Anda di halaman 1dari 29

PERKEMBAGAN SENI PERIODE KHULLAFA AL RASYDUN

MAKALAH
disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Sejarah Seni Rupa Islam
Dosen Pengampu : Dr. Taswadi, M.Sn.

Disusun Oleh :
Anindya Laili Rofifa(2000599)
Cythia Hellena G(2003805)
Hernika Kurniani(2009151)
Irwan Fajari(2004551)
Nada Tasya N(2007659)
Shafa Lathifah S(2007905)
Yudha Aditya(2004724)
Zaihan Salsabila(2008525)

KELAS A
JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA DAN KERAJINAN
FAKULTAS PENDIDIKAN SENI DAN DESAIN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat


dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Perkembangan Seni Periode Khullafa Al Rasydun” ini tepat
waktu.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terimakasih kepada Dr. Taswadi,
M.Sn. selaku dosen pengampu yang telah membantu dan membimbing
kami pada proses pengerjaan makalah ini.
Adapun penulisan makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Sejarah Seni Rupa Islam serta untuk menambah wawasan dan
pengetahuan tentang Perkembangan Seni Periode Khullafa Al Rasydun
bagi para pembaca dan penulis.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan ini masih ada kekurangan.
Maka dari itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi memperbaiki
tulisan kami dimasa mendatang. Semoga dengan adanya makalah Laporan
Peneliran ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi pembaca.

Bandung, 10 Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
A. Latar Belakang.......................................................................................3
B. Rumusan Masalah..................................................................................3
C. Tujuan Pembahasan...............................................................................4
BAB II.....................................................................................................................5
PEMBAHASAN.....................................................................................................5
A. Seni Arsitektur.......................................................................................5
B. Seni Kaligrafi.........................................................................................6
C. Seni Miniatur.........................................................................................7
D. Uang Logam..........................................................................................9
BAB III..................................................................................................................13
PENUTUP.............................................................................................................13
A. Kesimpulan..........................................................................................13
B. Saran....................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Islam mulai berkembang pesat ditengah majunya peradaban Islam. Seiring
dalam majunya era peradaban Islam, dimasa inilah dimana, masa terakhir Nabi Muhammad
telah menyapaikan dakwahnya yang terakhir. Pada tahun 10 H (631 M) Nabi Muhammad SAW
beserta rombongan besar melaksanakan haji yang terakhir kalinya. Dalam kesempatan itu
turunlah ayat Al-Qur’an yang terakhir yaitu surah Al-Maidah (5): 3), yakni sebagai berikut.
Pada hari ini Aku sempurnakan agamamu, dan Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan Aku
relakan Islam sebagai agamamu. (QS. Al-Maidah (5):3).

Nabi Muhammad SAW telah menyapaikan khutbahnya yang sangat bersejarah, yang
isinya merupakan prinsip-prinsip yang mendasari gerakan Islam. Prinsip-prinsip itu merupakan
prinsip yang paling penting dalam kehidupan umat Islam kedepanya. Bahwa, umat Islam harus
selalu berpegang teguh pada pada dua sumber perkara, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.

Pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 H (8 Juni 632 M) masyarakat Mekkah
dikejutkan dengan kabar duka yang mendalam, bahwasanya Nabi Muhammad telah wafat
dalam usia 63 tahun. Amin (2013c:85.) Isak tangis yang begitu mendalam, seakkan sepeninggal
Nabi Muhhamad masih belum diterima disemua kalangan masyarakat Mekkah.

Nabi Muhammad wafat tanpa meninggalkan wasiat kepada seseorang untuk


meneruskan kepemimpinannya (kekhalifahan). Setelah wafat, fungsi sebagai Rasulullah,
pengemban risalah kenabian tidak dapat disandangkan kepada manusia manapun didunia ini,
karena fungsi tersebut adalah hal yang mutlak dari Allah Swt, sehingga terdapat suatu
perselisihan, bahwasanya ada sekelompok orang yang ingin mangajukan Abu Bakar sebagai
kekhalifahan.

Dari kelompk lain juga mengajukan calon yang akan meneruskan kepemimpinan
Rasulullah, yaitu dari Ahlul bait Rasullullah, yaitu Abdullah bin Abbas atau nama lainya Ali bin

3
abi Thlib. Kelompok lain juga berpendapat bahwa yang berhak juga untuk meneruskan dakwah
Rasulullah ialah kaum Quraisy, dan juga dalam golongan lain juga mengajukan yang berhak
meneruskan dakwah Rasulullah ialah kaum Anshar. Sehingga, pada masa dipenghujung
perdaban Islam yang mulai maju, setelah sepeninggal Rasulullah, empat pengganti beliau dalam
mengurus pengembangan dakwah dan penyiaran Agama Islam telah dipimpin oleh pemimpin
yang adil dan benar. Amin (2013e :93).

Dalam perkembangan dan pemerintahan Agama Islam dipimpin oleh empat sahabat
terdekat selama 30 tahun. Kepemimpinan tersebut adalah periode empat Khalifah atau disebut
sebagai al-Khulafa al-Rasyidun, yang terdiri dari empat Khalifah, yaitu , Sulaiman (2014 :205).

1. Abu Bakar Ash-Shiddiq 11-13 H/632-634 M;

2. Umar Bin Khaththab 13-23 H/634-644 M;

3. Utsman Bin Affan 23-36 H/644-656 M;

4. Ali Bin Abi Thalib 36-41 H/656-661 M.

Dalam bidang pemerintahan, 4 Khalifah ini telah memberikan suatu pengaruh yang
besar bagi perkembangan peradaban Agama Islam. Kemajuan dan perkembangan Agama Islam
yang pesat ini ditandainya dengan perluasan dan penyebaran Agama Islam hingga mencapai
keseluruh wilayah negara Islam. Setelah sepeninggal Rasulullah, tampuk pemerintahan
dipegang oleh 4 Khalifah yang agung ini, yang diberi gelar al-Khulafa al-Rasyidun.

Dalam perjalananya yang begitu singkat, dalam sebuah rintisan dan penguatan, masa
pemerintahan al-Khulafa’ al-Rasyidum adalah masa yang sangat bermakna dalam sejarah
peradaban Islam. Dimana masa-masa tersebut telah digunakan untuk kepentingan dijalan Allah
dalam menegakkan keadilan dan mencegah kebatilan. Khalifah Abu Bakar, dalam
perjuangannya yang telah memberikan perubahan besar bagi Agama Islam telah berhasil
menetralisir keadaan dikalangan yang hampir bersitegang dalam perihal pengganti Rasulullah.

