Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KOMITE NASIONAL EKONOMI DAN KEUANGAN SYARIAH (KNEKS)

Disusun Untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Ekonomi Islam

DOSEN PENGAMPU
Dedy Irwansyah

DISUSUN OLEH :
Dani Rizqi Permata 0311518326
Putri Ima Mena Sari 0311518361
Syifa Alma Suci Ardiva 0311518385

MJ18Q
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AL – AZHAR INDONESIA
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................. 2

BAB I........................................................................................................................ 3

PENDAHULUAN ..................................................................................................... 3

BAB II ...................................................................................................................... 4

PEMBAHASAN ....................................................................................................... 4

A. Sejarah KNEKS .......................................................................................... 4

B. Tujuan KNEKS ........................................................................................... 4

C. Fungsi KNEKS ........................................................................................... 4

D. Isu Utama Ekonomi & Keuangan Syariah ................................................... 5

1. Pengembangan Produk Industri Halal ...................................................... 5

2. Pengembangan Industri Keuangan Syariah ............................................ 10

3. Pengembangan Dana Sosial Syariah ...................................................... 16

4. Pengembangan & Perluasan Kegiatan Usaha Syariah ............................. 20

E. Strategi Penguatan Ekonomi & Keuangan Syariah .................................... 23

F. Instansi Terkait ............................................................................................. 24

BAB III ................................................................................................................... 25

KESIMPULAN ....................................................................................................... 25
BAB I
PENDAHULUAN

Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) merupakan perubahan


dari KNKS untuk peningkatan pembangunan ekosistem ekonomi dan keuangan
syariah serta menjadikan Indonesia sebagai Pusat Halal Dunia.
Pencanangan titik awal untuk memposisikan Indonesia sebagai salah satu pelaku
utama dan hub ekonomi syariah dunia dilakukan seiring dengan peluncuran
Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia pada bulan Mei 2019
KNEKS memiliki misi sebagai berikut :
1. "Menyatukan langkah, Memajukan Negeri" dengan mempercepat, memperluas
dan memajukan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah dalam rangka
memperkuat ketahanan ekonomi nasional
2. "Membangun Kemandirian Ekonomi" dengan mendorong terbentuknya ekosistem
industri halal yang mampu memenuhi kebutuhan pasar nasional dan internasional.
3. "Mencapai Kesejahteraan dan Maqashid Syariah" dengan mengembangkan
ekonomi dan keuangan syariah yang kuat, sehat dan berkelanjutan serta sesuai
maqashid syariah
4. "Pengelolaan Sumber Daya dan Potensi Bangsa" membuka kesempatan dan
partisipasi aktif pelaku UMKM dalam mengembangkan ekonomi syariah dan
industri halal
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah KNEKS
Dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi nasional dan mendorong
percepatan pengembangan sektor keuangan syariah, pemerintah secara khusus
mendirikan KNKS pada tanggal 8 November 2016 agar dapat meningkatkan
efektifitas, efisiensi pelaksanaan rencana pembangunan nasional bidang keuangan
dan ekonomi Syariah. Selanjutnya sejak diundangkan tanggal 10 Februari 2020,
pemerintah melakukan perubahan Komite Nasional Keuangan Syariah menjadi
Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah yang bertujuan meningkatkan
pembangunan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah guna mendukung
pembangunan ekonomi nasional. Landasan Hukum KNEKS adalah Peraturan
Presiden RI No. 28 tahun 2020
B. Tujuan KNEKS
KNEKS bertugas mempercepat, memperluas dan memajukan pengembangan
ekonomi dan keuangan syariah dalam rangka mendukung ketahanan ekonomi
nasional
C. Fungsi KNEKS
1. Pemberian rekomendasi arah kebijakan dan program strategis pembangunan
nasional di sektor ekonomi dan keuangan syariah.
2. Pelaksanaan koordinasi, sinkronisasi, sinergisitas penyusunan dan pelaksanaan
rencana araha kebijakan dan program strategis pada sektor ekonomi dan
keuangan syariah.
3. Perumusan dan pemberian rekomendasi atas penyelesaian masalah di sektor
ekonomi dan keuangan syariah.
4. Pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan arah kebijakan dan program
strategis di sektor ekonomi dan keuangan syariah.
D. Isu Utama Ekonomi & Keuangan Syariah
Indonesia merupakan negara dengan mayoritas muslim terbesar dan jumlah
institusi keuangan syariah terbanyak di dunia. KNKS hadir sebagai katalisator
dalam upaya mempercepat, memperluas dan memajukan pengembangan ekonomi
dan keuangan syariah dalam rangka memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
Dalam hal ini, KNEKS berencana melakukan :
1. Pengembangan Produk Industri Halal
a. KNKS Berkomitmen untuk Dukung Kawasan Industri Halal di Indonesia
Pengembangan kawasan industri halal yang akan dilakukan oleh
Kementerian Perindustrian merupakan respon atas lahirnya
Undang-Undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal di
Indonesia. Kawasan Industri Halal merupakan seluruh atau sebagian
kawasan industri yang dibentuk dengan tujuan untuk menghasilkan
produk-produk halal sesuai dengan sistem jaminan produk halal.
Kementerian Perindustrian menetapkan target empat wilayah prioritas
untuk pengembangan kawasan industri halal, yaitu Batamindo Industrial
Estate, Bintan Industrial Park, Jakarta Industrial Estate Pulogadung, dan
Modern Cikande Industrial Estate.
Hingga saat ini, Kementerian Perindustrian mengusungkan empat kriteria
yang perlu dipenuhi dalam membangun suatu Kawasan industri antara
lain;
1) Manajemen kawasan industri halal,
2) Laboratorium pengujian halal
3) Sistem pengelolaan air bersih halal,
4) Auditor untuk Lembaga Penjamin Halal,
5) Pembatas Kawasan industri halal .
Mengacu pada Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024,
penguatan rantai nilai halal merupakan bagian dari strategi utama dalam
mewujudkan Indonesia yang Mandiri, Makmur, dan Madani dengan
menjadi Pusat Ekonomi Syariah Terkemuka Dunia . Komite Nasional
Keuangan Syariah sebagai mediator dan katalisator dari seluruh kegiatan
ekonomi syariah berkomitmen untuk mendukung realisasi penguatan
rantai nilai halal melalui inisiatif-inisatif strategis, salah satunya dalam hal
pengembangan kawasan industri halal. KNKS melalui Direktorat
Pengembangan Ekonomi Syariah dan Industri Halal, memiliki inisiatif
program yaitu strategi nasional pengembangan industri halal yang
bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai pemain utama regional dan
global halal hub dalam hal perdagangan maupun produksi. Inisiatif
program ini merupakan upaya pemetaan klaster industri halal melalui
kajian dan analisis yang mencakup tinjauan aspek ekonomi dan preferensi
konsumen. Diharapkan, keluaran dari program ini ialah strategi baik
berupa rekomendasi kebijakan maupun insentif yang dapat menarik para
pelaku industri dan investor untuk berpartisipasi dan berinvestasi dalam
mengembangkan kawasan industri halal. Tidak hanya itu, melalui survei
preferensi konsumen, akan lahirnya strategi yang dapat mendorong
pertumbuhan permintaan lokal terhadap produk halal dalam negeri.
Berkaitan dengan upaya pengembangan Kawasan Industri Halal,
Ketersediaan fasilitas pendukung diperlukan untuk mempermudah pelaku
industri selama proses produksi produk halalnya. Fasilitas tersebut bisa
dalam bentuk kemudahan koordinasi dan perizinan dengan menggunakan
integrasi sistem Online Single Submisson, percepatan dan kemudahan
proses sertifikasi halal, akses langsung ke pelabuhan, dan sebagainya.
Selain itu, untuk investor dan pelaku industri, pemerintah dapat
memberikan insentif pajak untuk mendorong pertumbuhan industri halal
dalam kawasan tersebut serta menarik partisipasi para pelaku industri di
dalam kawasan ini.
Strategi-strategi diatas dapat membantu percepatan pembangunan kawasan
industri halal Indonesia. Dengan adanya kawasan ini, diharapkan dapat
berkontribusi bagi peningkatan pertumbuhan PDB Indonesia, serta
membuat Indonesia bisa menjadi role model Industri halal di dunia.
b. KNKS Mendorong Hadirnya Halal Marketplace
Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) mendorong hadirnya Halal
Marketplace untuk memudahkan masyarakat berbelanja produk halal
terutama secara online. Dengan maraknya perkembangan industri
e-commerce di Indonesia diperlukan sebuah sistem penanda halal pada
