Anda di halaman 1dari 9

Transformasi Digital: Tantangan dan Peluang Literasi Keuangan di Indonesia

Oleh : Bima Erlangga

Pendahuluan
Kemajuan pesat dalam bidang financial technology (fintech) saat ini tidak diiringi
peningkatan pemahaman masyarakat mengenai keuangan digital. Literasi keuangan digital di
Indonesia masih berada di bawah rata-rata Asia Tenggara, meskipun sekitar 75,49 juta
penduduknya termasuk dalam generasi digital atau generasi Z menurut data sensus BPS.
Seharusnya, generasi ini seharusnya memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai literasi
keuangan digital dibandingkan generasi sebelumnya. Fenomena ini merupakan topik menarik
untuk dibahas, terutama karena kajian literatur saat ini masih terbatas, dan penelitian lebih lanjut
mengenai literasi keuangan digital di Indonesia menjadi suatu peluang yang signifikan.
Kemajuan teknologi informasi telah meresap ke berbagai sektor industri, termasuk dalam
ranah keuangan. Fenomena ini didorong oleh kemunculan dan perkembangan Financial
Technology, yang lebih dikenal sebagai Fintech. Fintech mencakup segala bentuk inovasi
teknologi yang memfasilitasi atau meningkatkan penyediaan layanan jasa keuangan. Contohnya
melibatkan layanan seperti e-payment, peer to peer lending, cryptocurrency, dan crowdfunding.
Fintech memberikan sejumlah keuntungan bagi penggunanya, termasuk kemudahan,
proses yang cepat, dan kenyamanan. Oleh karena itu, tak heran jika produk keuangan berbasis
teknologi digital ini mengalami pertumbuhan yang pesat di berbagai belahan dunia, termasuk di
Indonesia. Meski demikian, selain menawarkan keunggulan, perlu diakui bahwa Fintech juga
membawa potensi risiko, seperti potensi pembobolan akun pribadi, pencurian data, penipuan,
hingga kehilangan uang. Oleh karena itu, agar dapat menggunakan produk dan layanan Fintech
secara optimal, diperlukan tingkat literasi yang disebut sebagai literasi keuangan digital.
Di Indonesia saat ini, industri Fintech mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Menurut
data dari OJK hingga Februari 2021, nilai transaksi penyaluran pinjaman melalui platform Fintech
mencapai 169 triliun rupiah. Angka tersebut mengalami peningkatan signifikan dari Desember
2019 yang sebesar 81 triliun rupiah. Meskipun demikian, perkembangan pesat ini belum diimbangi
dengan peningkatan literasi masyarakat dalam ranah keuangan digital. Fakta ini terlihat dari
jumlah kasus yang dilaporkan oleh Bank Indonesia terkait dengan Fintech, seperti kebocoran data
pengguna pada platform Tokopedia dan Bukalapak, kasus pencurian uang melalui skimming di
ATM atau e-banking, dan penipuan yang terkait dengan P2P lending ilegal.
Berdasarkan data dari OJK, tingkat literasi keuangan di Indonesia, baik yang bersifat non-
digital maupun digital, masih tergolong rendah dan berada di bawah negara-negara ASEAN
lainnya, seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura. Kondisi rendahnya literasi keuangan ini dapat
berpotensi menghambat kemampuan masyarakat dalam mengelola keuangan mereka, yang pada
gilirannya dapat berujung pada penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat. Tingkat literasi
keuangan yang baik mampu membantu individu atau masyarakat dalam perencanaan keuangan
serta pengambilan keputusan keuangan yang cerdas dan efektif, yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kesejahteraan dan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi negara (OJK, 2017).
Seperti yang diungkapkan oleh Zulbetti, Perwito, dan Puspita (2019), tingkat literasi keuangan
yang tinggi dalam suatu negara dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh
Pendapatan Domestik Bruto (PDB).
Keadaan ini perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak, terutama kalangan akademisi,
guna melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang memengaruhi literasi keuangan digital.
Pentingnya penelitian ini tergambar dari fakta bahwa sebagian besar penelitian sebelumnya lebih
fokus pada literasi keuangan konvensional, sementara pada era digital ini, tingkat literasi keuangan
yang umum tidak lagi mencukupi. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang lebih khusus untuk
mengeksplorasi literasi keuangan yang terkait dengan produk keuangan digital, yang dikenal
sebagai literasi keuangan digital. Dengan demikian, perbincangan dan penelitian mengenai isu
literasi keuangan digital ini masih sangat relevan dan penting untuk dilakukan.
Selanjutnya, penting untuk mendalami literasi keuangan digital karena produk-produk
keuangan digital dengan segala kenyamanan dan risikonya dapat signifikan memengaruhi perilaku
berbelanja dan menabung individu. Temuan dari penelitian Cobla dan Osei-Assibey (2018),
Agarwal dkk (2019), dan Moenjak dkk (2020) menunjukkan bahwa produk keuangan digital
memiliki dampak yang berpengaruh terhadap kebiasaan berbelanja dan kebijakan menabung
masyarakat. Selain itu, penelitian Panos dan Wilson (2020) menemukan bahwa individu dengan
tingkat literasi keuangan yang rendah cenderung untuk terlibat dalam pembelian impulsif atau
spontan, bahkan membeli barang yang sebenarnya tidak diperlukan. Masyarakat juga dapat
terjerumus dalam over spending atau kebiasaan berbelanja secara berlebihan, terutama dengan
adanya opsi pay day loan atau pembayaran secara cicilan (Hundtofte & Gladstone, 2017). Terlebih
lagi, keberadaan peer to peer lending yang mempermudah akses pinjaman secara cepat dapat
mendorong masyarakat ke arah perilaku konsumtif.