3
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana awal mula seni terbentuk pada masa Khullafa AlRasydun?
2. Bagaimana perkembangan seni pada masa Khullafa Al Rasydun?
3. Apa saja seni yang sudah terbentuk pada masa Khullafa Al Rasydun?
4. Manfaat apa saja yang terdapat pada seni di masa Khullafa Al Rasydun?

3
C. Tujuan Pembahasan
1. Memaparkan bagaimana perkembangan seni pada masa Khullafa Al Rasydun
Terjadi
2. Memaparkan macam-macam seni yang terdapat pada masa Khullafa Al Rasydun
3. Menjelaskan bagaimana awal mula pembentukan berbagai jenis seni masa Khullafa
Al Rasydun
4. Memafarkan Fungsi dan manfaat dari karya seni pada masa Khullafa Al Rasydun

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Seni Arsitektur

Arsitektur islam adalah suatu arsitektur atau hasil usaha manusia yang memiliki
wujud kongkrit sebagai pemenuh atas kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani.
Perkembangan arsitektur islam sangatlah luas meliputi bangunan tempat tinggal dan
bangunan keagamaan. Di antaranya istana, benteng, masjid, kuburan, bak pemandian
umum, air mancur, dan lain-lain.

Konsep pemikiran arsitektur islam bersumber dari Al Quran, Hadits, Keluarga Nabi,
Khalifah, Ulama, dan Cendikiawan Muslim. Dalam pembangunannya, arsitektur ini
memegang faktor fisik dan faktor metafisik. Maksud faktor fisik yaitu wujud fisik
arsitektur harus sesuai dengan ajaran agama islam. Sedangkan, faktor metafisik berarti
arsitektur mampu membuat penghuninya untuk bertakwa kepada Allah SWT, menjamin
penghuninya merasa aman dan nyaman, serta mendorong pemiliknya untuk senantiasa
bersyukur.

Adapun ciri-ciri dari arsitektur islam yaitu :

 Arsitektur mempunyai ornamen yang senantiasa mengingatkan penghuninya


kepada Allah SWT
 Arsitektur tidak mengandung ornamen yang bergambar makhluk hidup utuh
Interior arsitektur ditata untuk menjaga perilaku dan akhlak yang baik
Arsitektur biasanya dihiasi warna-warni alami yang mendekatkan kepada Allah
SWT
Pembangunan arsitektur bukan bertujuan untuk riya atau sombong.
 Toilet tidak boleh menghadap dan atau membelakangi kiblat
Keberadaan arsitektur bangunan tidak berdampak negatif bagi orang lain

5
Pendirian arsitektur tidak merusak lingkungan alam
Perkembangan Arsitektur Islam
Perkembangan arsitektur islam pertamakali ditandai dengan berdirinya Masjid Juatha di
Arab Saudi. Tokoh yang mempopulerkannya adalah Khilafah Rashidun yang
memerintah pada tahun 632-661. Berikutnya pada masa pemerintahan Khalifah
Umayyah di tahun 661-750, arsitektur islam merupakan perpaduan dari arsitektur
bergaya barat dan arsitektur bergaya timur. Yang paling populer yaitu kombinasi
arsitektur byzantium dan arsitektur sassanid. Arsitektur Umayyah ini banyak
memainkan cat dinding, mosaik, relief, termasuk ditambahkannya mihrab ke dalam
masjid yang seolah-olah kini menjadi standar desain masjid di dunia.

Ketika Khalifah Abbasiyah berkuasa pada (750-1513), pengaruh arsitektur sassanid dan
arsitektur khas asia tengah kental sekali dalam arsitektur islam. Masjid-masjid pun
diperluas dan dilengkapi dengan courty yard. Beberapa arsitektur peninggalan Khalifah
Abbasiyah antara lain Masjid Al-Mansur di Baghdad, Masjid Samarra di Irak, dan
Masjid Balkh di Afganistan.

Masuknya agama islam di Afrika Utara, salah satunya ditandai dengan berdirinya
Masjid Agung Cordoba yang dipengaruhi arsitektur moorish. Kekhasan arsitektur
moorish terletak pada penggunaan pola-pola geometris yang tegas. Pengaruh arsitektur
ini juga menyebar luas sampai ke Spanyol dengan dibangunnya istana dan benteng
Alhambra bergaya moorish. Warna-warna yang tren meliputi emas, merah, dan biru
dengan ornamen berbentuk dedaunan. Bangunan-bangunan peninggalan islam di masa
ini di antaranya bangunan Bab Merdum di Toledo dan Gerbang Lengkung Media
Azahara.

Arsitektur islam juga banyak dipengaruhi oleh kebudayaan persia. Hal ini disebabkan
kedekatan hubungan antara khalifah islam dengan kekaisaran persia terutama pada abad
ke-7. Bahkan bisa dikatakan bahwa desain arsitektur islam merupakan perkembangan
dari arsitektur persia. Ciri khas dari masjid yang bergaya persia yakni adanya

6
lengkungan bangunan yang ditopang oleh pilar-pilar, pilar menggunakan batu bata, dan
taman yang luas di sekeliling masjid. Kebudayaan hindu sempat mempengaruhi
arsitektur islam di Asia Timur dan Asia Tenggara, namun akhirnya pengaruh arsitektur
persia ini mendominasi hampir semua bangunan yang berarsitektur islam.

Perubahan dan perkembangan fisik bangunan masjid yang terjadi, pada masa
khulafaurrasyidin antara lain:
A. Perkembangan Arsitektur Rumah Ibadah
1. Masjid al-Haram
Adalah salah satu dari tiga masjid yang paling mulia dalam Islam. Masjid ini
dibangun di sekitar Ka’bah yang dibangun oleh nabi Ibrahim‘Alaihis Salam.
[1] Khalifah Umar bin Khattab pada tahun ke-17 H mulai memperluas masjid yang pada
masa Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam masih sangat sederhana. Tuntutan
perluasan bangunan masjid sepeninggal Rasulullah, dari waktu ke waktu senantiasa
mengalami perkembangan. Dengan sedikit penyempurnaan, yaitu berupa pembuatan
benteng atau dinding rendah, tidak sampai setinggi badan.[2] Perluasan
itu juga dilakukan dengan cara membeli rumah-rumah yang ada di sekitarnya. Masjid
ini dikelilingi dengan tembok batu bata setinggi kira-kira 1,5 meter. Kemudian pada
masa khalifah Usman bin Affan (26 H) Masjid al-Haram diperluas kembali.
[3] Perluasan daerah masjid dan sedikit mengalami penyempurnaan.
2. Masjid Madinah (Nabawi)
Masjid ini didirikan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa Sallam pada saat
pertama kali tiba di Madinah dari perjalanan hijrahnya. Masjid tersebut didirikan di
tempat ketika unta Rasul berhenti.
Dinding masjid nabawi pada masa Nabi Muhammad berukuran setinggi tegak
dan terbuat dari susunan bingkah-bingkah tanah liat yang dikeringkan. Arah kiblat pada
masa-masa permulaan menghadap baitullah di yarussalem hingga pintu masuk berada
pada penjuru dinding bagian selatan, berjumlah tiga buah pintu. Belakangan arah kiblat
dirubah menghadap baitullah di mekkah hingga pintu-pintu masuk pada dinding selatan
itu ditutup. Pintu masuk kini, berjumlah tiga buah, berada pada penjuru dinding bagian

