Anda di halaman 1dari 14

PAKAIAN DALAM ISLAM

(STUDI ANALISIS TAFSIR AL MISBAH)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Tafsir Ayat Sosial Politik

Disusun oleh: Kelompok 4


Kurnia Rahayu Ningsih (1931030055)
Syarif Hidayatullah (1931030

Kelas B

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2021/2022
KATA PENGANTAR
Bismilahirohmanirrohim

Pertama-tama yang paling utama penulis ucapkan puji syukur kita atas ke hadiratnya
Allah swt, yang mana karena rahmat serta taufik hidayah-nya lah makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Kedua kalinya tidak lupa pula kita hanturkan shalawat
serta salam kepada nabi kita yakni Nabi Muhamad saw. Yang telah menyelamatkan kita
dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang-menerang yakni dinul Islam dan kita
nantikan syafa’atnya diyaumul akhir nanti.
Dalam penulisan makalah ini yang diberi judul “Pakaian dalam Islam (Studi Analisis
Tafsir Al Misbah)” masih banyak kekurangan-kekurangan baik teknis penulisan maupun
materi, mengingat kemampuan yang dimiliki oleh penulis. Untuk itu kritik saran dari semua
pihak sangat penulis harapkan dalam penyempurnaan makalah ini.
Dalam penyampaian makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga allah memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah terlibat dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amin
Yarabbal’Aalamin

Bandar Lampung, 09 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................
Daftar Isi..........................................................................................................................
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang ....................................................................................................
B. Rumusan Masalah................................................................................................
C. Tujuan..................................................................................................................
BAB II Pembahasan
A. Pakaian dalam islam............................................................................................
B. Pakaian menurut Tafsir Al Misbah......................................................................
BAB III Penutup
A. Kesimpulan..........................................................................................................
B. Saran....................................................................................................................
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesungguhnya agama Islam telah mengatur kehidupan umat manusia dengan
sebaik-baiknya. Dalam era modern ini terkadang individu cenderung memaksakan
kehendaknya, tak terkecuali dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan bermunculan
perspektif bahwa esensi agama Islam harus dipaksa mengikuti zaman yang maju ini.
Dalam cara berpakaian juga demikian, banyak generasi muda saat ini memaksakan
pakaian mereka disesuaikan dengan mode yang berkembang atau tren. Padahal belum
tentu cara bepakaian itu sesuai dengan ajaran Islam. Di dalam QS al-‘Araf (7): 26.
dapat dimengerti fungsi dari berpakaian adalah menutup aurat dan untuk
memperindah jasmani manusia. Seluruh tubuh wanita yang merdeka adalah aurat,
sehingga tidak diperbolehkan baginya melihat sedikitpun dari tubuhnya kecuali wajah
dan kedua telapak tangan.
Memamerkan pakaian dan membuka aurat merupakan penyakit berbahaya. Sejak
dahulu orang-orang bijak, baik muslim maupun kafir, baik yang di Barat maupun
yang di Timur, telah mengakui hal ini. Pamer pakaian dan kecantikan dapat
menimbulkan tersebarnya kerusakan, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Upaya
pengrusakan moral itu juga merupakan program Yahudi. Persyaratan menutup aurat
itu diterapkan secara integral kedalam berbagai ragam pakaian daerah yang sudah ada,
sehingga tercipta desain dengan berbagai ragam, baik secara struktural (potongan,
bentuk, tenunan tekstil) maupun secara dekoratif (corak, warna, ragam hias, tekstur,
motif dan aksesoris)1. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan zaman membawa
konsekuensi budaya, tak terkecuali berbusana. Sebagai Negara yang mayoritas
berpenduduk muslim, Indonesia semestinya dapat sebagai leader dalam memberikan
wahana pembaharuan berbusana yang anggun tanpa meninggalkan nilai-nilai syariat.
B. Rumusan Masalah
a) Apa maksud dari pakaian menurut islam?
b) Apa saja adab dalam berpakaian?
c) Apa hukum berpakaian bagi laki laki dan perempuan?
d) Bagaimana penafsiran pakaian dalam tafsir Al Misbah?