Pengertian Literasi Keuangan Digital


Digital Financial Literacy atau literasi keuangan digital menggabungkan dua konsep, yakni
literasi keuangan (financial literacy) dan platform digital. Literasi keuangan pada dasarnya
mencakup sikap, perilaku, dan tingkat pemahaman individu terhadap produk dan layanan
keuangan serta kemampuannya dalam mengelola keuangan pribadi (Tony & Desai, 2020). OECD
(Organisation for Economic Cooperation and Development) pada tahun 2016 mendefinisikan
literasi keuangan sebagai pemahaman dan pengetahuan mengenai konsep dan risiko keuangan,
termasuk keterampilan, motivasi, dan keyakinan untuk menerapkan pengetahuan tersebut dalam
pengambilan keputusan keuangan yang efektif. Tujuan dari literasi keuangan adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan finansial individu dan masyarakat serta mendorong partisipasi dalam
kegiatan ekonomi.
Di sisi lain, platform digital merujuk pada gabungan elemen perangkat lunak dan keras
yang memanfaatkan teknologi komputer dan internet. Oleh karena itu, literasi keuangan digital
dapat diartikan sebagai pemahaman dan pengetahuan individu mengenai produk dan layanan
keuangan yang terdapat dalam lingkup teknologi digital. Sesuai dengan definisi Prasad dkk (2018),
literasi keuangan digital mencakup pemahaman seseorang terkait dengan aspek pembelian online,
pembayaran online dengan berbagai model pembayaran, dan sistem perbankan online.
Menurut Setiawan dkk (2020), tingkat literasi keuangan digital seseorang sangat terkait
dengan karakteristik sosial individu yang juga dikenal sebagai kondisi sosial ekonomi, mencakup
umur, pendapatan, dan tingkat pendidikan. Hasil penelitian Setiawan dkk (2020) menunjukkan
bahwa tingkat pendidikan dan pendapatan individu memiliki dampak signifikan terhadap tingkat
literasi keuangan digital mereka. Temuan ini sejalan dengan penelitian Wangmo (2015) dan
Nanziri serta Olcker (2019), yang menyatakan bahwa tingkat pendapatan individu merupakan
faktor yang memengaruhi literasi keuangan individu.
Beberapa penelitian sebelumnya sering mengadopsi Theory Planned Behavior (TPB) yang
dikembangkan oleh Ajzen (1991) sebagai kerangka kerja untuk memahami perilaku sosial
individu. TPB menjelaskan bahwa seseorang akan menggunakan seluruh informasi yang tersedia,
serta secara sadar bertindak dan memanfaatkan pengetahuan keuangan mereka untuk membuat
keputusan strategis (Rahayu dkk, 2022). Teori ini telah banyak diterapkan dalam penelitian
sebelumnya untuk menjelaskan hubungan antara literasi keuangan dan perilaku keuangan. Dalam
konteks penelitian ini, teori serupa diterapkan untuk menjelaskan hubungan antara literasi digital
dan perilaku keuangan.
Menurut OECD (2018), secara teoritis, tingkat literasi keuangan digital seseorang akan
memengaruhi perilaku keuangan individu, terutama dalam konteks perilaku menabung dan
berbelanja. Meskipun pernyataan ini perlu diuji lebih lanjut melalui penelitian empiris,
keterbatasan penelitian yang fokus pada literasi keuangan digital memungkinkan penelitian ini
untuk mengacu pada hasil-hasil penelitian sebelumnya yang lebih berfokus pada literasi keuangan
konvensional. Pernyataan ini diperkuat oleh temuan Setiawan dkk (2020), yang menyatakan
bahwa dampak dari literasi keuangan digital terhadap perilaku keuangan seharusnya sebanding
dengan dampak literasi keuangan yang bersifat non-digital.

