Anda di halaman 1dari 9

MASAIL FIQHIYYAH AL-HADITSAH

TATA CARA PELAKSANAAN SHALAT DI


LUAR ANGKASA
Makalah ini dibuat guna melengkapi tugas pada mata kuliah Masail Fiqhiyyah al-Haditsah
yang diampu oleh H. Muhammad Hasyim, SH, M. Hum

DISUSUN OLEH:
IMAM SYARONI
1062012
PONDOK PESANTREN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2013


A. Pendahuluan
Pada waktu pertama kita mendengar ada seorang astronot yang mendarat di bulan
pasti yang kita dengar adalah nama seorang Neil Amstrong beserta anggota-anggotanya. Hal
itu mungkin tidak menjadi permasalahan bagi kita sebagai seorang muslim untuk mengkaji
hal tersebut dari perspektif penetapan hukum fiqih mengingat pertama kali mereka yang
mendaratkan kaki di bulan adalah orang yang notabene bukan orang Islam. Kajian kita tidak
jauh hanya sebatas bagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh mereka apakah relevan
dengan ajaran-ajaran penegatahuan umum kita atau bahkan apakah hasil penelitian itu sesuai
dengan penggambaran yang telah dijelaskan dalam kitab suci Al-Qur'an.
Pada hari itu tidak terbesit dalam benak kita untuk mengkaji permasalahan-
permasalahan fiqih yang muncul dari adanya peristiwa yang pertama kali dilakukan oleh
Neil Amstrong karena pada masa itu belum ada seorang pun umat Islam yang mampu untuk
bisa mengikuti jejak mereka. Tetapi dengan seiringnya perkembangan zaman, maka kajian
terhadap hal seperti itu sangat dituntut untuk terus dilakukan mengingat bukan sesuatu hal
yang mustahil bagi seorang muslim untuk bisa mebgiktui jejak mereka.
Data terakhir, menyebutkan bahwa beberapa waktu terakhir ini, dua astronot
Malaysia telah bertolak untuk mengorbit ke bulan pada tanggal 10 Oktober 2007 ini.
1

Peristiwa tersebut mau tidak mau harus membutuhkan pembaharuan atau mungkin
penambahan konsep tentang shalat yang selama ini dalam literatur-literatur hanya
membahas shalat secara umum dan biasa-biasa saja.
Dalam keadaan apapun seorang muslim mukallaf dituntut untuk menjalankan ibadah
shalat. Hal ini karena ibadah shalat merupakan ibadah primer yang menjadi kewajiban dalam
hubungannya dengan Tuhannya. Sehingga entah dengan cara apapun, seorang hamba wajib
melaksanakan shalat. Saking wajibnya shalat dalam Islam, ajaran agama telah memberikan
beberapa alternatif cara pelaksanaan shalat, mulai dari tata cara biasa yang sering kita lihat
dalam kebiasan sampai shalat-pun boleh dengan menggunakan isyarat. Hal ini menunjukkan
betapa pentingnya kedudukan shalat bagi seorang hamba, sehingga dengan cara apapun dan
dalam kondisi apapun maka dalam pandangan penulis, wajib untuk digali bagaimana
mekasnisme yang bisa mendudukng terhadap aktivitas ibadah yang bernama shalat.
Beberapa hal di atas merupakan hal yang sangat menarik untuk dikaji. Di satu sisi
shalat harus dilakukan dan dilaksanakan dalam kondisi apapun termasuk juga dalam kondisi
seseorang sedang berada di luar angkasa, karena keberadaan seseorang di luar angkasa

1
www.mbinews.com. Astronot Malaysia Dibekali Cara Wudhu, Salat, Mati di Angkasa.
tersebut tidak serta merta menggugurkan kewajibannya untuk melaksanakan shalat. Di sisi
lain, belum ada qaidah fiqih secara eksplisit yang menyebutkan dan menggambarkan
bagaimana mekanisme untuk melaksanakan shalat yang dilakukan di luar angkasa. Perintah
untuk menjalankan shalat sekalipun di luar angkasa tentu tidak terlepas dari perintah untuk
melaksanakan wudhu juga. Hal ini sesuai dengan kaidah ushul fiqh al almu bi al syaii amrun
bi wasailihi.
2

Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka dalam pembahasan ini nanti akan
dirinci dan dijelaskan mengenai mekanisme pelaksanaan wudhu dan shalat bagi seorang
muslim yang berada di luar angkasa secara mendalam.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana tatacara pelaksanaan shalat fardhu di luar angkasa?
C. Hukum Bersuci dan Slahat di Luar Angkasa
C.1. Kewajiban Melaksanakan Bersuci dan Shalat
Shalat dan puasa merupakan ibadah mahdhah, artinya ibadah yang memang
dilakukan untuk mendapatb keridhaan dari Allah SWT semata. Oleh karena itu, kalau kita
benar-benarmengharapkan ibadah kita shlat kita diterima oleh Allah SWT, maka ibadah
tersebut harus dilakukan sesuai dengan petunjuk dan pedoman dan tuntunan yang ditetapkan
oleh Allah dan Rasulullah SAW tanpa menambah atau menguranginya sama sekali.
Di dalam Al Qur'an dan Sunnah terdapat nash al Qur'an dan Sunnah yang Sharih (slear
statement) yang bersofat qath'i (sudah pasti dan jelas petunjuknya) atau yang bersifat dzanni
(diduga kuat petunjuknya),
3
yang menerangkan adanya kaitan antara perintah melaksanakan
shalat dan gerakan atau perjalanan matahari (lokasi dan posisimya), misalnya:
QS Al Isra: 78
g~ E_OUO- gO7). +;O=-
_O) -=OEN ^O-- 4p-47O~4
@O;E^- W Ep) 4p-47O~ @O;E^-
]~E -41Og;4` ^_g
Artinya: Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan
(dirikanlah pula shalat) subuh.
4
Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).
Ayat tersebut menunjukkan kepada kita bahwa jadwal waktu shalat fardhu adalah

2
Maksudnya adalah perintah untuk melaksanakan perbuatan mencakup juga perintah untuk melaksanakan
sarana dan aktivitas yang mendukung kegiatan tersebut.
3
www.gatra.com. Dr Sheikh Bakal Jadi Angkasawan Pertama yang Berpuasa.
4
Ayat ini menerangkan waktu-waktu shalat lima waktu. Tergelincir matahari untuk shalat Zhuhur dan Ashar,
gelap malam untuk waktu Maghrib dan Isya
tergelincirnya marahari untuk k waktu shalat dhuhur dan ashar, gelap malam untuk waktu
maghrib dan isya, dan fajar untuk waktu subuh. Berdasarkan ayat tersebut maka jelaslah
ketetapan utama dari al qur'an mengenai waktu shalat fardhu, sebagai salah satu contohnya.
Ketetapan fiqih yang diperoleh dari dari nash alqur'an dan sunnah yang qath'i dan sharih
adalah besifat universal. Hal ini berlaku untuk seluruh manusia sepanjang masa. Namun
sesuai dengan asas hukum Islam yang fleksibel, praktis, tidak menyulitkan, dalam batas
jangkauan kemampuan manusia, sejalan dengan kemaslahatan umum dan kemajuan zaman
dan sesuai pula dengan rasa keadilan, maka ketentuan waktu shalat berdasarkan ayat tersebut
tidak berlaku untuk seluruh daerah dari seluruh isi bumi dan langit, melainkan hanya untuk
daerah bumi yang tergolong normal.
Kemudahan yang ditawarkan oleh Islam dalam menjalankan ibadah ini adalah terlihat
dari cara pandang Islam melihat keberadaan beberapa daerah yang antara satu dengan yang
lain tidak sama. Misalnya, untuk daerah yang normal maka waktu yang digunakan dalam
menjalankan ibadah shalat adalah waktu local yang disesuaikan dengan keberadaan dan proses
perputaran matahari dari munculnya sampai tenggelamnya matahari. Sedangkan untuk
daerah yang yang "abnormal" dalam masalah waktu melaksanakan ibadah shalat, selalu
mengikuti waktu daerah normal yang berada lebih dekat dengan daerah tersebut.
5
Sebenarnya
yang termasuk daerah "abnormal" juga adalah daerah luar angkasa dimana memang di sana
tidak ada perputaran waktu antara siang dan malam. Namun demikian tetap wajib hukumnya
dalam menjalankan shalat, hal ini dipandang dengan teori dispensasi hukum (rukhsoh).
Seperti yang telah disinggung dalam pendahuluan di depan, bahwa peintah untuk
menjalankan shalat maka termasuk juga mengandung perintah untuk melakukan sarana atau
wasilah yang bisa mengantarkan kepada amal perbuatan yang akan dilakukan. Dalam hal ini,
wasilah yang dimaksudkan untuk bisa mengantarkan shalat menjadi sah dalm
pelaksanaannya adalah bersuci entah dengan wudhu atau tayammum. Maka tetap dengan
kondisi bagaimanapun bersuci merupakan hal yang sangat esensi untuk dilakukan. Ada pun
untuk mekanise pelaksanaanya akan diuraikan dalam bab berikutnya.