C. Tujuan
a) Mengetahui apa yang dimaksud pakaina dalam pandangan Islam
b) Dapat mengetahui apa saja adab dalam berpakaian yang baik dan benar
c) Mengetahui hukum dari berpakaian baik bagi laki laki maupun perempuan
d) Mengetahui pandangan terhadap pakain dalam tafsir Al Misbah

1
Beryl C. Syanwil, “Akar Sejarah Busana Muslimah Indonesia”, dalam (eds), Ruh Islam Dalam Budaya Bangsa
Konsep Estetika, (t,th.), h. 239
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pakaian dalam Islam
Pakaian (sandang) adalah salah satu kebutuhan pokok manusia di samping
makanan (pangan) dan tempat tinggal (papan). Selain berfungsi menutup tubuh,
pakaian juga dapat merupakan pernyataan lambang status seseorang dalam
masyarakat. Sebab berpakaian ternyata merupakan perwujudan dari sifat dasar
manusia yang mempunyairasa malu sehingga berusaha selalu menutupi tubuhnya.
Busana menurut bahasa adalah segala sesuatu yang menempel pada tubuh dariujung
rambut sampai ujung kaki. Menurut istilah, busana adalah pakaian yang kita kenakan
setiap hari dari ujung rambut sampai ujung kaki berserta segala pelengkapannya,
seperti tas, sepatu, dan segala macam perhiasan atau aksesoris yang melekat padanya2.
Dalam ajaran Islam, pakaian bukan semata-mata masalah budaya dan mode.Islam
menetapkan batasan-batasan tertentu untuk laki-laki maupun perempuan. Khusus
untuk muslimah, memiliki pakaian khusus yang menunjukkan jati dirinya sebagai
seorang muslimah. Bila pakaian adat umumnya bersifat lokal, maka pakaian
muslimah bersifat universal. Dalam arti dapat dipakai oleh muslimah di manapun ia
berada. Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an surah Al A’raf: 26, yaitu:
‫يبنى ءادم قد أنزلنا عليكم لباسا يوارى سوءتكم وريشا ولباس التقوى ذلك خير ذلك من ءايت هللا لعلهم‬
‫يذكرون‬
“ Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk
menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian taqwa, itulah yang
lebih baik. Demikianlah sebagian tanda tanda kekuasaan Allah, mudah mudahan
mereka ingat”.
Secara bahasa menurut W. J. S Poerwadarminta pakaian merupakan busana yang
indah-indah serta perhiasan3. Menurut John M Echols dan Hasan Shadily
sebagaimana dikutip oleh Juneman dalam buku Psychology of Fashion, fashion
diartikan sebagai “cara” atau “mode” dan cloth diterjemahkan “kain” 4 Pakaian
merupakan busana yang disamping berfungsi sebagai penutup aurat (badan) juga
berfungsi untuk keindahan. Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa pakaian bani Adam
ada itu ada tiga macam, yaitu:
Pertama, pakaian yuwaari sau-atikum, artinya pakaian sekedar penutup bagian-
bagian yang malu dilihat atau terlihat orang.
Kedua, pakaian riisyan, artinya pakaian yang merupakan hiasan yang layak bagi
manusia, jadi lebih daripada hanya menyembunyikan aurat saja.
Ketiga, (dan yang terpenting) pakaian yang disebut libasut taqwa yang berarti
pakaianyang merupakan ketakwaan, yang menyelamatkan diri, menyegarkan
jiwa,membangkitkan budi pekerti dan akhlak yang mulia. Pakaian inilah yang
menjaminkeselamatan diri, dunia dan akhirat, menjamin kebahagiaan rumah tangga
dan menjaminkeamanan serta ketentraman dalam masyarakat dan negara.Begitu
hebatnya pengaruh budaya dan mode dalam berpakaian, membuatmanusia lupa
memahami hakekat dari fungsi adanya pakaian.
Dalam hal ini Islam sebagai agama yang salih li kulli zaman wa makan
memberikan perhatian yang besar terhadap fungsi berpakaian. Menurut ajaran Islam, -
2
Farid L. Ibrahim, Perempuan dan Jilbab, (Jakarta: Mitra Aksara Panaitan, 2011), h. 26
3
Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqh Perempuan Kontemporer, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010), h. 11.