produk-produk yang dijual pada marketplace yang sudah ada saat ini
maupun pada marketplace baru yang mengkhususkan diri pada produk
halal.
Untuk mewujudkan hal tersebut, beberapa agenda dan kegiatan telah
dilaksanakan. Antara lain, Focus Group Discussion dan In-depth Interview
telah dilaksanakan pada 14 Maret 2019 dengan beberapa pelaku industri
e-commerce seperti Bukalapak, Tokopedia, Shopee; serta lembaga negara
dan pemerintah seperti Bank Indonesia dan BPJPH (Badan Pelaksana
Jaminan Produk Halal), dan lembaga pendukung seperti DSN-MUI
(Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia), LPPOM MUI
(Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama
Indonesia), organisasi profesi seperti GAPMMI (Gabungan Pengusaha
Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia), dan YLKI (Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia).
Dalam pelaksanaanya, KNKS dan Lembaga-Lembaga Pemeriksa Halal
(LPH) berencana untuk melakukan sharing data sertifikasi halal untuk
dapat dimanfaatkan oleh industri-industri terkait. KNKS juga tengah
mengusulkan alternatif proses labelisasi halal yang lebih mudah bagi
pelaku UMKM. Pada tahap terdekat, KNKS dan Bukalapak akan
menandatangani kesepakatan untuk memperkuat kerjasama dalam
pengembangan konsep halal marketplace. Diharapkan Bukalapak akan
menjadi pelopor di industri e-commerce dalam membumikan konsep halal
marketplace.
c. Sosialisasi industri halal
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menerima kunjungan
Manajemen Eksekutif Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS).
Pertemuan berlangsung di Kantor Kemenag Jalan Lapangan Banteng Barat
No 3-4 Jakarta Pusat, Jumat (08/03). Jajaran Manajemen Eksekutif KNKS
yang hadir dipimpin Direktur Eksekutif KNKS, Ventje Rahardjo Soedigno.
Pertemuan Manajemen Eksekutif KNKS bersama Menag membahas tugas
dan misi yang diemban pasca dilantik pada 3 Januari 2019.
Menag Lukman Hakim dalam kesempatan tersebut mengatakan Presiden
dan Wakil Presiden sangat konsen dengan KNKS, yaitu bagaimana agar
potensi ekonomi syariah yang begitu besar ini bisa mewujud.
"Apalagi Indonesia adalah negara dengan umat muslim terbesar di dunia.
Mungkin perlu sosialisasi secara masif dari manajemen Eksekutif KNKS
terkait apa itu keuangan dan ekonomi syariah," harap Menag
"Informasi ini tidak hanya buat umat muslim saja namun juga bagi saudara
kita yang lain. Mereka juga perlu sosialisasi dan ini perlu digencarkan,"
sambungnya.
Menag juga berharap manajemen Eksekutif KNKS memiliki database peta
penyaluran zakat. "Saya tertarik dengan zakat. Kita punya Unit Pengelola
Zakat (UPZ) yang begitu banyak selain Baznas. Ada baiknya KNKS
punya peta penyaluran zakat. Ini kaitannya dengan skala prioritas agar
tidak ada tumpang tindih, sehingga KNKS ada arahan kepada Baznas,"
kata Menag.
Menurut Menag manajemen Zakat adalah dengan membangun
kepercayaan dan transparansi."Kalau KNKS masuk ke sana maka
semangat orang berzakat akan bergairah tentunya untuk kemaslahatan
bersama, " tutur Menag. Sementara itu Direktur Eksekutif KNKS, Ventje
Rahardjo Soedigno menyatakan usai dilantik pada 3 Januari 2019
pihaknya langsung mengemban tugas mengawal arsitektur keuangan
syariah, ekonomi syariah, zakat dan industri halal.
Turut mendampingi Menag, Direktur Zakat dan Wakaf Fuad Nazar,
Direktur Kurais, Kabag TU Pimpinan Khoirul Huda Basyir dan Staf
Khusus Menag, Hadi Rahman. Pemerintah melantik lima direktur Komite
Nasional Keuangan Syariah atau KNKS sebagai Manajemen Eksekutif
KNKS pada Kamis (3/1/2019). Manajemen Eksekutif KNKS akan
melaksanakan tugas-tugas harian yang sebelumnya dilakukan oleh Dewan
Pengarah KNKS.
Berikut jajaran Direksi Manajemen eksekutif KNKS: 1.Ventje Rahardjo
Soedigno sebagai Direktur Eksekutif, 2.Taufiq Hidayat sebagai Direktur
Bidang Hukum dan Standar Pengelolaan Keuangan Syariah, 3. Ronald
Rulindo sebagai Direktur Bidang Inovasi Produk, Pendalaman Pasar, dan
Pengembangan Infrastruktur Sistem Keuangan Syariah, 4. Ahmad Juwaini
sebagai Direktur Bidang Keuangan Inklusif, Dana Sosial Keagamaan, dan
Keuangan Mikro Syariah serta 5. Afdhal Aliasar sebagai Direktur Bidang
Promosi dan hubungan Eksternal.
Pelantikan Manajemen Eksekutif KNKS diharapkan dapat menjadikan
Indonesia sebagai global hub dari global islamic finance. Artinya, seluruh
stakeholder harus berbenah diri untuk mensejajarkan diri agar menjadi
global hub dari global islamic finance.
d. Kebutuhan Digital Payment Syariah Sangat Mendesak
Perkembangan digital payment di Indonesia sangat cepat, baik yang
diselenggarakan oleh perbankan maupun oleh perusahaan start up.
Menurut laporan Fintech 2018 DailySocial Bersama dengan OJK, Go-Pay
dan OVO merupakan layanan e-payment dengan pengguna terbesar di
Indonesia. Hasil survei tersebut menyebutkan 79,4% dari 1.419 responden
menggunakan Go-Pay, sementara, 58,4% dari total responden
menggunakan OVO. Adapun jumlah total transaksi Go-Pay di tahun 2018
mencapai Rp 87 Triliun. Sementara OVO mengaku mengalami kenaikan
total jumlah pengguna 400% dan kenaikan total transaksi sebesar 75 kali
lipat atau sekitar satu miliar transaksi.
Keberadaan digital payment menjadi daya tarik bagi masyarakat oleh
karena kemudahan dan kenyamanan yang dihadirkannya. Dalam dunia
perbankan, daya tarik digital payment dapat mendatangkan keuntungan
dengan menjadi nasabah bank tersebut. Fasilitas ini menyediakan dana
murah bagi perbankan sehingga secara tidak langsung mendorong laba
bagi bank tersebut. Sayangnya, fasilitas ini belum dimiliki oleh perbankan
syariah di Indonesia. Keberadaan digital payment syariah dapat menjadi
solusi untuk menurunkan cost of fund perbankan syariah sehingga KNKS
memandang industri perbankan syariah di Indonesia memerlukan dan
harus menyediakan jasa ini untuk para nasabahnya. Selain itu, digital
payment berbasis syariah tentunya juga dibutuhkan untuk mengakomodir
kebutuhan masyarakat muslim yang berjumlah 85% dari total populasi di
Indonesia.
Untuk mewujudkan digital payment syariah ini, KNKS pada 18 dan 29
Maret 2019 telah melaksanakan beberapa kegiatan diskusi dengan
stakeholder seperti Bank Mandiri Syariah, BNI Syariah, BRI Syariah, serta
BTN Syariah. Audiensi dengan PT Finarya selaku pelaksana satu-satunya
digital payment milik BUMN yaitu LinkAja juga dilakukan pada 22 Maret
2019. Ke depannya, KNKS, Bank Syariah, serta LinkAja diharapkan dapat
berkerjasama untuk menghadirkan aplikasi digital payment berbasis
syariah yang didukung oleh Bank-Bank Syariah sebagai Bank
Kustodian-nya. Kerjasama ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan
keuangan syariah dimasa yang akan dating dan mendukung
berkembangnya halal lifestyle di masyarakat Indonesia dalam bidang
financial.

