Anda di halaman 1dari 9

National Essay Competition Festival 2020

Teknologi Finansial sebagai Media Literasi Keuangan Generasi Z

Muhammad Adriand Rizky Fadhillah

A. Pendahuluan

Perkembangan Revolusi Industri merupakan suatu perubahan arah tata kehidupan manusia dalam
menjalankan kehidupannya di berbagai bidang. Setiap periodisasi Revolusi Industri itu sendiri
memiliki karakteristik serta peran yang berbeda dalam pelaksanaannya. Pada dasarnya makna
dari Revolusi Industri adalah perubahan besar cara manusia memproduksi barang dan jasa.
Dalam industri dibutuhkan pekerjaan yang efektif dan efisien. Prinsip efektif dapat dipahami
sebagai usaha untuk mencapai tujuan sesuai target yang ditentukan, sedangkan efisien sebagai
cara untuk mencapai tujuan dengan penggunaan sumber daya yang minimal namun hasilnya
maksimal.

Dimulai sejak abad ke-18 dengan lahirnya konsep permesinan menggantikan dominasi produksi
yang hanya mengandalkan manusia dan alam, didukung penemuan alat transportasi sebagai
sarana distribusi, kemudian lahirnya robot sebagai mesin yang dapat berpikir dan bergerak dan
hingga kini disempurnakan untuk melakukan pekerjaan secara digital dengan pemanfaatan
teknologi informasi. Revolusi industri kini telah memasuki periode keempat atau sering disebut
Revolusi Industri 4.0 . Revolusi Industri 4.0 yang berfokus pada pengembangan penggunaan
internet dalam otomatisasi berbagai alat yang dapat melakukan fungsinya secara mandiri.
Terdapat beberapa pilar yang menjadi fondasi Revolusi Industri 4.0 seperti Internet of Things,
Big Data, Argumented Reality, Cyber Security, Artificial Intelligence, Addictive Manufacturing,
Simulation, Integrated System dan Cloud Computing.

Perkembangan pesatnya pengguna layanan internet menjadi alasan mengapa layanan finansial
juga harus berubah dalam bentuk teknologi finansial ini. Dengan harapan, melalui teknologi
finansial akan memudahkan serta meningkatkan efektivitas serta efisiensi masyarakat dalam
menerima layanan keuangan. Pada awalnya, teknologi finansial bukanlah layanan yang diberikan
oleh perbankan, melainkan sebagai bentuk model bisnis baru yang dapat mencapai ekspektasi
masyarakat untuk menjangkau akses keuangan, yang dulu kian rumit. Teknologi finansial
termasuk salah satu contoh dari inovasi disruptif, yaitu inovasi yang berhasil mentransformasi
suatu sistem atau pasar yang ada dengan memperkenalkan kepraktisan, kemudahan akses,
kenyamanan dan biaya yang ekonomis.

Generasi Z adalah kelompok manusia yang lahir pada rentang waktu tahun 1995-2010. Generasi
ini lahir dalam masa kejayaan penggunaan teknologi informasi sebagai sendi kehidupan manusia.
Sebagai generasi yang tumbuh pada era digital, generasi Z kerap disebut sebagai pecandu
teknologi digital. Pasalnya hampir seluruh aktivitas kehidupan generasi Z sangat bergantung dan
dipengaruhi oleh inovasi teknologi terbarukan. Mereka dapat dengan mudah dalam waktu
singkat untuk memahami dan menggunakan teknologi yang baru saja ada.

B. Konsep Permasalahan

Aktivitas penggunaan teknologi finansial dapat dirasakan oleh banyak pihak. Teknologi finansial
dapat dengan mudah diakses melalui gadget dengan syarat administrasi yang sederhana. Potensi
penggunaan tekfin di Indonesia, mendorong pemerintah untuk menjadikan tekfin sebagai bagian
dari penyelenggara Master Plan Sektor Jasa Keuangan. Master Plan ini berlandaskan dengan tiga
sasaran utama yaitu kontributif, stabil dan inklusif. Hal ini juga menjadi salah satu bagian dari
Strategi Nasional Keuangan Inklusif, yaitu strategi pemerintah untuk memperluas akses layanan
keuangan pada masyarakat.