4
Juneman, Psychology of Fashion, (Yogyakarta: LKIS Group, 2011), h. 21.
sebagaimana dijelaskan oleh Allahdi dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl : 81 dan Surat
Al-A’raaf : 26, pakaian itu mempunyai tiga fungsi utama yaitu:
1) Sebagai penutup aurat.
2) Sebagai perhiasan. Maksudnya adalah sebagai perhiasan untuk memperindah
penampilan dihadapan Allah dan sesama manusia. Sebagai perhiasan,
seseorang bebas merancang dan membuat bentuk atau mode serta warna
pakaian yang dianggapindah, menarik, serta menyenangkan, selama tidak
melanggar batas-batas yang telahditentukan.
3) Sebagai pelindung tubuh dari hal-hal yang merusak, seperti panas, dingin,
anginkencang, sengatan matahari dan sebagainya.Demikianlah tiga fungsi
utama pakaian dalam pandangan Islam, mudah-mudahandalam berpakaian kita
bisa menyadari apa sebenarnya fungsi yang kita inginkan dari pakaian kita,
sehingga kita termasuk hamba-hamba Allah yang mensyukuri nikmat- Nya
dan terhindar dari sifat kufur terhadap karunia-Nya
B. Pakaian dalam Tafsir Al Misbah
Berbicara tentang aurat erat kaitannya dengan pakaian atau busana. Sementara,
pakaian memiliki nilai estetik atau rasa keindahan. Sesorang selalu berusaha
menampilkan keindahan melalui apa yang dilakukannya dan apa yang dipakainya.
Ketika seseorang memiliki kecacatan atau aib di bagian tubuhnya, tentu orang
tersebut juga akan berusaha menutupinya. Sementara ukuran keindahan berubah-ubah
serta berbeda-beda antar satu masyarakat dengan masyarakat lain. Dahulu gemuk
merupakan sebuah simbol kesejahteraan hidup dan digemari oleh banyak wanita,
berbeda dengan masa kini, dimana kegendutan dinilai sebagai sesuatu hal yang
memalukan. Bahkan perempuan yang ingin tampil menawan di hadapan orang akan
rela mengurangi asupan makanan, serta berolah raga yang melelahkan 5. Selain itu,
pakaian dapat juga memberi dampak psikologis bagi pemakainya juga yang melihat.
Saat memakai pakaian yang tidak sesuai dengan keadaan sekitarnya atau
lingkungannya, bagi pemakai akan merasakan ketidak nyamanan juga rasa risih.
Demikian juga yang melihat akan merasakan ketidak nyamanan. Oleh karenanya,
pakaian berkaitan dengan budaya dan perkembangan masyarakat. Menurut Quraish
Shihab dalam buku jilbab pakaian wanita muslimah, pakaian adalah produk budaya
sekaligus tuntunan agama dan moral. Dari sini lahir apa yang dinamakan pakaian
tradisional, daerah dan nasional, juga pakaian resmi untuk perayaan tertentu serta
pakaian untuk ibadah6. Seperti halnya jas untuk pria. Meski di era sekarang jas
menunjukkan bahwa status sosisal seorang pria yang memakai jas tersebut tinggi, jika
di “tengok ke belakang” awalnya pakaian ini adalah pakaian para buruh sebagai aksi
protes atas ketidak sukaan mereka dengan para bangsawan yang berpakaian mewah.
Sehingga, pakaian adalah suatu produk budaya sekaligus tuntunan agama dan moral.
Akan tetapi juga perlu dicatat jika sebagian dari tuntunan agama pun lahir dari budaya
masyarakat. Hal ini dikarenakan agama sangat mempertimbangkan kondisi
masyarakat sehingga menjadikan adat istiadat yang tidak bertentangan dengan nilai-
nilai Islam sebagai salah satu pertimbangan hukum yang disebut al-adat muhakkimah.

5
M. Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah: Pandangan Ulama’ Masa Lalu & Cendekiawan
Kontemporer, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), hlm. 32
6
M Quraish Shihab, Jilbab pakaian wanita muslimah, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), h
Sehingga tidak mustahil jika bentuk pakaian yang ditetapkan natau dianjurkan oleh
suatu agama justru lahir dari budaya yang berkembang waktu itu7.
