Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS PENGARUH E-MONEY DAN DAYA SUBTITUSI TRANSAKSI

E-MONEY TERHADAP TRANSAKSI TUNAI DI INDONESIA

DI BUAT OLEH:
Reza Ingetenta Sembiring 111910080

PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MA CHUNG
MALANG
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa banyak pengaruh terhadap

perubahan perilaku dan kebiasaan masyarakat. Hal ini membuat masyarakat

membutuhkan sesuatu yang cepat, mudah untuk setiap kegiatan mereka. Kebutuhan ini

juga diharapkan masyarakat pada kegiatan ekonomi mereka, salah satunya dalam sistem

pembayaran. Sistem pembayaran berbasis teknologi tersebut diadopsi menjadi sistem

pembayaran elektronik. Sistem pembayaran ini menawarkan berbagai keuntungan yang

saat ini sedang dibutuhkan oleh masyarakat di era globalisasi.

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang sistem pembayaran

mempunyai pengertian yaitu sebuah sistem yang mencakup seperangkat aturan,

lembaga, dan mekanisme yang dipergunakan untuk dilakukannya pemindahan dana guna

memenuhi kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi. Sedangkan menurut Daniel

dalam Richard Mathias S (2015), sistem pembayaran adalah suatu jaringan layanan yang

memfasilitasi transaksi suatu barang, layanan, dan aset lainnya.

pemakaian uang tunai memiliki kendala dalam hal efisiensi, hal itu dikarenakan

adanya pengaruh pengadaan dan pengelolaan (cash handling), efisiensi waktu, dan

resiko keamanan. Oleh karena itu, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan Less Cash

Society yang dikeluarkan pada periode tahun 2005-2006. Kebijakan ini bertujuan untuk

mengurangi penggunaan instrumen uang tunai yang telah lama diterapkan pada kegiatan

transaksi masyarakat (Bank Indonesia 2011)

Sistem pembayaran ini berkembang menjadi Electronic Payment System, suatu

sistem pembayaran yang telah dikembangkan oleh perbankan sejalan dengan kemajuan

teknologi, salah satunya adalah Electronic Money (E-money). Definisi e-money sesuai
dengan yang dikeluarkan Bank for International Settlement (BIS) pada bulan Oktober 1996

merupakan produk stored-value atau prepaid dimana sejumlah nilai uang disimpan

dalam suatu media elektronis yang dimiliki seseorang (Siti Hidayati, et al. 2006).

Dengan melakukan kerja sama antara perbankan dengan Perusahaan Switching, yaitu

perusahaan yang menyediakan jasa switching atau routing atas transaksi elektronik yang

menggunakan APMK melalui terminal seperti ATM atau Electronic Data Captured

(EDC) untuk memperoleh otorisasi dari Penerbit (PBI No. 14/2/PBI/2012 tentang

Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 11/11/PBI/2009 Tentang

Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu). Perusahaan

Switching ini seperti Master Card dan Visa (Zulianto, 2017)

Uang elektronik (e-money) pertama kali diterbitkan di Indonesia pada April

2007. Sejak diterbitkan oleh Bank Indonesia, e-money menawarkan beberapa

keuntungan bagi penggunanya dan bagi Bank Indonesia diantaranya adalah sebagai

berikut ; (i) bagi masyarakat, memperoleh efisiensi waktu dan jaminan kemanan dalam

pembayaran; (ii) bagi industri, membantu menyelesaikan masalah cash handling yang

selama ini dialami saat menggunakan uang tunai sebagai metode pembayaran; dan (iii)

bagi pemerintah khususnya Bank Indonesia, menekan laju inflasi dan pengaturan

peredaran uang yang memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi

(Zulianto, 2017).

Potensi pengembangan instrumen e-money di Indonesia dapat dikatakan masih

besar. Beberapa alasan yang telah dirinci di atas memberikan gambaran mengenai

pengembangan e-money di Indonesia, seperti jumlah e- money yang ada di Indonesia,

adanya kemudahan dalam penggunaan dan pengembangan teknologi, kecenderungan

dan keinginan masyarakat untuk bertransaksi dengan menggunakan instrumen yang

efisien, serta beberapa keunggulan lain dibandingkan dengan penggunaan uang tunai.

