MAKALAH
disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Sejarah Seni Rupa Islam
Dosen Pengampu : Dr. Taswadi, M.Sn.
Disusun Oleh :
Anindya Laili Rofifa(2000599)
Cythia Hellena G(2003805)
Hernika Kurniani(2009151)
Irwan Fajari(2004551)
Nada Tasya N(2007659)
Shafa Lathifah S(2007905)
Yudha Aditya(2004724)
Zaihan Salsabila(2008525)
KELAS A
JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA DAN KERAJINAN
FAKULTAS PENDIDIKAN SENI DAN DESAIN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
A. Latar Belakang.......................................................................................3
B. Rumusan Masalah..................................................................................3
C. Tujuan Pembahasan...............................................................................4
BAB II.....................................................................................................................5
PEMBAHASAN.....................................................................................................5
A. Seni Arsitektur.......................................................................................5
B. Seni Kaligrafi.........................................................................................6
C. Seni Miniatur.........................................................................................7
D. Uang Logam..........................................................................................9
BAB III..................................................................................................................13
PENUTUP.............................................................................................................13
A. Kesimpulan..........................................................................................13
B. Saran....................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam mulai berkembang pesat ditengah majunya peradaban Islam. Seiring
dalam majunya era peradaban Islam, dimasa inilah dimana, masa terakhir Nabi Muhammad
telah menyapaikan dakwahnya yang terakhir. Pada tahun 10 H (631 M) Nabi Muhammad SAW
beserta rombongan besar melaksanakan haji yang terakhir kalinya. Dalam kesempatan itu
turunlah ayat Al-Qur’an yang terakhir yaitu surah Al-Maidah (5): 3), yakni sebagai berikut.
Pada hari ini Aku sempurnakan agamamu, dan Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan Aku
relakan Islam sebagai agamamu. (QS. Al-Maidah (5):3).
Nabi Muhammad SAW telah menyapaikan khutbahnya yang sangat bersejarah, yang
isinya merupakan prinsip-prinsip yang mendasari gerakan Islam. Prinsip-prinsip itu merupakan
prinsip yang paling penting dalam kehidupan umat Islam kedepanya. Bahwa, umat Islam harus
selalu berpegang teguh pada pada dua sumber perkara, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.
Pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 H (8 Juni 632 M) masyarakat Mekkah
dikejutkan dengan kabar duka yang mendalam, bahwasanya Nabi Muhammad telah wafat
dalam usia 63 tahun. Amin (2013c:85.) Isak tangis yang begitu mendalam, seakkan sepeninggal
Nabi Muhhamad masih belum diterima disemua kalangan masyarakat Mekkah.
Dari kelompk lain juga mengajukan calon yang akan meneruskan kepemimpinan
Rasulullah, yaitu dari Ahlul bait Rasullullah, yaitu Abdullah bin Abbas atau nama lainya Ali bin
3
abi Thlib. Kelompok lain juga berpendapat bahwa yang berhak juga untuk meneruskan dakwah
Rasulullah ialah kaum Quraisy, dan juga dalam golongan lain juga mengajukan yang berhak
meneruskan dakwah Rasulullah ialah kaum Anshar. Sehingga, pada masa dipenghujung
perdaban Islam yang mulai maju, setelah sepeninggal Rasulullah, empat pengganti beliau dalam
mengurus pengembangan dakwah dan penyiaran Agama Islam telah dipimpin oleh pemimpin
yang adil dan benar. Amin (2013e :93).
Dalam perkembangan dan pemerintahan Agama Islam dipimpin oleh empat sahabat
terdekat selama 30 tahun. Kepemimpinan tersebut adalah periode empat Khalifah atau disebut
sebagai al-Khulafa al-Rasyidun, yang terdiri dari empat Khalifah, yaitu , Sulaiman (2014 :205).
Dalam bidang pemerintahan, 4 Khalifah ini telah memberikan suatu pengaruh yang
besar bagi perkembangan peradaban Agama Islam. Kemajuan dan perkembangan Agama Islam
yang pesat ini ditandainya dengan perluasan dan penyebaran Agama Islam hingga mencapai
keseluruh wilayah negara Islam. Setelah sepeninggal Rasulullah, tampuk pemerintahan
dipegang oleh 4 Khalifah yang agung ini, yang diberi gelar al-Khulafa al-Rasyidun.
