Anda di halaman 1dari 4

Latar Belakang

Dalam beberapa dasawarsa terakhir, tema keuangan inklusif telah menjadi salah satu
topik studi keuangan yang menarik. Menurut Bank Indonesia, keuangan inklusif adalah “ Hak
setiap orang untuk memiliki akses dan layanan penuh dari lembaga keuangan secara tepat
waktu, nyaman, informatif, dan terjangkau biayanya, dengan penghormatan penuh kepada
harkat dan martabatnya. Layanan keuangan tersedia bagi seluruh segmen masyarakat, dengan
perhatian khusus kepada orang miskin, orang miskin produktif, pekerja migrant, dan penduduk
di daerah terpencil”.1
Sejalan dengan landasan universal atau non-eksklusif di atas, kemunculan konsep
keuangan inklusif pada dasarnya dipengaruhi oleh praktek layanan keuangan yang dirasa
diskriminatif dengan tidak memberi akses yang memadai terhadap kelompok masyarakat
miskin. Mereka ini diabaikan oleh sistem keuangan karena dianggap tidak bankable. Padahal
justru secara sosial-ekonomi, masyarakat miskin adalah kelompok masyarakat yang sangat
memerlukan akses keuangan untuk meningkatkan kualitas hidup. Dengan bersifat
diskriminatifnya sistem layanan keuangan, khususnya terhadap kelompok miskin, sistem
layanan keuangan yang ada dianggap tidak mendukung terjadinya transformasi sosial dalam
perekonomian. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang tersebut Bank Indonesia telah
menetapkan manfaat dari keuangan inklusif2, yaitu :
 Meningkatkan efisiensi ekonomi.
 Mendukung stabilitas sistem keuangan.
 Mengurangi shadow banking atau irresponsible finance.
 Mendukung pendalaman pasar keuangan.
 Memberikan potensi pasar baru bagi perbankan.
 Mendukung peningkatan Human Development Index (HDI) Indonesia.
 Berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional yang sustain
dan berkelanjutan.
 Mengurangi kesenjangan (inequality) dan rigiditas low income trap, sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang pada akhirnya berujung pada
penurunan tingkat kemiskinan.