7
utara. Penjuru dinding bagian selatan itu ditinggikan, begitupun penjuru dinding kiri-
kanannya seukuran sepuluh hasta, lalu diatap dengan anyaman pelepah tamar. Tiang-
tiang yang menopang atap, dan begitupun kasau-kasau atap, terbikin dari pohon tamar.
Baitullah yang ada di Yerussalem itu dibangun pada masa dulu oleh raja
(Nabi) Sulaiman (973-933). Diatas bukit zion, sedangkan baitullah yang di Mekkah itu
dibangun pada masa dulu oleh Nabi Ibrahim ( 2000 SM.) Bersama puteranya Nabi
Ismail, hingga baitullah yang di Mekkah terpandang baitullah tertua di dunia ( Surah al-
Imran: 96). Justru perubahan arah kiblat itu wajar sepanjang kenyataan sejarah.
Pada masa pemerintahan khalifah abu bakar (632-634 M.) Yang dua tahun
lamanya itu tidak ada perubahan dilakukan terhadap bangunan masjid Nabawi itu. Pada
masa pemerintahan khalifah Umar (634-644 M.) Yang sepuluh tahun lamanya itu
berlaku perluasan pada penjuru selatan dan penjuru barat dan juga penjuru utara akan
tetapi bentuk bangunannya masih tetap sederhana seperti pada masa nabi
besar Muhammad.
Dengan bertambahnya jumlah umat Islam, khalifah Umar mulai memperluas
masjid ini (17 H): bagian selatan ditambah 5 meter dan dibuatkan mihrab, bagian barat
ditambah 5 meter dan bagian utara ditambah 15 meter. Pintu masuk menjadi 3 buah.[4]
Pada masa khalifah Usman, masjid Nabawi diperluas lagi dan diperindah.
[5] Beliau memperindah masjid tersebut dengan bahan batu pualam.[6] Dindingnya
diganti dengan batu, bidang-bidang dinding dihiasi dengan berbagai ukiran. Tiang-
tiangnya dibuat dari beton bertulang dan ditatah dengan ukiran, plafonnya dari kayu
pilihan. Unsur estetis mulai diperhatikan.[7]
3. Pembangunan masjid-masjid baru
Pembangunan masjid-masjid baru juga dilakukan di beberapa daerah
atau wilayah yang berhasil dikuasai. Di Baitul Maqdis baru, Umar membangun sebuah
masjid yang berbentuk lingkaran (segi delapan) dan dindingnya terbuat dari tanah liat,
tanpa atap, tepatnya di atas bukit Muriah. Kemudian masjid yang dibangunnya ini
dikenal dengan masjid Umar. Di Kuffah, pada tahun 17 H Saad bin Waqas, sebagai
penglima perang membangun sebuah masjid dengan bahan-bahan bangunan Persia lama
dari Hirah dan selesai pada tahun 18 H. Masjid ini sudah memiliki mihrab dan menara.

8
Di Fustat, Mesir pada tahun 21 H Amr bin Ash sebagai panglima perang ketika
menaklukan daerah tersebut, membangun masjid Al-Atiq. Secara fisik masjid ini relatif
sudah berkembang maju bila dibandingkan dengan masjid-masjid yang ada. Di kota
Basrah pada tahun 14 H oleh ‘Utbah bin Ghazwan. Di Madain, pada tahun 16 H Saad
bin Abi Waqas menjadikan sebuah gedung sebagai masjid.di Damaskus, pada tahun 14
H gereja St Jhon dibagi dua, sebagian (timur) menjadi milik muslim, oleh Abu Ubaidah
bin Jarah.[8]

B. Fungsi dan Peran Masjid Pada Masa Khulafaur Rasyidin


Dari segi peran dan fungsinya, masjid pada masa sahabat relatif tidak mengalami
perubahan atau pergeseran, masih tetap seperti pada masa Rasulullah.[9] Menurut
riwayat para ahli sejarah Islam, bahwa fungsi dan peranan masjid pada masa khulafaur
rasyidin adalah sebagai berikut;
1. Masjid sebagai tempat ibadah
Yang dimaksud dengan ibadah disini adalah mendirikan shalat lima waktu yang
diikuti dengan sunnah-sunnahnya, membaca Al-Qur’an yang mulia dan berdzikir
dengan menyebut asma-asma Allah Yang Maha Sempurna. Para sahabat, meskipun
rumah-rumah mereka sedikit jauh dari masjid, namun mereka selalu berupaya untuk
melaksanakan shalat lima waktu dengan berjama’ah bersama nabi dan sahabat lainnya.
Bahkan seorang sahabat yang buta, seperti Ummu Maktum diwajibkan untuk shalat
jama’ah meskipun harus berjalan merangkak.
2. Masjid sebagai tempat Musyawarah
Kedudukan masjid Nabawi pada zaman Nabi saw dan khulafaurasyidin seperti
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada
saat sekarang ini. Sebab di dalam masjid inilah banyak persoalan-persoalan dibahas dan
dibicarakan oleh Nabi dan para Kibarussahabah. Diantara persoalan-persoalan yang
sering dibahas Majlis Masjid Nabawi adalah masalah politik, menyusun strategi,
mengatur perjanjian, menyelesaikan berbagai macam konflik yang terjadi di kalangan
para sahabat dan masih banyak lagi persoalan lain.

9
3. Masjid sebagai madrasah
Fungsi dan peran pasjid Nabawi bukan hanya terbatas sebagai tempat beribadah dan
musyawarah, akan tetapi ia juga berfugsi dan berperan sebagai Pusat Lembaga
Pendidikan Islam. Menurut para hali Sejarah Islam, seperti Ibnu Hisyam dan Ath-
Thobari menjelaskan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa Sallam sering
memberikan pelajaran kepada para sahabat, baik yang berkaitan dengan urusan dunia
maupun akhirat.
Hal ini dilakukan di masjid Nabawi dan Quba dengan cara Halaqah (Lingkaran,
seperti pengajian yang dipraktekan di Pondok-pondok Pesantren Tradisional). Melalui
Majlis Halaqah inilah lahir para tokoh dan cendikiawan seperti Abu Bakar, Umar bin
Khattab, Usman binAffan, Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Ibnu
Mas’ud, Ibnu Abbas, Abdurrahman bin auf dan masih banyak-tokoh-tokoh Islam
lainnya.
4. Masjid sebagai BaituI Maal
Pada zaman Nabi dan Khulafaurrasyidin, Masjid Nabawi berfungsi dan berperan
sebagai pengumpul Zakat maal, Zakat Fitrah, Infaq dan Shadaqah dan sebagian dari
harta pampasan perang. Setelah terkumpul lalu dibagikan kepada para Mustahik. Hal ini
didasarkan kepada hadits shahih riwayat Bukhari, Muslim dan perawi lainnya.