C.2. Tata Cara Pelaksanaan Bersuci dan Shalat di Luar Angkasa
Sebelum penjelasan mengenai beberapa hal yang terkait dengan tata cara
mekanisme pelaksanaan shalat dan bersuci, perlu diketahui bersama dasar hukum dan
landasan pembolehan pelaksanaan suatu perbuatan ibadah sesuai dengan keadaan dan

5
Masjfuk Zuhdi. 1994. Masail Fiqhiyyah. Jakarta: CV haji Masagung, hal:280-281

kondisi yang mendukung. Di antara dalil pembolehan adanya rukhsoh adalah sebagai berikut:


QS. AL Hajj: 78
W-)_E_4 O) *.- E-EO jg1E__ _
4O- 744;_- 4`4 EE_ 7^OU4
O) g-- ;}g` 4OEO _ --g)` 7O)
=1g-4O) _ 4O- N7OEc
4-g)UO^- }g` N:~ O)4 -EOE-
4pO74Og NOcO- -O)_E- 7^OU4
W-O+^O7>4 47.-EOg+ O>4N +EEL- _
W-O1g~ E_OUO- W-O>-474
E_OEEO- W-O4-;N-4 *.)
4O- 7O4` W =ug4 _OOE^-
=ug^4 +OOEL- ^_g
78. dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah
memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu
sekalian orang-orang Muslim dari dahulu,
6
dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya
Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap
manusia, Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali
Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik
penolong.
2. QS Al Baqarah: 286
-ggUNC +.- O^4^ ) E_EcN _
E_ 4` ;e4:=OE OgOU4N4 4`
;e4:=O4^- E4+4O .4^'Og-E> p)
.4L1O4e u 4^Cu= _ E4+4O 4
g> .4L^1U4N -6O;) EE
+O4UEEO O>4N -g~-.- }g` 4L)U:~ _
4L+4O 4 E4Ug-E> 4` O~C E4
gO) W -;N-4 E44N Og^N-4 E4
.4L;EOO-4 _ =e^ 4LO4`
4^OO^ O>4N gO^-

6
Maksdunya: dalam kitab-kitab yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad saw
-jOgE:^- ^ggg

286. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia
mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan)
yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika
Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami
beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya
Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami
memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong
Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir."

3. Hadist riwayat Bukhari Muslim, An Ansai, dan Ahmad

artinya: "hendaklah kamu permudah jangan kamu persulit dan hendaklah kamu gembirakan
jangan kamu bikin mereka lari menjauh."


4. Kaidah-kaidah hukum Islam

al masyaqqatu tajlibu at taisiir


7
( kesulitan itu mendatangkan kemudahan)

- al dhoruraatu tubihu al mahdhurat


8
( Kondisi darutat memperbolehkan hal yang dilarang)


- ma ubihu li al dhorurati yuqaddaru biqadariha
9
(Yang diperbolehkan karena dharurat ada
batasannya)

5. Asas-asas hukum Islam yang telah disinngung di atas, meliputi asas fleksibel, praktis,
tidak sulit dan tidak menyulitkan, dalam batas jangkauan manusia yang normal, sejalan
dengan kemaslahatan umum dan kemajuan zaman, dan sesuai pula dengan rasa keadilan.
C.2.1. Tata Cara Pelaksanaan Bersuci
Berdasarkan beberapa landasan hukum tersebut, maka dalam hal ini tata cara
pelaksanaan bersuci yang ada di luar angkasa adalah dengan melihat persediaan yang

7
Mohammad Adib Bisri. 1994. Terjemah Al Faraidul Bahiyyah. Rembang: Menara Kudus, hal:5-6
8
Ibid., hal: 16
9
Ibid., hal: 18-20
memungkinkan dan paling bisa dijangkau oleh orang yang berada di luar angkasa tersebut.
Tetapi memang yang paling utama adalah maka menggunakan air, tetapi kalau air tidak
memungkinkan maka bersuci bisa dilakukan dengan cara simbolik seperti halnya tayammum
dengan debu, meskipun di luar angkasa tidak ditemukan debu. Hal ini bisa diqiyaskan dengan
keberadan shalat yang bisa dilakukan dengan beberapa cara yang bisa dilakukan mulai dari
sikap sempurna sampai sikap simbol dengan isyarat.
10


