Penyakit ginjal kronis adalah keadaan saat ginjal mengalami kerusakan (minimal selama 3
bulan) dan mengalami kesulitan untuk melakukan tugasnya. Terjadinya penyakit ginjal kronis ini
juga meningkatkan risiko terjadinya gangguan kesehatan lain, seperti penyakit jantung dan
stroke. Perkembangan dari penyakit ginjal kronis bersifat perlahan sehingga sangat sedikit
gejala yang muncul pada masa awal perkembangannya. Oleh karena itu, penyakit ginjal kronis
dapat dibagi menjadi 5 berdasarkan tingkat kerusakan yang terjadi. apabila seseorang
mengalami penyakit ginjal kronis, ginjal tidak akan mampu membersihkan darah tubuh. Hal ini
akan menyebabkan penumpukan zat racun dan cairan pada tubuh.
Penyakit ginjal kronis merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar di dunia. Berdasarkan
data World Health Organization pada tahun 2017, 1 dari 10 orang menderita penyakit ginjal
kronis. Selain itu, angka kematian akibat penyakit ginjal kronis meningkat sebesar 41,5% dalam
kurun waktu 25 tahun terakhir dan diperkirakan akan menjadi penyebab kematian ke-5 terbesar
di dunia. Di Indonesia sendiri, penyakit ini pernah menjadi salah satu dari 10 penyebab
kematian terbesar di daerah pedesaan pada usia 5 sampai 14 tahun. Prevalensi penyakit ginjal
kronis di Indonesia pada tahun 2013 adalah 0,2% dan meningkat menjadi 0,38% pada tahun
2018. Sejalan dengan prevalensinya di dunia, diperkirakan angka tersebut akan semakin
meningkat di masa depan.
Namun, penggunaan dialisis berpotensi menimbulkan masalah gizi. Potensi masalah yang
dapat terjadi berupa kurang nutrisi, wasting energi protein, dan gangguan elektrolit. Selain itu,
pasien hemodialisa juga berpotensi mengalami defisiensi mikronutrien (vitamin dan mineral).
Berdasarkan data statistik, sebanyak 71% dari pasien hemodialisa mengalami malnutrisi ringan
sedang dan 23% mengalami malnutrisi berat. Hal tersebut disebabkan oleh perubahan
metabolik akibat penurunan fungsi ginjal yang akan mempengaruhi selera makan dan pola
makan.
Dr. Zulfitri Azuan Mat Daud dari Faculty of Medicine and Health Sciences Universiti Putra
Malaysia (UPM) menyatakan bahwa malnutrisi adalah musuh utama pasien gagal ginjal
dikarenakan adanya peningkatan risiko kematian. Selain faktor gizi, terdapat pula faktor non gizi
yang berkontribusi dalam terjadinya gizi buruk pada pasien gagal ginjal, seperti rendahnya
literasi gizi dan perawatan nutrisi ginjal.
Namun, banyak fasilitas hemodialisis di dunia tidak melibatkan dietitien dan banyak staf medis
yang tidak mendalami topik gizi selama masa sekolah. Hal tersebut menyebabkan banyak
dokter yang hanya mengevaluasi status gizi pasien berdasarkan nilai laboratorium dan
memberikan edukasi pasien untuk mengurangi makan. Pasien yang memiliki tingkat
pengetahuan yang kurang atau pasien lanjut usia dapat merespon negatif terhadap saran
tersebut melalui mengurangi makannya secara keseluruhan tanpa melihat komponennya
secara spesifik. Dengan perilaku tersebut, pasien akan kekurangan energi dan menggunakan
cadangan energi pada tubuh, seperti lemak dan otot, untuk mengkompensiasinya
Melalui intervensi gizi, pasien dengan gagal ginjal yang menjalani hemodialisa dapat
mempertahankan keseimbangan makronutrien dan mikronutrien dalam tubuh serta
meningkatkan kualitas hidup pada pasien. Selain itu, pasien juga akan memiliki asupan cairan
yang lebih rendah, makanan protein yang lebih optimal,dan mendapat suplemen nutrisi oral bila
dibutuhkan. Pemberian intervensi gizi ini dapat dilakukan sebelum, selama, dan sesudah
hemodialisa dan ketiga periode intervensi tersebut membutuhkan pendekatan yang
berbeda-beda satu dengan yang lain sesuai instruksi ahli gizi yang menangani pasien.
Di Indonesia sendiri, integrasi pelayanan gizi dalam penanganan pasien gagal ginjal yang
menjalani hemodialisis mulai semakin berkembang. Beberapa rumah sakit di Indonesia, seperti
Rumah Sakit BaliMed dan Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soeselo secara aktif memberikan
penyuluhan “diet untuk pasien hemodialisis”. Mengingat manfaat yang dapat diberikan melalui
intervensi gizi ini sangat besar, integrasi pelayanan gizi pada unit hemodialisa menjadi peluang
besar dalam meningkatkan kualitas pelayanan Rumah Sakit yang memiliki pelayanan gizi dan
hemodialisa.
Kesimpulan
Pasien gagal ginjal dengan tingkat yang berat membutuhkan hemodialisis untuk bertahan
hidup. Dalam proses hemodialisis ini, permasalahan gizi dapat muncul pada pasien. Intervensi
gizi yang tepat dan disesuaikan dengan individu pasien dapat memberikan banyak manfaat
yang signifikan. Walaupun manfaatnya telah dibuktikan melalui berbagai penelitian di berbagai
negara, masih sangat sedikit Rumah Sakit yang mengambil langkah hingga pengaturan
terhadap menu harian pasien. Perpaduan antara klinis dan gizi menjadi hal yang berpotensi
memberikan manfaat besar bagi pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa. Integrasi ini
memberikan pendekatan baru dalam pelayanan pasien hemodialisa guna mencapai kualitas
hidup yang lebih baik
referensi
https://www.kidney.org/atoz/content/about-chronic-kidney-disease
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/chronic-kidney-disease/symptoms-causes/syc-2
0354521
https://fkm.unair.ac.id/kuliah-tamu-fkm-unair-bahas-mengenai-malnutrisi-pada-pasien-ckd/
https://rrtjournal.biomedcentral.com/articles/10.1186/s41100-017-0095-x