Anda di halaman 1dari 21

MENDESKRIPSIKAN PEMENDEKAN

TELOMER DAN APOPTOSIS

Altalariq Majid Sanjaya (2071010003)


Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah: BIOLOGI SEL
Dosen Pengampu: Ibu Yessy Velina M. Si

KELAS A
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN INTAN LAMPUNG
2020/2021

Jl. Endro Suratmin, Sukarame, Kec. Sukarame, Kota Bandar Lampung, Lampung 35131
1. KATA PENGANTAR

‫بِس ِْم هّٰللا ِ الرَّحْ مٰ ِن ال َّر ِحي ِْم‬


Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan taufiq-Nya Saya
dapat menyelesaikan tentang “Mendeskripsikan Pemendekan Telomer Dan Apoptosis” ini.
Shalawat serta salam senantiasa saya dengung sanjungkan kepada junjungan kita, Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta semua umatnya hingga kini. Dan Semoga kita
termasuk dari golongan yang kelak mendapatkan syafaatnya.
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas dari dosen mata kuliah Biologi sel Ibu Yessy
Velina, M. Si. Universita Islam Negeri Raden Intan Lampung. Dilain sisi, saya juga
mengucapkan terima kasih kepada media cetak maupun elektornik yang telah membantu
dalam proses penyusunan makalah ini.
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga makalah ini dapat menjadi salah satu panduan
untuk lebih menghormati dosen bagi para pembaca. Kritik dan saran senantiasa saya
harapkan agar makalah ini dapat lebih ditingkatkan kedepannya.

Lampung Selatan, 28, Juli 2021

Hormat Saya
Daftar Isi
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
Latar Belakang...................................................................................................................................4
Rumus Makalah.................................................................................................................................5
Tujuan Makalah.................................................................................................................................5
BAB II...................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
Perubahan Morfologis dan Kimia dalam Apoptosis..........................................................................6
Jalur Caspase Dependen (Jalur Ekstrinsik dan Intrinsik)...................................................................7
Jalur Caspase Independen................................................................................................................10
BAB III................................................................................................................................................12
PEMENDEKAN TELOMER DAN APOPTOSIS...............................................................................12
Apoptosis: Definisi, Fungsi dan Proses Apoptosis..........................................................................12
TELOMER DAN TELOMERASE..................................................................................................15
PEMENDEKAN TELOMER DAN APOPTOSIS...........................................................................17
BAB IV...............................................................................................................................................19
PENUTUPAN.....................................................................................................................................19
KESIMPULAN...............................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................20
2. BAB I
3. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Apoptosis berasal dari bahasa Yunani yang berarti “Gugur” atau “Rontok” atau
dikenal sebagai kematian sel terprogram (programmed cell death). Kematian sel terprogram
ini terjadi selama masa pertumbuhan (embriogenesis organogenesi) dan pada sel-sel dewasa.

Pernan proses apoptosi sangat penting dalam menjaga homeostasis jaringan dengan
menyeimbangkan perbandingan antara sel-sel yang hidup dengan sel-sel yang mati. Berbeda
dengan kematian sel akibat nerkrosi, apoptosis dikendalikan oleh suatu kontrol genetik yang
ketat, berlangsung melalu proteolisis, kondensasi difagositnya sel tersebut, baik oleh
makrofaga ataupun sel parenkim di sekitarnya tanpa kebocoran kompoen-komponen sitosol
sehingga tidak terjadi respon inflamasi.

Terdapat beberapa bukti bahwa pengendalian apoptosis dilakukan oleh gen-gen yang
mengatur siklus sel, seperti gen p53, Rb, myc dan lain-lain. Sedangkan keluarga bcl2 dan
beberapa jenis virus onkogen dikenal sebagai penghambat apoptosi, yang berpotensi
mengakibatkan tranformasi sel menjadi ganas. Untuk merangsang proses apoptosis tidak
diperlukan ekspresi gen baru, melaikan inhibis ekspresi gen yang dapat menghambat
apoptosis. Inhibisi sintesa protein mengakibatkan berkurangnya protein inhibitor dengan
cepat sehingga terjadi induksi apoptosis.

Efek pada mekanisme apoptosi dapat meningkatkan ketahanan hidup sel, menambah
kemungkinan ekspansi sel ganas tanpa bergantung pada proses pembelahan sel. Oleh karena
itu penting untuk kegenasan dan kegunaannya sebagai suicide gene therapy.

Setiap organisme hidup terdiri atas ratusan tipe sel, yang semuanya berasal dari
fertilisasi sel telur. Selama perkembangannya sejumlah sel bertambah secara dramatis yang
kemudian akan membentuk berbagai jenis jaringan dan organ. Seiring dengan pembentukan
sel yang baru tersebut, sel yang mati merupakan proses regulasi normal pada sejumlah
jarringan. Pengendalian terhadap eliminasi sel-sel yang mati ini dikenal sebagai kematian sel
yang terprogram atau apoptosis (Lumongga, 2008).
Kematian sel yang terprogram atau apoptosis ini merupakan suatu kejadian yang
normal pada perkembangan dan pemeliharaan kesehatan pada organisme multiseluler. Sel
yang mati ini merupakan respon terhadap berbagai stimulus, dan selama apoptosis, sel ini
dikontrol dan diatur; dan sel yang mati kemudian di fagosit oleh sel makrofag (Gregory and
Devitt, 2004).