2. Pengembangan Industri Keuangan Syariah


a. SRIA: Variasi Baru Produk Keuangan Syariah
KNKS bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mendorong
perbankan syariah di Indonesia untuk mengembangkan produk investasi
dengan akad mudharabah muqayyadah. Akad ini dinilai dapat memberikan
keunikan pada produk perbankan syariah dibandingkan dengan produk
perbankan konvensional. Dengan akad ini, investor dapat memilih proyek
atau aset produktif yang ingin dibiayai secara langsung sesuai dengan
kriteria yang ditentukan masing-masing investor.
Kriteria ini mencakup di antaranya preferensi tingkat risiko dan imbal hasil
yang diinginkan oleh investor, karena risiko dari penyaluran pembiayaan
ini akan ditanggung oleh investor. Selama ini, bank syariah mengalami
keterbatasan untuk masuk ke proyek-proyek besar pemerintah karena
minimnya modal untuk menanggung risiko dari pembiayaan dengan
nominal besar. Dengan ditanggungnya risiko oleh investor, bank syariah
dapat memiliki keleluasaan lebih untuk menyalurkan pembiayaan dan
memperbesar asetnya.
Pada tahun 2018, OJK telah melakukan kajian terkait inovasi produk
investasi ini yang dikenal sebagai Sharia Restricted Intermediary Account
(SRIA). Tahun ini, KNKS menyusun concept note pengembangan produk
SRIA dan melakukan diskusi serta koordinasi dengan stakeholder untuk
mengupayakan realisasi pilot project implementasi produk SRIA oleh bank
syariah.
KNKS bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mendorong
perbankan syariah di Indonesia untuk mengembangkan produk investasi
dengan akad mudharabah muqayyadah. Akad ini dinilai dapat memberikan
keunikan pada produk perbankan syariah dibandingkan dengan produk
perbankan konvensional. Dengan akad ini, investor dapat memilih proyek
atau aset produktif yang ingin dibiayai secara langsung sesuai dengan
kriteria yang ditentukan masing-masing investor.
Kriteria ini mencakup di antaranya preferensi tingkat risiko dan imbal hasil
yang diinginkan oleh investor, karena risiko dari penyaluran pembiayaan
ini akan ditanggung oleh investor. Selama ini, bank syariah mengalami
keterbatasan untuk masuk ke proyek-proyek besar pemerintah karena
minimnya modal untuk menanggung risiko dari pembiayaan dengan
nominal besar. Dengan ditanggungnya risiko oleh investor, bank syariah
dapat memiliki keleluasaan lebih untuk menyalurkan pembiayaan dan
memperbesar asetnya.
Pada tahun 2018, OJK telah melakukan kajian terkait inovasi produk
investasi ini yang dikenal sebagai Sharia Restricted Intermediary Account
(SRIA). Tahun ini, KNKS menyusun concept note pengembangan produk
SRIA dan melakukan diskusi serta koordinasi dengan stakeholder untuk
mengupayakan realisasi pilot project implementasi produk SRIA oleh bank
syariah.
Sejauh ini, KNKS telah mengadakan Focus Group Discussion dengan OJK,
Bank Indonesia (BI), Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian
Keuangan, Bursa Efek Indonesia (BEI), Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI), Dewan Standar Akuntansi Syariah Ikatan
Akuntansi Indonesia (DSAS IAI), Asosiasi Bank Syariah Indonesia
(ASBISINDO), Asosiasi Manajer Investasi Indonesia (AMII), dan Badan
Ekonomi Kreatif (Bekraf).
Umumnya, stakeholder memberi tanggapan cukup baik seperti yang
diungkapkan oleh perwakilan ASBISINDO bahwa SRIA merupakan
produk yang dibutuhkan oleh perbankan Syariah. SRIA dapat menjadi
salah satu solusi kurangnya keunikan produk perbankan Syariah
dibandingkan konvensional. Hal senada disampaikan pula oleh perwakilan
Direktorat Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah (DPPS) OJK.
Menurut perhitungan yang telah dilakukan oleh salah satu bank syariah,
fitur-fitur SRIA memungkinkan bank untuk berhemat sekitar 0,8% sampai
1% dalam penghimpunan dan penyaluran dananya.
Atas dana investasi SRIA, bank tidak perlu membayarkan premi Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) karena tidak ada capital guarantee pada produk
investasi. Bank juga hanya perlu membentuk cadangan kerugian dan
menghitung bobot risiko Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) atas
aset yang dibiayai dana SRIA sebesar 1%.
Terkait dengan penerapannya, KNKS dan beberapa stakeholder akan
menyelesaikan ketentuan prudensial yang perlu disesuaikan untuk
menerapkan SRIA. Ketentuan ini di antaranya seperti ketentuan mengenai
penghitungan Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD), Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), non performing financing (NPF),
Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan ketentuan lainnya.
Diharapkan tarif pajak atas imbal hasil investasi SRIA juga bisa
diperlakukan sama dengan tarif pajak atas imbal hasil produk investasi
lainnya yang lebih rendah daripada tarif pajak atas imbal hasil produk
perbankan.
Ke depan, selain membiayai aset produktif bank syariah, SRIA juga
diharapkan dapat menghubungkan antara produk investasi di perbankan
syariah dengan pasar modal syariah dimana efek-efek syariah dapat
menjadi underlying asset yang dibiayai melalui SRIA. Hal ini sesuai
dengan rekomendasi dari Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah
Indonesia (MAKSI) untuk menyusun produk baru pada perbankan syariah
yang dapat menjadi instrumen penempatan dana yang secara khusus akan
disalurkan pada sukuk yang diterbitkan pemerintah untuk membiayai
proyek-proyek infrastruktur, pendidikan, dan pertanian tertentu dengan
profit tinggi dan berdampak besar pada perekonomian.
b. Penguatan Bank Syariah Harus Menjadi Prioritas
Tantangan utama industri perbankan syariah di Indonesia adalah market
share yang cenderung stagnan pada angka 5% dan pertumbuhan yang
lambat sejak tahun 2012. Kenaikan market share perbankan syariah secara
signifikan terjadi saat konversi BPD Aceh tahun 2016, sehingga mampu
menembus angka psikologis 5,05%. Selanjutnya konversi BPD NTB pada
tahun 2018 turut mendorong peningkatan market share menjadi 5,78%.
Berawal dari kondisi tersebut, KNKS tengah menyusun kajian penguatan
bank syariah dengan fokus memperbesar aset industri perbankan syariah
sehingga mampu mencapai economic of scale yang memedai untuk
bersaing dengan industri perbankan konvensional. Untuk mencapai tujuan
ini, berbagai alternatif srategi dan usulan intervensi telah dikaji, tidak