Memakai pakaian yang tertutup bukanlah monopoli masyarakiat Arab, dan bukan
pula berasal dari budaya mereka. dalam pandangan Murtadha Muthahari pakaian
tertutup muncul di pentas bumi ini jauh sebelum datangnya Islam8. Di belahan dunia
lain, pada era yang lebih awal juga mempraktikkan cara berpakaian tertutup dalam
berbagai alasan9. Sementara pakar menyebut beberapa alasan yang diduga oleh
sementara orang mengakibatkan adanya keharusan bagi wanita untuk memakai
pakaian tertutup. Alasan tersebut antara lain10:
Pertama, alasan filosofis yang berpusat pada kecenderungan “kerahiban” 11 dan
perjuangan melawan hawa nafsu manusiawi. Karena jika perhatian lelaki hanya
tertuju kea rah negative maka akan berdampak pada masyarakat yang mengalami
kemunduran dan kegiatan positif akan jarang dilakukan.
Kedua, yang diduga oleh sementara orang yang mengantarkan pada keharusan
memakai pakaian tertutup adalah karena adanya alasan keamanan.
Ketiga yakni penyebab lahirnya pakaian tertutup yang menghalangi wanita keluar
rumah karena lelaki mengeksploitasi wanita dengan menugaskan mereka melakukan
aktivitas kepentingan lelaki.
C. Hukum Berpakaian
Islam tidak menentukan pakaian tertentu untuk dipakai oleh umat Islam dan
mengakui semua jenis pakaian selama masih memenuhi standar tujuan bepakaian
dalam Islam, tanpa berlebihan dan melampaui batas. Rasulullah sendiri memakai
pakaian yang sama dengan yang di pakai oleh umat pada masanya. Beliau tidak
pernah menganjurkan untuk berpakaian dengan pakaian tertentu juga tidak pernah
melarang pakaian tertentu. Beliau hanya memberikan karakter dan ciri-ciri pakaian
yang dilarang. Maka hukum dasar muamalah termasuk berpakaian adalah mubah dan
tidak ada larangan, kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Hal itu berbeda dengan
ibadah-ibadah yang hukum dasarnya adalah haram, kecuali yang diperbolehkan oleh
Islam12. Salah satunya adalah perintah Rasulullah untuk menutup seluruh bagian
tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan
‫عن عائسة رضى هللا عنها أن أسماء بنت أبى بكر دخلت على رسول هللا صلى هللا عليه وسلم وعليها ثياب‬
‫ يا أسماء إن المرأة إذا بلغت المحيض لم تصلح أن‬: ‫رقاق فأعرض عنها رسول هللا صلى هللا عليه وسلم وقال‬
‫يرى منها إالهذا وهذا‬.
Dari Aisyah ra. Bahwasannya Asma binti Abi Bakr masuk dan bertemu Rasulullah
saw. dan dia menggunakan baju yang tipis kemudian Rasulullah saw. memalingkan
7
Ibid,hlm 34-35
8
Murtadha Muthahari, On the Islamic Hijab, diterj. Oleh Agus Efendy dan Alwiyah Abdurrahmandengan judul
Gaya Hidup Wanita Islam, (bandung: Mizan, 1990), hlm. 34
9
Salah satu alasan tersebut ialah orang Persia dalam mengadopsi agama Zardayst, wanita diharuskan menutup
mulut dan hidung mereka karena dikhawatirkan akan mengotori api suci agama mereka. selain itu dalam tradisi
masyarakat Byzantium juga memingit wanita dirumah. Seolah-olah perempuan dipenjara
10
M. Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah: Pandangan Ulama’ Masa Lalu &Cendekiawan
Kontemporer, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), hlm. 35
11
Dalam Islam kerahiban disini bukan berarti kerahiban dalam artian sesungguhnya yang bermakna menjauhi
pernikahan. Karena hal ini bertentangan dengan ajaran rasul yang ,menganjurkan untuk menikah.Dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang artinya: “ akupun menikah, siapa yang membenci
sunnahku, maka yang bersangkuatn bukanlah ummatku”
12
3Muhammad Wahidi, Ahkam Banuwan, terj. Hayati Muhammad, Fikih Perempuan, (Jakarta: al-Huda, 2006),
h. 5.
muka darinya dan bersabda, ‘wahai Asma, sesungguhnya seorang perempuan jika ia
telah haid, maka tidak layak baginya untuk terlihat kecuali bagian ini dan ini, dan
beliau mengisyaratkan kepada wajah dan kedua telapak tangannya”. (H.R. Abu
Daud).