Dalam perjalananya yang begitu singkat, dalam sebuah rintisan dan penguatan, masa
pemerintahan al-Khulafa’ al-Rasyidum adalah masa yang sangat bermakna dalam sejarah
peradaban Islam. Dimana masa-masa tersebut telah digunakan untuk kepentingan dijalan Allah
dalam menegakkan keadilan dan mencegah kebatilan. Khalifah Abu Bakar, dalam
perjuangannya yang telah memberikan perubahan besar bagi Agama Islam telah berhasil
menetralisir keadaan dikalangan yang hampir bersitegang dalam perihal pengganti Rasulullah.
3
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana awal mula seni terbentuk pada masa Khullafa AlRasydun?
2. Bagaimana perkembangan seni pada masa Khullafa Al Rasydun?
3. Apa saja seni yang sudah terbentuk pada masa Khullafa Al Rasydun?
4. Manfaat apa saja yang terdapat pada seni di masa Khullafa Al Rasydun?
3
C. Tujuan Pembahasan
1. Memaparkan bagaimana perkembangan seni pada masa Khullafa Al Rasydun
Terjadi
2. Memaparkan macam-macam seni yang terdapat pada masa Khullafa Al Rasydun
3. Menjelaskan bagaimana awal mula pembentukan berbagai jenis seni masa Khullafa
Al Rasydun
4. Memafarkan Fungsi dan manfaat dari karya seni pada masa Khullafa Al Rasydun
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Seni Arsitektur
Arsitektur islam adalah suatu arsitektur atau hasil usaha manusia yang memiliki
wujud kongkrit sebagai pemenuh atas kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani.
Perkembangan arsitektur islam sangatlah luas meliputi bangunan tempat tinggal dan
bangunan keagamaan. Di antaranya istana, benteng, masjid, kuburan, bak pemandian
umum, air mancur, dan lain-lain.
Konsep pemikiran arsitektur islam bersumber dari Al Quran, Hadits, Keluarga Nabi,
Khalifah, Ulama, dan Cendikiawan Muslim. Dalam pembangunannya, arsitektur ini
memegang faktor fisik dan faktor metafisik. Maksud faktor fisik yaitu wujud fisik
arsitektur harus sesuai dengan ajaran agama islam. Sedangkan, faktor metafisik berarti
arsitektur mampu membuat penghuninya untuk bertakwa kepada Allah SWT, menjamin
penghuninya merasa aman dan nyaman, serta mendorong pemiliknya untuk senantiasa
bersyukur.
5
Pendirian arsitektur tidak merusak lingkungan alam
Perkembangan Arsitektur Islam
Perkembangan arsitektur islam pertamakali ditandai dengan berdirinya Masjid Juatha di
Arab Saudi. Tokoh yang mempopulerkannya adalah Khilafah Rashidun yang
memerintah pada tahun 632-661. Berikutnya pada masa pemerintahan Khalifah
Umayyah di tahun 661-750, arsitektur islam merupakan perpaduan dari arsitektur
bergaya barat dan arsitektur bergaya timur. Yang paling populer yaitu kombinasi
arsitektur byzantium dan arsitektur sassanid. Arsitektur Umayyah ini banyak
memainkan cat dinding, mosaik, relief, termasuk ditambahkannya mihrab ke dalam
masjid yang seolah-olah kini menjadi standar desain masjid di dunia.
Ketika Khalifah Abbasiyah berkuasa pada (750-1513), pengaruh arsitektur sassanid dan
arsitektur khas asia tengah kental sekali dalam arsitektur islam. Masjid-masjid pun
diperluas dan dilengkapi dengan courty yard. Beberapa arsitektur peninggalan Khalifah
Abbasiyah antara lain Masjid Al-Mansur di Baghdad, Masjid Samarra di Irak, dan
Masjid Balkh di Afganistan.
Masuknya agama islam di Afrika Utara, salah satunya ditandai dengan berdirinya
Masjid Agung Cordoba yang dipengaruhi arsitektur moorish. Kekhasan arsitektur
moorish terletak pada penggunaan pola-pola geometris yang tegas. Pengaruh arsitektur
ini juga menyebar luas sampai ke Spanyol dengan dibangunnya istana dan benteng
Alhambra bergaya moorish. Warna-warna yang tren meliputi emas, merah, dan biru
dengan ornamen berbentuk dedaunan. Bangunan-bangunan peninggalan islam di masa
ini di antaranya bangunan Bab Merdum di Toledo dan Gerbang Lengkung Media
Azahara.
