Anda di halaman 1dari 4

Penipuan online

Salah satu jenis kejahatan e-commerce adalah penipuan online. Penipuan online adalah sebuah
tindakan yang dilakukan oleh beberapa orang yang tidak bertanggung jawab untuk memberikan
informasi palsu demi keuntungan pribadi.
Contoh kasus:
Seorang warga negara Indonesia diduga terlibat kasus penipuan terhadap seorang warga negara
Amerika Serikat melalui penjualan online. Kasus ini terungkap setelah Markas Besar Kepolisian
mendapat laporan dari Biro Penyelidik Amerika Serikat.
"FBI menginformasikan tentang adanya penipuan terhadap seorang warga negara Amerika yang
berinisial JJ, yang diduga dilakukan oleh seorang yang berasal dari Indonesia," kata Kepala Biro
Penerangan Masyarakat, Brigjen Pol Boy Rafli Amar, di Mabes Polri, Kamis 11 Oktober 2012.
Boy mengatakan seorang warga Indonesia itu menggunakan nama HB untuk membeli sebuah alat
elektronik melalui pembelian online. "Jadi ini transaksi melalui online, tetapi lintas negara. Jadi
transaksinya dengan pedagang yang ada di luar negeri, khususnya Amerika," kata Boy.
Dalam kasus ini, kata Boy, Mabes Polri telah menetapkan satu tersangka berinisial MWR. Dia
memanfaatkan website www.audiogone.com yang memuat iklan penjualan barang.
Kemudian, kata Boy, MWR menghubungi JJ melalui email untuk membeli barang yang ditawarkan
dalam website itu. "Selanjutnya kedua belah pihak sepakat untuk melakukan transakasi jual beli
online. Pembayaran dilakukan dengan cara transfer dana menggunakan kartu kredit di salah satu
bank Amerika," kata dia.
Setelah MWR mengirimkan barang bukti pembayaran melalui kartu kredit, maka barang yang
dipesan MWR dikirimkan oleh JJ ke Indonesia. Kemudian, pada saat JJ melakukan klaim pembayaran
di Citibank Amerika, tapi pihak bank tidak dapat mencairkan pembayaran karena nomor kartu kredit
yang digunakan tersangka bukan milik MWR atau Haryo Brahmastyo.
"Jadi korban JJ merasa tertipu, dan dirugikan oleh tersangka MWR," kata Boy. Dari hasil
penyelidikan, MWR menggunakan identitas palsu yaitu menggunakan KTP dan NPWP orang lain.
Sementara barang bukti yang disita adalah laptop, PC, lima handphone, KTP, NPWP, beberapa kartu
kredit, paspor, alat scanner, dan rekening salah satu bank atas nama MWRSD.
Atas perbuatannya, tersangka dikenai Pasal 378 atau Pasal 45 ayat 2, Pasal 28 Undang-Undang
nomor 11 tentang Informasi Transaksi Elektronik. Dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Selain itu, Polri juga menerapkan Pasal 3 Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencucian
Uang. Selain itu, juga dikenakan pasal pemalsuan yaitu Pasal 378 dan beberapa pasal tambahan
Pasal 4 ayat 5, dan pasal 5 UU no 8 tahun 2010.
Saat ini tersangka tengah menjalani proses hukum yang berlaku dan sudah berstatus tahanan
Negara Republik Indonesia.