Selain itu, penggunaan e-money sebagai alternatif alat pembayaran non tunai di beberapa
negara menunjukkan adanya potensi yang cukup besar untuk mengurangi tingkat

pertumbuhan penggunaan uang tunai, khususnya pembayaran- pembayaran yang bersifat

mikro dengan ritel (Zulianto, 2017)

Perkembangan telekomunikasi dan transportasi juga memberikan pengaruh

terhadap sistem pembayaran. Hal ini juga berlaku dalam penggunaan e-money. Saat ini

perkembangan e-money di Indonesia didukung oleh sarana komunikasi yang ditunjukkan

dengan beberapa penerbit sah e- money berasal dari kalangan industri komunikasi.

Potensi pengembangan e- money juga dapat dilihat dari keunggulan dari sistem

pembayaran non tunai lainnya. E-money tidak menetapkan minimum jumlah transaksi

serta adanya tambahan biaya seperti kartu debet dan kartu kredit.

Gambaran dari perkembangan e-money dapat dijadikan analisis bagaimana

potensi dari penggunaan transaksi non tunai khususnya e-money di Indonesia pada masa

yang akan datang. Upaya peningkatan penggunaan transaksi non tunai khususnya e-

money, mendukung program Bank Indonesia yaitu cash-less society yang merupakan

upaya untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efektif dan efisien.

Pengembangan cash-less society ini terbentur dengan budaya masyarakat

Indonesia yaitu budaya memegang uang tunai oleh masyarakat Indonesia. Meskipun

proporsi transaksi tunai masih besar dalam aktivitas ekonomi namun penggunaan alat

pembayaran e-money menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun

terakhir. Artinya e-money sebagai sistem pembayaran baru ke depannya mengalami

kecenderungan menuju ke arah efektif. Maka untuk menuju sistem pembayaran yang

efisien, Indonesia perlu mengkaji potensi sistem pembayaran non tunai di Indonesia

khususnya e-money sebagai alat pembayaran yang baru. Dapat dikatakan e- money

merupakan salah satu bentuk fasilitas pembayaran non tunai elektronik, dan

kemampuannya menggantikan budaya sistem pembayaran tunai.


1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pengaruh penggunaan E-money terhadap transaksi tunai di

Indonesia?

2. Bagaimana daya substitusi transaksi E-money terhadap transaksi tunai di

Indonesia?

1.3 TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Menganalisis pengaruh penggunaan E-money terhadap transaksi tunai di

Indonesia.

2. Menganalisis daya substitusi transaksi E-money terhadap transaksi

pembayaran tunai di Indonesia.

Sedangkan kegunaan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendapat informasi dan gambaran kondisi tentang e-money yang

merupakan sistem pembayaran non tunai yang baru.

2. Mendukung Bank Indonesia mendorong masyarakat agar terbiasa dalam

bertransaksi menggunakan alat pembayaran non tunai (menuju cash-less

society).

3. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai perkembangan sistem

pembayaran yang terjadi di Indonesia, dalam hal ini penggunaan e-money

terhadap transaksi tunai di Indonesia.


1.4 MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh penggunaan uang elektronik terhadap transaksi tunai

uang elektronik.

2. Sebagai bahan pembelajaran dan tambahan ilmu pengetahuan bagi

mahasiswa/i yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

3. Sebagai alat penambah wawasan bagi masyarakat tentang tentang uang

elektronik (e- money).

4. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan yang bermanfaat bagi pemerintah

atau instansi – instansi yang terkait.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Uang Elektronik

Dalam laporan uang elektronik Bank Sentral Eropa menyebutkan bahwa uang

elektronik secara luas didefinisikan sebagai sebuah toko moneter elektronik yang

memiliki nilai pada perangkat teknis yang dapat digunakan secara luas untuk

melakukan pembayaran usaha dan keperluan lainnya tanpa harus melibatkan

rekening bank dalam setiap transaksinya, tetapi bertindak sebagai instrumen

prabayar, (European Central Bank, 1998: 7).

