) dengan komentar ini adalah hadis dha'if dan di riwayatkan melalui
perawitiqah hanya saja perawi-perawinya di ragukan dalam status hadis ini. Al-Baihaqi melansirnya dari narasi Ibnu
Abbas. Lihat Al-Fath (IX/679).

xiii
Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak
mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka
berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang
shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka
pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan
yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bershalatlah mereka denganmu." (QS. An-
Nisa' (4): 102)

300 HR. Ahmad (1/367), dan Al-Baihaqi (11/163) dengan komentar ini adalah hadis dha'if dan
diriwayatkan melalui perawi tiqah hanya saja perawi-perawinya diragukan dalam status ke marhan hadis
ini. Al-Baihaqi melansirnya dari narasi Ibnu Abbas. Lihat Al-Fath (IX/679).

2.3 Shalat Jum'at

A. PENGERTIAN SHALAT JUM'AT

Kata al-Jumu'ah berasal dari kata ijtima'. la disebut hari Jum'at karena pada hari itu
penciptaan Adam dihimpun dari air dan tanah.

B. HAL-HAL YANG DITUNTUT PADA HARI JUM'AT

Pada hari Jum'at, kaum muslim disyariatkan untuk mandi, bersiwak, memakai
wewangian, dan memakai pakaian terbaik, merujuk hadis narasi Abu Sa'id Al-Khudri dan
Abu Hurairah bahwasanya Nabi bersabda:

‫من اغتسل يوم الجمعة واشتاك ومش من طيب إن ك•ان عن••ده وليس من أحس••ن ثياب•ه ثم خ•رج ح••تى ي•أتي المس•جد فلم‬
‫يتخط رقاب الناس ثم ركع ما شاء أن يركع ثم أنصت إذا خرج اإلمام فلم يتكلم حتى يفرغ من صالته كانت كف••ارة لم••ا‬
‫بينها وبين‬

‫الجمعة التي قبلها‬

Barang siapa mandi pada hari Jum'at, menyikat gigi (bersiwak), memakai wangi-wangian
jika memang punya, dan mengenakan pakaian terbaiknya, kemudian pergi hingga sampai
masjid, lalu ia tidak melangkahi pundak pundak manusia, kemudian ruku' (shalat) sesuai
kehendak Allah, kemudian diam mendengarkan ketika imam keluar tanpa berbicara sama
sekali hingga shalat usai, maka hal itu menjadi penghapus dosa anta Jum'at tersebut dan
Jum'at sebelumnya. 3098

C. BERSEGERA MELAKSANAKAN SHALAT JUM'AT

Jika adzan shalat jum'at sudah berkumandang, maka wajib atas otatag mukallaf (dewasa)
untuk bersegera memenuhi pangalan tersebut d meninggalkan segala aktivitasnya, seperti
jual beli, makan, dan sebagainya, berdasarkan firman Allah 54:

‫باب الذين امنوا إذا أردت للصلوة من يوم الجمعة فاسعوا إلى ذكر هللا وذروا‬

8
309 HR. Ahmad (III/81), Abu Dawud (343), Ibnu Khuzaimah (1762), dan Al-Hakim (1/283) dengan pernyataan
bahwa hadis ini shabih.

xiv
2 ‫البيع دايكم خير لكم إن كنتم تعلمون‬

Hai orang-orang beriman, apabila deseruuntuk menunaikan shalat jan Maka bersegeralah
kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkaralah d beli. Yang demikian itu lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui. (QS Al-Jumu'ah (62): 9)

D STATUS HUKUM SHALAT JUM'AT

Shalat jum'at terdiri dari dua rakaat, merujuk hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, ia
berkata: "Shalat musafir adalah dua rakaat, shalat dhuha dua rakaat, shalat hari raya idul
fitri dua rakaat, dan shalat jum'at juga dua rakaat secara sempurna bukan qashar,
berdasarkan keterangan Muhammad. 3139

Shalat jum'at hukumnya fardhu 'ain, berdasarkan firman Allah se "Hai orang-orang
beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum' maka bersegeralah kamu kepada
mengingat Allah dan tinggalkanlah jual bel (QS. Al-Jumu'ah (62): 9)

E. TEMPAT PELAKSANAAN DAN BILANGAN SHALATJUM'AT

Shalat jum'at wajib dilaksanakan di setiap daerah atau di setiap kota, de shalat jum'at
tidak wajib atas orang yang berada di luarnya, sebagaim yang perkataan Ali "Tidak ada
jum'at maupun tasyriq kecuali di misht in (kawasan pemukiman luas dengan populasi
penduduk mengumpul)."318

Mishr adalah kawasan yang besar, sehingga keberadaan mad bukanlah syarat sah bagi
pelaksanaan shalat jum'at, karena tidak ada persyaratan harus dilakukan secara
berjamaah. Jika memang ada persyaratan harus berjamaah pasti hal itu diterangkan dalam
ma'tsur. Ini adalah pendap mayoritas ulama yang penulis anggap bagus, berbeda dengan
apa yarg dikemukakan kalangan ulama mazhab Maliki yang mensyaratkan demikia
namun dalam hal ini mereka tidak mempunyai sandaran.

F. HAL-HAL YANG MENJADI KEHARUSAN DALAM KHUTBAH JUM'AT

Ada beberapa hal yang menjadi keharusan sebagai syarat sah khutbah Jumat, antara lain
sebagai berikut.
1. Khutbah harus dilakukan sebelum shalat, karena khutbah adalah
syarat sehingga harus didahulukan.
2. Khatib harus suci dari hadats dan najis dan menutup aurat.
3. Khutbah disampaikan pada waktu jum'at di hadapan jamaah yang menjadikan
terlaksananya shalat jum'at, dan harus dengan suara lantang demi tercapainya faedah
khutbah.
4.Antara khutbah dan shalat jum'at tidak terpisah dengan jarak yang kira-kira dapat
digunakan untuk makan karena hal itu dianggap sebagai pemisah yang memotong shalat,
berbeda halnya dengan wudhu, mandi, dan lain sebagainya.
5. Khutbah harus disampaikan dengan menggunakan bahasa Arab kecuali jika memang
tidak mampu.