5. Masjid sebagai tempat penerima tamu


Berdasarkan riwayat, Nabi saw pernah menerima para utusan dari kaum nasrani
Najran dan mempersilakan mereka untuk menginap di masjid. Hal ini dilakukan agar
mereka mengetahui apa yang diajarkan Nabi kepada para sahabat. Dalam riwayat yang
lain, Nabi juga menerima kunjungan orang-orang yang cinta kepada Islam, lalu Nabi
menempatkan mereka di masjid.
6. Masjid sebagai tempat latihan bela diri
Menurut hadits riwayat Imam Bukhari bahwa Aisyah sangat senang menyaksikan
para sahabat sedang berlatih beladiri di masjid dan sekitarnya. Pada suatu ketika ia
minta izin kepada Nabi saw dan Nabi mengizinkannya.

10
7. Masjid sebagai Mahkamah / Pengadilan
Sehubungan dengan semakin bertambah banyaknya masyarakat yang memeluk
Islam, maka bertambah pula persoalan-persoalan yang muncul. Diantaranya adalah
perselisihan dan perdebatan antar masyarakat tentang berbagai hal. Untuk itu, masjidlah
yang bertugas dan berperan untuk mendamaikan dan memecahkan berbagai
problematika sosial yang terjadi.
8. Masjid sebagai media informasi dan komunikasi
Menurut riwayat beberapa hadits shahih bahwa masjid Nabawi telah dijadikan
sebagai media informasi dan komunikasi oleh sebagian sahabat, diantaranya seorang
ahli syair, Hasan bin Tsabit. la biasanya membaca puisi di dalam masjid. Puisi tersebut
berisi tentang ungkapan kebaikan-kebaikan Islam, pembelaan terhadap Nabi dan kaum
Muslimin serta keistimewaan tentang ajaran Islam. Ketika nabi mendengarkan syair
tersebut, la berkomentar: “wajib dari seorang Rasulullah (mendo’akan) Ya
Allah, kuatkanlah ia dengan ruhulkudus (Malaikat Jibri!)”.

B. Seni Kaligrafi

Kaligrafi merupakan salah satu kesenian Islam yang mendapat perhatian besar
dari kalangan umat Islam. Pada dasarnya kaligrafi adalah seni tulisan indah
(munculnya); Makki, Madani, Anbari dan Baghdadi. Seiring dengan perkembangan
waktu, tampil beberapa nama (khat) seperti, khat Khufi, mutsallat, mudawwar dan
seterusnya. Seni kaligrafi mempunyai peran yang besar dalam perkembangan peradaban
Islam di dunia. Pengaruh dari ekspansi kekuatan Islam, perluasan Arab, peran raja dan
masyarakat elit memberikan motivasi dan mempermudah perkembangan seni kaligrafi
dan mempengaruhi perkambangan keilmuan khususnya pada masa daulah Abbasiyah.
Setelah masa daulah Abbasiyah keberadaan kaligrafi masih tetap eksis, berkembang,
bahkan muncul beberapa ahli kaligrafi seperti Ibnu Muqlah.

Kaligrafi adalah salah satu karya kesenian Islam yang paling penting. Kaligrafi
Islam yang muncul di dunia Arab merupakan perkembangan seni menulis indah dalam
huruf Arab yang disebut khat. Definisi tersebut sebenarnya persis sama dengan

11
pengertian etimologis kata kaligrafi dari kata Yunani kaligraphia (menulis indah).
Dalam perkembangannya, huruf Arab yang menjadi obyek seni khat berkembang sesuai
dengan perkembangan tempat dimana tempat asal seni khat berada. Demikian pada abad
ke-10, misalnya, gaya kufi merupakan awal perkembangan khat yang tadinya agak kaku
menjadi semakin lentur dan ornamental meskipun tetap angular. Kemudian berkembang
pula bentuk khat yang bersifat kursif (miring) yang diwujudkan dalam seni yang disebut
sulus, naskhi, raiham, riqa dan tauqi. Pada fase berikutnya gaya riqa dan tauqi tidak
tampak lagi penggunaannya. (Ambary, 1998: 181-184). Kaligrafi Islam adalah
pengejawantahan visual dari kristalisasi realitasrealitas spiritual (al haqa'iq) yang
terkandung di dalam wahyu Islam. Kaligrafi datang untuk menduduki posisi khusus
yang sangat istimewa dalam Islam sehingga dapat disebut sebagai leluhur seni visual
Islam tradisional dan memiliki jejak yang sangat istimewa dalam peradaban Islam.
(Nasr, 1993: 28-29).

Perkembangan kaligrafi masa khulafaur rasyidun

Sebelum kedatangan Islam, bangsa Arab kurang terbiasa membaca dan menulis.
Mereka lebih menyukai tradisi menghafal. Syair, nama silsilah, transaksi, atau
perjanjian disampaikan dari mulut ke mulut tanpa dicatat. Hanya sedikit kalangan
tertentu, seperti kalangan bangsawan Arab, yang menguasai keterampilan membaca dan
menulis. Sampai pada masa awal Islam, yakni zaman Rasulullah SAW dan al Khulafa
ar Rasyidun (Khalifah Abu Bakar as Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan
Ali bin Abi Thalib; 632-661), corak kaligrafi masih kuno dan mengambil nama yang
dinisbahkan kepada tempat tulisan dipakai, seperti Makki (tulisan Mekkah), Madani
(tulisan Madinah), Hejazi (Hijaz), Anbari (Anbar), Hiri (Hirah), dan Kufi (kufah). Kufi
merupakan yang paling dominan dan satu-satunya kaligrafi yang "dirajakan" untuk
menulis mushaf (kodifikasi) al Quran sampai akhir kekuasaan al Khulafa ar Rasyidun.