Dengan adanya jaminan serta dukungan dari pemerintah terhadap teknologi finansial tentunya
membuat masyarakat semakin leluasa dalam menggunakan tekfin, tidak terkecuali pada generasi
Z. Generasi Z yang kerap dijuluki pecandu teknologi ini ikut terlibat antusiasme penggunaan
fintek ini. Teknologi yang berkembang pesat sejak mereka lahir dan juga tumbuh dalam
lingkungan yang serba digital membuat mereka sangat peka dalam menerima teknologi yang
ada. Salah satu teknologi yang melekat dalam kehidupan generasi Z adalah smartphone.

Tingginya akses penggunaan internet ini telah dibuktikan oleh Survei APJII 2017, yang
mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia yang sering menggunakan internet berada pada
rentang usia 13-18 tahun dan 19-34 tahun. Begitu pun dengan survei Nielsen Consumer and
Media View pada tahun 2017, dimana 17% remaja Indonesia lebih menyukai menjelajah
internet, dan rata-rata frekuensi penggunaan berkisar selama 2 jam 29 menit. Ketergantungan
generasi Z terhadap smartphone merupakan sesuatu yang wajar terjadi sebagaimana sewajarnya
terjadi, sebagaimana perkembangan teknologi yang pernah terjadi pada generasi Baby Boomers,
generasi X dan generasi Y atau millenial.

Namun menyadari besarnya pengaruh teknologi yang merambah pada hampir seluruh lini
kehidupan ternyata juga mendorong pengguna untuk masuk ke bidang tersebut. Generasi Z
didominasi oleh kaum pelajar yang sebagian masih di bawah umur, mereka pun sudah dapat
memanfaatkan tekfin sebagaimana yang dilakukan orang dewasa. Pengaruh dari lingkungan
mendorong mereka untuk secara mandiri menggunakan salah satu layanan keuangan modern,
yaitu melalui tekfin.

Dalam sebuah aktivitas ekonomi terdapat interaksi antar penjual dan pembeli. Untuk memenuhi
tujuan kedua pihak dalam aktivitas ini terjadi proses transaksi. Transaksi dapat diartikan sebagai
suatu proses timbal balik dalam aktivitas ekonomi yang mempengaruhi nilai harta seseorang,
baik bertambah ataupun berkurang. Sang penjual memberikan barang atau jasa yang dimilikinya
kepada pembeli, sedangkan pembeli melakukan pemindahan dana kepada pihak penjual guna
memenuhi kewajiban atas aktivitas ekonomi konsumsi. Sederhananya, pembeli harus
mengorbankan hartanya untuk mendapatkan sesuatu dari penjual.

Generasi Z mulai menggunakan tekfin dalam aplikasi ekonomi yang sederhana seperti berbelanja
dengan digital payment. Digital payment merupakan salah satu media yang digunakan sebagai
alat pembayaran. Selain mempertimbangkan aspek efektivitas dan efisiensi bertransaksi,
kepercayaan orang tua kepada anaknya untuk bertransaksi dengan fintek juga tinggi. Bahkan tak
jarang sang anak yang lebih mahir dan menganjurkan orang tua mereka untuk bertransaksi
melalui tekfin ini.

Pemahaman serta kepercayaan yang tinggi dalam aplikasi tekfin bak pisau bermata dua. Mereka
tidak lagi bergantung pada orang tua untuk bertransaksi dan dapat hidup lebih mandiri, akan
tetapi di sisi lain hal tersebut justru akan mengurangi peran orang tua dalam pengalaman
keuangan anak-anak. Generasi Z yang sebagian besar diisi oleh pelajar dari tingkat dasar sampai
perguruan tinggi tentunya masih memiliki pengalaman keuangan yang terbatas. Pada
pembahasan manajemen keuangan pribadi, terdapat empat aspek yang dijadikan dasar seseorang
untuk memulainya yaitu cara mendapatkan uang, mengelola uang, menggunakan uang dan
menyimpan uang. Sebagai seorang pelajar, sebagian besar dari mereka masih bergantung pada
orang tuanya dalam hal mendapatkan uang. Pembahasan mengenai ilmu keuangan di sekolah
yang tampaknya masih terbatas, seharusnya dibarengi dengan kontrol orang tua terhadap
manajemen keuangan sang anak. Bagaimana pun kelak, generasi Z harus berhadapan dengan
perkara keuangan di masa depan. Setiap orang tentunya berharap untuk hidup sejahtera dan
terbebas dari masalah keuangan. Karena itu, seyogianya penggunaan tekfin bagi kalangan
generasi Z ini perlu pendampingan serta arahan yang relevan.