C.2.2. Tata Cara Penentuan Waktu Shalat
Dalam penetuan waktu shalat yang ada dalam shalat khusus untuk orang yang berada
di luar angkasa mengikuti waktu daerah dimana pertama kali pesawat olang-aling yang
dipakai itu bertolak. Hal ini diqiyaskan sesuai dengan darah terdekat yang berlaku untuk
daerah kutub. Dimana daerah kutub mengalami perubahan waktu malam terus dan sampai
suatu saat siang terus. Sehingga ini sangat cocok untuk diterapkan dalam kondisi orang yang
ada di ruang angkasa.
11


C.2.3. Tata Cara Pelaksanaan Shalat
Berdasarkan data yang diperoleh dari www.detik.com, menunjukkan bahwa pada
dasarnya stasiun ruang angkasa mengelilingi Bumi 16 kali sehari, secara teori, seorang
muslim harus sembahyang 80 kali sehari selama di ruang angkasa. Namun ditetapkan
astronot hanya perlu shalat 5 kali sehari seperti halnya shalat di bumi. Karena substansinya
adalah jumlah bilangan yang terdapat dalam perintah Allah adalah 5 kali.
Di samping itu, tata cara untuk melakukan shalat di ruang hampa udara, selama
shalat, kalau tidak bisa berdiri tegak, boleh membungkuk. Kalau tidak bisa berdiri, boleh
duduk. Kalau tidak bisa duduk, maka sebaiknya merebahkan diri. Hal ini sebenarnya sama
dengan tata cara shalat yang dilakukan di bumi. Adapun untuk menetukan arah kiblat
mengikuti lokasi di mana pesawat ulang alik bertolak. Jadi arah utama yang menjadi patokan
adalah daerah dimana pesawat tersebut bertolak.

D. Kesimpulan
Berdsarkan penjelasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam
menjalankan ibadah bersuci dan shalat di luar angkasa, telah mendapat dispensasi dari segi
hukum Islam. Tata cara wudhu yang dilakukan adalah dengan menggunakan air, kalau tidak

10
www.detik.com.. Astronot Malaysia Dibekali Cara Wudhu, Salat, Mati di Angkasa
11
Wahbah Az Zuhayli. 2002. Al Fiqhu Al Islami wa adillatuhu. Lebanon, Beirut: Darul fikr

memungkinkan, maka menggunakan debu walaupun dengan simbolis. Walaupun stasiun
ruang angkasa mengelilingi Bumi 16 kali sehari, secara teori, seorang muslim harus shalat 80
kali sehari selama di ruang angkasa. Namun ditetapkan astronot hanya perlu salat 5 kali sehari
seperti halnya shalat di bumi. Karena substansinya adalah jumlah bilangan yang terdapat
dalam perintah Allah adalah 5 kali. Sedangkan untuk waktu shalat dan cara menghadap
kiblat yang digunakan patokan adalah waktu pertama dimana pesawat tersebut bertolak. Dan
pelaksanaannya sama dengan cara melaksanakan shalat di bumi.



DAFTAR PUSTAKA
Az Zuhayli, Wahbah. 2002. Al Fiqhu Al Islami wa adillatuhu. Lebanon, Beirut: Darul fikr
Bisri, M. Adib. 1994. Terjemah Al Faraidul Bahiyyah. Rembang: Menara Kudus

Zuhdi, Masjfuk. 1994. Masail Fiqhiyyah. Jakarta: CV Haji Mas Agung

www.detik.com. Astronot Malaysia Dibekali Cara Wudhu, Salat, Mati di Angkasa.
Diakses pada Selasa, 22 Januari 2013

www.gatra.com. Dr Sheikh Bakal Jadi Angkasawan Pertama yang Berpuasa. Diakses pada
Selasa, 22 Januari 2013

www.mbinews.com. Astronot Malaysia Dibekali Cara Wudhu, Salat, Mati di Angkasa.
Diakses pada Selasa, 22 Januari 2013







Syaikh Islam Abi Yahya Zakariyya al Anshari
) ( ) ( )(
.

.










Imam Abi Zakariyya Muhyiddin Ibn Syarif an Nawawi, Maktabah al Irsyad
Jeddah

Anda mungkin juga menyukai