Tujuan Literasi Digital


Tujuan utama literasi digital adalah memberikan pengetahuan, keterampilan, dan
pemahaman yang diperlukan agar individu dapat aktif berperan dalam era yang semakin terkoneksi
secara digital. Literasi digital bertujuan untuk memfasilitasi pemahaman terhadap teknologi
komputer, pemanfaatan internet, dan media digital, sehingga individu mampu mengakses, menilai,
dan menggunakan informasi dengan efektif. Ini mencakup pengembangan keterampilan dalam
mencari, menilai, dan menyusun informasi dari berbagai sumber online. Literasi digital juga
mengedukasi individu mengenai praktik keamanan dan etika digital, memungkinkan mereka untuk
melindungi diri dan berperilaku etis dalam lingkungan digital. Salah satu tujuan utamanya adalah
mempersiapkan individu untuk beradaptasi dengan dunia kerja modern, di mana kemampuan
menguasai teknologi digital menjadi kunci.
Tujuan literasi digital lainnya adalah meningkatkan partisipasi dan kualitas hidup individu
dalam masyarakat yang semakin terhubung. Literasi digital memungkinkan individu untuk
berperan aktif dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi. Hal ini mencakup ikut serta dalam
diskusi online, memahami informasi dan berita yang relevan, serta memiliki kemampuan
berkomunikasi dan berkolaborasi secara global. Selain itu, literasi digital membantu dalam
pemecahan masalah, meningkatkan efisiensi dalam pekerjaan, dan optimalisasi penggunaan
sumber daya, sekaligus mendukung kreativitas dan inovasi. Sebagai hasilnya, tujuan literasi digital
adalah menciptakan individu yang mampu memanfaatkan peluang teknologi digital dengan
maksimal, sekaligus mengatasi tantangan dan risiko yang mungkin timbul. Secara menyeluruh,
literasi digital memiliki peran krusial dalam membantu individu agar dapat berpartisipasi dan
berhasil dalam dunia yang didominasi oleh teknologi.