Pada tahun 1999 Enron membuat suatu inovasi dengan membangun bisnis e-commerce untuk
menjual berbagai produk energi dan air minum. Enron mengubah wajah industri energi masa depan
menjadi sebuah bisnis yang dapat digapai oleh banyak kalangan. Bahkan Enron juga menjual layanan
Video on demand melalui jaringan Internet yang berkecapatan tinggi yang juga miliknya. Inovasi
tersebut semakin memperkuat eksistensi Enron sebagai raksasa global yang tengah berkembang
dengan pesat. Sehingga pada agustus tahun 2000 harga saham Enron mencapai puncaknya dengan
harga $90/lembar. Yang akhirnya menempatkan Enron dalamposisi ke-7 dalam daftar Fortune
500 (daftar perusahaan terkaya dunia) dan mendapat gelar Perusahaan Amerika Paling Inovatif
versi majalah Fortune.
Kebangkrutan Enron menyeret akuntan publik Arthur Andersen karena memanipulasi labanya.
Padahal Arthur Andersen berdiri sejak tahun 1913 dengan mencetak laba pada tahun 2008 sebesar
8,4 miliar dolar AS. Akhirnya pada pada tahun 2001 Arthur Andersen harus membayar utang 32
miliar dolar AS sehingga perusahaan ini tidak bisa diselamatkan. Melalui putusan yang dipimpin oleh
Hakim Melinda Harmon, Arthur Anderson mendapatkan hukuman percobaan 5 tahun, denda US$
500.000 dan dicabut kewenangannya untuk mengaudit perusahaan publik di AS. Atas dasar US
Securities and Exchange Commission Rules (SEC Rules), akibat dari perbuatannya yang telah
menghilangkan dan menghancurkan dokumen-dokumen penting Enron. Pada tahun 2002,
perusahaan ini secara sukarela menyerahkan izin praktiknya sebagai Kantor Akuntan Publik setelah
dinyatakan bersalah dan terlibat dalam skandal Enron dan menyebabkan 85.000 orang kehilangan
pekerjaannya, yang dilakukan dengan menonaktifkan 7.000 pegawainya, menjual praktiknya di
Amerika Serikat, kehilangan ratusan kliennya dan merumahkan ribuan pegawai di seluruh dunia.
Bagaimana UU Sarbanes-Oxiety bisa meminimalkan kesalahan auditor dan penyimpangan
akuntansi
Akibat dari rentetan kasus itu, pemerintah AS menerbitkan Sarbanes-Oxley Act (SOX) untuk
melindungi para investor dengan cara meningkatkan akurasi dan reabilitas pengungkapan yang
dilakukan perusahaan publik. Kegagalan ini menimbulkan krisis yang serius terhadap kredibilitas
akuntansi, pelaporan, dan proses tata kelola perusahaan sehingga oleh politisi AS diciptakan
kerangka kerja baru terhadap akuntabilitas dan tata kelola perusahaan melalui Sarbanes-Oxley Act
(SOX) untuk memulihkan kepercayaan yang cukup dan untuk menjadikan pasar modal kembali
berfungsi normal.
Undang-Undang Sarbanes-Oxiety bisa menetapkan pedoman dan arah baru untuk perusahaan dan
bisa untuk pertanggungjawaban kepada divisi akuntansi. Dengan adanya tindakan ini , bisa untuk
memerangi penipuan sekuritas dan akuntansi. Dan untuk menekankan kepada independensi dan
kualitas, membatasi kemampuan perusahaan untuk menyediakan keduanya yaitu non-audit dan jasa
untuk klien yang sama dan memerlukan tinjauan berkala audit perusahaan, agar hasilnya bisa
memuaskan.
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak
secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan. Selama ini, tindak pidana penipuan
sendiri diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan rumusan
pasal sebagai berikut:
Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu;
dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk
menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun
menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
Walaupun UU ITE tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait
dengan timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal 28 ayat
(1) UU ITE yang menyatakan:
Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam pidana penjara paling lama enam tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sesuai pengaturan Pasal 45 ayat (2) UU ITE.
Jadi, dari rumusan-rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE dan Pasal 378 KUHP tersebut dapat kita
ketahui bahwa keduanya mengatur hal yang berbeda. Pasal 378 KUHP mengatur penipuan
(penjelasan mengenai unsur-unsur dalam Pasal 378 KUHP silakan simak artikelPenipuan SMS
Berhadiah), sementara Pasal 28 ayat (1) UU ITEmengatur mengenai berita bohong yang
menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik (penjelasan mengenai unsur-unsur
dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE silakan simak artikel Arti Berita Bohong dan Menyesatkan dalam UU
ITE).
Walaupun begitu, kedua tindak pidana tersebut memiliki suatu kesamaan, yaitu dapat
mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Tapi, rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tidak mensyaratkan
adanya unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain sebagaimana diatur dalam Pasal 378
KUHP tentang penipuan.
Pada akhirnya, dibutuhkan kejelian pihak penyidik kepolisian untuk menentukan kapan harus
menggunakan Pasal 378 KUHP dan kapan harus menggunakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 28
ayat (1) UU ITE. Namun, pada praktiknya pihak kepolisian dapat mengenakan pasal-pasal berlapis
terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana penipuan sebagaimana
diatur dalam Pasal 378 KUHP dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana Pasal 28 ayat (1) UU ITE.
Artinya, bila memang unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, polisi dapat menggunakan kedua
pasal tersebut.
Lepas dari itu, menurut praktisi hukum Iman Sjahputra, kasus penipuan yang menyebabkan kerugian
konsumen dari transaksi elektronik jumlahnya banyak. Di sisi lain, Iman dalam artikel Iman
Sjahputra: Konsumen Masih Dirugikan dalam Transaksi Elektronik juga mengatakan bahwa
seringkali kasus penipuan dalam transaksi elektronik tidak dilaporkan ke pihak berwenang karena
nilai transaksinya dianggap tidak terlalu besar. Menurut Iman, masih banyaknya penipuan dalam
transaksi elektronik karena hingga saat ini belum dibentuk Lembaga Sertifikasi Keandalan yang
diamanatkanPasal 10 UU ITE.

C2C
www.kaskus.us
http://www.ngebid.com
C2B
www.uc98.com (Utama
Chip)
C2G
http://www.pajak.go.id/
www.rakitan.com
(Quantum Comp)
B2C
toko buku online www.sanur.co.id
situs ritel www.radioclick.com
http://www.bhinneka.com
http://www.tempatshopping.com
http://www.audiomobilshop.com
B2B
www.dagang2000.com
(milik PT Indosat Adimarga)
Myohdotcom (MYOH) dan
D-Net (DNET)
www.indonesianexport.com
(milik PT e-Commerce
Nusantara)
B2G
http://www.hsbcnet.com
http://www.finnet-
indonesia.com
G2C
http://www.pajak.go.id/
G2B
http://www.pajak.go.id/

Anda mungkin juga menyukai