PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronik adalah kelainan stuktur atau kelainan fungsi ginjal selama lebih dari
3 bulan dengan implikassi pada kesehatan. Prevalensi penyakit ginjal kronik semakin tahun
semakin meningkat. Faktor resiko utama penyakit ginjal kronik adalah diabetes militus, hipertensi,
penyakit jantung usia lebih 60 tahun, dan riwayat keluarga. Faktor resiko utama adalah obesitass,
infeksi saluran kemih, penyakit autoimun, dan infeksi ginnjal. Di Indonesia data tahun 2011
penyebab penyakit ginjal kronik 34% dari hipertensi, 27% nefropatik diabetic, 14% dari
glomerulopati primer, dll.
Deteksi penyakit ginjal kronik (PGK) berdasarkan LFG (laju filtrasi glomerulus),
merupakan penilaian yang lebih akurat fungsi ginjal dibandingkan dengan kreatinin sendiri.
penurunan fungsi ginjal dikelompokan menjadi 5 tingkatan yaitu stadium G1, G2, G3a, G3b, G4,
dan G5. Pada stadum G1 sampai dengan stadium G4 terjadi penurunan fungsi ginjal yang ringan
sampai dengan berat, umumnya belum menjalani terapi pengganti ginjal, yang umum disebut
kondisi predialisis. Pada stadium G5, terjadi penurunan fungsi ginjal sangat berat, umumnya
disebut penyakit ginjal kronik tahap akhir atau gagal ginjal, yang memerlukan terapi ganti ginjal.
Terapi pengganti ginjal saat ini yang biasa dilakukan adalah dialysis atau transplantasi ginjal.
Pasien dialysis dibagi menjadi 2 kelompok yaitu hemodialysis dan peritoneal dialysis.
Hemodialysis adalah terapi pengganti ginjal oleh mesin. Di Indonesia umumnya dilakukan 2 kali
seminggu dan waktu setiap kali hemodialysis selama 5 jam.
Antropometri
Pada pengkajian antropometri dilakukan pengukuran fisik pasien penyakit ginjal kronik
diantaranya adalah tinggi badan berat badan. Berat badan pada pasien penyakit ginjal kronik sering
dipengaruhi adannya cairan yang menumpuk di tungkai kaki (edema) atau diperut/ asites oleh
Karena itu berat badan yang digunakan adalah berat badan kering.
Berat badan kering adalah berat badan tanpa adanya penumpukan cairan, biasanya pada
pasien hemodialisi sehingga dapat di ukur indeks masa tubuh (IMT). Pengukuran antropometri
lain adalah lingkar lengan atas (LILA), pengukuran lemak subkutan, dan lain-lain. Pengukuran
komposisis tubuh dapat menggunakan alat BIA (biopedance analysis) mengukur status gizi pada
pasien penyakit ginjal kronik di anjurkan menggunakan beberapa parameter selain IMT. Berat
badan interdyalitic weight gain adalah kenaikan berat badan pada pasien penyakit ginjal
kronikdiantara hemodialysis. Peningkatan berat badan diantara dialysis diharapkan tidak lebih dari
5 % dari berat badan kering.
Biokimia
Data biokimia yang di kumpulkan da di nilai merupakan data yang berkaitan dengan status
gizi, status metabolic, dan gambaran fungsi ginjalyang dapat memenuhi memengaruhi timbulnya
masalah gizi sebagai berikut HB, ferritin, ureum, keratinin glomerulo filtration rate (GFR),
albumin, pre-albumin, transferrin, naatrium, kalium, fosfor, kalsium, gula darah, kolestrol total,
LDL, HDL, trigliserida, bikarbonat serum, status inflamasi C-reaktived protein (CRP),
magnesium, enzyme hati alanine amino transferase (ATL), aspartate aminotransferase (AST).
