Anda di halaman 1dari 7

Nama : I KADEK AGUS KRISNADANA

NIM 044402385

Program Studi : Ilmu Hukum

Mata Kuliah : HUKUM TELEMATIKA

TUGAS 2

1. A. Jelaskan bukti elektronik apa saja yang terdapat pada kasus tersebut?
Jawab:
Berikut bukti elektronik yang terdapat pada kasus Ibu Rina;
 Handphone yang digunakan untuk menghubungi pelaku melalui nomor Whatsapp
yang tertera pada sosial media Facebook;
 Personal chat, personal chat antara Ibu Rina dan pelaku yang terdapat dalam aplikasi
Whatsapp dapat dijadikan bukti elektronik, akantetapi perlu dilakukan otentisitas dan
otentifikasi pengguna akun tersebut dengan memverifikasi dengan nomor telepon
atau provider selular yang digunakan dari para pihak sehingga ditemukan kesesuaian
yang menunjukan bahwa rekaman elektronik personal chat Whatsapp itu memang alat
bukti elektronik yang otentik dan sah sebagai bukti elektronik di pengadilan;
 Bukti transfer via ATM dari Ibu Rina kepada pelaku sebesar Rp. 5.000.000,- dapat
dijadikan bukti elektronik dalam persidangan, baik bentuknya berupa
informasi/dokumen elektronik termasuk cetakannya.

B. Berdasarkan regulasi di Indonesia, apakah syarat suatu informasi dan/atau dokumen


elektronik dapat dijadikan alat bukti? Jelaskan.
Jawab:
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
memberikan dasar hukum mengenai kekuatan hukum alat bukti elektronik dan syarat formil
dan materil alat bukti elektronik agar dapat diterima di persidangan. Syarat formil diatur
dalam Pasal 5 ayat (4) UU ITE yaitu bahwa informasi atau dokumen elektronik bukanlah
dokumen atau surat yang menurut perundang-undangan harus dalam bentuk tertulis. Selain
itu, informasi dan/atau dokumen tersebut harus diperoleh dengan cara yang sah. Ketika alat
bukti diperoleh dengan cara yang tidak sah, maka alat bukti tersebut dikesampingkan oleh
hakim atau dianggap tidak mempunyai nilai pembuktian oleh pengadilan. Sedangkan syarat
materil diatur dalam Pasal 6, Pasal 15, dan Pasal 16 UU ITE, yang pada intinya informasi
dan dokumen elektronik harus dapat dijamin keotentikannya, keutuhannya, dan
ketersediannya. Untuk menjamin terpenuhinya persyaratan materil yang dimaksud, dalam
banyak hal dibutuhkan digital forensik. Dengan demikian, email, file, rekaman atas chatting,
dan berbagai dokumen elektronik lainnya dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah.

2. A. Jelaskan jenis kejahatan siber (cybercrime) yang dilakukan oleh pelaku kepada Tuan Budi
pada kasus di atas?
Jawab:
Jenis kejahatan cybercrime yang dilakukan oleh pelaku kepada Tuan Budi pada kasus di atas
adalah phishing. Phishing adalah kejahatan dunia maya di mana seseorang menyamar sebagai
lembaga yang sah menghubungi korban atau target melalui email, telepon, atau mengirimi
link palsu, agar ia memberikan data sensitif seperti informasi identitas pribadi, detail
perbankan dan kartu kredit, serta kata sandi. Setelah korban atau target memberikan
informasi yang diminta, informasi tersebut kemudian digunakan untuk mengakses akun
penting yang dapat mengakibatkan pencurian identitas dan kerugian finansial. Phishing
sendiri berasal dari kata fishing yakni memancing. Seperti halnya memancing, phishing
adalah kejahatan dengan cara memancing atau memanfaatkan umpan. Modus yang
digunakan pelaku pada kasus diatas adalah dengan memancing Tuan Budi agar mengakses
link yang telah disisipi virus malware sehingga pelaku seolah-olah bertindak sebagai Tuan
Budi dan mengirimkan pinjamana kepada sejumlah orang yang terdapat dalam kontak
whatsapp Tuan Budi.