Periode Umayyah (661-750)

12
Memasuki zaman kekhalifahan Bani Umayyah (661-750), mulai timbul
ketidakpuasan terhadap khatt Kufi yang dianggap terlalu kaku dan sulit digoreskan.
Lalu mulailah pencarian bentuk lain yang dikembangkan dari gaya tulisan lembut (soft
writing) non-Kufi, sehingga lahirlah banyak gaya. Jenis khat yang terpopuler
diantaranya adalah Tumar, Jalil, Nisf, Sulus dan Sulusain. Khalifah pertama Bani
Umayyah Mu'awiyah bin Abu Sufyan (661-680), adalah pelopor pendorong upaya
pencarian bentuk baru kaligrafi tersebut (Armando, 2005: 47).

eberapa ragam kaligrafi awalnya dikembangkan berdasarkan nama kota tempat


dikembangkannya tulisan. Dari berbagai karakter tulisan hanya ada tiga gaya utama
yang berhubungan dengan tulisan yang dikenal di Makkah dan Madinah yaitu
Mudawwar (bundar), Mutsallats (segitiga), dan (kembar yang tersusun dari segitiga dan
bundar). Dari tiga gaya tulisan ini pun, hanya dua yang diutamakan yaitu gaya kursif
dan mudah ditulis yang disebut gaya Muqawwar berciri lembut, lentur dan gaya Mabsut
berciri kaku dan terdiri goresan-goresan tebal (rectilinear). Dua gaya ini pun
menyebabkan timbulnya pembentukan sejumlah gaya lain lagi diantaranya Mail
(miring), Masyq (membesar) dan Naskh (inskriptif). Gaya Masyq dan Naskh terus
berkembang, sedangkan Mail lambat laun ditinggalkan karena kalah oleh perkembangan
Kufi. Perkembangan Kufi pun melahirkan beberapa variasi baik pada garis vertikal
maupun horizontalnya, baik menyangkut huruf-huruf maupun hiasan ornamennya.
Muncullah gaya Kufi (lurus-lurus), Muwarraq (berdekorasi daun), Mudhaffar
(dianyam), (terlilit berkaitan) dan lainnya. Demikian pula gaya kursif mengalami
perkembangan luar biasa bahkan mengalahkan gaya Kufi, baik dalam hal keragaman
gaya baru maupun penggunannya, dalam hal ini penyalinan al Quran, kitab-kitab
agama, suratmenyurat dan lainnya

Di antara kaligrafer Bani Umayyah yang termasyhur mengembangkan tulisan


kursif adalah Qutbah al Muharrir. Ia menemukan empat tulisan yaitu Thumar, Jalil,
Nisf, dan Tsuluts. Keempat tulisan ini saling melengkapi antara satu gaya dengan gaya
lain sehingga menjadi lebih sempurna.

13
Periode Abbasiyah (750-1258)

Gerakan perkembangan seni khat telah mencapai masa keemasan pada masa ini
disebabkan motivasi para khalifah dan pedana menteri Abbasiyah, sehingga
bermunculan kelompok para kaligrafer yang jenius (Jaudi, 1998: 169). Gaya dan teknik
menulis kaligrafi semakin berkembang terlebih pada periode ini semakin banyak
kaligrafer yang lahir, diantaranya Ad Dahhak Ibnu
-754 M), dan Ishaq Ibnu Muhammad pada masa Khalifah al Manshur (754-775 M) dan
al Mahdi (775-786 M). Ishaq memberi kontribusi yang besar bagi pengembangan
tulisan Suluts dan Sulutsain dan mempopulerkan pemakaiannya. Kemudian kaligrafer
lain yaitu Abu Yusuf as Sijzi yang belajar Jalil kepada Ishaq. Yusuf berhasil
menciptakan huruf yang lebih halus dari sebelumnya. Adapun kaligrafer periode Bani
Abbasiyah yang tercatat sebagai nama besar adalah Ibnu Muqlah yang pada masa
mudanya belajar kaligrafi kepada Al Ahwal al Muharrir. Ibnu Muqlah berjasa besar
bagi pengembangan tulisan kursif karena penemuannya yang spektakuler tentang
rumus-rumus geometrikal pada kaligrafi yang terdiri dari tiga unsur kesatuan baku
dalam pembuatan huruf yang ia tawarkan yaitu: titik, huruf alif, dan lingkaran. Menurut
Ibnu Muqlah, setiap huruf harus dibuat berdasarkan ketentuan ini dan disebut al-Khat
al-Mansub (tulisan yang berstandar). Ia juga mempelopori pemakaian enam macam
tulisan pokok (al-Aqlam as-Sittah) yaitu merupakan tulisan kursif. Tulisan Naskhi dan
Suluts menjadi populer dipakai karena usaha Ibnu Muqlah yang akhirnya bisa
menggeser dominasi khat Kufi.

Pemakaian kaligrafi pada masa Daulah Abbasiyah menunjukkan keberagaman


yang sangat nyata, jauh bila dibandingkan dengan masa Umayyah. Para kaligrafer
Daulah Abbasiyah sangat ambisius menggali penemuan-penemuan baru atau
mendeformasi corak-corak yang tengah berkembang. Karya-karya kaligrafi lebih
dominan dipakai sebagai ornamen dan arsitektur oleh Bani Abbasiyah daripada Bani
Umayyah yang hanya mendominasi unsur ornamen floral dan geometrik yang mendapat
pengaruh kebudayaan Hellenisme dan Sasania (Qalam, wordpress)

14
Periode Lanjut (Pasca Abbasiyah)

Sementara itu di wilayah Islam bagian barat (Maghribi), yang mencakup negeri
Arab dekat Mesir, termasuk Andalusia (Spanyol), pada abad pertengahan berkembang
bentuk tulisan yang disebut khatt Maghribi atau Kufi Barat, terdiri atas cabang khatt
Qairawani, Andalusi, Fasi dan Sudani. Disini, telah dikembangkan pula Sulus Andalusi
dan Naskhi Andalusi. Selanjutnya, pertumbuhan kaligrafi masuk ke tahap konsolidasi
dan penghalusan untuk menghasilkan karya masterpiece di zaman kerajaan Islam
Persia. Seperti Ilkhaniyah (abad ke-13), Timuriyah (abad ke-15) dan Safawiyah (1502-
1736), dan beberapa dinasti lain seperti Mamluk Mesir dan Suriah (1250- 1517),
Usmani Turki (Kerajaan Ottoman; abad ke-14-20) sampai kerajaan Islam Mughal India
(abad ke-15-16) dan Afghanistan. Di masa ini lahir karya besar yang menunjukkan
puncak kreasi agung seniman kaligrafi sekaligus menjadi lambang semangat Islam.
Pada masa ini tumbuh gaya tulisan seperti Farisi Ta'liq, dan Nasta'liq, Gubar, Jali dan
Anjeh Ta'liq, Sikasteh, Sikasteh Ta'liq, Tahriri, Gubari Ta'liq, Diwani dan Diwani Jali
(Humayuni), Gulzar, Tugra, dan Zulf I Arus. Khusus di India muncul khatt-khatt
Behari, Kufi Herati, Naskhi India dan Sulus India. Tokoh kaligrafi kenamaan di masa
ini antara lain adalah Yahya al Jamali (Ilkhaniyah), Umar Aqta (Timuriyah), Mir Ali
Tabrizi dan Imaduddin al Husaini (Safawiyah), Muhammad bin al Wahid (Mamluk),
Hamdullah al Amaasi, Ahmad dan Hasyim Muhammad al Baghdadi (enam tersebut
terakhir adalah Usmani Turki sampai Turki modern). Sekarang, sebagian dari gaya yang
semula berjumlah ratusan telah pupus. Kini tinggal beberapa gaya yang paling
fungsional di dunia Islam, yaitu Naskhi, Sulus, Raihani, Diwani, Jali, Farisi, Riq'ah dan
Kufi. Bahasa yang menggunakan kaligrafi Arab menurut catatan Dr. Muhammad Tahir
Kurdi (penulis Mushaf Makkah al-Mukarramah dan pengarang kitab Tarikh al Khatt al
'Arabi) terdiri atas lima kelompok, yaitu kelompok bahasa Turki, kelompok bahasa
Hindia (termasuk Pegon atau Melayu/Jawi), kelompok bahasa Persia, kelompok bahasa
Afrika, dan yang kelima, khusus bahasa Arab itu sendiri.