hanya fokus pada harapan terhadap keterlibatan pemerintah dalam
pengembangan perbankan syariah tetapi juga fokus pada efisiensi dan
penciptaan produk dan jasa baru yang mampu memenuhi kebutuhan pasar
dan saat bersamaan sejalan dan tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Hasil kajian atas berbagai masukan tersebut akan diturunkan menjadi
action plan per tahun yang akan dijalankan bersama-sama oleh bank
syariah dan oleh stakeholders termasuk KNKS sendiri sebagai koordinator.
Diharapkan hal ini akan sukses membantu mewujudkan perbankan syariah
yang kuat, besar, dan mampu memenuhi hak masyarakat Indonesia akan
produk dan jasa keuangan syariah.
c. KNKS Menjajaki Pendirian Bank Investasi Syariah
Pemerintah saat ini tengah mengupayakan ketersediaan infrastruktur
Indonesia dalam rangka meningkatkan konektivitas dan menopang
aktivitas ekonomi. Walaupun telah menunjukkan perbaikan, kondisi
infrastruktur Indonesia masih belum sebaik negara-negara maju. Padahal,
pembangunan infrastruktur diharapkan dapat memberikan dampak yang
signifikan terhadap pertumbuhan perekonomian daerah dan pemerataan
kesejahteraan.
Pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk kebutuhan pendanaan
pembangunan infrastruktur. Akan tetapi, masih dibutuhkan sumber dana
lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Sebagai gambaran, Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019
memperkirakan kebutuhan pendanaan pembangunan infrastruktur selama
periode 2015-2019 mencapai Rp5.519,4 triliun. Anggaran dari pemerintah
pusat dan pemerintah daerah hanya dapat menutup 50,02% kebutuhan
dana tersebut. Oleh karena itu, untuk memenuhi kesenjangan pendanaan,
pemerintah mendorong peran BUMN dan swasta untuk ikut terlibat baik
secara penuh maupun melalui kerja sama dengan pemerintah.
Kebutuhan pendanaan untuk infrastruktur menjadi peluang bagi industri
keuangan syariah untuk dapat berkembang dan berkontribusi terhadap
pembangunan nasional. Untuk itu, sejalan dengan rekomendasi Masterplan
Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia (MAKSI), KNKS tengah
menjajaki kemungkinan pendirian bank investasi syariah di Indonesia.
Keberadaan bank investasi syariah ini menjadi penting karena hingga saat
ini belum ada lembaga keuangan komersial khusus yang fokus
mengembangkan pasar modal syariah dan memfasilitasi kebutuhan
pendanaan untuk pembangunan infrastruktur yang berasal dari keuangan
syariah baik di dalam dan di luar negeri.
Hingga saat ini, KNKS telah bertemu dan berdiskusi dengan berbagai
stakeholders baik perusahaan efek, perbankan syariah, maupun regulator
untuk membahas hal tersebut. Secara umum, model bank investasi syariah
ini dapat berupa:
1) Unit Usaha Syariah pada perusahaan efek yang sudah ada
2) Anak usaha (subsidiary) syariah pada perusahaan efek yang sudah ada
3) Direktorat investasi pada bank syariah yang sudah ada
4) Anak usaha (subsidiary) perusahaan efek pada bank syariah yang
sudah ada
5) Bank syariah baru yang fokus pada fungsi investasi dan digitalisasi
Untuk mendirikan bank investasi syariah, hal-hal yang perlu disiapkan
antara lain SDM yang dibekali keahlian pasar modal syariah, infrastruktur
teknologi informasi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi-fungsi
bank investasi, proyek-proyek yang sesuai untuk dijadikan underlying
asset produk investasi syariah, dan insentif serta dorongan dari pemerintah
kepada emiten untuk menerbitkan instrumen pembiayaan syariah. Selain
itu, literasi investasi syariah juga perlu terus ditingkatkan agar basis
investor dapat diperluas. Apabila kondisi-kondisi tersebut dapat dipenuhi,
diharapkan akan terwujud bank investasi syariah yang dapat meningkatkan
kontribusi sektor keuangan syariah terhadap pembangunan nasional.
d. Tantangan Aspel Legal Keuangan Syariah
Indonesia memiliki lebih banyak peraturan yang terkait dengan keuangan
syariah dibandingkan negara-negara lain. Peraturan-peraturan ini tersebar
dan terbagi di antara banyak regulator. Segmen industri keuangan syariah
yang terdiri dari institusi formal dan informal merupakan tantangan
tersendiri dalam membuat peraturan keuangan syariah yang komprehensif.
Struktur pasar keuangan syariah Indonesia yang terdiri dari beberapa
lapisan juga menjadikan segmen yang tumpang tindih dan saling
bergantung, sehingga berdampak pada inefektifitas dan inefisiensi hukum
ekonomi syariah Indonesia. Hal ini berpangaruh signifikan pada peraturan
turunan yang dipakai oleh lembaga-lembaga pemangku kepentingan
terkait dan berimplikasi pada teknis implementasi industri keuangan
syariah itu sendiri.
Munculnya sengketa-sengketa hukum yang ditangani oleh Pengadilan
Agama Indonesia menunjukkan besarnya tantangan dalam
mengembangkan instrumen-instrumen keuangan syariah di Indonesia yang
mencakup industri perbankan maupun non perbankan. Seiring
berkembangnya inovasi-inovasi produk keuangan di Indonesia serta
pengembangan pada sektor ril maka dibutuhkan payung-payung hukum
yang dapat mendukung dan mendorong Indonesia untuk menjadi pemain
utama pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.
Dengan demikian diperlukan konsolidasi dan harmonisasi pada
peraturan-peraturan terkait keuangan syariah, serta meningkatkan
kerangka peraturan umum ataupun kebijakan khusus dan standar
pengelolaan keuangan syariah untuk mendukung pengembangan ekonomi
dan keuangan syariah di
Sebelumnya pemerintah melantik lima direktur Komite Nasional
Keuangan Syariah atau KNKS sebagai Manajemen Eksekutif KNKS pada
Kamis (3/1/2018). Manajemen Eksekutif KNKS akan melaksanakan
tugas-tugas harian yang sebelumnya dilakukan oleh Dewan Pengarah
KNKS.
Berikut jajaran Direksi Manajemen eksekutif KNKS:
1) Ventje Rahardjo Soedigno sebagai Direktur Eksekutif,
2) Taufiq Hidayat sebagai Direktur Bidang Hukum dan Standar
Pengelolaan Keuangan Syariah,
3) Ronald Rulindo sebagai Direktur Bidang Inovasi Produk, Pendalaman
Pasar, dan Pengembangan Infrastruktur Sistem Keuangan Syariah,
4) Ahmad Juwaini sebagai Direktur Bidang Keuangan Inklusif, Dana
Sosial Keagamaan, dan Keuangan Mikro Syariah serta
5) Afdhal Aliasar sebagai Direktur Bidang Promosi dan hubungan
Eksternal. Pelantikan Manajemen Eksekutif KNKS diharapkan dapat
menjadikan Indonesia sebagai global hub dari global Islamic finance.