Fenomena pengekslusian kelompok miskin dari akses layanan keuangan tidak hanya
terjadi di negara berkembang (seperti yang banyak ditemui dari naskah-naskah yang dirilis
oleh Bank Dunia), tetapi juga di negara-negara yang ekonominya maju. Sebagaimana
dituliskan oleh Klaper, et.al (2012) bahwa di negara-negara ekonomi maju sedikitnya ada
satu dari lima orang dewasa yang masih belum teregistrasi di lembaga keuangan formal.
Sedangkan di Indonesia, berbagai survei yang ada menunjukkan temuan yang negatif.
Hasil survei dan penelitian yang dilakukan oleh beberapa lembaga nasional maupun
internasional3 menunjukkan bahwa hanya 48 persen rumah tangga Indonesia yang memiliki
1
Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Bank Indonesia. 2014. Booklet Keuangan Inklusif.
Jakarta
2
Website Bank Indonesia tentang Keuangan Inklusif.
http://www.bi.go.id/id/perbankan/keuanganinklusif/Indonesia/Contents/Default.aspx.
3
Website Bank Indonesia tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif.
www.bi.go.id/id/perbankan/keuanganinklusif/Indonesia/strategi/Contents/Default.aspx.
akses terhadap lembaga keuangan formal. Pada 2011 Bank Dunia kembali mengadakan
survey yang hasilnya memperihatkan bahwa hanya 20 persen orang dewasa di Indonesia yang
memiliki rekening di lembaga keuangan resmi. Dibandingkan negara-negara ASEAN yang
lain, Indonesia relatif tertinggal. Dalam aspek “orang dewasa yang memiliki rekening di
lembaga keuangan formal”, capaian Indonesia masih kalah dari Filipina (27 persen),
Malaysia (66 persen), Thailand (73 persen) dan Singapura (98 persen). Studi lainnya yang
dilakukan oleh Master Card pada 2013 menunjukkan hasil yang sama. Dari hasil studi terlihat
bahwa index financial acces Indonesia pada 2013, yang sebesar 60 poin, masih kalah jika
dibandingkan dengan Singapura (72 poin), Malaysia (70 poin), Thailand (68 poin) dan
Vietnam (63 poin).
Hasil-hasil survei di atas mengindikasikan bahwa sistem layanan keuangan di
Indonesia masih memiliki masalah yang serius dalam hal pengembangan akses dan
pendalamannya. Seseorang akan mengalami banyak kerugian apabila tidak terkoneksi dengan
sektor keuangan formal, yang salah satunya adalah tidak terhubungnya orang tersebut dengan
sumber pembiayaan alternatif yang mungkin dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan tingkat
kesejahteraannya. Oleh karena itu, dari sini disadari perlunya kebijakan politik ekonomi yang
dapat meningkatkan aksesibilitas dan pendalaman sektor keuangan Indonesia.
Dalam konteks Indonesia, ruang lingkup sektor keuangan nasional yang belum
aksesibel dan tidak mendalam pada dasarnya dapat dianalisis dari sisi penawaran (supply
side) dan permintaan (demand side). Sebagaimana dijelaskan oleh Wahid (2014), dari sisi
penawaran, kondisi penawaran di pasar keuangan sejatinya lebih kecil kuantitasnya dari yang
dibutuhkan oleh pasar. Dalam kondisi yang demikian, kelompok miskin atau rakyat kecil
akan senantiasa berada di posisi yang kalah dalam perebutan komoditas. Implementasi
prinsip kehati-hatian (prudentiality) yang terlalu kaku membuat kelompok miskin tidak
menjadi pasar yang menjanjikan bagi penyedia layanan sektor keuangan. Selain itu, dalam
konteks produk, desain produk keuangan yang ditawarkan oleh penyedia jasa keuangan
masih ditujukan untuk kalangan menengah atas. Hal ini tercermin dari tingginya komponen
biaya administrasi bulanan, yang apabila jumlah tabungan berada di bawah level tertentu,
nominal saldonya bukan malah bertambah tapi malah akan terus berkurang, hingga akhirnya
akan ditutup oleh sistem. Selain itu, masalah infrastruktur keuangan faktanya memang masih
menjadi kendala utama yang menghalangi perluasan akses dan pendalaman sektor keuangan
di Indonesia.
Sementara itu, dari sisi permintaan (demand side), faktor penghambat perwujudan
wacana inklusivitas keuangan yang paling utama terletak pada kesadaran dan pengetahuan
masyarakat sendiri terhadap layanan keuangan. Pemahaman masyarakat Indonesia mengenai
produk-produk keuangan masih relatif rendah. Berdasarkan temuan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) pada 2013 didapati bahwa hanya 21.8 persen4 masyarakat Indonesia yang tergolong
financial well literate5.

4
Siaran Pers OJK Bersama LJK Selenggarakan Pasar Keuangan Rakyat Di Jiexpo Kemayoran “Menuju
Indonesia Cerdas Keuangan” NO.53/DKNS/OJK/12/2014.
5
financial well literate adalah orang yang memiliki pengetahuan tentang produk dan jasa lembaga keuangan,
termasuk memahami risiko, hak dan kewajibannya, serta memiliki keterampilan menggunakan produk dan jasa
lembaga keuangan.
Untuk meningkatkan keuangan inklusif di Indonesia, dilakukan dengan cara
komprehensif dengan menyusun suatu strategi nasional yang disusun bersama antara Bank
Indonesia, kantor wakil presiden (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan/TNP2K) dan Kementerian Keuangan yang disebut dengan Strategi Nasional
keuangan Inklusif, seperti yang disajikan pada Gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1 Enam (6) Pilar Strategi Nasional Keuangan Inklusif 6