Pentingnya Pengetahuan Digital Bagi Masyarakat


Pertama, lembaga jasa keuangan secara bertahap mulai memasarkan produk dan layanan
keuangannya secara digital. Langkah ini tidak hanya bertujuan untuk mempercepat pelayanan
kepada konsumen, tetapi juga untuk mengurangi biaya operasional. Khususnya, bank dapat
menghemat biaya dengan menghindari investasi dalam mendirikan banyak kantor layanan fisik
seperti yang terjadi saat ini.
Kedua, dalam transaksi keuangan digital, keamanan menjadi isu yang sangat krusial.
Perlindungan terhadap data pribadi konsumen menjadi prioritas utama yang harus dijaga, baik oleh
konsumen maupun lembaga jasa keuangan. Kebocoran data pribadi dapat dimanfaatkan oleh pihak
yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindakan kriminal. Aplikasi digital, sebagai
serangkaian fungsi dan perintah yang dikendalikan oleh mesin digital, tidak dapat membedakan
antara konsumen yang sah dan orang lain yang menggunakan data konsumen tersebut.
Ketiga, literasi keuangan digital menjadi kunci untuk memudahkan akses seseorang
terhadap produk dan layanan jasa keuangan. Ini dapat dilakukan melalui aplikasi lembaga
keuangan atau aplikasi dari fintech dan e-commerce yang juga menyediakan layanan jasa
keuangan. Oleh karena itu, literasi keuangan digital sangat berperan dalam meningkatkan inklusi
keuangan masyarakat ke sektor jasa keuangan dengan cara yang cepat dan efisien.
Keempat, dalam jangka panjang, diperkirakan bahwa semua transaksi keuangan akan
beralih ke teknologi digital dan menuju transaksi tanpa uang tunai. Oleh karena itu, saat ini kita
perlu mempersiapkan diri dengan literasi digital yang memadai. Kemampuan literasi digital ini
tidak hanya untuk transaksi keuangan, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan dan aktivitas
kehidupan lain yang bergantung pada teknologi digital.
Kelima, kemampuan literasi keuangan digital yang baik akan memberikan kenyamanan
hidup karena semua transaksi keuangan menjadi lebih mudah, hemat biaya, dan tidak terbatas oleh
waktu. Literasi keuangan digital kini telah menjadi kebutuhan dan juga bagian dari gaya hidup di
era Revolusi Industri 4.0.
Keenam, pembatasan pergerakan fisik selama pandemi Covid-19 telah meningkatkan
minat dan kebutuhan akan transaksi digital. Pertemuan langsung dalam transaksi keuangan
sebaiknya dihindari sebisa mungkin, sehingga teknologi memainkan peran yang sangat penting.
Manfaat Literasi Keuangan Digital
Literasi keuangan digital, atau yang dikenal sebagai digital financial literacy (DFL),
memberikan kemudahan signifikan bagi masyarakat dalam mengakses layanan keuangan tanpa
perlu hadir secara fisik. Penting bagi masyarakat untuk mempersiapkan diri dengan menguasai
literasi keuangan digital dengan baik, karena pemahaman yang mendalam terhadap hal ini
membawa sejumlah manfaat.
Salah satu manfaat utama adalah adanya perubahan dalam jangka panjang terkait metode
pembayaran yang disediakan oleh berbagai layanan keuangan. Literasi keuangan digital
membuktikan daya tahannya dalam menghadapi perubahan, sementara pemilihan layanan digital
yang bijak juga menjadi aspek krusial.
Selain itu, literasi keuangan digital berkontribusi pada perkembangan layanan jasa dan
produk di sektor keuangan. Dengan masyarakat yang semakin terampil dalam literasi keuangan
digital, lembaga keuangan dapat mengembangkan metode pembayaran dan layanan digital, yang
pada gilirannya dapat menghemat biaya operasional.
Keberadaan literasi keuangan digital juga mempermudah transaksi keuangan, mengikuti
perkembangan dunia digital yang pesat. Kemudahan ini memungkinkan segala kegiatan keuangan,
pekerjaan, dan usaha dilakukan dengan lebih efisien, hanya dengan menggunakan platform web-
based atau mobile-based.
Selain efisiensi, literasi keuangan digital juga memiliki peran dalam mendorong inklusi
keuangan. Layanan ini memfasilitasi masyarakat dalam mengakses berbagai produk jasa keuangan
melalui aplikasi seperti e-wallet, m-banking, hingga e-commerce, memungkinkan segala aktivitas
keuangan diselesaikan dengan cepat dan tanpa membuang waktu.