Klinik/ Fisik
Pemeriksaan klinis atau fisik adalah mengevaluasi system tubuh, wasting otot dan lemsk
subkutan, kesehatan mulut, kemampuan menelan, dan lain-lain. Pada pasien penyakit ginjal kronik
dilihat pula ada tidaknya penumpukan cairan ditungkai atau edema, wajah pucat, lemah, cepat
letih, atau lelah, tidak ada nafsu makan, mual, muntah, dan sakit kepala. Pada pasien hemodialysis,
anamnesis yang juga diperlukan adalah penaikan berat badan diantara dialysis apakah lebih dari
5% dari berat badan kering, karena anjurannya berkisar 5%, jika lebih makan dapat diprediksi
kenaikan berat badan karena asupan air berlebih. Kurangnya massa otot dan lemak, apakah terjadi
pada sebagian atau seluruh tubuh pasien.perangkat subjektiv global assessment (SGA) dapat
digunakan pada pasien dialysis sebagai pelengkap pengukuran, demikian pula bioelectrical
impedence analysis (BIA) serta interdialitik weight gain (IDWG).
Riwayat Makan
Pola kebiasan makan , konsumsi protein, lemak, karbohidrat, zat gizi makro dan mikro bila
diperlukan sesuai kebutuhan, konsumsi garam, air, konsumsi sumber kalium, kalsium dan
fosfor,riwayat alergi makanan, konsumsi makana tambahan. Pengumpulan data mengenai riwayat
makan juga meliputi ketersediaan pangan. Aspek yang dikaji dalam riwayat gizi intinya adalah
asupan makan, komposisi dan kecukupan gizi, pola makan termasuk makan selingan, suasana saat
makan, daya terima terhadap makanan, diet yang sedang dijalani, kesadaran terhadap gizi
kesehatan meliputi kemandirian melaksanakan diet, aktivitas fisik termasuk kegiatan sehari-hari,
waktu bersantai, intensitas, frekuensi, dan kebiasaan berolahraga. Untuk ketersediaan makanan,
hal yang digali adalah kemampuan merencanakan menu, daya beli, kemampuan menyiapkan
makanan, pemilihan makanan, pengetahuan sanitasi dan hygiene, ketidakamanan pangan.
Riwayat Personal
Riwayat personal pasien yang ditanyakan adalah riwayat mengonsumsi obat obatan selama
ini, obat dari resep dokter atau obat warung yang berkaitan dengan masalah gizi serta suplemen
makanan yang dikonsumsi, social budaya yang ditanyakan adalah status social ekonomi, budaya,
kepercayaan, riwayat penyakit dan data umum pasien. Tanyakan juga kepada pasien penyebab
ginjal kronik atau riwayat penyakit sekarang dan penyakit dahulu serta penyakit keluarga.Apabila
pasien dengan dialysis, dilakukan anamnesis mengapa sampai diterapi pengganti ginjal. Adakah
riwayat hipertensi, diabetes mellitus, polikista ginjal, penyakit infeksi ginjal, batu ginjal. Adakah
keluarga yang mempunyai riwayat penyakit tertentu. Pada riwayat personal ini perlu diketahui
pula usia pasien, pekerjaan, peranan dalam keluarga dan tingkat pendidikan.
DIAGNOSIS GIZI
Diagnosis gizi yang sering muncul pada pasien dengan penyakit ginjal kronik cukup
beragam. Tidak tertutup kemungkinan terdapat diagnosis lain selain yang ada dibawah ini,
disesuaikan dengan penyakit ginjal kronik dan terapi pengganti ginjal masing masing pasien, serta
sesuai dengan pengkajian atau assesmen gizi.