Arsitektur islam juga banyak dipengaruhi oleh kebudayaan persia. Hal ini disebabkan
kedekatan hubungan antara khalifah islam dengan kekaisaran persia terutama pada abad
ke-7. Bahkan bisa dikatakan bahwa desain arsitektur islam merupakan perkembangan
dari arsitektur persia. Ciri khas dari masjid yang bergaya persia yakni adanya
6
lengkungan bangunan yang ditopang oleh pilar-pilar, pilar menggunakan batu bata, dan
taman yang luas di sekeliling masjid. Kebudayaan hindu sempat mempengaruhi
arsitektur islam di Asia Timur dan Asia Tenggara, namun akhirnya pengaruh arsitektur
persia ini mendominasi hampir semua bangunan yang berarsitektur islam.
Perubahan dan perkembangan fisik bangunan masjid yang terjadi, pada masa
khulafaurrasyidin antara lain:
A. Perkembangan Arsitektur Rumah Ibadah
1. Masjid al-Haram
Adalah salah satu dari tiga masjid yang paling mulia dalam Islam. Masjid ini
dibangun di sekitar Ka’bah yang dibangun oleh nabi Ibrahim‘Alaihis Salam.
[1] Khalifah Umar bin Khattab pada tahun ke-17 H mulai memperluas masjid yang pada
masa Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam masih sangat sederhana. Tuntutan
perluasan bangunan masjid sepeninggal Rasulullah, dari waktu ke waktu senantiasa
mengalami perkembangan. Dengan sedikit penyempurnaan, yaitu berupa pembuatan
benteng atau dinding rendah, tidak sampai setinggi badan.[2] Perluasan
itu juga dilakukan dengan cara membeli rumah-rumah yang ada di sekitarnya. Masjid
ini dikelilingi dengan tembok batu bata setinggi kira-kira 1,5 meter. Kemudian pada
masa khalifah Usman bin Affan (26 H) Masjid al-Haram diperluas kembali.
[3] Perluasan daerah masjid dan sedikit mengalami penyempurnaan.
2. Masjid Madinah (Nabawi)
Masjid ini didirikan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa Sallam pada saat
pertama kali tiba di Madinah dari perjalanan hijrahnya. Masjid tersebut didirikan di
tempat ketika unta Rasul berhenti.
Dinding masjid nabawi pada masa Nabi Muhammad berukuran setinggi tegak
dan terbuat dari susunan bingkah-bingkah tanah liat yang dikeringkan. Arah kiblat pada
masa-masa permulaan menghadap baitullah di yarussalem hingga pintu masuk berada
pada penjuru dinding bagian selatan, berjumlah tiga buah pintu. Belakangan arah kiblat
dirubah menghadap baitullah di mekkah hingga pintu-pintu masuk pada dinding selatan
itu ditutup. Pintu masuk kini, berjumlah tiga buah, berada pada penjuru dinding bagian
7
utara. Penjuru dinding bagian selatan itu ditinggikan, begitupun penjuru dinding kiri-
kanannya seukuran sepuluh hasta, lalu diatap dengan anyaman pelepah tamar. Tiang-
tiang yang menopang atap, dan begitupun kasau-kasau atap, terbikin dari pohon tamar.
Baitullah yang ada di Yerussalem itu dibangun pada masa dulu oleh raja
(Nabi) Sulaiman (973-933). Diatas bukit zion, sedangkan baitullah yang di Mekkah itu
dibangun pada masa dulu oleh Nabi Ibrahim ( 2000 SM.) Bersama puteranya Nabi
Ismail, hingga baitullah yang di Mekkah terpandang baitullah tertua di dunia ( Surah al-
Imran: 96). Justru perubahan arah kiblat itu wajar sepanjang kenyataan sejarah.
Pada masa pemerintahan khalifah abu bakar (632-634 M.) Yang dua tahun
lamanya itu tidak ada perubahan dilakukan terhadap bangunan masjid Nabawi itu. Pada
masa pemerintahan khalifah Umar (634-644 M.) Yang sepuluh tahun lamanya itu
berlaku perluasan pada penjuru selatan dan penjuru barat dan juga penjuru utara akan
tetapi bentuk bangunannya masih tetap sederhana seperti pada masa nabi
besar Muhammad.
Dengan bertambahnya jumlah umat Islam, khalifah Umar mulai memperluas
masjid ini (17 H): bagian selatan ditambah 5 meter dan dibuatkan mihrab, bagian barat
ditambah 5 meter dan bagian utara ditambah 15 meter. Pintu masuk menjadi 3 buah.[4]
Pada masa khalifah Usman, masjid Nabawi diperluas lagi dan diperindah.