B. Bagaimana ketentuan di Indonesia mengenai jenis kejahatan dalam soal huruf (a) di atas?
Jabarkan pemenuhan unsur-unsur kejahatan tersebut berdasarkan kasus posisi di atas.
Jawab:
Belum ada peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai phishing.
Pengaturan hukum terhadap cybercrime dalam bentuk phishing berdasarkan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah tidak dapat dikenakan sanksi
pidana karena di dalam Pasal 35 jo Pasal 51 ayat (1) jo Pasal 45A ayat (1) tidak memuat
unsur manipulasi, penciptaan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan
tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tersebut seolah-olah dianggap
data yang otentik, maksudnya tidak memuat unsur seseorang membuat situs yang seolah-olah
mirip situs asli resminya. Karena phishing itu sendiri perbuatan satu kesatuan antara
membuat situs yang seolah-olah mirip situs aslinya tetapi situs tersebut palsu dan juga
melakukan tindakan kebohongan untuk mengarahkan orang lain mengakses ke situs palsu
tersebut untuk memasukkan informasi pribadi rahasia dan kemudian diketahui oleh pelaku
phishing. Oleh sebab itu, telah terjadinya kekosongan hukum mengenai pengaturan hukum
terhadap cybercrime dalam bentuk phishing berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.

Unsur-unsur tindak pidana yaitu adanya subjek, adanya unsur kesalahan, perbuatan bersifat
melawan hukum, suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh perundangan dan
terhadap yang melanggarnya diancam pidana dalam suatu waktu, tempat dan keadaan
tertentu. Lima unsur tersebut disederhanakan menjadi unsur subjektif dan unsur objektif.
Yang dimaksud unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau
yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk ke dalamnya, yaitu segala sesuatu
yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan yang dimaksud unsur objektif adalah unsur-
unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan
mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.
Pemenuhan unsur-unsur kejahatan dikaitkan dengan kasus phishing yang dialami Tuan Budi
menurut analisis saya adalah sebagai berikut, dilihat dari unsur subjektif, terdapat
kesengajaan dan maksud pada suatu percobaan dari si pelaku untuk menipu Tuan Budi
dengan cara mengirimkan pesan kepada Tuan Budi yang berisi promo mobil dengan diskon
besar agar membuat Tuan Budi tertarik dan mengakses link yang sudah disisipkan virus
malware oleh si pelaku. Sedangkan dari unsur objektif, tindakan yang dilakukan oleh si
pelaku jelas sifat melanggar hukum dan bertentangan dengan peraturan perundangan yang
berlaku di Indonesia. Dari segi kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai
penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat, tindakan pelaku dapat mengakibatkan
kerugian materiil pada Tuan Budi.

C. Apakah ancaman hukuman bagi pelaku pada kasus di atas berdasarkan regulasi di
Indonesia? Jelaskan.
Jawab:
Pelaku dapat dijerat ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta
UU ITE. Selain itu, pelaku phishing dapat dijerat dengan beberapa tindak pidana seperti
penipuan, manipulasi, penerobosan, dan memindahkan atau mentransfer. Adapun beberapa
pasal yang berpotensi menjerat pelaku phishing, antara lain:
 Penipuan, penipuan diatur dalam Pasal 378 KUHP, dengan bunyi sebagai berikut
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu dengan tipu
muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk
menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena penipuan, dengan pidana penjara paling
lama 4 tahun.
 Manipulasi, pelaku mengirimkan surat elektronik yang seolah-olah asli dapat dijerat
Pasal 35 jo. Pasal 51 UU ITE, dengan bunyi sebagai berikut “Setiap orang dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penghilangan,
penciptaan, pengubahan, pengrusakan informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronok dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik
tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik dipidana penjara paling lama 12
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 12 miliar.
 Penerobosan, jika pelaku menerobos atau menjebol suatu sistem elektronik tertentu,
menggunakan identitas dan password korban dengan tanpa hak, ia dapat dijerat Pasal
30 ayat (3) jo. Pasal 46 ayat (3) UU ITE, ancaman pidana yang terdapat dalam pasal
tersebut ialah penjara paling lama 8 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800
juta.
 Atas perbuatan memindahkan atau mentransfer informasi dan/atau dokumen
elektronik milik korban, misalnya isi rekening, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 32
ayat (2) jo. Pasal 48 ayat (2) UU ITE dengan ancaman pidana penjara paling lama 9
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 3 miliar.