C. Seni Miniatur

15
D. Uang Logam

Perkembangan Kebijakan Bidang Penguatan Moneter Dengan Pemberlakuan


Mata Uang Dinar Dan Dirham di Pemerintahan Islam

1. Kebijakan Moneter pada Masa Pemerintahan Nabi Muhammad SAW


Bangsa arab di Hijaz pada masa jahiliah belum memiliki mata uang tersendiri.
Mereka menggunakan mata uang yang mereka peroleh berupa Dinar Emas Hercules,
Byziantum dan Dirham perak Dinasti Sasanid dari Iraq, dan sebagian mata uang bangsa
Himyar, Yaman.

Kabilah Quraish mempunyai tradisi melakukan perjalanan dagang dua kali


dalam setahun; ketika musim panas ke negeri Syam (Syria,sekarang) dan pada musim
dingin ke negeri Yaman.
Penduduk Mekkah tidak memperjualbelikan kecuali sebagian emas yang tidak
ditempa dan tidak menerimanya kecuali dalam ukuran timbangan. Mereka tidak
menerima dalam jumlah bilangan. Hal ini disebabkan beragamnya bentuk dirham dan
ukurannya dan munculnya penipuan pada mata uang mereka seperti nilai tertera yang
melebihi dari nilai yang sebenarnya.
Ketika Nabi SAW diutus sebagai nabi dan rasul oleh Allah SWT, beliau
menetapkan apa yang sudah menjadi tradisi penduduk Mekkah. Dan beliau
memerintahkan penduduk Madinah untuk mengikuti ukuran timbangan penduduk
Mekkah ketika itu mereka berinteraksi ekonomi dengan menggunakan Dirham dalam
jumlah bilangan bukan ukuran timbangan. Beliau bersabda: “Timbangan adalah
timbangan penduduk Mekkah sedang takaran adalah takaran penduduk madinah”.
Sebab munculnya perintah itu adalah perbedaan ukuran dirham Persia karenater
dapat tiga bentuk cetakan uang:
1. Ukuran 20 qirath (karat);
2. Ukuran 12 karat;
3. Ukuran 10 karat

16
Pada mulanya transaksi dilakukan secara barter namun pada perkembangan
selanjutnya diperlukan alat tukar yang berlaku umum yaitu emas dan perak untuk
mempermudah transaksi.
Menurut Dr. Kadim as-Sadr, Arabia dan wilayah-wilayah tetangganya berada di
bawah kekuasaan Romawi dan Persia, sehingga di wilayah itu berlaku mata uang emas
dari Romawi disebut Dinar dan mata uang perak dari Persia disebut Dirham. Koin dinar
dan dirham mempunyai berat yang tetap dimana nilai satu dinar sama dengan sepuluh
dirham. Bilai emas dan perak pada kepingan dinar dan dirham sama dengan nilai
nominalnya (face value). Dengan masuknya seluruh Jazirah Arab pada zaman
pemerintahan Nabi Muhammad SAW, maka di wilayah itu berlaku mata uang dinar dan
dirham, namun dirham lebih populer di dunia usaha bangsa Arab.

Keterbatasan penggunaan mata uang logam terletak pada beratnya, sehingga


sejak sebelum Islam, selain berlaku mata uang dinar dan dirham, berlaku pula surat
wesel dagang dan surat utang (kredit) untuk transaksi dagang yang besar. Dalam
menjalankan pemerintahannya, setidaknya Rasulullah menetapkan sembilan kebijakan
di bidang moneter, diantaranya adalah:

1. membiarkan berlakunya mata uang dinar dan dirham serta surat wesel dagang dan
surat utang. Dengan berlakunya mata uang dinar dan dirham, maka secara otomatis
terjadi permintaan dan penawaran terhadap kedua mata uang itu.

2. pembebasan tarif dan bea masuk untuk impor emas dan perak serta komoditi dari
wilayah Persia dan Romawi.

3. larangan penimbunan uang (kanz). Sementara itu, masyarakat dibolehkan


meleburkan uang emas dengan perak menjadi perhiasan atau ornamen ketika ada
kelebihan penawaran di atas permintaannya.

4. larangan penimbunan barang untuk menjaga stabilitas nilai uang.

17
5. larangan membungakan uang (riba) yang dijalankan bersama dengan larangan
menimbun uang (kanz) telah mempercepat peredaran uang yang diarahkan untuk
kegiatan investasi.

6. menggalakkan pinjaman tanpa bunga (qardhul hasan) dan modelmodel perjanjian


bagi hasil dan resiko.

7. mencegah kegiatan spekulasi. Nabi Muhammad SAW melarang uang dan barang
dipertukarkan (jual beli) selang beberapa waktu setelah kontrak ditandatangani atau
sekarang disebut future trading.

8. meningkatkan produksi barang dan jasa.

9. penghapusan monopoli dagang kaum Quraisy di pasar Ukaz dan Dul-Majaz setelah
penaklukan Mekkah. Penghapusan monopoli ini meningkatkan efisiensi dan
distribusi pendapatan yang lebih baik.