Pendapat lain mengemukakan, Uang elektronik adalah alat pembayaran

elektronik yang diperoleh dengan menyetorkan terlebih dahulu sejumlah uang kepada

penerbit, baik secara langsung, maupun melalui agen-agen penerbit, atau dengan

pendebitan rekening di bank dan nilai uang tersebut dimasukkan menjadi nilai uang

dalam media uang elektronik, yang dinyatakan dalam satuan Rupiah, yang digunakan

untuk melakukan transaksi pembayaran dengan cara mengurangi secara langsung

nilai uang pada media uang elektronik tersebut, (Veithal Rivai, 2001: 1367).

Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 11/12/PBI/2009 tentang uang

elektronik (Electronic Money), yang dimaksud dengan uang elektronik adalah alat

pembayaran yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1. Diterbitkan atas dasar uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada

penerbit.

2. Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau chip
3. Digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan

penerbit uang elektronik tersebut,

4. Nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh penerbit

bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang

mengatur mengenai perbankan

Menurut pengertian yang dikeluarkan Bank for International Settlement (BIS)

dalam suatu Kajian E-money oleh Hidayati, dkk (2006), “stored-value or prepaid

products in which a record of the funds or value available to a consumer is stored on

an electronic device in the consumer’s possession” (produk stored-value atau prepaid

dimana sejumlah nilai uang disimpan dalam suatu media elektronis yang dimiliki

seseorang).

Uang eletronik (e-money) terbagi menjadi dua jenis berdasarkan bentuknya,

yaitu kartu prabayar (pre-paid card) dan e-wallet.

1. Kartu Prabayar (pre-paid card)

Produk semacam ini diterbitkan oleh bank yang sudah memiliki izin dari Bank

Indonesia. Kartu ini tidak dilindungi dengan PIN, sehingga dapat

dipindahtangankan. Nominal yang tersimpan di kartu ini tidak dijamin LPS dan

memiliki limit sebesar Rp 1.000.000. Beberapa bank yang memiliki produk uang

elektronik berbentuk kartu, diantaranya adalah Flazz BCA, E-money Mandiri,

Tap Cash BNI, Brizzi BRI, dan lain sebagainya.

2. Dompet elektronik (E-Wallet)

Selain dalam bentuk kartu, ada pula uang elektronik (E-Wallet). Berbeda dengan

kartu, layanan e-wallet tidak hanya disediakan oleh bank, melainkan juga oleh
operator telekomunikasi. Beberapa diantaranya adalah Rekening Ponsel CIMB

Niaga, Mandiri E-Cash , dan lain sebagainya.

Maka dapat disimpulkan bahwa uang elektronik adalah alat pembayaran

dengan nilai uang yang telah tersimpan secara elektronik pada server atau pun kartu

dan tata cara penggunaan dan penerbitan telah diatur dan diawasi langsung oleh Bank

Indonesia.

2.2 Daya Subtitusi Transaksi E-Money

Beberapa ketentuan-ketentuan lain dari e-money yang terdapat di Peraturan

Bank Indonesia (PBI) NO. 11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik (Electronic

Money) :

1. Nilai Uang Elektronik adalah nilai uang yang disimpan secara elektronik pada

suatu media yang dapat dipindahkan untuk kepentingan transaksi pembayaran

dan/atau transfer dana.

2. Prinsipal adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang bertanggung jawab atas

pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang berperan

sebagai penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi Uang Elektronik yang

kerjasama dengan anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis.

3. Penerbit adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang menerbitkan Uang

Elektronik.

4. Acquirer adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan kerja sama

dengan pedagang, yang dapat memproses data Uang Elektronik yang diterbitkan

oleh pihak lain.

5. Pemegang adalah pihak yang menggunakan Uang Elektronik.


6. Pedagang (merchant) adalah penjual barang dan/atau jasa yang menerima

transaksi pembayaran dari Pemegang.

7. Pengisian Ulang adalah penambahan Nilai Uang Elektronik pada Uang

Elektronik.

8. Dana Float adalah seluruh Nilai Uang Elektronik yang diterima Penerbit atas

hasil penerbitan Uang Elektronik dan/atau Pengisian Ulang yang masih

merupakan kewajiban Penerbit kepada Pemegang dan Pedagang.

9. Tarik Tunai adalah fasilitas penarikan tunai atas Nilai Uang Elektronik yang

dapat dilakukan setiap saat oleh Pemegang.