3. A. Jelaskan bentuk pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Tuan Akbar pada kasus di atas?
Jawab:
Bentuk pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Tuan Akbar adalah cybersquatting.
Cybersquatting adalah tindakan mendaftarkan domain yang terasosiasi dengan nama
perusahaan orang lain dan kemudian berusaha mencari keuntungan. Pengertian
cybersquatting umumnya mengacu pada praktek membeli nama domain yang menggunakan
nama-nama bisnis yang sudah ada atau atas nama orang-orang terkenal dengan maksud untuk
menjual nama untuk keuntungan bisnis mereka. Jelas terlihat tindakan Tuan Akbar
mendaftarkan nama domain www.cacaoabadi.co.id dengan maksud mengelabui konsumen
seolah-olah menawarkan produk merek “Cacao Abadi” adalah kejahatan cybersquatting.

B. Bagaimana pengaturan regulasi di Indonesia mengenai tindakan yang disebutkan dalam


soal huruf (a) di atas?
Jawab:
Hak atas merek ialah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang
terdaftar, jika tidak terdaftar maka tidak memperoleh perlindungan hukum. Hak atas merek
diberikan untuk jangka waktu 10 tahun dan dapat diperpanjang tiap 10 tahun. Sistem
perlindungan merek di Indonesia menganut sistem konstitutif yakni hak atas merek yang
timbul karena pendaftaran, dan hak atas merek diberikan kepada pendaftar pertama. Secara
hukum sebenarnya tindakan cybersquatting belum diatur secara tegas dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia, tetapi pelanggaran terhadap cybersquatting tersebut sudah
pernah terjadi di Indonesia seperti kasus Sony Corp vs Sony AK dan kasus Mustika Ratu.
Nama domain tersebut telah diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kerugian dari perbuatan cybersquatting dapat
berupa kerugian harta kekayaan atau materiil dan imateriil, maka hal tersebut dapat
dilakukan gugatan sebagaimana yang telah tercantum dalam Pasal 38 UU ITE yang mengatur
bahwa setiap orang dapat mengajukan terhadap pihak yang menyelenggarakan sistem
elektronik dan/atau menggunakan teknologi informasi yang menimbulkan kerugian. Selain
UU ITE, cybersquatting juga diatur dalam Pasal 83 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
tentang Merek dan Indikasi Geografis. Ketentuan pidana sebagai bentuk perlindungan hukum
terhadap tindak pidana cybersquatting juga dijelaskan dalam beberapa Pasal UU Merek dan
Indikasi Geografis, yaitu Pasal 100, Pasal 101, dan Pasal 102. Perlindungan hukum terhadap
nama domain yang berhubungan dengan merek terkait tindakan cybersquatting itu juga
terdapat sarana dari upaya pemerintah melindungi nama domain ini, yaitu melalui pemberian
tanggung jawab kepada PANDI (Pengelola Nama Domain Indonesia). PANDI bertugas
sebagai pembuat dan perancang aturan-aturan terhadap nama domain yang sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang ITE dan diatur dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

C. Apakah PT ABC dapat mengajukan gugatan pembatalan nama domain kepada registry
nama domain?
Jawab:
PT ABC dapat mengajukan pembatalan nama domain, hal itu tertuang dalam Pasal 23 ayat
(3) UU ITE berbunyi “setiap penyelenggara negara, orang, badan usaha, atau masyarakat
yang dirugikan karena penggunaan nama domain secara tanpa hak oleh orang lain, berhak
mengajukan gugatan pembatalan nama domain yang dimaksud” Ayat ini bermaksud untuk
memberikan perlindungan hukum bagi siapa saja yang merasa haknya dilanggar atas suatu
pendaftaran nama domain secara tanpa hak. Ayat ini juga bermaksud bahwa seseorang juga
berhak untuk mempertahankan segala haknya atas nama domain.

Sumber:
-Buku Materi Pokok HKUM 4301
-https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl6560/perlindungan-hukum-di-indonesia-
atas-tindakan-icybersquatting-i/
-PANDI (Pengelola Nama Domain Indonesia), kebijakan Pendaftaran nama domain,
https://www.pandi.or.id/sites/default/files/u1/2.pdf
-https://www.hukumonline.com/klinik/a/mengenal-unsur-tindak-pidana-dan-syarat-
pemenuhannya-lt5236f79d8e4b4
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/37589

Anda mungkin juga menyukai