Berdasarkan data Bank Indonesia terkait jumlah uang elektronik beredar di masyarakat pada
tahun 2019 telah mencapai 228.982.450. Bahkan, selama pandemi terjadi akses pembayaran
digital meningkat hingga 65%. Pengalaman menggunakan digital payment serta himbauan untuk
transaksi non-tunai menyebabkan tingkat akselerasi penggunaan digital payment begitu pesat.
Apalagi dengan maraknya situs pasar online yang dinilai sangat efektif dalam mengakomodasi
kebutuhan masyarakat, sehingga mereka mengintegrasikan sistem pembayarannya berbasis pada
digital payment.

Tingginya transaksi digital dapat diartikan pula dengan kemampuan daya beli masyarakat yang
berkembang. Kemampuan tersebut dapat bersumber dari meningkatnya gaya hidup atau justru
bersumber dari penerapan manajemen keuangan yang gagal. Seseorang gagal mengelola
keuangannya untuk memenuhi keinginan dibandingkan persiapan pemenuhan kebutuhan di masa
depan. Terlepas dari kedua alasan tersebut, peningkatan daya beli masyarakat yang tidak
didasari atas manajemen keuangan dapat mengindikasikan sikap konsumtif. Sikap konsumtif
adalah keinginan untuk mengonsumsi hal-hal yang sebenarnya kurang diperlukan secara
berlebihan guna mencapai kepuasan yang maksimal.

Hal demikian tentunya juga menjadi ancaman bagi generasi Z. Keterbatasan ilmu keuangan yang
diperoleh selama di bangku sekolah dan kurangnya pengalaman dalam mendapatkan uang akan
menimbulkan pola pikir uang yang jauh berbeda dengan orang dewasa. Orang dewasa yang
termasuk dalam generasi Baby Boomers, X dan Y pun cenderung bersikap lebih konsumtif
ketika layanan keuangan digital ada. Apalagi dengan generasi Z yang notabene memiliki
karakteristik ingin diakui di masyarakat dengan mengikuti trend yang sedang berkembang di
masyarakat.

Teori sikap konsumtif adalah pengejawantahan negatif dari sikap hedonisme. Hedonisme sering
dikaitkan dengan sikap dan perilaku boros. Padahal secara harfiah dan filsuf definisi hedonisme
adalah suatu pandangan hidup untuk mencapai kesenangan dan hal tersebut sangatlah
manusiawi. Dalam berbelanja setiap orang memiliki kebiasaan dan preferensi berbelanja yang
berbeda dilihat dari kategori produk, frekuensi dan persepsi mereka terhadap tempat penjualan
produk. Dapat dijabarkan pula beberapa kriteria yang memengaruhi konsumsi dari generasi Z
sendiri seperti akses teknologi, trend yang terjadi serta pengaruh media terhadap suatu produk.
Hal inilah yang menjadi aspek analisis bagi penjual untuk melakukan pendekatan yang relevan
pada konsumen.

Sejauh ini pasar online telah mewujudkan kriteria yang diinginkan oleh generasi Z, sehingga
minat belanja pun akan semakin tinggi. Sebagian besar orientasi belanja generasi Z adalah
keinginan, karena mereka belum memiliki tanggungan untuk memenuhi kebutuhan. Mereka
lebih leluasa dibandingkan generasi sebelumnya dalam melakukan pengeluaran. Apabila hal
tersebut terus terjadi, besar kemungkinan di masa depan generasi Z akan mengalami
permasalahan keuangan. Permasalahan keuangan adalah suatu timbal balik dari ketidakmampuan
individu dalam manajemen keuangan, mereka tidak dapat menyeimbangkan antara porsi
pengeluaran dan pendapatan. Padahal kelak masa depan bangsa dan negara akan berada di
tangan mereka, bagaimana mungkin perekonomian suatu bangsa akan tumbuh dan
menyejahterakan rakyat bila pemimpinnya saja juga terhimpit masalah keuangan. Bukankah ini
yang menjadi pemicu dari tindak korupsi, utang negara yang berlipat dan angka kemiskinan yang
meningkat. Maka dari itu, perlu ada solusi yang relevan dalam menghadapi potensi ancaman dari
sikap konsumtif ini.