3. Pengembangan Dana Sosial Syariah


a. Penyusunan Roadmap Pengembangan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) di
Indonesia dan Pengembangan Ekonomi Masjid
Indonesia hingga saat ini telah menjadi salah satu negara yang memiliki
perkembangan penerapan ekonomi syariah yang baik. Hal ini tentu saja
didorong oleh faktor populasi Muslim yang mayoritas di Indonesia dan
menjadi yang terbesar di dunia. Dua aspek yang berkontribusi penting
akan tumbuh dan berkembangnya ekonomi syariah di Indonesia adalah
pada sektor sosial dan keuangan mikronya.
World Giving Index menyebutkan bahwa Indonesia menjadi salah satu
negara yang paling dermawan dalam menyumbangkan donasi berbentuk
tunai, bahkan praktik pengelolaan dana sosial Islam melalui lembaga
filantropi Islam dan masjid-masjid sudah sangat menyebar dan menjadi
bagian penting dari pembangunan dan penciptaan kesejahateraan di
Indonesia. Pada sisi lainnya, sektor keuangan mikro syariah juga terus
tumbuh melalui koperasi-koperasi dan lembaga pembiayaan mikro syariah,
khususnya BMT, lembaga keuangan mikro syariah yang murni lahir
dengan kekhasan Indonesia yang memiliki dua fungsi, yaitu fungsi amil
(Baitul Maal) dan fungsi pembiayaan (Baitut Tamwil). Akan tetapi, meski
perkembangan dan praktik BMT sudah sangat meluas di Indonesia,
ditandai dengan sudah berdirinya sekitar 4.500 unit BMT di seluruh
Indonesia (PBMT, 2018), masih banyak masalah dan tantangan yang
dihadapi oleh sektor ini, khususnya terkait sustainability lembaga,
sehingga kebermanfaatannya dalam mengentaskan kemiskinan dan
memandirikan ekonomi masyarakat menjadi tidak optimal.
Didasari oleh latar belakang tersebut, Komite Nasional Keuangan Syariah
(KNKS) saat ini sedang bekerja untuk secara komprehensif memetakan
seluruh permasalahan dan tantangan yang dihadapi BMT, mengkaji ulang
praktiknya di lapangan, untuk kemudian menyusun strategi yang tepat
dalam mengembangkan sektor keuangan mikro syariah melalui peran
BMT agar terjadi perbaikan dan menjadi lebih kuat. Berbagai proses
tersebut nantinya akan disusun menjadi sebuah dokumen Roadmap
Pengembangan BMT di Indonesia. Direncanakan roadmap ini akan
menjadi acuan KNKS bersama dengan seluruh stakeholder ekonomi
syariah dalam mengembangkan keuangan mikro syariah sebagai bagian
dari upaya peningkatan inklusifitas keuangan syariah yang berujung pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
b. Sharing Platform Keuangan Mikro Syariah Berbasis Baitul Maal Wat
Tamwil (BMT)
Sektor keuangan mikro syariah dapat dibilang menjadi aspek penting dan
unggul dari perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. BMT sebagai
bentuk lembaga keuangan mikro syariah yang terlahir murni dari
masyarakat Indonesia, telah menjadi primadona ekonomi syariah nasional
yang kini juga telah dikenal di dunia.
Progresifnya perkembangan BMT di Indonesia tidak terlepas dari besarnya
porsi masyarakat kelas menengah dan bawah di Indonesia. Dari total
sekitar 265 juta penduduk, 40% merupakan masyarakat kelas menengah
dan 20% digolongkan sebagai kelas bawah, ditambah sebanyak kurang
lebih 25,67 juta jiwa dikategorikan sebagai penduduk miskin atau 9,66%
jumlah penduduk. Berdasarkan angka tersebut maka diperlukan
pengembangan ekonomi umat yang sesuai untuk mayoritas masyarakat,
yaitu melalui KUMKM dan optimalisasi dana sosial Islam. Inilah yang
menjadikan keberadaan BMT relevan dan sangat diterima oleh masyarakat
Indonesia.
Pertumbuhan jumlah BMT saat ini bisa dibilang cukup pesat, dimana saat
ini sudah berdiri sekitar 4.500 unit, meskipun angka tersebut masih
diragukan faktanya di lapangan. Pertumbuhan dan persebaran BMT yang
luas tidak diimbangi dengan pendataan yang baik. Hal ini berawal dari
belum jelasnya pengaturan BMT di Indonesia, dimana regulasi dan
pengawasannya masih tumpang tindih antara antar regulator terkait. Lebih
jauh terkait hal tersebut, tidak ada kesesuaian data jumlah BMT yang ada
di seluruh Indonesia, baik yang aktif maupun yang sudah tidak aktif,
termasuk mengenai posisi keuangannya masing-masing. Selain itu, banyak
juga ditemukan BMT yang tidak dapat mempertahankan performa dan
eksistensinya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, Komite Nasional Keuangan Syariah
(KNKS) sedang berupaya mendorong pembenahan BMT agar menjadi
lebih profesional dan terkelola dengan baik. Langkah awal yang akan
dilakukan adalah dengan mengembangkan platform digital berupa core
system BMT. Strategi ini diambil oleh KNKS karena faktanya di lapangan
masih banyak BMT yang keuangan dan operasionalnya belum
menggunakan digital core system padahal dapat memudahkan dan
menjadikannya lebih efisien. Harapannya, dengan teraplikasinya sistem
tersebut di seluruh BMT di Indonesia, pendataan pun akan jauh lebih baik
dan terintegrasi satu sama lain.
Hingga saat ini, KNKS sedang beraudiensi dengan berbagai pemangku
kepentingan sektor keuangan mikro syariah khususnya BMT untuk
mematangkan dan merealisasikan rencana tersebut.
c. Upaya Membentuk Sharing Platform Zakat Nasional
Perkembangan zakat nasional mengalami perkembangan yang cukup baik.
Namun di sisi lainnya, masih banyak permasalahan yang perlu dibenahi
bersama. Salah satu masalah tersebut adalah belum adanya integrasi data
zakat nasional. Saat ini belum ada database zakat terpadu dan menyeluruh
yang mencakup statistik data muzakki, amil dan mustahik secara nasional.
Hal ini berdampak pada kurang akuratnya perhitungan data zakat nasional.
Selain masalah data zakat nasional, saat ini banyak amil yang masih
mengelola zakat dengan cara sederhana; melakukan transaksi secara
manual dan belum menggunakan teknologi yang memadai sehingga
menyebabkan rendahnya akuntabilitas, transparansi, dan profesionalisme
lembaga amil zakat.
Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) melalui divisi Dana Sosial
Keagamaan telah menyadari masalah tersebut. Pembentukan Sharing
Platform Zakat nasional dimasukan ke dalam program prioritas KNKS
tahun 2019. Beberapa upaya sudah dilakukan oleh KNKS. Pada bulan
Maret 2019, KNKS telah melakukan audiensi dan Focus Group Discussion
(FGD) dengan beberapa stakeholder zakat nasional seperti BAZNAS,
Forum Zakat, perwakilan Lembaga Amil Zakat Nasional, Kementerian
Agama, Bank Indonesia, hingga UNDP. KNKS sedang berupaya
me-mapping masalah dan potensi yang ada di lapangan. Ke depan, KNKS
akan merumuskan sebuah solusi sehingga bisa mewujudkan cita-cita kita
bersama memiliki integrasi data zakat nasional dan sekaligus dapat
meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pelaporan lembaga amil
zakat.
Konsep sharing platform zakat yang disusun dengan memenuhi standar
PSAK 109 dan Zakat Core Principles ini akan dihubungan dengan data
kependudukan dan pencatatan sipil (Dukcapil) dari Kementerian Dalam
Negeri (Kemendagri). Selain itu, platform zakat ini juga dihubungkan
dengan data kelompok masyarakat miskin secara nasional seperti Program
Keluarga Harapan (PKH) dari Kementerian Sosial. Dengan database
terintegrasi tersebut akan didapatkan data muzakki, data mustahik, data
pengelola zakat (BAZNAS dan LAZ), jumlah zakat terkumpul, jumlah
mustahik yang terbantu dengan zakat, jumlah mustahik yang sudah
berubah menjadi muzakki, dan masih banyak data-data lainnya yang
diperlukan.
Sharing platform zakat juga diharapkan dapat mencegah penumpukan
bantuan zakat pada seorang mustahik, dan menghindari menumpuknya
bantuan zakat di suatu daerah, sementara masih banyak mustahik atau
daerah lain yang sangat memerlukan. Dengan database zakat nasional,
proses panyelarasan program pembangunan secara nasional yang
dilakukan pemerintah dengan program pemanfataan zakat akan lebih
mudah dilakukan sehingga dapat mewujudkan pengurangan angka
kemiskinan dan tentu dapat meningkatkan kesejahteraan umat.
4. Pengembangan & Perluasan Kegiatan Usaha Syariah