Beberapa langkah yang telah dilakukan dalam mengatasi kesenjangan akses


masyarakat terhadap lembaga keuangan formal seperti yang telah dilakukan oleh Lembaga
Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) yang bersama-sama BI menyusun pedoman
umum uji coba aktivitas jasa sistem pembayaran dan perbankan terbatas melalui Unit
Perantara Layanan Keuangan (UPLK). Pedoman tersebut menjadi acuan bank dan
perusahaan telekomunikasi dalam pelaksanaan proyek uji coba produk e-money, tabungan
bebas administrasi, bunga untuk Tabunganku, produk e-banking dan penyaluran mikro.7
Implementasi keuangan inklusif di Indonesia sudah dilakukan dalam berbagai bentuk
seperti pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan pengembangan BMT (Baitul Mal wa al-
tamwil). Selain itu, perbankan syariah juga merupakan lembaga penting dalam
mengimplementasikan keuangan inklusif di Indonesia. Jika kita flashback ke 2008, jumlah
pemain industri perbankan syariah saat itu masih berjumlah 155, yaitu 3 Bank Umum Syariah
(BUS), 28 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 124 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Kini jumlah itu semakin meningkat seiring bertambahnya kesadaran masyarakat untuk
menggunakan produk-produk keuangan non-bunga.

6
Website Bank Indonesia tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif.
www.bi.go.id/id/perbankan/keuanganinklusif/Indonesia/strategi/Contents/Default.aspx.
7
Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI). Branchless Banking Model Keuangan Inklusif.
http://www.lppi.or.id/index.php/module/Editorial/id/branchless-banking-model-keuangan-inklusif.
Menurut Mahmoud Mohieldin et al. (2011)8 yang melakukan penelitian untuk
mengidentifikasi kesenjangan yang terjadi di negara-negara yang tergabung dalam Organisasi
Kerjasama Islam (OKI). Kesenjangan ini terkait keuangan mikro syariah dan instrumen
redistribusi tradisional. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengimplementasian instrumen
ekonomi konvensional dapat menyebabkan kemiskinan dan ketidakmetaraan ekonomi di
negara-negara muslim. Oleh karena itu, para pembuat kebijakan di negara-negara muslim
yang serius dalam mengimplementasikan keuangan inklusif, harus memanfaatkan potensi
instrumen syariah untuk mencapai tujuan dan fokus pada peningkatan infrastruktur, serta
dukungan regulasi yang kuat. Instrumen syariah yang dimaksud adalah instrumen
redistributif seperti zakat, shadaqah, wakaf, dan qard al-Hasan.
Berdasarkan uraian tersebut, dibutuhkan pemahaman yang komprehensif terkait
dengan keuangan inklusif dan model yang tepat dalam mengatasi hambatannya. Bagaimana
perbankan syariah/Islam Indonesia mampu mengembangkan keuangan inklusif untuk negara-
negara muslim. Bahasan tersebut dapat dilakukan dalam forum diskusi berupa seminar
dengan tema “Peluang dan Tantangan Keuangan Inklusif Menghadapi Ekonomi Global”,
yang menghadirkan narasumber yang berkompeten.

Tujuan Pelaksanaan Kegiatan:


1. Sosialisasi keuangan inklusif pada dunia pendidikan dan masyarakat
2. Terumuskannya solusi atas hambatan pengembangan keuangan inklusif
3. Terciptanya model keuangan inklusif yang dapat diakses luas oleh masyarakat
4. Terkonsepnya keuangan inklusif bagi perbankan syariah

8
Mahmoud Mohieldin et al. 2012. The Role of Islamic Finance in Enhancing Financial Inclusion in
Organization Of Islamic Cooperation (OIC) Countries, Islamic Economic Studies, 20 (2) : 55-120

Anda mungkin juga menyukai