C. Analisis Penyelesaian Masalah

Dengan berkembangnya situs belanja online serta layanan pembayaran digital telah dapat
mengakomodasi kepentingan konsumsi generasi Z. Dari sini generasi Z bisa mendapatkan
pengalamannya dalam aktivitas ekonomi, yang sebaiknya pula bisa dimanfaatkan untuk
mengenali manajemen keuangan sejak dini. Meskipun orientasi keuangan masih bergantung
pada orang tua, mereka harus mulai memiliki pandangan yang sensitif tentang uang. Uang
sebagai alat transaksi, bukanlah benda yang semata-mata tersedia untuk memenuhi kebutuhan
transaksi manusia. Terlepas dari bagaimana bentuk uang tersebut, perlu dipahami bahwa ada
pengorbanan untuk mendapatkannya.

Dalam hal berbelanja, generasi Z harus sedini mungkin memahami dari mana sumber keuangan
yang ia dapatkan untuk memenuhi keinginannya. Upaya untuk mencapai keinginan, akan
mendorong mereka untuk memahami bagaimana mendapatkan uang. Mereka akan mulai
membiasakan diri untuk menabung, mencari penghasilan tambahan dan dapat meningkatkan
kreativitas mereka untuk mendapat uang. Hal demikian tidaklah muncul seketika dalam benak
generasi Z, melainkan ada proses berpikir yang memicu kesadaran tersebut. Maka dari itu, solusi
yang tepat dilakukan oleh generasi Z adalah dengan menanamkan literasi keuangan dalam diri
mereka.

Pada dasarnya, setiap orang perlu memiliki literasi keuangan yang baik ketika masuk dalam
dunia keuangan. Literasi keuangan merupakan pengetahuan, keterampilan dan keyakinan yang
memengaruhi sikap dan perilaku untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan
pengelolaan keuangan dalam rangka mencapai kesejahteraan. Dengan adanya literasi keuangan
akan membantu individu dalam menentukan keputusan-keputusan sesuai dengan pola hidup yang
dijalani.

Literasi keuangan bisa didapatkan dari pendidikan formal ataupun pendidikan informal. Jika
dalam pendidikan formal biasa didapatkan dari materi mata pelajaran di sekolah atau seminar,
maka untuk pendidikan informal bisa didapatkan dari kehidupan mereka sehari-hari. Pendidikan
informal ini biasanya dipengaruhi oleh lingkungan sosial di sekitar mereka baik dari keluarga
atau teman. Semakin berkembangnya teknologi informasi tidak menutup kemungkinan dengan
adanya layanan tekfin ini menjadi sarana bagi generasi Z dalam membangun kesadaran literasi
keuangan.

Generasi Z seyogianya dapat mengoptimalkan aplikasi tekfin sebagai sarana untuk memahami
literasi keuangan. Dengan memahami instrumen pengukuran literasi keuangan oleh The
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) International Network on
Financial Education yang terdiri atas pengetahuan keuangan, sikap keuangan dan perilaku
keuangan. Instrumen tersebut dapat dipengaruhi dari penggunaan tekfin.

Hal demikian dapat terjadi ketika seseorang menggunakan tekfin, mereka akan menemukan
berbagai istilah keuangan modern yang tidak diketahui dan akan mendorongnya untuk mencari
tahu tentang hal itu. Sebagai pengguna tekfin, mereka pun ingin mendapatkan fasilitas yang
optimal sebagaimana yang disediakan lembaga penyedia tekfin, dengan demikian mereka akan
berusaha mempelajari dengan baik prosedur penggunaan. Dalam hal lain, dapat kita ambil
contoh pada tekfin sektor pembayaran. Pada user interface tekfin tersebut akan menyajikan
berapa besar saldo yang kita miliki, serta catatan pengeluaran yang otomatis tersimpan tanpa
perlu repot mencatatnya. Bahkan sekarang pun telah ada platform tekfin yang menyediakan
konsep perencanaan keuangan sederhana.

