Anda di halaman 1dari 12

KLIPING

KEWARGANEGARAAN

Dibuat oleh :

Nama : Ririn Thania Sari

NPM : 3122104222

Jurusan : Sistem Informasi

Dosen : FLAMING V S B SIAHAAN


Melindungi data pribadi dari serangan siber

Tanjungpinang (ANTARA) - Selama 2 bulan terakhir ini, sejumlah


warga Tanjungpinang, Ibu Kota Provinsi Kepulauan Riau, menjadi
korban pemerasan setelah mendapatkan serangan siber dari pelaku
yang meretas ponsel pintarnya.

Setidaknya ada tiga perempuan yang menjadi korban serangan siber


yang berujung pemerasan itu. Modus kejahatan yang dilakukan pelaku
hampir sama, yakni mengaku berasal dari perusahaan pinjaman
online (pinjol), kemudian membuat seolah-olah korban meminjam
sejumlah uang kepada perusahaan itu. Pelaku sudah berhasil
memperoleh data dari ponsel cerdas yang digunakan korban, salah
satunya nama dan nomor kontak yang tersimpan di dalam gawai itu.
AH merupakan salah seorang korban yang selama 2 bulan terakhir
mendapat teror dan ancaman verbal dari pelaku yang mengaku dari
perusahaan pinjol. Pejabat di kampus ternama di Tanjungpinang itu,
oleh pelaku dituding telah meminjam uang ke perusahaan pinjol.

Anehnya, nama perusahaan pinjol yang disampaikan pelaku berbeda-


beda. Hampir setiap jam dalam setiap hari AH mendapatkan teror dari
pelaku bersuara pria dan wanita.

Nomor ponsel yang digunakan pun berbeda-beda. Berhari-hari AH


mendapatkan teror tersebut sehingga mengganggu pekerjaan, pikiran,
dan mentalnya. AH akhirnya menyerah.

Ia mengirim uang ke akun rekening bank yang disiapkan oleh pelaku.


Pelaku licik itu pun berhasil membuat akun virtual bank swasta atas
nama AH.

AH sempat bingung karena tidak pernah berhubungan dengan bank


tersebut, namun pelaku dapat membuat akun virtual atas nama dirinya.

Awalnya, AH transfer uang sebesar Rp2 juta. Namun permasalahan


tidak sampai di situ. Keesokan harinya, ancaman dan teror kembali
terjadi. Pelaku kembali meminta uang sebesar Rp700.000 untuk
ditransfer di salah satu bank BUMN. Namun pihak bank menolak dan
mengembalikanuang Rp. 700.000 yang ditransfer berulang kali melalui
akun virtual.
Lelah menghadapi teror itu, AH lalu menyampaikan permasalahan itu
kepada sejumlah pihak. Saat yang bersamaan pula teror tidak hanya
mengusik dirinya, melainkan sampai ke keluarga, teman, dan rekan
kerja.

Pelaku berhasil mendapatkan data pada perangkat ponsel AH, entah


bagaimana caranya. Saat itu ia menyadari bahwa ponselnya sudah
diretas. Pelaku juga meneror suaminya, ibu, dan adik-adiknya. Tidak
hanya itu, pelaku juga meneror rekan kerja korban dan mengancam
menagih uang di kampus.

AH mencoba bersabar sambil mengumpulkan barang bukti setelah


pelakumembuat grup dengan nama "Donasi untuk AH". Namun grup
itu ada AH dan pelaku.

Sejumlah orang yang pernah menjadi korban pemerasan dengan modus


sama menyarankan AH bersabar dan tidak melayani teror tersebut. AH
pun mulai memblokir seluruh nomor pelaku. Teror terhadap dirinya
dan orang-orang yang nomor kontaknya masih berada di perangkat
ponsel AH masih terjadi sampai sore.

Korban lainnya, ER, seorang ASN di Tanjungpinang. ER tidak hanya


diteror tapi mengalami kerugian materi cukup besar. Pelaku berhasil
meretas mobile banking pada ponselnya, kemudian menguras seluruh
uang dalam tabungannya.
ER sudah melaporkan peristiwa itu kepada kepolisian, namun sampai
sekarang aparat penegak hukum belum berhasil mengungkap dan
menangkap pelaku.

DE menjadi korban berikutnya. Nomor pelaku kejahatan yang meneror


DE sama seperti ketika pelaku mengancam AH.

Pelaku menyebut DE sebagai penipu yang tidak membayar utang


kepada perusahaan pinjol. Yang menjengkelkan, pelaku mengirim
pesan WhatsApp ke seluruh nomor kontak pada ponsel AH.

Selama ini, AH, ER, dan DE kerap berbelanja secara daring pada
aplikasi ternama. Identitas dan foto pribadi mereka juga diunduh dalam
aplikasi tersebut.

Foto-foto mereka dikirim ke aplikasi e-commerce juga berhasil diretas


oleh pelaku dan disebar kepada berbagai pihak.

Penipuan di jagat digital merupakan ekses sekaligus sisi gelap dari


kemajuan teknologi informasi itu sendiri. Para penjahat dunia maya
meretas data pribadi lalu memanipulasinya untuk mendapatkan
keuntungan.

