Anda di halaman 1dari 2

Studi Kasus Cyber Crime

Peran polisi dalam hal ini adalah menangani kasus Cyber crime yang dilakukan oleh
pihak kepolisian dengan menggunakan UU No.11 tahun 2008 tentang ITE, namun tidak terlepas
dari ketentuan dalam KUHAP. Hal ini dilakukan guna memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam masyarakat. Cyber Crime
adalah kejahatan yang berkaitan langsung dengan Media elektronik yang dihasilkan oleh
jaringan komputer yang digunakan sebagai tempat melakukan komunikasi sambungan langsung
(on-line). kejahatan ini terjadi tanpa adanya tatap muka antara pelaku dan korban, seperti dalam
hal penipuan secara on line , berupa penipuan dalam penjualan barang, dan pencemaran nama
baik. jenis dan sumber data dalam penelitin ini yaitu Data primer adalah data yang diperoleh
secara langsung dari setiap informan yang akan diwawancarai dilokasi penelitian, dalam hal ini
kepolisian yang berkantor di Polrestabes Makassar, dan sebanyak 3 orang polisi pada unit sidik
yang menjadi informan peneliti. Sementara populasi dan sampel pada penelitian ini adalah kasus
cyber crime yang terjadi selama 3 tahun terakhir (2013,2014,2015) yaitu sebanyak 34 kasus dan
90% adalah kasus pencemaran nama baik yang banyak terjadi ditahun 2014, selain itu juga
terdapat kasus pelanggaran asusila yang terjadi ditahun 2015.

Studi Kasus Cyber Law

Salah satu contoh kasus dalam kejahatan cyber adalah kasus yang dialami oleh Wakil
Ketua MPR periode 2009-2014 Lukman Hakim Saifuddin, di mana e-mail beliau dibajak oleh
seseorang untuk mendapatkan kepentingan dengan sejumlah uang dengan mengirimkan surat
kepada kontak-kontak yang ada di e-mail milik beliau.

Lukman Hakim Saifuddin memiliki hak sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) yang mengatakan bahwa “setiap orang
yang dilanggar haknya sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan
atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.”

Dengan hak yang telah disebutkan di atas, Lukman Hakim Saifuddin berhak untuk
mengajukan gugatan yang berdasarkan pada Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang berbunyi, “setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik”, di mana hal tersebut
merupakan perbuatan yang dilarang.

Sejalan dengan itu, pelaku dapat dikenakan pidana sesuai ketentuan Pasal 45A UU ITE
yang berbunyi, “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong
dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Dalam kasus yang menimpa Lukman Hakim Saifuddin tersebut, pelaku kejahatan dunia
maya yang membajak e-mail beliau juga dapat diterapkan dengan pelanggaran Pasal 378 KUHP
tentang penipuan yang berbunyi, “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat
(hoendanigheid) palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, mengerakkan
orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun.”

Studi Kasus UU ITE

Kasus UU ITE juga menimpa seorang guru honorer Baiq Nuril pada tahun 2017. Ia
dijerat UU ITE karena terbukti telah merekam pembicaraan telepon kepala sekolah tempat ia
bekerja yang menceritakan pengalaman seksualnya bersama perempuan lain yang bukan istrinya.
Diketahui, Baiq sengaja merekam pembicaraan telepon itu sebagai senjata usai dirinya merasa
dilecehkan.

Rekaman tersebut kemudian tersebar setelah Baiq menceritakan kejadian tersebut pada
salah satu teman kerjanya. Mengetahui hal tersebut, Baiq kemudian dilaporkan ke pengadilan
dengan tuduhan pelanggaran Pasal 27 ayat 1 Undang-undang ITE. Akibatnya, ia dijatuhi
hukuman selama enam bulan penjara dan denda sebesar Rp500 juta rupiah.

Hingga saat ini kasus Baiq Nuril terus berlanjut. Yang terbaru, Baiq nuril telah
mengajukan amnesti kepada Presiden Joko Widodo. Namun, hingga saat ini pengajuan amnesti
tersebut masih menunggu persetujuan dari DPR.

Anda mungkin juga menyukai