[5] Beliau memperindah masjid tersebut dengan bahan batu pualam.[6] Dindingnya
diganti dengan batu, bidang-bidang dinding dihiasi dengan berbagai ukiran. Tiang-
tiangnya dibuat dari beton bertulang dan ditatah dengan ukiran, plafonnya dari kayu
pilihan. Unsur estetis mulai diperhatikan.[7]
3. Pembangunan masjid-masjid baru
Pembangunan masjid-masjid baru juga dilakukan di beberapa daerah
atau wilayah yang berhasil dikuasai. Di Baitul Maqdis baru, Umar membangun sebuah
masjid yang berbentuk lingkaran (segi delapan) dan dindingnya terbuat dari tanah liat,
tanpa atap, tepatnya di atas bukit Muriah. Kemudian masjid yang dibangunnya ini
dikenal dengan masjid Umar. Di Kuffah, pada tahun 17 H Saad bin Waqas, sebagai
penglima perang membangun sebuah masjid dengan bahan-bahan bangunan Persia lama
dari Hirah dan selesai pada tahun 18 H. Masjid ini sudah memiliki mihrab dan menara.
8
Di Fustat, Mesir pada tahun 21 H Amr bin Ash sebagai panglima perang ketika
menaklukan daerah tersebut, membangun masjid Al-Atiq. Secara fisik masjid ini relatif
sudah berkembang maju bila dibandingkan dengan masjid-masjid yang ada. Di kota
Basrah pada tahun 14 H oleh ‘Utbah bin Ghazwan. Di Madain, pada tahun 16 H Saad
bin Abi Waqas menjadikan sebuah gedung sebagai masjid.di Damaskus, pada tahun 14
H gereja St Jhon dibagi dua, sebagian (timur) menjadi milik muslim, oleh Abu Ubaidah
bin Jarah.[8]
9
3. Masjid sebagai madrasah
Fungsi dan peran pasjid Nabawi bukan hanya terbatas sebagai tempat beribadah dan
musyawarah, akan tetapi ia juga berfugsi dan berperan sebagai Pusat Lembaga
Pendidikan Islam. Menurut para hali Sejarah Islam, seperti Ibnu Hisyam dan Ath-
Thobari menjelaskan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa Sallam sering
memberikan pelajaran kepada para sahabat, baik yang berkaitan dengan urusan dunia
maupun akhirat.
Hal ini dilakukan di masjid Nabawi dan Quba dengan cara Halaqah (Lingkaran,
seperti pengajian yang dipraktekan di Pondok-pondok Pesantren Tradisional). Melalui
Majlis Halaqah inilah lahir para tokoh dan cendikiawan seperti Abu Bakar, Umar bin
Khattab, Usman binAffan, Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Ibnu
Mas’ud, Ibnu Abbas, Abdurrahman bin auf dan masih banyak-tokoh-tokoh Islam
lainnya.
4. Masjid sebagai BaituI Maal
Pada zaman Nabi dan Khulafaurrasyidin, Masjid Nabawi berfungsi dan berperan
sebagai pengumpul Zakat maal, Zakat Fitrah, Infaq dan Shadaqah dan sebagian dari
harta pampasan perang. Setelah terkumpul lalu dibagikan kepada para Mustahik. Hal ini
didasarkan kepada hadits shahih riwayat Bukhari, Muslim dan perawi lainnya.
10
7. Masjid sebagai Mahkamah / Pengadilan
Sehubungan dengan semakin bertambah banyaknya masyarakat yang memeluk
Islam, maka bertambah pula persoalan-persoalan yang muncul. Diantaranya adalah
perselisihan dan perdebatan antar masyarakat tentang berbagai hal. Untuk itu, masjidlah
yang bertugas dan berperan untuk mendamaikan dan memecahkan berbagai
problematika sosial yang terjadi.
8. Masjid sebagai media informasi dan komunikasi
Menurut riwayat beberapa hadits shahih bahwa masjid Nabawi telah dijadikan
sebagai media informasi dan komunikasi oleh sebagian sahabat, diantaranya seorang
ahli syair, Hasan bin Tsabit. la biasanya membaca puisi di dalam masjid. Puisi tersebut
berisi tentang ungkapan kebaikan-kebaikan Islam, pembelaan terhadap Nabi dan kaum
Muslimin serta keistimewaan tentang ajaran Islam. Ketika nabi mendengarkan syair
tersebut, la berkomentar: “wajib dari seorang Rasulullah (mendo’akan) Ya
Allah, kuatkanlah ia dengan ruhulkudus (Malaikat Jibri!)”.