2. Kebijakan Moneter pada Masa Pemerintahan Khulafaur Rasyidin


Ketika Abu Bakar di baiat menjadi khalifah, beliau tidak melakukan perubahan
terhadap mata uang yang beredar. Bahkan menetapkan apa yang sudah berjalan pada
masa Rasulullah, yaitu penggunaan mata uang Dinar Haercules dan Dirham Persia.
Begitu pula ketika Umar bin Khattab di baiat sebagai khalifah, sibuk melakukan
penyebaran Islam ke berbagai negara dan menetapkan uang sebagai mana yang sudah
berlaku. Hanya pada tahun 18 H, menurut riwayat tahun 20 H, dicetak Dirham Islam.
Akan tetapi Dirham tersebut, bukan cetakan asli Islam, akan tetapi masih mengikuti
model cetakan Sasanid berukiran Kisra dengan beberapa tambahan berupa ukiran di
lingkaran yang meliputi ukiran Kisra ditambah ukiran beberapa kalimat tauhid dalam
jenis tulisan Kufi, seperti kalimat Bismillah, Bismillah Rabbi, Alhamdulillah, dan pada

18
sebagian lagi kalimat Muhammad Rasulullah. Ukuran Dirham Islam ketika itu adalah 6
daniq dan ukuran setiap 10 dirham adalah 7 mitsqal sebagaimana pada masa Nabi Saw.
Pada masa Ustman bin Affan, dicetak dirham seperti model dirham Khalifah
Umar bin Khattab dan ditulis juga kota tempat pencetakan dan tanggalnya dengan huruf
Bahlawiyah dan salah satu kalimat Bismillah, Barakah, Bismilah Rabbi, Allah, dan
Muhammad dengan jenis tulisan Kufi.
Ketika Ali bin Abi Talib menjadi khalifah, beliau mencetak dirham mengikuti
model kahlifah Usman bin Affan dan menuliskan di lingkarannya salah satu kalimat
Bismillah, Bismillah Rabbi, dan Rabiyallah dengan jenis tulisan Kufi.

3. Kebijakan Moneter pada Masa Pemerintahan Dinasti Umayyah


Pencetakan uang pada masa dinasti Umawiyah semenjak masa Muawiyah bin
Abi Sofyan masih meneruskan model Sasanid dengan menambahkan beberapa kata
tauhid seperti halnya pada masa Khulafaurrasyidin. Pada masa Abdul Malik bin
Marwan, setelah mengalahkan Abdullah bin Zubair dan Mush’ab bin Zubair, beliau
menyatukan tempat percetakan. Dan pada tahun 76 H, beliau membuat mata uang Islam
yang bernafaskan model Islam tersendiri, tidak ada lagi isyarat atau tanda Byzantium
atau Persia. Dengan demikian, Abdul Malik bin Marwan adalah orang yang pertama
kali mencetak dinar dan dirham dalam model Islam tersendiri.

4. Kebijakan Moneter pada Masa Pemerintahan Dinasti Abassiyah


Pada masa Abbasiah, pencetakan dinar masih melanjutkan cara Dinasti
Umawiyah. Al-Saffah mencetak dinarnya yang pertama pada awal berdirinya Dinasti
Abbasiah pada tahun 132 H mengikuti model dinar Umawiyah dan tidak mengubah
sedikitpun kecuali pada ukiran-ukirannya.
Sedangkan dirham, pada awalnya ia kurangi satu butir kemudian dua butir.
Pengurangan ukuran dirham terus berlanjut pada masa Abu Ja’far alManshur, dia
mengurangi tiga butir hingga pada masa Musa al-Hadi kurangnya mencapai satu karat.
Dinar menjadi tidak seperti aslinya, pengurangan terus terjadi setelah itu. Namun
demikian nilainya, nilainya tetap dihitung seperti semula.

19
Al-Maqrizy berkata: “Pada bulan Rajab tahun 191, dinar Hasyimiah mengalami
pengurangan sebanyak setengah butir dan hal itu terus berlanjut sepanjang periode tapi
masih berlaku seperti semula”.
Dengan demikian kita dapat membedakan dua fase pada masa Dinasti Abbasiah.
Fase pertama, terjadi pengurangan terhadap ukuran dirham kemudian dinar. Fase kedua,
ketika pemerintahan melemah dan para pembantu (Mawali) dari orang Turki ikut seta
dalam urusan Negara. Ketika itu pembiayaan semakin besar, orang-orang sudah menuju
kemewahan sehingga uang tidak lagi mencukupi kebutuhan. Negara pun membutuhkan
bahan baku tambahan, terjadilah kecurangan dalam pembuatan dirham dan
mencampurkannya dengan tembaga untuk memperoleh keuntungan dari margin nilai
tertulis dengan nilai actual.

Ibnu Taimiyyah sebagai salah satu pemikir ekonomi dalam kepemimpinan


Abbasiyah II menyatakan dengan gamblang konsep uang. Ia menyebutkan dua fungsi
uang yaitu sebagai alat pengukur nilai dan media pertukaran dalam tulisannya tentang
karakteristik dan fungsi uang, beliau menyatakan, “Atsman (harta atau yang dibayarkan
sebagai harga, yaitu uang) dimaksudkan sebagai pengukur nilai barang-barang yang
dengannya jumlah nilai barang-barang dapat diketahui dan uang tidak pernah
dimaksudkan untuk mereka sendiri”
Berdasarkan pandangan tersebut, Ibnu Taimiyah menentang keras segala bentuk
perdagangan uang dari tujuan yang sebenarnya. Apabila uang dipertukarkan dengan
uang yang lain, pertukaran tersebut harus dilakukan secara spot (taqabud) dan tanpa
penundaan (hulul).
Prinsip-prinsip penting lain yang dikemukakan oleh Ibnu Taimiyyah berkaitan
dengan konsep uang dan moneter adalah sebagai berikut:
1. Perdagangan uang akan memicu inflasi
2. Hilangnya kepercayaan orang akan stabilitas nilai uang akan mencegah orang
melakukan kontrak jangka panjang dan menzalimi golongan masyarakat berpendapatan
tetap seperti pegawai negeri.
3. Perdagangan domestik akan menurun karena kekhawatiran stabilitas nilai uang.