10. Penyelenggara Kliring adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan

perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-masing Penerbit dan/atau

Acquirer dalam rangka transaksi Uang Elektronik.

Penyelenggara Penyelesaian Akhir adalah Bank atau Lembaga Selain Bank

yang melakukan dan bertanggungjawab terhadap penyelesaian akhir atas hak dan

kewajiban keuangan masing-masing Penerbit dan/atau Acquirer dalam rangka

transaksi Uang Elektronik berdasarkan hasil perhitungan dari Penyelenggara Kliring.

Perkembangan penggunaan uang elekronik di Indonesia dari tahun ke tahun

semakin meningkat secara signifikan, peningkatan ini dapat diperhatikan dari angka-

angka uang elekronik yang beredar seperti ditunjukan pada Tabel 2.1. Pada Tabel 2.1

dapat dilihat pada tahun 2014 dan 2015 ada penurunan yang tidak terlalu signifikan

terhadap peredaran uang elektronik. Kemudian perkembangan penggunaan uang

elekronik di Indonesia juga bisa dilihat dari transaksi yang telah dilakukan seperti

yang terlihat pada Tabel 2.2. Pada Tabel 2.2 dapat diperhatikan bahwa transaksi uang
elektronik baik jumlah transaksinya maupun jumlah nominal uang elektronik

meningkat sangat signifikan. Dengan berkembangnya penggunaan uang elektronik

maka infrastruktur uang elektronik juga mengalami kenaikan setiap tahunnya seperti

yang terlihat pada Tabel 2.3. Pada Tabel 2.3 dapat dilihat kebutuhan akan mesin

reader untuk membaca uang elektronik makin meningkat.

Tabel 2.1 Jumlah Uang Elektronik Beredar

Tabel 2.2 Transaksi Uang Elektronik

Tabel 2.3. Infrastruktur Uang Elektronik


2.3 Transaksi Tunai

Sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme yang

digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban

yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi. Sistem pembayaran merupakan sistem

yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain.

Media yang digunakan untuk pemindahan nilai uang tersebut sangat beragam, mulai

dari penggunaan alat pembayaran yang sederhana sampai pada penggunaan sistem

yang kompleks dan melibatkan berbagai lembaga berikut aturan mainnya.

Kewenangan mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran di Indonesia

dilaksanakan oleh Bank Indonesia yang dituangkan dalam Undang-Undang Bank

Indonesia. (Nuranisa, Isnani. 2016)

Pembayaran tunai merupakan pembayaran yang umum dilakukan di

Indonesia. Pembayaran tunai lebih banyak menggunakan uang kartal baik kertas dan

logam sebagai alat pembayaran. Di Indonesia, uang kartal masih memegang peran

penting dalam pembayaran khususnya untuk transaksi-transaksi bernilai kecil. Dalam

masyarakat modern seperti sekarang ini pemakaian alat pembayaran tunai seperti

uang kartal memang cenderung lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan uang

giral karena munculnya inefisiensi dalam penggunaan uang kartal. (Bank Indonesia

dalam Siwinastiti, 2014).

Instrumen pembayaran tunai adalah mata uang yang berlaku di Indonesia,

yaitu Rupiah, yang terdiri dari uang logam dan uang kertas. Berdasarkan

undangundang yang berlaku saat ini, yaitu UU No.23 Tahun 1999. Bank Indonesia
mempunyai hak tunggal untuk mencetak dan mengedarkan uang kartal (uang logam

dan uang kertas). Dalam kebijakan di bidang pengedaran uang, Bank Indonesia

berupaya untuk menyediakan uang yang layak edar dan memenuhi kebutuhan

masyarakat baik dari sisi nominal maupun pecahannya. Uang kertas Rupiah dalam

peredaran terdiri dari denominasi Rp 100,00, Rp 500,00, Rp 1.000,00, Rp 2.000,00,

Rp 5.000,00, Rp 10.000,00, Rp20.000,00, Rp 50.000,00, dan Rp 100.000,00.