B. Seni Kaligrafi
Kaligrafi merupakan salah satu kesenian Islam yang mendapat perhatian besar
dari kalangan umat Islam. Pada dasarnya kaligrafi adalah seni tulisan indah
(munculnya); Makki, Madani, Anbari dan Baghdadi. Seiring dengan perkembangan
waktu, tampil beberapa nama (khat) seperti, khat Khufi, mutsallat, mudawwar dan
seterusnya. Seni kaligrafi mempunyai peran yang besar dalam perkembangan peradaban
Islam di dunia. Pengaruh dari ekspansi kekuatan Islam, perluasan Arab, peran raja dan
masyarakat elit memberikan motivasi dan mempermudah perkembangan seni kaligrafi
dan mempengaruhi perkambangan keilmuan khususnya pada masa daulah Abbasiyah.
Setelah masa daulah Abbasiyah keberadaan kaligrafi masih tetap eksis, berkembang,
bahkan muncul beberapa ahli kaligrafi seperti Ibnu Muqlah.
Kaligrafi adalah salah satu karya kesenian Islam yang paling penting. Kaligrafi
Islam yang muncul di dunia Arab merupakan perkembangan seni menulis indah dalam
huruf Arab yang disebut khat. Definisi tersebut sebenarnya persis sama dengan
11
pengertian etimologis kata kaligrafi dari kata Yunani kaligraphia (menulis indah).
Dalam perkembangannya, huruf Arab yang menjadi obyek seni khat berkembang sesuai
dengan perkembangan tempat dimana tempat asal seni khat berada. Demikian pada abad
ke-10, misalnya, gaya kufi merupakan awal perkembangan khat yang tadinya agak kaku
menjadi semakin lentur dan ornamental meskipun tetap angular. Kemudian berkembang
pula bentuk khat yang bersifat kursif (miring) yang diwujudkan dalam seni yang disebut
sulus, naskhi, raiham, riqa dan tauqi. Pada fase berikutnya gaya riqa dan tauqi tidak
tampak lagi penggunaannya. (Ambary, 1998: 181-184). Kaligrafi Islam adalah
pengejawantahan visual dari kristalisasi realitasrealitas spiritual (al haqa'iq) yang
terkandung di dalam wahyu Islam. Kaligrafi datang untuk menduduki posisi khusus
yang sangat istimewa dalam Islam sehingga dapat disebut sebagai leluhur seni visual
Islam tradisional dan memiliki jejak yang sangat istimewa dalam peradaban Islam.
(Nasr, 1993: 28-29).
Sebelum kedatangan Islam, bangsa Arab kurang terbiasa membaca dan menulis.
Mereka lebih menyukai tradisi menghafal. Syair, nama silsilah, transaksi, atau
perjanjian disampaikan dari mulut ke mulut tanpa dicatat. Hanya sedikit kalangan
tertentu, seperti kalangan bangsawan Arab, yang menguasai keterampilan membaca dan
menulis. Sampai pada masa awal Islam, yakni zaman Rasulullah SAW dan al Khulafa
ar Rasyidun (Khalifah Abu Bakar as Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan
Ali bin Abi Thalib; 632-661), corak kaligrafi masih kuno dan mengambil nama yang
dinisbahkan kepada tempat tulisan dipakai, seperti Makki (tulisan Mekkah), Madani
(tulisan Madinah), Hejazi (Hijaz), Anbari (Anbar), Hiri (Hirah), dan Kufi (kufah). Kufi
merupakan yang paling dominan dan satu-satunya kaligrafi yang "dirajakan" untuk
menulis mushaf (kodifikasi) al Quran sampai akhir kekuasaan al Khulafa ar Rasyidun.
12
Memasuki zaman kekhalifahan Bani Umayyah (661-750), mulai timbul
ketidakpuasan terhadap khatt Kufi yang dianggap terlalu kaku dan sulit digoreskan.
Lalu mulailah pencarian bentuk lain yang dikembangkan dari gaya tulisan lembut (soft
writing) non-Kufi, sehingga lahirlah banyak gaya. Jenis khat yang terpopuler
diantaranya adalah Tumar, Jalil, Nisf, Sulus dan Sulusain. Khalifah pertama Bani
Umayyah Mu'awiyah bin Abu Sufyan (661-680), adalah pelopor pendorong upaya
pencarian bentuk baru kaligrafi tersebut (Armando, 2005: 47).