Diagnosis gizi adalah kegiatan mengidentifikasi masalah gizi yang actual atau saat ini yang
terdiri dari komponen yang menyebutkan problem atau masalah, penyebab dari masalah serta
tanda gejala adanya masalah, disingkat PES (problem, etiology, signs symptons ). Diagnosis dapat
berubah uabah sesuai respon pasien. Beberapa diagnosis gizi pasien dengan penyakit ginjal kronik
sebagai berikut :
1. Asupan makan oral tidak adekuat berkaitan dengan tidak nafsu makan, mual, muntah
ditandai dengan asupan makan 50% dari kebutuhan ( NI-2.1)
2. Kelebihan asupan cairan berkaitan dengan minum berlebihan ditandai peningkatan berat
badan diantara dialysis 10% dari berat kering dan adanya edema (NI-3.2)
3. Penigkatan kebutuhan protein berkaitan dengan hemodialysis kehilangan asam amino
ditandai dengan asupan protein tidak adekuat, kehilangan massa otot, albumin 3 mg/dl (NI-
5.1)
4. Peningkatan kebutuhan protein berkaitan dengan post-transplantasi ginjal ditandai dengan
Hb 7mg/dl, albumin 2,9 mg/dl (NI-5.1)
5. Penurunan kebutuhan protein berkaitan dengan disfungsi ginjal ditandai dengan GFR
kurang dari 25 ml/mnt, ureum dan kreatinin meningkat (NI-5.4)
6. Kelebihan asupan mineral kaliumberkaitan dengan konsumsi buah dan sayur berlebihan
ditandai dengan hyperkalemia, asupan kalium lebih tinggi dari kebutuhan (NI-5.10.2)
7. Perubahan nilai laboratorium berkaitan dengan fungsi ginjal ditandai dengan tidak
normalnya kadar ureum, kreatinin, kalium, fosfor dan LFG (NC-2.2)
8. Malnutrisi berkaitan dengan asupan energy dan protein kurang, pola makanan yang salah
ditandai dengan IMT kurang dari 18,5, tidak cukupasupan makan disbanding dengan
kebutuhan (NI-5.2)
9. Kurang pengetahuan gizi berkaitan dengan kurang infornasi mengenai diet yang harus
dijalani, keyakinan yang salah ditandai dengan tidak mampu menjelaskan zat gizi atau
makanan yang diannjurkan (NB-1.1)
INTERVENSI GIZI
Intervensi gizi dapat ditinjau dari dua komponen yaitu perencanaan dan implementasi.
Perencanaan adalah menetapkan prioritas masalah berdasarkan diagnosis gizi yang sudah
ditetapkan. Perencanaan gizi disesuaikan dengan kondisi pasien atau klien, menetapkan tujuan
intervensi yang akan dicapai dan strategi intervensi gizi. Intervensi gizi diberikan setelah diagnosis
gizi ditetapkan. perencanaan gizi disesuaikan dengan kondisi pasien/klien,menetapkan tujuan
intervensi yang akan dicapai dan strategi intervensi gizi. Intervensi gizi diberikan setelah diagnosis
giziditegakkan, agar permasalahan gizi/ problem dapat diatasi. Hal penting dalan intervensi adalah
pembuatan preskripsi diet yang berisi rekomendasi kebutuhan zat gizi baik makro maupun mikro
secara individual, jenis diet, bentuk makanan, komposisi zat gizi, frekuensi makanan, akses
pemberian makanan, dll. Komponen inplementasi dalam intervensi gizi merupakan kegiatan
nutritionis/ dietisien melaksanakan danmengomunikasikan rencana intervensi yang akan diberika
kepada pasien. Berikut perencanaan diet penyakit ginjal kronik.
Padaa umumnya pasien diberikan terpai konservatif yang meliputi terapi diet dan
medikamentosa dengan tujuan mempertahankan sisa fungsi ginjal. Status gizi kurang masih
banyak dialami pasien gagal ginjal kronik pre-dialisis. Penyebab gizi kurang adalah asupan
makanan yang kurang akibat dari tidak nafsu makan, mual dan muntah. Untuk mencegah
penurunan dan mempertahankan status gizi, perlu perhatian khusus dengan cara onitoring dan
evaluasi status gizi serta supan makanan.
Pada dasarnya pelayanan dari suatu system terpadu yang terdiri dari dokter, perawat,
nutritionis/ dietisien serta tenaga kesehatan lain yang diperlukan, agar terapi diet yang diberikan
kepada pasien optimal. Intervensi gizi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi agar status
gizi optimal, pasien dapat beraktifitas normal, menjaga kesseimbangan cairan dan elektrolit yang
pada akhirnya diharapkan mempunyai kualitas hidup yang baik.
Penatalaksanaan diet pada pasien penyakit ginjal kronik pre-dialisis stadium I sampai IV
pada dasarnya mencoba memperlambat penurunan fungsi ginjal lebih lanjut dengan cara
mengurangi beban kerja nephron dan menurunkan kadar ureum darah.
Apabila pasien mencapai LFG/GFR <25 mL/ mt, maka dietnya adalah sebagai berikut :
Energy 35 kkal/kg BB, jika pasien geriati umur >60 tahun cukup 30 kkal/kg BB, dengan
komposisi sebagai berikut :