Meskipun saat ini banyak masyarakat yang sudah melakukan transaksi

pembayaran nontunai, tapi tetap saja masih banyak dari masyarakat yang lebih

nyaman bertransaksi dengan menggunakan uang tunai. Selain lebih gampang,

transaksi tunai juga lebih praktis. Sehingga, untuk menghilangkan transaksi tunai itu

sendiri pastinya akan sangat sulit dilakukan, mengingat masyarakat Indonesia masih

banyak yang berada dikalangan menengah ke bawah.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif

dan kuantitatif. Penelitian ini menganalisis pengaruh dari uang elektronik (E-money)

dan daya substitusi E-Money terhadap transaksi tunai di Indonesia.

3.2 Variabel

Dalam penelitian ini menggunakan beberapa objek penelitian yang tediri dari

satu variabel dependen (variabel terikat) dan tiga variabel independen (variabel

bebas). Variabel dependen adalah variabel yang timbul sebagai akibat langsung

variabel bebas sedangkan variabel independen adalah variabel yang diduga sebagai

penyebab timbulnya variabel lain.

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah transaksi

tunai. Sedangkan variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

uang elektronik dan daya substitusi E-Money.

3.3 Data, Sumber, dan Teknik Pengumpulan Data

3.3.1 Data Penelitian

Penelitian ini menggunakan data runtut waktu atau time series dengan alat

analisis regresi. Data time series merupakan data yang terdiri dari satu objek

tetapi meliputi beberapa periode waktu (Winarno, 2009).

3.3.2 Sumber Data

Penelitian ini dibatasi pada ruang lingkup studi kasus di Indonesia namun
tidak secara spesifik menganalisis potensi daerah atau tiap provinsi dikarenakan

terbatasnya data yang tersedia.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

a. Studi Pustaka

Studi ini digunakan sebagai landasan teori yang digunakan dalam

menganalisis kasus. Dasar-dasar diperoleh dari buku-buku, literatur- literatur

maupun tulisan-tulisan yang berhubungan dengan penelitian ini.

b. Studi Dokumen

Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan jalan melihat,

membaca, mempelajari, kemudian mencatat data yang ada hubungannya

dengan objek penelitian. Data diambil dari berbagai sumber seperti artikel,

dokumen, peraturan pemerintah atau data dari pemerintah tersebut.

3.5 Metode Penentuan Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder maka

metode pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik purposive sampling, yaitu

penarikan sampel yang dilakukan karena tujuan penelitian hanya dimaksudkan untuk

mengungkap variabel hanya sebatas itu saja.

3.6 Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini metode analisis yang digunakan adalah Regresi Linier

Berganda. Analisis Regresi Linier Berganda bertujuan untuk melihat pengaruh dari

penggunaan uang elektronik yang terdiri dari jumlah uang elektronik dan daya

substitusi transaksi uang elektronik sebagai variabel independennya terhadap variabel

dependen yaitu transaksi tunai.


1. Regresi Linier Berganda

Metode analisis linier berganda digunakan dimana terhadap dua atau lebih

variabel independen (X1 dan X2) dengan variabel dependen (Y).

2. Uji Asumsi Klasik

Widarjono (2015) menjelaskan bahwa salah satu asumsi model regresi adalah

residual mempunyai distribusi normal. Apa konsekuensinya jika model tidak

mempunyai residual yang berdistribusi normal? Uji t untuk melihat signifikansi

variabel independen terhadap variabel dependen tidak bisa diaplikasikan jika

residual tidak mempunyai distribusi normal.

Menurut Alghifari (2013) pengujian terhadap normalitas ini dapat dilakukan

dengan banyak cara, seperti uji chi-square goodness of fit atau uji jarque-bera.

Pengujian normalitas dengan uji chi-square goodness of fit. Jika nilai x2 lebih

kecil daripada nilai kritisnya (x2 tabel; df. = n-1-k; dimana n adalah banyaknya

kelas dan k adalah banyaknya parameter yang diestimasi), maka dapat

disimpulkan bahwa kesalahan pengganggunya (disturbance ui) kemungkinan

berasal dari distribusi hipotesis (distribusi normal).

Rosadi (2012) menjelaskan bagaimanakah jika data tidak berdistribusi

normal? Salah satu hal yang dapat dilakukan dalam keadaan ini adalah

melakukan transformasi terhadap data. Jika data menceng dan semuanya bernilai

positif, salah satu metode transformasi power (y = xλ untuk λ ≠ 0 dan y = ln(x)

untuk λ = 0), atau ekuivalennya, dengan menggunakan metode Box-Cox power

(y = (xλ – 1) / λ untuk λ ≠ 0 dan y = ln(x) untuk λ = 0).