Dalam konteks ini Ibnu Taimiyah berkata bahwa ketetapan menyangkut aurat
wanita melalui dua tahap. Pada tahap pertama, agama masih mengizinkan wanita
membuka wajah dan telapak tangannya, lalu pada tahap kedua,izin tersebut dibatalkan
dengan ketetapan kewajiban seluruh badan13. Ada juga ulama yang menyatakan izin
membuka wajah dan telapak tangan itu, antara lain sebagaimana bunyi hadis di atas,
adalah dalam hal-hal yang sangat dibutuhkan, seperti bagi wanita yang hendak
dipinang14. Seorang wanita hendaknya mentaati apa yang menjadi kewajibannya.
Selain mentaati Allah dan Rasul-Nya, menutup aurat adalah salah satu kewajiban
yang amat penting baginya. Berpakaianlah dengan pakaian yang tidak
mempertontonkan aurat, yaitu pakaian yang luas, tidak sempit, yang dapat menutup
auratnya secara syar’i dan yang paling penting dapat menghindarkannya dari tindak
pelecehan15
Ulama sepakat bahwa semua pakaian adalah halal bagi pria dan wanita, selagi
bukan sutera, tenunan yang ada suteranya, pakaian ghashaban (rampasan), pakaian
yang dicelupkan kedalam air kencing, pakaian yang dibuat dari kulit bangkai atau
bulunya atau lainnya16.
D. Adab Berpakaian
1) Menutupi seluruh tubuh selain yang dikecualikan syariat
Terdapat dalam surat An Nuur ayat 31 Allah berfirman:
“Katakanlah kepada wanitayang beriman: 'Hendaklah mereka menahan
pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah mereka
menampakkan perhiasan mereka kecuali yang(biasa) nampak dari mereka.
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadamereka, dan
janganlah menampakkan Prhiasan mereka”.
Juga firman Allah dalam surat Al-Ahzab:59 yang berbunyi: “Hai Nabi
katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang
mumin:'Hendaklah mereka mengulurkann jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka”. Ayat ini menjelaskan pada kita bahwa menutup seluruh tubuh adalah
kewajiban setiap wanita muslimah (mukminah) dan merupakan tanda
keimanan mereka. Menutup aurat adalah salah satu dari kewajiban yang telah
ditetapkan bagi muslimah, sedangkan menuntut ilmu adalah kewajiban lain
yang berlaku untuk seumur hidup.
Al-Qurthubi berkata: “Pengecualian itu adalah pada wajah dan telapak
tangan”. Yang menunjukkan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu
Daud dari Aisyah bahwa Asma binti Abu Bakr menemui Rasulullah
sedangkan ia memakai pakaian tipis.Maka Rasulullah berpaling darinya dan
berkata kepadanya: “Wahai Asma!Sesungguhnya jika seorang wanita itu telah
mencapai masa haid, tidak baik jika ada bagian tubuhnya yang terlihat, kecuali
13
Lihat selengkapnya pada Muhammad Ahmad Isma’il, ‘Audat al-Hijab, (Riyadh: Dar alTibah, t,t) h. 339-345
14
Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, h. 121
15
‘Abd al-Aziz ibn ‘Abdullah ibn Baz, Ahkam Salah al-Marid} wa Taharatuhu, Juz 1 (Cet. I; al-Su’udiyyah:
Wazarah al-Syu’un al-Islamiyyah wa al-Aufaq wa al-Da’wah wa al-Irsyad, 1422 H.), h. 26
16
M Abdul Mujieb, dkk, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1994), h. 256.
ini’. Kemudian beliau menunjuk wajah dan(telapak) tangannya. Allah Pemberi
Taufik dan tidak ada Rabb selain-Nya”.
2) Tidak tembus pandang
Dalam sebuah hadits Rasulullah telah bersabda:
“Pada akhir umatku nanti akanada wanita-wanita yang berpakain namun
(hakekatnya) telanjang. Di atas kepalamereka seperti terdapat bongkol (punuk)
unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum wanita yang
terkutuk”.
Di dalam hadits lain terdapat tambahan: “Mereka tidak akan masuk surga dan
juga tidak akan mencium baunya, padahal baunyasurga itu dapat dicium dari
perjalanan sekian dan sekian”. (HR. Muslim dari riwayatAbu Hurairah).
