Anda di halaman 1dari 3

Dampak positif Uang elektronik bagi Ekonomi

Kemajuan tekonologi tentu memberikan pengaruh pada perekonomian Indonesia.


Apalagi dengan munculnya uang elektronik sebagai pengganti uang tunai.

Tapiii apasii uang elektronik itu ?

Uang elektronik adalah alat pembayaran yang berbentuk elektronik di mana nilai
uangnya disimpan dalam media elektronik tertentu, biasanya transaksinya
membutuhkan jaringan internet karena pemakaiannya menggunakan perangkat
seperti telepon pintar atau komputer. 

Pembayaran menggunakan uang elektronik dalam berbagai bentuk semakin menjadi


pilihan yang disukai karena kemudahan, efektivitas, dan efisiensinya.

Itu lah mengapa terus dilakukan kajian tentang uang elektronik. Bank Indonesia juga
telah mengeluarkan peraturan yang jelas, yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor
20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik.

Uang elektronik, atau biasa disebut dengan e-money, memudahkan produsen dan


konsumen dalam bertransaksi secara elektronik maupun dengan internet. Untuk
menggunakan e-money hal pertama yang harus dilakukan ialah harus menyetorkan
(menyimpan) sejumlah uang terlebih dahulu, kemudian nominal yang sudah disetorkan
akan diubah dalam bentuk saldo e-money.
Saldo e-money inilah yang digunakan para konsumen untuk bertransaksi. Banyak hal
yang bisa dibayar dengan e-money seperti memesan transportasi ojek online,
memesan makanan, bayar makanan di restoran, bayar barang di
store offline maupun e-commerce, dan masih banyak lagi. Maka sudah tak heran lagi
jika banyak orang yang tertarik untuk menggunakan uang elektronik ini.
Di Indonesia sendiri e-money sangat bermacam-macam, ada yang berbentuk kartu
(Chip Based) ataupun berbentuk digital (Server Based). Disamping dari berbagai macam
bentuk e-money yang ada, e-money juga memiliki pengaruh atau dampak bagi
perekonomian Indonesia, baik itu dampak positif

Adapun dampak positifnya yakni :


Uang elektronik bisa tekan laju inflasi

Riset yang saya lakukan mengambil data transaksi pembayaran non tunai
berbasis kartu (debit dan kredit) dan uang elektronik berbasis e-
wallet (seperti GoPay atau OVO) dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank
Indonesia pada kuartal kedua di periode 2019-2020.
Hasil analisis saya mengungkap bahwa dalam beberapa tahun terakhir, laju
inflasi turun seiring dengan peningkatan jumlah transaksi elektronik.

Pada 2018, misalnya, transaksi elektronik tercatat sebesar Rp 47,2 triliun,


kemudian naik pada 2019 menjadi Rp 145,2 triliun dan pada 2020
mencapai Rp 205 triliun.

Pada periode tiga tahun yang sama, inflasi terus turun. Data BPS
menunjukkan penurunan inflasi dari 3,13% pada tahun 2018, 2,72% pada
tahun 2019, hingga mencapai terendah sepanjang sejarah yaitu 1,68% pada
2020.

Secara ekonomi, teori kuantitas uang yang dikemukakan mantan ekonom


Amerika Serikat Irving Fisher menjelaskan ini bisa terjadi karena inflasi
meningkat seiring dengan tingginya peredaran uang. Ketika jumlah uang
yang beredar bertambah lebih cepat dibanding dengan persediaan barang
yang ada di pasar, maka harga barang-barang akan meningkat.

Pada akhirnya, peningkatan transaksi menggunakan uang elektronik bisa


meredam kenaikan harga karena akan menurunkan jumlah uang
tunai (koin dan kertas) yang beredar.

Membantu ekonomi negara


Transaksi non-tunai tidak hanya memberikan kenyamanan, penghematan
waktu transaksi, dan potongan harga dari promosi yang diadakan
perusahaan layanan tersebut bagi pengguna, tetapi ternyata juga dapat
membantu ekonomi negara.

Selain menahan laju inflasi, misalnya, penurunan jumlah uang tunai yang
beredar akan mempengaruhi tingkat suku bunga di pasar uang.

Ketika masyarakat memilih menggunakan alat pembayaran non tunai yang


dibarengi dengan penyimpanan uang di perusahaan teknologi finansial
yang menyediakan layanan tersebut, biaya pinjaman perbankan jadi lebih
kompetitif dan menarik karena persaingan berbagai perusahaan dan
layanan.
Ini mendorong investasi dan juga dapat meningkatkan produksi barang
dan jasa nasional – yang semakin berkontribusi juga terhadap penekanan
laju inflasi karena suplai barang meningkat.

Selain itu, penggunaan uang elektronik juga membantu


pemerintah menekan produksi uang tunai.

Pada akhirnya ini menghemat biaya ongkos percetakan uang, mengurangi


peredaran uang palsu di masyarakat, serta mempercepat kebijakan
digitalisasi sistem pembayaran yang pada akhirnya mendukung pemulihan
laju pertumbuhan ekonomi nasional di tengah krisis akibat pandemi.

Transaksi digital yang saat ini banyak menggunakan Quick Response Code


Indonesia Standard (QRIS) – standar dari Bank Indonesia yang
menyeragamkan kode transaksi di semua platform pembayaran – juga
bisa membantu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Bisnis mereka bisa lebih berkembang karena transaksi digital dapat
mencegah antrian panjang, menghemat biaya layanan, dan membuat
transaksi lebih mudah dan sistematis.

Anda mungkin juga menyukai