Menurut Winarno (2011) bila nilai jarque-bera tidak signifikan (lebih kecil
dari 2), maka data berdistribusi normal. Bila probabilitas lebih besar dari 5%

(bila anda menggunakan tingkat signifikansi tersebut), maka data berdistribusi

normal (hipotesis nolnya adalah data berdistribusi normal). Langkah pengujian

sebagai berikut :

Hipotesis

H0 : model terdistribusi normal

H1 : model tidak terdistribusi normal

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria :

- Jika probabilitas OBS*R2 > 0,05 H0 diterima

- Jika probabilitas OBS*R2 < 0,05 H1 diterima

Artinya adalah apabila probabilitas OBS*R2 lebih besar dari 0,05 maka model

tersebut dikatakan normal. Apabila probabilitas OBS*R2 lebih kecil dari 0,05

maka model tersebut dikatakan tidak normal. (Winarno, 2011)

Ada beberapa alternatif dalam menghilangkan gejala normalitas, yaitu sebagai

berikut: (Winarno, 2011)

- Menambah periode waktu penelitian

- Metode transformasi

3. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah kondisi adanya hubungan linier antar variabel

independen. Karena melibatkan beberapa variabel independen, maka

multikolinearitas tidak akan terjadi pada persamaan regresi sederhana (yang terdiri

atas satu variabel dependen dan satu variabel independen). (Winarno, 2011).

Gujarati dalam Ariefianto (2012) menyatakan bahwa multikolinearitas adalah


fenomena sampling. Ia terjadi pada sampel dan bukan pada populasi. Hal ini tentu

saja jika kita telah menspesifikasikan variabel yang masuk ke dalam model dengan

benar (misalnya tidak ada variabel yang merupakan multiplikasi dari variabel lain).

Dengan kata lain, jika dimungkinkan untuk bekerja pada populasi maka

multikolinearitas tidak akan pernah menjadi suatu masalah.

Winarno (2011) menjelaskan apabila model prediksi kita memiliki

multikolinearitas, akan memunculkan akibat-akibat berikut ini :

a. Estimator masih bersifat BLUE, tetapi memiliki varian dan kovarian yang

besar, sehingga sulit dipakai sebagai alat estimasi.

b. Interval estimasi cenderung lebar dan nilai statistik uji t akan kecil, sehingga

menyebabkan variabel independen tidak signifikan secara statistik dalam

mempengaruhi variabel independen.

Menurut Ariefianto (2012) terdapat beberapa penyebab multikolinearitas,

diantaranya:

a. Cara pengambilan data dan kecilnya ukuran sampel.

b. Pembatas para model atau populasi yang disampel. Misalnya kita meregresi

konsumsi listrik terhadap pendapatan dan ukuran rumah. Disini populasi dari

mana sampel diperoleh memiliki karakteristik kolinearitas, dimana individu

yang memiliki pendapatan tinggi umumnya memiliki rumah berukuran besar.

c. Spesifikasi model. Penambahan polynomal (x2, x3, dst) berpotensi

menimbulkan masalah multikolinearitas terutama jika kisaran nilai x

yang dimiliki adalah kecil.

d. Model yang overdetermined. Hal ini terjadi jika model dimaksud


memiliki lebih banyak variabel dibandingkan jumlah sampel

(umumnya terjadi pada penelitian medis).

e. Common trend. Terutama jika kita menggunakan data time series, banyak

variabel seperti GDP, konsumsi agregat, PMA, dan sebagainya bergerak

searah berdasarkan waktu.

Menurut Winarno (2011) kondisi terjadinya multikolinearitas ditunjukkan dengan

berbagai informasi, salah satunya yaitu nilai R 2 tinggi, tetapi variabel independen

banyak yang tidak signifikan.