Tantangan Literasi Keuangan Digital


Tantangan utama dalam literasi keuangan digital pertama-tama muncul dalam bentuk
ancaman serangan siber yang semakin merajalela, seperti phishing, pencurian identitas, dan
penipuan online. Risiko-risiko ini menjadi tantangan serius bagi pengguna dan penyedia layanan
keuangan digital, mengingat adanya potensi kehilangan data pribadi atau keuangan yang dapat
dieksploitasi oleh pihak tidak bertanggung jawab.
Selain itu, rendahnya tingkat literasi keuangan dan literasi digital masyarakat menjadi
kendala serius. Berdasarkan survei literasi dan inklusi keuangan OJK pada tahun 2022, terungkap
bahwa tingkat literasi keuangan masyarakat hanya mencapai 49,68%, yang jauh lebih rendah
dibandingkan dengan tingkat inklusi keuangan yang mencapai 85%. Bahkan, literasi digital yang
menjadi fondasi utama untuk literasi keuangan digital baru mencapai 41,48%. Disparitas ini
mengindikasikan bahwa sebagian besar masyarakat masih belum memiliki pemahaman yang
memadai terkait literasi keuangan dan literasi digital.
Selain dua tantangan utama tersebut, beberapa poin kunci lainnya perlu diperhatikan.
Pertama, ketersediaan infrastruktur digital yang belum merata dapat menjadi penghambat akses
masyarakat terhadap literasi keuangan digital. Kedua, ketidaksetaraan akses terhadap perangkat
teknologi dan internet juga memperparah kesenjangan literasi keuangan digital di kalangan
masyarakat.
Upaya perbaikan perlu difokuskan pada penguatan literasi keuangan dan literasi digital
secara menyeluruh. Program-program edukasi yang terintegrasi dan mudah diakses perlu diperluas
untuk mencakup berbagai lapisan masyarakat. Selain itu, peningkatan keamanan sistem digital dan
penegakan hukum terhadap tindak kejahatan di dunia maya perlu diperkuat agar literasi keuangan
digital dapat berjalan dengan aman dan efektif. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya literasi
keuangan digital juga harus ditingkatkan melalui kampanye-kampanye penyuluhan dan edukasi.
Dengan mengatasi tantangan-tantangan ini, literasi keuangan digital dapat menjadi lebih inklusif
dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.