a. KNKS Dorong Penyusunan Indikator Kemajuan Ekonomi Syariah
Indonesia
Menurut Laporan Thomson Reuters (2018), penduduk muslim dunia
menghabiskan 1,30 triliun USD pada tahun 2017 untuk makanan halal
serta Indonesia menjadi konsumen makanan halal terbesar di dunia dengan
menghabiskan 170 miliar USD.
Potensi ini menjadi kesempatan sekaligus tantangan yang besar bagi
Indonesia untuk meningkatkan investasi dan produk makanan tersertifikasi
halal. Tujuannya, agar Indonesia tidak lagi hanya menjadi konsumen
terbesar, namun dapat menjadi salah satu produsen makanan halal terbesar
di dunia.
Suatu kajian atau penelitian dibutuhkan untuk memberikan justifikasi
dalam pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan. Perkembangan
ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia tidak terlepas dari peran
pemerintah daerah. Penambahan indikator daerah yang sudah ada
sebelumnya dengan indikator penilaian kemajuan ekonomi syariah
merupakan salah satu cara untuk mempercepat pengembangan ekonomi
syariah daerah.
Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) mendorong penyusunan
indikator kemajuan ekonomi syariah untuk makanan dan minuman halal di
Indonesia. Langkah yang dilakukan oleh KNKS adalah dengan melakukan
Focus Group Discussion (FGD) untuk mengidentifikasi, mengevaluasi,
memverifikasi, dan menyusun dimensi, variable, dan elemen-elemen
berkaitan. Hal tersebut selanjutnya akan disepakati dan ditindaklanjuti
sebagai indikator detil untuk mengukur kemajuan ekonomi dan keuangan
syariah di tingkat daerah atau provinsi di Indonesia dalam sektor makanan
dan minuman halal.
Beberapa stakeholders yang mendukung kegiatan ini diantaranya Halal
Center LPPM IPB, LPPOM MUI, Indonesia Halal Watch, LPPM IPB,
BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal), GAPMMI
(Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia), ALI
(Asosiasi Logistik Indonesia), BPS Jawa Barat, Dinas Koperasi dan UKM
Jawa Barat, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jawa Barat, dan
Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Barat.
Direktur Pendidikan dan Riset Keuangan Syariah KNKS, Sutan Emir
Hidayat, mengharapkan hal ini dapat menjadi cikal bakal pengembangan
ekonomi syariah daerah di Indonesia. Melalui kesepakatan mengenai
dimensi pengukuran kinerja ekonomi syariah daerah, diharapkan setiap
daerah dapat mengembangkan ekonomi syariah sesuai dengan indikator
yang telah disepakati.
Kegiatan penyusunan indikator kemajuan ekonomi syariah juga tidak
hanya dilakukan untuk sektor makanan dan minuman halal saja, tetapi juga
nantinya akan berlanjut kepada sektor fashion muslim dan berbagai sektor
lain di industri halal.
b. One Data Center
Pada tanggal 26 Februari 2019 telah dilaksanakan Diskusi Awal
Pembentukkan Indonesian Network for Islamic Economic Studies (INIES)
di Hotel Le Meridien Jakarta. KNKS mengundang berbagai stakeholder
mulai dari regulator, praktisi, akademisi, dan asosiasi untuk
mengumpulkan gagasan mengenai pendirian INIES dan berdiskusi
mengenai riset, pendidikan, dan SDM ekonomi syariah. Dalam diskusi
tersebut, disepakati bahwa masalah dan tantangan utama dalam riset
ekonomi syariah adalah ketersediaan dan akses data. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut Direktorat Pendidikan dan Riset Keuangan Syariah
KNKS akan mendirikan One Data Center.
One Data Center akan menjadi platform pusat data ekonomi dan sosial
Indonesia yang dikompilasi dari berbagai macam institusi penyedia data
terkait. Hal ini kedepannya dapat memudahkan masyarakat untuk meneliti
khususnya mengenai ekonomi syariah. Sehingga publikasi ataupun karya
ilmiah ekonomi syariah Indonesia dapat meningkat dan akan semakin
mengembangkan ilmu pengetahuan ekonomi syariah Indonesia. Dampak
jangka panjang lainnya adalah eksposur mengenai perkembangan ekonomi
syariah Indonesia semakin meningkat terutama di kancah internasional,
sehingga hal tersebut dapat menarik banyak stakeholder asing untuk
berkolaborasi dengan Indonesia bahkan berinvestasi di Indonesia. Hal ini
tentu akan mendukung pengembangan ekonomi syariah dalam
meningkatkan perekonomian nasional.
KNKS sedang dalam proses pembuatan otomasi Management Information
System (MIS) untuk One Data Center. KNKS juga sedang
mengidentifikasi kebutuhan data di bidang ekonomi syariah. Selain itu
KNKS mulai menginisiasi hubungan dengan BPS sebagai pusat data
terbesar dan terlengkap di Indonesia. Selanjutnya KNKS akan membuka
kerja sama dengan institusi penyedia data lainnya seperti BI, OJK, Bursa
Efek Indonesia, Bursa Efek Jakarta, hingga World Bank. Harapannya One
Data Center KNKS akan menjadi pusat dan rujukan data bagi masyarakat
Indonesia dan dunia.
c. Standardisasi Kurikulum Pendidikan Ekonomi Syariah
Ekonomi syariah di Indonesia menunjukkan perkembangan yang positif
selama lebih dari 3 dekade. Dewasa ini, banyak perguruan tinggi negeri
maupun swasta yang membuka departemen atau program studi ekonomi
syariah dan terkait. Namun kurikulum ekonomi syariah dan terkait di
Indonesia masih belum terstandardisasi terutama antara perguruan tinggi
umum dengan perguruan tinggi berbasis keagamaan. Direktorat
Pendidikan dan Riset mempunyaai program untuk menjadi coordinator
dalam standardisasi kurikulum pembelajaran ekonomi syariah baik untuk
Vokasi (D3), S1, dan S2. KNKS akan berkoordinasi dengan DIKTI (di
bawah Kemenristek Dikti), DIKTIS (di bawah Kementerian Agama),
berbagai universitas dan stakeholder lainnya untuk merealisasikan
program ini.
E. Strategi Penguatan Ekonomi & Keuangan Syariah
1. Penguatan Ekonomi dan Keuangan Syariah
Memperkuat ekonomi dan keuangan syariah melalui inovasi produk,
pendalaman pasar dan pengembangan infrastruktur sistem keuangan sehingga
menjadi pendorong pertumbuhan industri halal.
2. Penguatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
Memperkuat pelaku UMKM industri halal dan mendorong pencapaian
pemerataan kesejahteraan dan kemandirian ekonomi bangsa melalui
penyediaan program edukasi dan literasi, penyediaan fasilitas pembiayaan
syariah terintegrasi, serta pembangunan database UMKM.
3. Penguatan Ekonomi Digital
Memperkuat pelaku industri halal dengan memanfaat dan mengoptimalkan
layanan digital baik pembiayaan, pemasaran dan kapasitas produksi melalui
penyediaan hala market place, pembentukan incubator start-up, dan sistem
informasi terintegrasi untuk traceability produk halal.
4. Penguatan Halal Value Chain
Memperkuat seluruh rantai nilai industri halal dari hulu ke hilir melalui
pembangunan halal hub di daerah, pengembangan standar halal, kampanye
gaya hidup halal, penyediaan insentif bagi pelaku usaha dan pembangunan
pusat halal internasional.
5. Penguatan Fatwa, Regulasi dan Tata Kelola
Memperkuat penyediaan iklim usaha Industri Keuangan Syariah Dan Industri
Halal dengan adanya kepastian hukum, proses yang mudah dan tata kelola
yang baik.
6. Penguatan Literasi SDM, Riset, dan Pengembangan (R&D)
Memperkuat kesadaran publik mengenai konsep ekonomi Syariah menuju
penyediaan SDM yang berkualitas dan berkompetensi tinggi untuk mampu
bersaing dan berinovasi melalui riset dan pengembangan.
F. Instansi Terkait
KNEKS beranggotakan 3 Menteri Koordinator, 7 Menteri, 3 Ketua lembaga
pemerintah, Ketua Umum MUI dan Ketua Umum KADIN, dengan Menteri
Keuangan merangkap sebagai Sekretaris.
berikut daftar instansi :
1. Kementrian Keuangan Republik Indonesia
2. Bank Indonesia
3. Lembaga Penjamin Simpanan
4. Kementrian PPN/Bappeans
5. Kementrian Kordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia
6. Lembaga Ikhlas Beramal
7. Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia
8. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
9. Kementrian Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia
10. Majelis Ulama Indonesia (MUI)
BAB III
KESIMPULAN

Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dibuat dengan


tujuan meningkatkan pembangunan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah guna
mendukung pembangunan ekonomi nasional. Landasan Hukum KNEKS adalah
Peraturan Presiden RI No. 28 tahun 2020
Selain itu KNEKS juga bertugas mempercepat, memperluas dan memajukan
pengembangan ekonomi dan keuangan syariah dalam rangka mendukung ketahanan
ekonomi nasional serta berfungsi untuk pemberian rekomendasi arah kebijakan dan
program strategis pembangunan nasional di sektor ekonomi dan keuangan syariah,
pelaksanaan koordinasi, sinkronisasi, sinergisitas penyusunan dan pelaksanaan
rencana araha kebijakan dan program strategis pada sektor ekonomi dan keuangan
syariah, Perumusan dan pemberian rekomendasi atas penyelesaian masalah di sektor
ekonomi dan keuangan syariah serta Pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan arah
kebijakan dan program strategis di sektor ekonomi dan keuangan syariah.
Dengan strategi penguatan ekonomi & keuangan Syariah serta beranggotakan 3
Menteri Koordinator, 7 Menteri, 3 Ketua lembaga pemerintah, Ketua Umum MUI dan
Ketua Umum KADIN, dengan Menteri Keuangan merangkap sebagai Sekretaris
KNEKS diharapkan mampu mewujudkan Indonesia menjadi pusat halal di dunia.

Anda mungkin juga menyukai