Terdapat suatu kemungkinan memperbaiki dengan data yang ada. Beberapa hal

yang disarankan untuk dilakukan di antaranya (Ariefianto, 2012):

a. Penggunaan informasi apriori. Informasi apriori adalah informasi yang

bersifat non-sample. Ia tidak berasal dari data melainkan dari teori, penelitian

lainnya, atau judgement peneliti.

b. Penggunaan data panel. Data semacam ini memiliki beberapa karakter

yang berguna bagi penelitian dan robust terhadap beberapa

pelanggaran asumsi (termasuk multikolinearitas).

c. Penggantian atau mengeluarkan variabel. Hal ini dilakukan jika tidak

menyebabkan specification error (variabel yang dihilangkan tidak

berasal dari teori) dan bersifat substitusi terhadap variabel lainnya.

d. Transformasi variabel. Beberapa untuk transformasi yang umum digunakan

adalah first different, ratio transformation (seperti pada WLS) dan bentuk log.

Menurut Ghozali (2012) uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah

suatu model regresi terdapat korelasi antar variabel bebas (independen). Pengujian
multikolinearitas dapat dilihat dari besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan

tolerance. Tolerance mengukur variabel independen yang terpilih yang tidak

dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama

dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF = 1/tolerance).

4. Uji Heteroskedastis

Asumsi penting (asumsi Gauss Markov) dalam penggunaan OLS adalah varians

residual yang konstan. Varian dari residual tidak berubah dengan berubahnya satu

atau lebih variabel bebas. Jika asumsi ini terpenuhi, maka residual disebut

homoskedastis, jika tidak, disebut heteroskedastis (Ariefianto, 2012).

Uji ini mengasumsikan jika varian error merupakan fungsi yang mempunyai

hubungan dengan variabel bebas, kuadrat dari masing- masing variabel bebas dan

interaksi antar variabel bebas. Langkah pengujian sebagai berikut :

Hipotesis :

H0 : model terdapat heteroskedastisitas

H1 : model tidak terdapat heteroskedastisitas

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria :

- Apabila probabilitas OBS*R2 > 0,05 H0 ditolak

- Apabila probabilitas OBS*R2 < 0,05 H0 diterima

Artinya apabila nilai probabilitas OBS*R2 lebih besar dari 0,05 maka data

tersebut terbebas dari masalah heteroskedastisitas, namun jika probabilitas OBS*R2

lebih kecil dari 0,05 maka data tersebut mengalami masalah heteroskedastisitas.

(Winarno, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Ariefianto, Moch. Doddy. (2012). ”Ekonometrika: Esensi dan Aplikasi dengan


Menggunakan Eviews”. Jakarta: Erlangga.

Arikunto, S. (2002). Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Proposal.

European Central Bank. (1998). Report On Electronic Money. Frankfurt: European Central
Bank.

Fitri, Isnani Nurannisa. (2016). "Analisis Preferensi Konsumen dalam Pengambilan


Keputusan pada Penggunaan Kartu E-Money Sebagai Alat Transaksi."

Hidayati, Siti, Ida Nuryanti, Agus Firmansyah, Aulia Fadly dan Isnu Yuwana Darmawan.
(2006). Kajian Operasional Uang Elektronik (E-Money), Bank Indonesia.

Republik Indonesia, (2009). Peraturan Bank Indonesia No. 11/12/PBI/2009 tentang Uang
Elektronik (E-Money). Tambahan Lembaran Negara RI Tahun 2009, No. 5001.

Rosadi, Dedi. 2012. "Ekonometrika dan Analisis Runtun Waktu Terapan dengan Eviews:
Aplikasi untuk Bidang Ekonomi, Bisnis, dan Keuangan". Yogyakarta: ANDI.

Siwinastiti, Lutfida. 2014. "Analisis Pengaruh Penggunaan Alat Pembayaran Menggunakan


Kartu (APMK) dan Uang Elektronik (E-Money) Terhadap Permintaan Uang
Kartal di Indonesia."

Veithal Rivai, dkk. (2001). Bank and Financial Institution Management, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.

Widarjono, Agus. (2010). "Analisis Statistika Multivariat Terapan". Yogyakarta: STIM


YKPN.

Winarno, Wing Wahyu. (2011). "Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews".
Yogyakarta: STIM YKPN.

Zulianto, E. (2017). Analisis pengaruh penggunaan. 2(September), 33–38.

http://www.bi.go.id/. Diakses tanggal 21 Juni 2022

Anda mungkin juga menyukai