Kesimpulan
Perkembangan pesat dalam bidang Financial Technology (Fintech) menjadi pendorong
utama transformasi sektor keuangan ke arah digital. Meskipun demikian, literasi keuangan digital
di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan yang perlu mendapatkan perhatian serius dari
berbagai pihak. Dalam eksplorasi mengenai literasi keuangan digital, sejumlah aspek penting
muncul, melibatkan pemahaman, manfaat, dan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat.
Literasi keuangan digital, sebagai gabungan antara pemahaman keuangan dan platform
digital, menjadi elemen krusial dalam era transformasi digital. Pentingnya literasi ini terwujud
dalam manfaatnya yang sangat beragam. Pertama, literasi keuangan digital memungkinkan akses
yang lebih mudah dan cepat terhadap produk dan layanan keuangan. Ini memungkinkan
masyarakat untuk memanfaatkan berbagai opsi keuangan yang ditawarkan oleh lembaga jasa
keuangan tradisional maupun fintech.
Selanjutnya, literasi keuangan digital juga memberikan kontribusi positif terhadap
pengembangan layanan jasa dan produk di sektor keuangan. Kemampuan masyarakat dalam
memahami dan menggunakan layanan keuangan secara digital mendorong inovasi di sektor ini,
dengan harapan dapat mengurangi biaya operasional lembaga keuangan. Keberadaan literasi
keuangan digital juga mempermudah proses transaksi keuangan, menjadikan semua aktivitas
keuangan lebih efisien, dan memberikan kontribusi pada inklusi keuangan masyarakat.
Dalam konteks masyarakat digital Indonesia, terdapat fenomena menarik terkait rendahnya
literasi keuangan digital di antara generasi Z atau generasi digital. Meskipun sekitar 75,49 juta
penduduk Indonesia termasuk dalam kategori generasi digital, tingkat literasi keuangan digital
mereka masih di bawah rata-rata Asia Tenggara. Ini menjadi fokus diskusi karena seharusnya
generasi digital memiliki literasi keuangan yang lebih baik, mengingat mereka tumbuh dan
berkembang di era teknologi digital.
Namun, di balik manfaat literasi keuangan digital, terdapat sejumlah tantangan yang perlu
diatasi. Ancaman serangan siber, seperti phishing dan pencurian identitas, menjadi risiko nyata
bagi pengguna dan penyedia layanan keuangan digital. Keamanan data pribadi menjadi priotas
utama yang harus dijaga untuk mencegah eksploitasi oleh pihak tidak bertanggung jawab.
Disamping itu, disparitas literasi keuangan dan literasi digital di kalangan masyarakat
menjadi hambatan serius. Survei literasi dan inklusi keuangan OJK menunjukkan ketidakmerataan
ini, dengan tingkat literasi keuangan mencapai 49,68%, lebih rendah dibandingkan dengan tingkat
inklusi keuangan yang mencapai 85%, dan literasi digital hanya mencapai 41,48%.
Ketidaksetaraan akses terhadap infrastruktur digital juga memperparah kesenjangan literasi
keuangan digital di masyarakat.
Dalam menjawab tantangan tersebut, langkah-langkah perbaikan yang komprehensif perlu
ditempuh. Pertama, program-program edukasi literasi keuangan digital harus diperluas dan
diintegrasikan secara menyeluruh. Edukasi ini perlu mencakup berbagai lapisan masyarakat untuk
memastikan bahwa pemahaman literasi keuangan digital merata dan dapat diakses oleh semua
kalangan.
Kedua, penguatan keamanan sistem digital dan penegakan hukum terhadap tindak
kejahatan siber menjadi imperatif. Ketersediaan infrastruktur digital yang merata juga perlu
ditingkatkan untuk memastikan aksesibilitas literasi keuangan digital di seluruh wilayah
Indonesia.
Selain itu, penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya literasi
keuangan digital melalui kampanye-kampanye penyuluhan dan edukasi. Kesadaran ini akan
membantu masyarakat dalam memahami risiko dan keamanan dalam bertransaksi secara digital.
Dalam perspektif jangka panjang, literasi keuangan digital menjadi fondasi untuk
mewujudkan transaksi keuangan yang sepenuhnya digital dan menuju ke arah transaksi tanpa uang
tunai. Di era Revolusi Industri 4.0, kemampuan literasi keuangan digital bukan hanya kebutuhan,