13
Periode Abbasiyah (750-1258)
Gerakan perkembangan seni khat telah mencapai masa keemasan pada masa ini
disebabkan motivasi para khalifah dan pedana menteri Abbasiyah, sehingga
bermunculan kelompok para kaligrafer yang jenius (Jaudi, 1998: 169). Gaya dan teknik
menulis kaligrafi semakin berkembang terlebih pada periode ini semakin banyak
kaligrafer yang lahir, diantaranya Ad Dahhak Ibnu
-754 M), dan Ishaq Ibnu Muhammad pada masa Khalifah al Manshur (754-775 M) dan
al Mahdi (775-786 M). Ishaq memberi kontribusi yang besar bagi pengembangan
tulisan Suluts dan Sulutsain dan mempopulerkan pemakaiannya. Kemudian kaligrafer
lain yaitu Abu Yusuf as Sijzi yang belajar Jalil kepada Ishaq. Yusuf berhasil
menciptakan huruf yang lebih halus dari sebelumnya. Adapun kaligrafer periode Bani
Abbasiyah yang tercatat sebagai nama besar adalah Ibnu Muqlah yang pada masa
mudanya belajar kaligrafi kepada Al Ahwal al Muharrir. Ibnu Muqlah berjasa besar
bagi pengembangan tulisan kursif karena penemuannya yang spektakuler tentang
rumus-rumus geometrikal pada kaligrafi yang terdiri dari tiga unsur kesatuan baku
dalam pembuatan huruf yang ia tawarkan yaitu: titik, huruf alif, dan lingkaran. Menurut
Ibnu Muqlah, setiap huruf harus dibuat berdasarkan ketentuan ini dan disebut al-Khat
al-Mansub (tulisan yang berstandar). Ia juga mempelopori pemakaian enam macam
tulisan pokok (al-Aqlam as-Sittah) yaitu merupakan tulisan kursif. Tulisan Naskhi dan
Suluts menjadi populer dipakai karena usaha Ibnu Muqlah yang akhirnya bisa
menggeser dominasi khat Kufi.
14
Periode Lanjut (Pasca Abbasiyah)
Sementara itu di wilayah Islam bagian barat (Maghribi), yang mencakup negeri
Arab dekat Mesir, termasuk Andalusia (Spanyol), pada abad pertengahan berkembang
bentuk tulisan yang disebut khatt Maghribi atau Kufi Barat, terdiri atas cabang khatt
Qairawani, Andalusi, Fasi dan Sudani. Disini, telah dikembangkan pula Sulus Andalusi
dan Naskhi Andalusi. Selanjutnya, pertumbuhan kaligrafi masuk ke tahap konsolidasi
dan penghalusan untuk menghasilkan karya masterpiece di zaman kerajaan Islam
Persia. Seperti Ilkhaniyah (abad ke-13), Timuriyah (abad ke-15) dan Safawiyah (1502-
1736), dan beberapa dinasti lain seperti Mamluk Mesir dan Suriah (1250- 1517),
Usmani Turki (Kerajaan Ottoman; abad ke-14-20) sampai kerajaan Islam Mughal India
(abad ke-15-16) dan Afghanistan. Di masa ini lahir karya besar yang menunjukkan
puncak kreasi agung seniman kaligrafi sekaligus menjadi lambang semangat Islam.
Pada masa ini tumbuh gaya tulisan seperti Farisi Ta'liq, dan Nasta'liq, Gubar, Jali dan
Anjeh Ta'liq, Sikasteh, Sikasteh Ta'liq, Tahriri, Gubari Ta'liq, Diwani dan Diwani Jali
(Humayuni), Gulzar, Tugra, dan Zulf I Arus. Khusus di India muncul khatt-khatt
Behari, Kufi Herati, Naskhi India dan Sulus India. Tokoh kaligrafi kenamaan di masa
ini antara lain adalah Yahya al Jamali (Ilkhaniyah), Umar Aqta (Timuriyah), Mir Ali
Tabrizi dan Imaduddin al Husaini (Safawiyah), Muhammad bin al Wahid (Mamluk),
Hamdullah al Amaasi, Ahmad dan Hasyim Muhammad al Baghdadi (enam tersebut
terakhir adalah Usmani Turki sampai Turki modern). Sekarang, sebagian dari gaya yang
semula berjumlah ratusan telah pupus. Kini tinggal beberapa gaya yang paling
fungsional di dunia Islam, yaitu Naskhi, Sulus, Raihani, Diwani, Jali, Farisi, Riq'ah dan
Kufi. Bahasa yang menggunakan kaligrafi Arab menurut catatan Dr. Muhammad Tahir
Kurdi (penulis Mushaf Makkah al-Mukarramah dan pengarang kitab Tarikh al Khatt al
'Arabi) terdiri atas lima kelompok, yaitu kelompok bahasa Turki, kelompok bahasa
Hindia (termasuk Pegon atau Melayu/Jawi), kelompok bahasa Persia, kelompok bahasa
Afrika, dan yang kelima, khusus bahasa Arab itu sendiri.