9
313 Sebagaimana dalam bab sholat musafir

xv
G. TATA CARA PELAKSANAAN SHALAT JUM'AT

Shalat jum'at berjumlah dua rakaat. Dalam kedua rakaat ini, Imam mengeraskan bacaan Al-
Fatihah, kemudian membaca Surah Al-Aladi rakaat pertama dan Surah Al-Ghâsyiyah di
rakaat kedua, atau Surah Al Jumuah dan Surah Al-Munafiqun. Hal ini merujuk pada hadis
yang diriwayatkan oleh Ubaidillah bin Abu Rafi dari Abu Hurairah & bahwasanya dalam
shalat jum'at ia membaca Surah Al-Jumuah dan Surah Al-Munafiqun, kemudian berkata,
"Aku pernah mendengar Rasulullah * membaca keduanya (dalam shalat jum'at)."32510

Diriwayatkan juga oleh An-Nu'man bin Basyir bahwasanya saat shalat jum'at dan Hari
Raya, Rasulullah kerap membaca Surah Al-A'l dan Surah Al-Ghâsyiyah." Dan terkadang
keduanya jatuh pada hari yang sama, lalu beliau pun membaca kedua surah tersebut. 32611

H. SHALAT RAWATIB JUM'AT

Sunnah hukumnya melakukan shalat empat rakaat rawatib setelah shalat jum'at,
berdasarkan hadis narasi Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah bersabda:

‫إذا صليلة الجمعة فليصل بعدها أربعا‬

Jika kalian shalat jum'at, maka shalatlah empat rakaat setelahnya. 33112
Juga berdasarkan perkataan Ibnu Umar: "Rasulullah shalat dua rakaat setelah shalat jum'at
di rumahnya." Hadis-hadis di atas menunjukkan mengenai legalitas syara' shalat sunnah
rawatib setelah shalat jum'at, akan tetapi akan lebih afdhal kalau shalat sunnahnya
dilaksanakan di rumah.

Terkait dengan shalat rawatib sebelum jum'at, tidak ada hadis yang diriwayatkan secara
shahih mengenai pelaksanaan shalat rawatib sebelum jum'at, akan tetapi yang ada hanyalah
bahwasanya ketika matahari telah tergelincir Rasulullah keluar dari kamar dan masuk
masjid, kemudian salam dan naik ke mimbar. Selanjutnya mu'adzin mengumandangkan
adzan di luar masjid dan ketika mu'adzin selesai adzan, Nabi mulaiberkhutbah tanpa jeda
pemisah. Inilah yang benar menurut pendapat penulis, dan ini pula yang menjadi pendapat
kalangan ulama mazhab Maliki dan Hanbali.

BAB III
PENUTUP

10
325 HR. Muslim, Abu Dawud (1124), At-Tirmidzi (519), danIbnuMajah (1115).

11
326 HR. Muslim, Abu Dawud (1122), Ar-Tirmidzi (533), dan An-Nasa'i (III/112).

12
331 HR. Muslim, Abu Dawud (1131), At-Tirmidzi (522), An-Nasa'i (III/113), danIbnuMajah
(1332)

xvi
3.1 Kesimpulan

Shalat jamaah adalah shalat yang dilakukan secara bersama-sama yang diimami oleh
seorang imam dan diikuti oleh makmum. Imam adalah pemimpin shalat berjamaah.Shalat
bejamaah lebih utama dibandingkan dengan shalat mumfarid(sendiri). Berdasarkan hadits
nabi shalat berjamaah lebih baik 27 derajat jika dibandingkan dengan shalat mumfarid.
Shalat disyariatkan pelaksanaannya secara jamaah.
Istilah musafir diambil dari kata bahasa Arab yang artinya adalah melakukan
perjalanan, kata musafir dalam bahasa Arab adalah isim Fa’il atau kata yang memiliki
posisi sebagai subyek atau pelaku. Musafir dalam pengertian secara bahasa adalah orang
yang melakukan perjalanan.
Shalat jum'at terdiri dari dua rakaat, merujuk hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu
Umar, ia berkata: "Shalat musafir adalah dua rakaat, shalat dhuha dua rakaat, shalat hari
raya idul fitri dua rakaat, dan shalat jum'at juga dua rakaat secara sempurna bukan qashar,
berdasarkan keterangan Muhammad.

3.2 Saran

Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini, akan


tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal
ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis.

Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan
sebagai bahan evaluasi untuk ke depannya. Sehingga bisa terus menghasilkan
penelitian dan karya tulis yang bermanfaat bagi banyak orang.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz Muhammad Azzam Abdul, Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Ibadah, Jakarta:

xvii
Sinar Grafika Offset. 2020

HR. Ahmad (II/76), Abu Dawud (567), dan Ibnu Khuzaimah (1684).

HR. Muslim, Abu Dawud (1124), At-Tirmidzi (519), dan Ibnu Majah (1115).

HR. Muslim, Abu Dawud (1122), Ar-Tirmidzi (533), dan An-Nasa'i (III/112).

HR. Muslim, Abu Dawud (1131), At-Tirmidzi (522), An-Nasa'i (III/113), dan Ibnu Majah
(1332).

xviii

Anda mungkin juga menyukai