Atsar di atas menunjukkan bahwa pakaian yang tipis atau yang mensifati
danmenggambarkan lekuk-lekuk tubuh adalah dilarang. Oleh karena itu
Aisyah pernah berkata: “Yang namanya khimar adalah yang dapat
menyembunyikan kulit danrambut”. Saat ini banyak diproduksi bahan-bahan
lenan yang tipis dan berbahanlembut. Dengan sentuhan teknologi jahit
menjahit mungkin bisa disiasati denganmenambahkan lapisan (yang agak
tebal/senada) didalam bahan baju ketika menjahitnyaatau memakainya,
sehingga kita tetap bisa mengenakan busana yang kita inginkan.
3) Tidak ketat hingga memperlihatkan lekuk tubuh
Usamah bin Zaid pernah berkata: Rasulullah pernah memberiku baju
Quthbiyah yang tebal yang merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah Al-
Kalbi kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada istriku. Nabi bertanya
kepadaku:”Mengapa kamu tidak mengenakan baju Quthbiyah?” Aku
menjawab: “Aku pakaikan baju itu pada istriku”. Nabi lalu bersabda:
“Perintahkan ia agar mengenakan baju dalamdi balik Quthbiyah itu, karena
saya khawatir baju itu masih bisa menggambarkan bentuk tulangnya”. (HR.
Ahmad dan Al-Baihaqi dengan sanad Hasan).
Aisyah pernah berkata: “Seorang wanita dalam shalat harus mengenakan tiga
pakaian: baju, jilbab dan khimar”. Adalah Aisyah pernah mengulurkan izar-
nya (pakaian sejenis jubah) dan berjilbab dengannya.
4) Tidak menyerupai pakaian laki-laki
Dari Abu Hurairah berkata: “Rasulullah melaknat pria yang memakai
pakaianwanita dan wanita yang memakai pakaian pria”. Dari Abdullah bin
Amru yang berkata: “Saya mendengar Rasulullah bersabda: 'Tidaktermasuk
golongan kami para wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria
dankaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita”.
Dari Abdullah bin Umar yang berkata: “Rasulullah bersabda: 'Tiga
golonganyang tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan memandang
mereka pada harikiamat; Orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya,
wanita yang bertingkahkelaki-lakian dan menyerupakan diri dengan laki-laki
dan dayyuts (orang yang tidakmemiliki rasa cemburu)”.
Dalam hadits-hadits ini terkandung petunjuk yang jelas mengenai
diharamkannya tindakan wanita menyerupai kaum pria, begitu pula sebaiknya.
Tidak menyerupai pakaian pria disini, misalnya seorang muslimah memakai
celana panjang yang layaknya dipakai oleh seorang laki-laki, memakai kemeja
laki-laki dll. Sehingga secara psikologis terpengaruh pada pribadi pemakainya,
misalnya merasa sekuat pria,merasa tomboy dll.
5) Tidak menyerupai pakaian 'khas' orang kafir atau orang fasik
Syariat Islam telah menetapkan bahwa kaum muslimin (laki-laki maupun
perempuan) tidak boleh bertasyabuh (menyerupai) kepada orang-orang kafir,
baikdalam ibadah, ikut merayakan hari raya, dan berpakaian khas mereka.
Dalilnya adalah firman Allah surat Al-Hadid:16, yang berbunyi:
“Belumkah datang waktunya bagiorang-orang yang beriman, untuk tunduk
hati mereka mengingat Allah dan kepadakebenaran yang telah turun (kepada
mereka) dan janganlah mereka seperti orang-orangyang sebelumnya telah
diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas
mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara
merekaadalah orang-orang yang fasik”.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Al-Iqtidha hal. 43: Firman
Allah; “Janganlah mereka seperti...” merupakan larangan mutlakdari tindakan
menyerupai mereka, di samping merupakan larangan khusus dari tindakan
menyerupai mereka dalam hal membatunya hati akibat kemaksiatan.
Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini (IV/310) berkata: “Karena itu Allah
melarang orang-orang berimanmenyerupai mereka dalam perkara-perkara
pokok maupun cabang. Allah berfirman dalam surat Al-Mujadalah: 22 bahwa
tidak ada seorang mumin yang mencintai orang-orang kafir. Barangsiapa yang
mencintai orang-orang kafir, maka ia bukan orang mumin, sedangkan tindakan
menyerupakan diri secara lahiriah merupakan hal yang dicurigai sebagai
wujud kecintaan, oleh karena itu diharamkan.
6) Memakai busana bukan untuk mencari popularitas
Berdasarkan hadits Ibnu Umar yang berkata:
“Rasulullah bersabda: ‘Barangsiapa mengenakan pakaian (libas) syuhrah di
dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari
kiamat, kemudian membakarnya dengan apineraka’. (Abu Daud II/172; Ibnu
Majah II/278-279).
Libas Syuhrah adalah setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan untuk meraih
popularitas di tengah-tengah orang banyak, baik pakain tersebut mahal, yang
dipakaioleh seseorang untuk berbangga dengan dunia dan perhiasannya,
maupun pakaian yang bernilai rendah, yang dipakai oleh seseorang untuk
menampakkan kezuhudannya dandengan tujuan riya. Ibnul Atsir berkata:
“Syuhrah artinya terlihatnya sesuatu. Maksud dari Libas Syuhrah adalah
pakaiannya terkenal di kalangan orang-orang yang mengangkat pandangannya
mereka kepadanya. Ia berbangga terhadap orang lain dengansikap angkuh dan
sombong. Demikianlah syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang muslimah
dalam menentukan busana yang akan dikenakannya. Semakin kita mengetahui
dengan jelas syarat-syarat berbusana muslimah, kita akan lebih dapat berkreasi
dengan busana kita.Berbusana muslimah yang harmonis merupakan salah satu
tanda ke syukuran kita kepada Allah
7) Tidak menimbulkan perasaan riya.
Rasulullah SAW bersabda bermaksud: “Siapa yang melabuhkan pakaiannya
kerana perasaan sombong, Allah SWT tidak akan memandangnya pada hari
kiamat”.
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda bermaksud: “Siapa yang
memakai pakaian yang berlebih-lebihan, maka Allah akan memberikan
pakaian kehinaan pada hari akhirat nanti”. (Ahmad, Abu Daud, an-Nasa'iy dan
Ibnu Majah).
8) Larangan pakai sutera.
Islam mengharamkan kaum lelaki memakai sutera. Rasulullah SAW bersabda
bermaksud: “Janganlah kamu memakai sutera, sesungguhnya orang yang
memakainya di dunia tidak dapat memakainya di akhirat”. (Muttafaq 'alaih).
9) Memanjangkan pakaian.
Contohnya seperti tudung yang seharusnya dipakai sesuai kehendak syarak
yaitu bagi menutupi kepala dan rambut, tengkuk atau leher dan juga dada.
Allah berfirman bermaksud: “Wahai Nabi, katakanlah (suruhlah) isteri-isteri
dan anak-anak perempuanmu serta perempuan-perempuan beriman, supaya
mereka memanjangkan pakaiannya bagi menutup seluruh tubuhnya (ketika
mereka keluar rumah); cara yang demikian lebih sesuai untuk mereka dikenal
(sebagai perempuan yang baik-baik) maka dengan itu mereka tidak diganggu.
Dan (ingatlah) Allah adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang?”.(al-
Ahzab:59).
10) Memilih warna sesuai.
Contohnya warna-warna lembut termasuk putih kerana ia nampak bersih dan
warna ini sangat disenangi dan sering menjadi pilihan Rasulullah SAW.
Baginda bersabda bermaksud: "Pakailah pakaian putih kerana ia lebih baik,
dan kafankan mayat kamu dengannya (kain putih)." (an-Nasa'ie dan al-
Hakim).
11) Larangan memakai emas.
Termasuk dalam etika berpakaian di dalam Islam ialah barang-barang
perhiasan emas seperti rantai, cincin dan sebagainya. Bentuk perhiasan seperti
ini umumnya dikaitkan dengan wanita namun pada hari ini ramai antara para
lelaki cenderung untuk berhias seperti wanita sehingga ada yang sanggup
bersubang dan berantai. Semua ini amat bertentangan dengan hukum Islam.