C. Seni Miniatur
15
D. Uang Logam
16
Pada mulanya transaksi dilakukan secara barter namun pada perkembangan
selanjutnya diperlukan alat tukar yang berlaku umum yaitu emas dan perak untuk
mempermudah transaksi.
Menurut Dr. Kadim as-Sadr, Arabia dan wilayah-wilayah tetangganya berada di
bawah kekuasaan Romawi dan Persia, sehingga di wilayah itu berlaku mata uang emas
dari Romawi disebut Dinar dan mata uang perak dari Persia disebut Dirham. Koin dinar
dan dirham mempunyai berat yang tetap dimana nilai satu dinar sama dengan sepuluh
dirham. Bilai emas dan perak pada kepingan dinar dan dirham sama dengan nilai
nominalnya (face value). Dengan masuknya seluruh Jazirah Arab pada zaman
pemerintahan Nabi Muhammad SAW, maka di wilayah itu berlaku mata uang dinar dan
dirham, namun dirham lebih populer di dunia usaha bangsa Arab.
1. membiarkan berlakunya mata uang dinar dan dirham serta surat wesel dagang dan
surat utang. Dengan berlakunya mata uang dinar dan dirham, maka secara otomatis
terjadi permintaan dan penawaran terhadap kedua mata uang itu.
2. pembebasan tarif dan bea masuk untuk impor emas dan perak serta komoditi dari
wilayah Persia dan Romawi.
17
5. larangan membungakan uang (riba) yang dijalankan bersama dengan larangan
menimbun uang (kanz) telah mempercepat peredaran uang yang diarahkan untuk
kegiatan investasi.
7. mencegah kegiatan spekulasi. Nabi Muhammad SAW melarang uang dan barang
dipertukarkan (jual beli) selang beberapa waktu setelah kontrak ditandatangani atau
sekarang disebut future trading.
9. penghapusan monopoli dagang kaum Quraisy di pasar Ukaz dan Dul-Majaz setelah
penaklukan Mekkah. Penghapusan monopoli ini meningkatkan efisiensi dan
distribusi pendapatan yang lebih baik.
18
sebagian lagi kalimat Muhammad Rasulullah. Ukuran Dirham Islam ketika itu adalah 6
daniq dan ukuran setiap 10 dirham adalah 7 mitsqal sebagaimana pada masa Nabi Saw.
Pada masa Ustman bin Affan, dicetak dirham seperti model dirham Khalifah
Umar bin Khattab dan ditulis juga kota tempat pencetakan dan tanggalnya dengan huruf
Bahlawiyah dan salah satu kalimat Bismillah, Barakah, Bismilah Rabbi, Allah, dan
Muhammad dengan jenis tulisan Kufi.
Ketika Ali bin Abi Talib menjadi khalifah, beliau mencetak dirham mengikuti
model kahlifah Usman bin Affan dan menuliskan di lingkarannya salah satu kalimat
Bismillah, Bismillah Rabbi, dan Rabiyallah dengan jenis tulisan Kufi.
19
Al-Maqrizy berkata: “Pada bulan Rajab tahun 191, dinar Hasyimiah mengalami
pengurangan sebanyak setengah butir dan hal itu terus berlanjut sepanjang periode tapi
masih berlaku seperti semula”.
Dengan demikian kita dapat membedakan dua fase pada masa Dinasti Abbasiah.
Fase pertama, terjadi pengurangan terhadap ukuran dirham kemudian dinar. Fase kedua,
ketika pemerintahan melemah dan para pembantu (Mawali) dari orang Turki ikut seta
dalam urusan Negara. Ketika itu pembiayaan semakin besar, orang-orang sudah menuju
kemewahan sehingga uang tidak lagi mencukupi kebutuhan. Negara pun membutuhkan
bahan baku tambahan, terjadilah kecurangan dalam pembuatan dirham dan
mencampurkannya dengan tembaga untuk memperoleh keuntungan dari margin nilai
tertulis dengan nilai actual.