melainkan juga telah menjadi gaya hidup masyarakat. Pembatasan pergerakan selama pandemi
Covid-19 juga semakin mempercepat tren transaksi digital.
Secara keseluruhan, literasi keuangan digital memiliki peran sentral dalam menggiring
masyarakat Indonesia menuju masa depan keuangan yang lebih inklusif dan efisien. Tantangan
yang dihadapi tidak bisa dianggap sepele, namun dengan komitmen dan tindakan konkret, literasi
keuangan digital dapat menjadi pilar keberlanjutan dalam menghadapi dinamika ekonomi digital
yang terus berkembang. Melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sektor
swasta, dan lembaga pendidikan, menjadi kunci untuk mencapai literasi keuangan digital yang
merata dan berdaya guna di seluruh masyarakat Indonesia.
Referensi
Agarwal, S., W. Qian, B. Y. Yeung, and X. Zou. (2019). Mobile Wallet and Entrepreneurial
Growth. AEA Papers and Proceedings, 109, 48–53.
https://doi.org/10.1257/pandp.20191010
Ajzen, I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and Human Decision
Processes, 50(2), 179–211. https://doi.org/10.1016/0749-5978(91)90020-t
Bencsik, A., & Machova, R. (2016). Knowledge Sharing Problems from the Viewpoint of
Intergeneration Management. In ICMLG2016 - 4th International Conferenceon
Management, Leadership and Governance: ICMLG2016 Hlm. 42. Academic
Conferences and publishing limited.
Cobla, G. M., and E. Osei-Assibey. (2018). Mobile Money Adoption and Spending Behaviour:
The Case of Students in Ghana. International Journal of Sosial Economic, 45 (1), 29–42.
https://doi.org/10.1108/IJSE-11-2016-0302
Morgan, P. J., and L. Q. Trinh. (2019). Determinants and Impacts of Financial Literacy in
Cambodia and Viet Nam. Journal of Risk and Financial Management, 12 (19), 1–24.
https://doi.org/10.3390/jrfm12010019
Mandell, L., & Klein, L. S. (2009). The impact of financial literacy education on subsequent
financial behavior. Journal of Financial Counseling and Planning, 20(1), 15–24.
Morgan, P. J., Huang, B., & Trinh, L. Q. (2019). The Need to Promote Digital Financial Literacy
for the Digital Age. The 2019 G20 Osaka Summit, Japan: The Future of Work and
Education for the Digital Age, August, 40–46.
https://www.adb.org/sites/default/files/publication/503706/adbi-realizingeducation-all-
digitalage.pdf#page=56https://www.adb.org/sites/default/files/publication/503706/adbire
alizing-education-all-digital-age.pdf#page=56
OJK. (2017). Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (Revisit 2017). Otoritas Jasa
Keuangan, 1–99.
Prasad, H., Meghwal, D., & Dayama, V. (2018). Digital Financial Literacy: A Study of
Households of Udaipur. Journal of Business and Management, 5(I), 23–32.
https://doi.org/10.3126/jbm.v5i0.27385
Rahayu, R., Ali, S., Aulia, A., & Hidayah, R. (2022). The Current Digital Financial Literacy and
Financial Behavior in Indonesian Millennial Generation. Journal of Accounting and
Investment, 23(1), 78-94. https://doi.org/10.18196/jai.v23i1.13205
Setiawan, M., Effendi, N., Santoso, T., Dewi, V. I., & Sapulette, M. S. (2020). Digital financial
literacy, current behavior of saving and spending and its future foresight. Economics of
Innovation and New Technology, 0(0), 1–19.
https://doi.org/10.1080/10438599.2020.1799142
Sunardhi, Y. (2023). Literasi Digital: Pengertian, Manfaat, Tantangan dan Peluang. Diambil
kembali dari www.yosephsunardhi.com:
https://www.yosephsunardhi.com/2023/10/literasi-digital-pengertian-manfaat.html
Tony, N., & Desai, K. (2020). Impact of digital financial literacy on digital financial inclusion.
International Journal of Scientific and Technology Research, 9(1), 1911–1915.
Wangmo, P. (2015). Assessing the Level and Impact of Financial Literacy on Individual Saving
and Spending Habits in Royal Institute of Management. PGDPA Research Report 2018,
Bhutan.
Xue, R., A. Gepp, T. J. O’Neill, S. Stern, and B. J. Vanstone. (2019). Financial Literacy amongst
Elderly Australians. Accounting & Finance 59 (S1): 887–918.
https://doi.org/10.1111/acfi.12362

Anda mungkin juga menyukai