Rasulullah s.a.w. bersabda bermaksud: “Haram kaum lelaki memakai sutera
dan emas, dan dihalalkan (memakainya) kepada wanita”.
12) Mulakan sebelah kanan.
Apabila memakai baju,celana atau seumpamanya, mulailah sebelah kanan.
Imam Muslim meriwayatkan daripada Saidatina Aisyah bermaksud:
“Rasulullah suka sebelah kanan dalam segala keadaan, seperti memakai
sandal,sepatu, berjalan kaki dan bersuci”.
Apabila memakai sepatu atau seumpamanya, mulai dengan sebelah kanan dan
apabila menanggalkannya, mulai dengan sebelah kiri. Rasulullah SAW
bersabda bermaksud: “Apabila seseorang memakai sendal, mulakan dengan
sebelah kanan, dan apabila menanggalkannya, mulai dengan sebelah kiri
supaya yang kanan menjadi yang pertama memakai sendal dan yang terakhir
menanggalkannya”. (Riwayat Muslim).
13) Selepas beli pakaian
Apabila memakai pakaian baru dibeli, ucapkanlah seperti yang diriwayatkan
oleh Abu Daud dan At-Tarmizi yang bermaksud:
“Ya Allah, segala puji bagi-Mu, Engkau yang memakainya kepadaku, aku
memohon kebaikannya dan kebaikan apa-apa yang dibuat baginya, aku mohon
perlindungan kepada-Mu daripada kejahatannya dan kejahatan apa-apa yang
diperbuat untuknya. Demikian itu telah datang daripada Rasulullah”.
14) Berdoa.
Ketika menanggalkan pakaian, lafaz- kanlah: “Pujian kepada Allah yang
mengurniakan pakaian ini untuk menutupi auratku dan dapat mengindahkan
diri dalam kehidupanku, dengan nama Allah yang tiada Tuhan melainkan
Dia”. Sebagai seorang Islam, sewajarnya seseorang itu memakai pakaian yang
sesuai menurut tuntutan agamanya. Karena sesungguhnya pakaian yang sopan
dan menutup aurat adalah cermin seorang Muslim yang sebenarnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa pakaian bani Adam ada itu ada tiga macam, yaitu:
Pertama, pakaian yuwaari sau-atikum, artinya pakaian sekedar penutup bagian- bagian yang
malu dilihat atau terlihat orang. Kedua, pakaian riisyan, artinya pakaian yang merupakan
hiasan yang layak bagi manusia, jadi lebih daripada hanya menyembunyikan aurat saja.
Ketiga, (dan yang terpenting) pakaian yang disebut libasut taqwa yang berarti pakaianyang
merupakan ketakwaan, yang menyelamatkan diri, menyegarkan jiwa,membangkitkan budi
pekerti dan akhlak yang mulia.
Pakaian dapat juga memberi dampak psikologis bagi pemakainya juga yang melihat.
Saat memakai pakaian yang tidak sesuai dengan keadaan sekitarnya atau lingkungannya, bagi
pemakai akan merasakan ketidak nyamanan juga rasa risih.
Islam tidak menentukan pakaian tertentu untuk dipakai oleh umat Islam dan mengakui
semua jenis pakaian selama masih memenuhi standar tujuan bepakaian dalam Islam, tanpa
berlebihan dan melampaui batas.
DAFTAR PUSTAKA
Ansarullah. Pakaian Muslim dalam Perspektif Hadits dan Hukum Islam. Jurnal
Syariah dan Hukum. Vol. 17, No. 1. Juli 2019, hal, 65-86
Murtopo. Bahrudin Ali. Etika Berpakaian dalam Islam: Tinjauan Busana Wanita
Sesuai Ketentuan Islam. Jurnal Pemikiran Keislaman dan Kemanusiaan. Vol. 1, No. 2.
Oktober 2017.
Nurrohim. Ahmad. Jannah. Roudatul Hany. Pakaian Muslim dalam Al Qur’an:
antara Tafsir Habsi Ash Bisiddiqye dan Quraish Shihab. Jurnal Suhuf. Vol. 32, No. 1, mei
2020: 59-75
Ilham. Melia. Konsep Busana Muslim Menurut Tafsir Al Misbah. Penelitian Ilmiah
Universitas Ar Raniry, Darussalam-Banda Aceh.

Anda mungkin juga menyukai