Dengan demikian kondisi generasi Z sebagai konsumen potensial di masa depan bukanlah
menjadi suatu ancaman bagi kelanjutan hidup generasi ini. Literasi keuangan telah terbukti
mampu menjadi salah suatu peluang positif yang dapat dimanfaatkan generasi Z di tengah
perkembangan teknologi yang semakin pesat. Generasi Z harus bisa memaksimalkan segala
bentuk disrupsi teknologi ke dalam hal-hal positif melalui cara yang cenderung aplikatif.
Surat Pernyataan Orisinalitas
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama Lengkap : Muhammad Adriand Rizky Fadhillah
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 14 Oktober 2004
NISN : 0040416176
Alamat : Jalan Aren 1 Nomor 31 002/03, Tangerang Selatan, Banten 15221
Asal Sekolah : SMA Pradita Dirgantara
Nomor Telepon/HP : 081311746057
Alamat Email : muhammadriandrizky@gmail.com
Dengan ini menyatakan bahwa karya essay dengan judul : “Teknologi Finansial sebagai
Media Literasi Keuangan Generasi Z” Yang saya ajukan dalam National Essay Competition
Festival 2020 yang diselenggarakan oleh Kementerian Riset Aplikatif dan Keilmuan Badan
Eksekutif Mahasiswa Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada pada tahun 2020 merupakan
essay karangan saya yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya di media manapun ataupun
diikutsertakan dalam perlombaan sejenis, serta tidak mengandung plagiarisme dan SARA di
dalamnya.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan dari pihak
manapun. Atas pernyataan ini, jika terdapat pelanggaran pada karya essay yang saya buat, maka
saya bersedia didiskualifikasi ataupun dibatalkan dari status juara.

Jakarta, 22 Oktober 2020


Yang menyatakan,

(Muhammad Adriand Rizky F.)


DAFTAR PUSTAKA

Andre Fachrun Ramadhan, Megawati Simanjuntak, “Perilaku Pembelian Hedonis Generasi Z : Promosi,
Pemasaran, Kelompok Acuan, dan Konsep Diri”, Jurnal IKK, Vol. 11 No.3, diakses pada laman
https://journal.ipb.ac.id/index.php/jikk/article/view/21731.

Anonim, “Financial Technology”. bi.go.id, diakses pada laman bi.go.id/id/edukasi-perlindungan-


konsumen/edukasi/produk-dan-jasa-sp/fintech/Pages/default.aspx.
Anonim, “GEN Z : KONSUMEN POTENSIAL MASA DEPAN”, nielsen.com, diakses pada laman
https://www.nielsen.com/id/en/press-releases/2016/gen-z-konsumen-potensial-masa-depan/
Hutabarat Febrina, “Pengaruh Literasi Keuangan dan Financial Technology terhadap Inklusi Keuangan
pada Masyarakat Jabodetabek”, SKRIPSI S1, diakses pada laman
https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/95669.

Hoedi Prasetyo, Wahyudi Sutopo, “INDUSTRI 4.0 : TELAAH KLASIFIKASI ASPEK DAN ARAH
PERKEMBANGAN RISET”, Jurnal Teknik Industri, Vol. 13 No. 1, Januari 2018, diakses pada
laman https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jgti/article/view/18369.

Muhammad Wildan, “Pengaruh Persepsi Kemudahan Penggunaan, Efektivitas dan Risiko terhadap Minat
Bertransaksi Menggunakan Financial Technology”, SKRIPSI S1, diakses pada laman
http://eprints.walisongo.ac.id/9646/.

Muliaman D. Hadad, Financial Technology (Fintech) di Indonesia, Materi Kuliah Umum Tentang Fintech-IBS,
Jakarta, 2017, diakses pada laman https://www.scribd.com/presentation/386680180/Mdh-Fintech-Ibs-June-
2017.

Anda mungkin juga menyukai