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi di era 4.0 tidak


hanyamemberi akses kemudahan bagi masyarakat, namun juga diikuti
sejumlah ancaman baru. Seiring dengan manfaatnya, teknologi siber
juga memberi dampak negatif dan kesempatan bagi orang manusia-
manusia culas melakukan kejahatan siber (cyber crime).

Pengamat keamanan siber dari Universitas Maritim Raja Ali Haji,


Ayu Efritadewi, minta masyarakat mewaspadai aksi penipuan dan
pemerasan melalui modus pinjol. Ia pernah menjadi korban teror dari
pelaku pemerasan, meski target sasarannya adalah rekan kerjanya.

Belakangan ini, banyak orang menjadi korban kejahatan siber seperti


penipuan dan pemerasan dengan mengatasnamakan perusahaan pinjol.
Ini merupakan kejahatan konvensional yang berkembang di dunia
maya.

Peneliti kasus kejahatan siber itu menambahkan korban kejahatan siber


di Tanjungpinang cukup banyak. Baru-baru ini juga ada mahasiswa dan
dosen menjadi korban.
Teror yang dilakukan pelaku kadang menjadikan posisi korban terpojok
lalu menyerah sehingga terpaksa mentransfer sejumlah uang yang
diminta ke akun rekening bank tertentu. "Korban dipermalukan sehingga
kehidupan pribadi dan sosialnya terganggu," katanya.

Pelaku diduga tidak berada di Tanjungpinang atau Kepulauan Riau tapi


di wilayah lain. Pelaku juga tidak sendirian tapi komplotan, yang
memiliki kemampuan meretas ponsel dan mengambil data di dalam
gawai tersebut.

Para korban selama ini jarang mau melapor ke pihak berwenang karena
beberapa kasus yang dilaporkan hilang dengan sendirinya ketika korban
tidak lagi merespons teror tersebut. Kendati demikian, ia tetap
menyarankan korban melaporkan kasus itu kepada kepolisian.

Untuk mengungkap kejahatan siber, aparat butuh sarana dan prasarana


agar bisa menjerat para cracker (peretas hitam). Jika tidak memiliki,
polisidi daerah akan kesulitan mengungkap kasus itu dan menangkap
pelakunya.

Oleh karena itu, warga pengguna internet tidak mudah membuka tautan
yang dikirim oleh seseorang melalui pesan di ponsel. Cracker biasanya
menanam virus pada tautan tersebut sehingga bila tautan itu dibuka dia
dapat mengakses atau bahkan mengendalikan ponsel korban

Pemerintah sejauh ini sudah berupaya keras melindungi data pribadi


warga di dunia maya. Namun, warga juga harus berhati-hati, jangan
sampai menyebarkan data pribadi kepada pihak yang tidak tepat.

Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi sudah disahkan DPR pada


21 September 2022. Poin penting dalam undang-undang tersebut :

Pasal 65

1. Setiap orang dilarang secara melawan hukum memperoleh atau


mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat
mengakibatkan kerugian subjek data pribadi.
2. Setiap orang dilarang secara melawan hukum mengungkapkan data
pribadi yang bukan miliknya.
3. Setiap orang dilarang secara melawan hukum menggunakan data
pribadi yang bukan miliknya.
Pasal 66

Setiap orang dilarang membuat Data Pribadi palsu atau memalsukan


data pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain.

Pasal 67

1. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh


atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan
maksuduntuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat
mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 5
Miliar.
2. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum
mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama empat tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 4
Miliar.
3. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum
menggunakan data pribadi yang bukan miliknya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 5
Miliar.
4. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh
atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang
dapat mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi sebagaimana
dimaksuddalam Pasal 65 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 5
Miliar.
5. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum
mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama empat tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 4
Miliar.
6. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum
menggunakan data pribadi yang bukan miliknya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 5
Miliar.

Pasal 68

Setiap orang yang dengan sengaja membuat data pribadi palsu atau
memalsukan data pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi
oranglain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dipidana dengan
pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp. 6 Miliar.

Kiat

Kepolisian Daerah Kepulauan Riau menaruh perhatian besar terhadap


kejahatan siber. Polda memiliki tim khusus untuk menangani kasus
kriminal siber.

Kepala Bidang Humas Polda Kepri Kombes Pol. Harry Goldenhardt


menyebutkan kasus kejahatan siber yang ditangani penyidik kepolisian
beragam.

Sejumlah kiat diberikan untuk mengantisipasi, agar warga pengguna


internet tidak menjadi korban kejahatan siber.

Pertama, warga pengguna gawai maupun internet melakukan


penggantian password akun surat kawat, m-banking, maupun medsos
secara berkala.
Kedua, jangan sembarangan membuka link atau tautan yang masuk ke
ponsel ataupun ke akun-akun medsos karena bisa jadi tautan tersebut
mengandung virus phising. Pelaku yang memasang jebakan itu akan
mampu mengakses bahkan menguasai akun surat kawat, m-banking,
dan medsos korban.

Terakhir, warga yang membutuhkan akses internet sebaiknya tidak


menggunakan jaringan Wi-Fi sembarangan atau yang tidak diyakini
aman.

Korban kejahatan siber diminta tetap melaporkan kejahatan


tersebut. Menjadi kewajiban kepolisian menindaklanjuti setiap
laporan dari korban kejahatan.
Kesimpulan

Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh


atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat
mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 65 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama
lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 5 Miliar.

Anda mungkin juga menyukai