20
4. Perdagangan internasional akan menurun
5. Logam berharga akan mengalir keluar negara

5. Kebijakan Moneter pada Masa Khilafah Utsmaaniyyah


Pada masa Daulah Utsmaniyah, ditemukan proto bank pertama (Galata Sarraf)
yang melayani pertukaran mata uang asing, memberikan pinjaman lunak, serta
menyediakan pembelian piutang. Akan tetapi, tidak ditemukan adanya indikasi
penerimaan tabungan masyarakat padanya.
Dari sudut pandang pengambilan kebijakan ekonomi, para sultan Utsmani dapat
dinilai sebagai penguasa yang bekerja secara realistis, jika tidak mungkin disebut
pragmatis sesuai dengan ketersediaan dana.
Khilafah islamiayah merupakan simbol kesatuan dan persatuan masyarakat
muslimin. Dengan adanya khilafah, kaum muslimin merasa sebagai umat yang kuat,
tersohor, disegani kawan maupun lawan. Sepanjang sejarahnya, khilah islamiyah
memiliki kharisma, wibawa dan kemuliaan Islam dan umatnya. Sedangkan khlifah
adalah pemimpin kaum muslimin di seluruh dunia.
Supremasi khilafah islmiyah telah membuat negara-negara di berbagai penjuru
dunia seperti Perancis, Swiss, Rusia, Hungaria, Inggris, Belgia, dan lainnya segan dan
takut, sehingga mereka banyak mengirimkan hadiah-hadiah sebagai bukti penghormatan
mereka kepada khalifah.
Karena fakta inilah, Inggris mengajukan rancangan yang antara lain berisi, Di
antara tugas besar Inggris adalah berpikir dengan serius menumbangkan imperium
Utsmaniyah yang membahayakan kepentingan Inggris.
Para Paus sendiri menyadari bahwa salah satu dari mereka, betapa pun kuatnya
mungkin mampu mengalahkan khilafah islamiyah, yang direpresentasikan oleh Sultan
Turki Utsmani dalam kapasitasnya sebagai Khalifah kaum muslimin di seluruh penjuru
dunia.
Menindaklanjuti upaya itu, negaranegara Eropa kemudian menyusun seratus
strategi untuk menghancurkan kekhalifahan Turki Utsmani. Ikut terlibat dalam
penyusunan itu, para pemikir, filosof, panglima perang, raja, para pastur hingga perdana

21
menteri Romawi, Dubuqara menulis buku yang berjudul “Seratus Kiat Menghancurkan
Khilafah Turki Usmani”.
Pada tahun 1327 H/1909 M, organisasi Persatuan dan pembangunan dengan
dukungan negara-negara Barat mendirikan gerakan oposisi yang menggerakkan mogok
massal besarbesaran di Istambul. Dengan dalih ingin menghentikan mogok tersebut,
pasukan organisasi bergerak dari markasnya di Salanika dan memasuki Istambul.
Sesampainya di istambul, mereka menyingkirkan Khalifah Abdul Hamid II. Dan setelah
itu, gereja berhasil mewujudkan ambisinya untuk meruntuhkan khilafah islamiyah.

A. Fungsi Uang
1. Uang Sebagai Standar Ukuran Harga Dan Unit Hitungan

Ibnu al-Qayyim menegaskan dalam pernyataannya: “Dinar dan


Dirham adalah harga komoditas. Dan harga adalah ukuran standar yang
dengannya bisa dikenal ukuran nilai harta. Harus bersifat spesifik dan akurat,
tidak naik dan tidak juga turun (nilainya)”.

2. Uang Sebagai Media Pertukaran

Uang adalah alat tukar yang digunakan setiap individu untuk


pertukaran barang dan jasa. Dengan demikian, uang membagi pertukaran
kedalam dua macam:
a. Proses penjualan barang atau jasa dengan pembayaran uang;
b. Proses pembelian barang atau jasa dengan menggunakan uang.

3. Uang sebagai Media Penyimpan Nilai

Dalam pengertian ini ada dua penegasan, pertama: Islam mendorong


investasi, tidak membekukan uang atau meminjamkannya (modal) dengan
bunga, karena hal-hal itu menghalangi uang dari pembelanjaan investasi.

22
Kedua: bahwa nilai uang yang tidak tetap, dan daya tukar yang
menurun menyebabkan kesulitan dalam fungsinya sebagai media penyimpan
nilai untuk ditabung demi tujuan-tujuan dagang. Ini adalah yang
dimaksudkan oleh ahli ekonomi sebagai dorongan mudharabah (spekulasi).

23
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Arsitektur islam adalah suatu arsitektur atau hasil usaha manusia
yang memiliki wujud kongkrit sebagai pemenuh atas kebutuhan jasmani dan
kebutuhan rohani. Ornamen dalam setiap arsitektur islam selalu
mengingatkan kita kepada Allah SWT. Perkembangan arsitektur islam
pertamakali ditandai dengan berdirinya Masjid Juatha di Arab Saudi. Tokoh
yang mempopulerkannya adalah Khilafah Rashidun yang memerintah pada
tahun 632-661. Berikutnya pada masa pemerintahan Khalifah Umayyah di
tahun 661-750, arsitektur islam merupakan perpaduan dari arsitektur bergaya
barat dan arsitektur bergaya timur. Yang paling populer yaitu kombinasi
arsitektur byzantium dan arsitektur sassanid. Arsitektur Umayyah ini banyak
memainkan cat dinding, mosaik, relief, termasuk ditambahkannya mihrab ke
dalam masjid yang seolah-olah kini menjadi standar desain masjid di dunia.
Sepanjang pemerintahan Islam, penggunaan dinar dan dirham merupakan hal
yang sangat diprioritaskan karena ini akan sangat terkait dengan masalah
kesejahteraan rakyat. Fungsi uang ada 3 yaitu Uang Sebagai Standar Ukuran
Harga Dan Unit Hitungan, Uang Sebagai Media Pertukaran, dan Media
penyimpan Nilai. Perbedaan konsep uang menurut 226 - P-ISSN: 2355-
4657. E-ISSN: 2580-1678 Islam dan Konvensional sangatlah berbeda jauh.
Dalam Islam, faktor kemaslahatan ummat didahulukan, sedangkan ekonomi
konvensional meletakkan uang sebagai hal untuk mencari keuntungan
semata. Dalam realitas yang terjadi hari ini, masyarakat dunia sibuk
menggunakan uang kertas yang sebenarnya tidak mempunyai arti apa-apa.
Sedangkan Islam sudah mengajarkan sistem keuangan yang memang
sifatnya menjamin konsistensi nilai uang yang ada. Sebagai negara yang
memiliki masyarakat Islam terbanyak, maka seharusnya kita kembali kepada

24
sistem keuangan yang telah diajarkan Islam yaituhukum Islam di bidang
moneter.

Daftar Pustaka

http://arsitektur-indonesia.com/arsitektur/sejarah-perkembangan-arsitektur-islam-dari-
masa-ke-masa/

https://media.neliti.com/media/publications/23739-ID-seni-kaligrafi-peran-dan-
kontribusinya-terhadap-peradaban-islam.pdf

http://aufklarungarea.blogspot.com/2016/02/arsitektur-pada-masa-khulafaurrasidin.html

25
https://www.neliti.com/id/publications/284826/prospek-hukum-islam-di-bidang-
penguatan-moneter-dengan-pemberlakuan-mata-uang-di

26

Anda mungkin juga menyukai