20
4. Perdagangan internasional akan menurun
5. Logam berharga akan mengalir keluar negara
21
menteri Romawi, Dubuqara menulis buku yang berjudul “Seratus Kiat Menghancurkan
Khilafah Turki Usmani”.
Pada tahun 1327 H/1909 M, organisasi Persatuan dan pembangunan dengan
dukungan negara-negara Barat mendirikan gerakan oposisi yang menggerakkan mogok
massal besarbesaran di Istambul. Dengan dalih ingin menghentikan mogok tersebut,
pasukan organisasi bergerak dari markasnya di Salanika dan memasuki Istambul.
Sesampainya di istambul, mereka menyingkirkan Khalifah Abdul Hamid II. Dan setelah
itu, gereja berhasil mewujudkan ambisinya untuk meruntuhkan khilafah islamiyah.
A. Fungsi Uang
1. Uang Sebagai Standar Ukuran Harga Dan Unit Hitungan
22
Kedua: bahwa nilai uang yang tidak tetap, dan daya tukar yang
menurun menyebabkan kesulitan dalam fungsinya sebagai media penyimpan
nilai untuk ditabung demi tujuan-tujuan dagang. Ini adalah yang
dimaksudkan oleh ahli ekonomi sebagai dorongan mudharabah (spekulasi).
23
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Arsitektur islam adalah suatu arsitektur atau hasil usaha manusia
yang memiliki wujud kongkrit sebagai pemenuh atas kebutuhan jasmani dan
kebutuhan rohani. Ornamen dalam setiap arsitektur islam selalu
mengingatkan kita kepada Allah SWT. Perkembangan arsitektur islam
pertamakali ditandai dengan berdirinya Masjid Juatha di Arab Saudi. Tokoh
yang mempopulerkannya adalah Khilafah Rashidun yang memerintah pada
tahun 632-661. Berikutnya pada masa pemerintahan Khalifah Umayyah di
tahun 661-750, arsitektur islam merupakan perpaduan dari arsitektur bergaya
barat dan arsitektur bergaya timur. Yang paling populer yaitu kombinasi
arsitektur byzantium dan arsitektur sassanid. Arsitektur Umayyah ini banyak
memainkan cat dinding, mosaik, relief, termasuk ditambahkannya mihrab ke
dalam masjid yang seolah-olah kini menjadi standar desain masjid di dunia.
Sepanjang pemerintahan Islam, penggunaan dinar dan dirham merupakan hal
yang sangat diprioritaskan karena ini akan sangat terkait dengan masalah
kesejahteraan rakyat. Fungsi uang ada 3 yaitu Uang Sebagai Standar Ukuran
Harga Dan Unit Hitungan, Uang Sebagai Media Pertukaran, dan Media
penyimpan Nilai. Perbedaan konsep uang menurut 226 - P-ISSN: 2355-
4657. E-ISSN: 2580-1678 Islam dan Konvensional sangatlah berbeda jauh.
Dalam Islam, faktor kemaslahatan ummat didahulukan, sedangkan ekonomi
konvensional meletakkan uang sebagai hal untuk mencari keuntungan
semata. Dalam realitas yang terjadi hari ini, masyarakat dunia sibuk
menggunakan uang kertas yang sebenarnya tidak mempunyai arti apa-apa.
Sedangkan Islam sudah mengajarkan sistem keuangan yang memang
sifatnya menjamin konsistensi nilai uang yang ada. Sebagai negara yang
memiliki masyarakat Islam terbanyak, maka seharusnya kita kembali kepada
24
sistem keuangan yang telah diajarkan Islam yaituhukum Islam di bidang
moneter.
Daftar Pustaka
http://arsitektur-indonesia.com/arsitektur/sejarah-perkembangan-arsitektur-islam-dari-
masa-ke-masa/
https://media.neliti.com/media/publications/23739-ID-seni-kaligrafi-peran-dan-
kontribusinya-terhadap-peradaban-islam.pdf
http://aufklarungarea.blogspot.com/2016/02/arsitektur-pada-masa-khulafaurrasidin.html
25
https://www.neliti.com/id/publications/284826/prospek-hukum-islam-di-bidang-
penguatan-moneter-dengan-pemberlakuan-mata-uang-di
26