Pada apoptosis, sel-sel yang mati memberikan sinyal yang diperantarai oleh caspase.
Gen caspase ini merupakan bagian dari cysteine protease yang akan aktif pada perkembangan
sel maupun sinyal aktif pada destruksi atau kerusakan sel. Selain itu, apoptosis dapat
dipicu/berhubungan dengan terjadinya pemendekan telomer, suatu replikasi nukleotida di
ujung kromosom di dalam inti sel eukariotik. Telomer ini mempunyai fungsi utama yaitu
untuk melindungi DNA dari kerusakan dan juga berperan penting pada replikasi DNA
sehingga telomer berperan dalam mempertahankan kestabilan kromosom pada setiap
pembelahan sel.dan mencegah kromosom supaya tidak bergandengan (Wong and Collins,
2003).

Telomer dipelihara keutuhannya oleh enzim telomerase yaitu Ribonucleoprotein


DNA polymerase yang berperan dalam proses elongasi telomer di dalam sel eukariot. Pada
sel somatik normal terjadi pemendekan telomer, termasuk stem cell yang dimaksudkan untuk
pembaharuan sel. Jadi pada sel somatik mempunyai program proses penuaan (aging) (Shay et
al, 2001).

Penuaan sel sering dikaitkan pula dengan pemendekan telomer pada setiap kali sel
membelah yang berperan sebagai penyebab penuaan sel dan merupakan komponen pada jam
mitosis (mitotic clocks) (Jones et al, 2000). Setelah sel mengalami penuaan, sel akan
mengalami apoptosis dan akhirnya mengalami kematian.

2. Rumus Makalah

1. Bagaimana dasar mekanisme dari proses apoptosi?


2. Bagaimana Pendekatan Telomer dan Apoptosis?

3.

4. Tujuan Makalah

1. Tujuan dari karya tulis ini adalah menambah pengetahuan mengenal apoptosis
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai suicide gene therapy.
2. Tujuan penulisan makalah ini adalah mencoba menguraikan tentang bagaimana
kejadian apotosis, apa itu telomer serta bagaimana hubungan apoptosis dengan
terjadinya pemendekan telomer.
4. BAB II
5. PEMBAHASAN

1. Perubahan Morfologis dan Kimia dalam Apoptosis

Perubahan morfologis yang terjadi saat apoptosis adalah kondensasi kromatin dan
fragmentasi nuklear di dalam inti sel diiringi pengurangan volume sel (piknosis), dan retraksi
pseudopoda. Tahap awal apoptosis, kromatin pecah, namun membran sel masih utuh
(karioheksis). Tahap akhir apoptosis, terjadi penonjolan membran, modifikasi ultrastruktural
organel sitoplasma, dan integritas membran hilang. Biasanya sel-sel fagosit seperti sel epitel,
makrofag, dan fibroblas akan memakan sel apotosis sebelum badan apoptotik terbentuk. Sel
apoptosis yang tidak difagosit seperti dalam proses kultur sel di laboratorium, maka akan
mengalami degradasi yang mirip nekrosis sehingga disebut nekrosis sekunder.

Tiga ciri utama perubahan biokimia dalam apoptosis, yakni aktivasi caspase,
pecahnya DNA dan protein, dan perubahan pada membran sehingga dapat dikenali oleh sel-
sel fagosit.6 Tahap awal apoptosis ditandai ekspresi Phosphatidylserine (PS) yang terlempar
keluar dari lapisan dalam ke lapisan luar membran sel. Badan apoptotik yang terbentuk di
akhir apoptosis menyebabkan sel mati ini dapat dikenali oleh makrofag tanpa dilepaskannya
komponen pro-inflamatori selular. Pemecahan DNA membentuk 50 hingga 300 kilobasa
bagian.6 Tahap akhir apoptosis menimbulkan pemecahan DNA internukleosomal menjadi
oligonukleosomal dari 80 hingga 200 pasangan dasar oleh endonuklease. Gambaran khas
apoptosis lain adalah aktivasi caspase.

Huruf “c” atau Cys dari caspase menunjukkan protease sistein, sedangkan “aspase”
berarti bagian unik enzim yang membelah pada terminal C pada residu Asp. Aktivasi caspase
menyebabkan keluarnya protein vital selular dan memecah perancah nuklear serta kerangka
dinding sel. Regulator apoptosis yang lain adalah anggota famili Bcl-2.6 Saat ini ada 18
anggota famili Bcl2 yang telah diidentifikasi, dan dibagi ke dalam dua grup berdasarkan
strukturnya. Anggota grup pertama diwakili oleh Bcl-2 dan Bcl-xL yang berfungsi sebagai
protein anti-apoptosis.7 Anggota grup kedua diwakili oleh subfamili Bax dan Bcl-2
associated killer (Bak), serta subfamili a novel BH3 domain-only death agonist (Bid) dan the
Bcl-2 associated death molecule (Bad), sebagai protein pro-apoptosis.

Mekanisme apoptosis sangat kompleks dan rumit. Secara garis besar apoptosis dibagi
menjadi empat tahap, yakni adanya sinyal kematian (penginduksi apoptosis) yang bersifat
fisiologis (hormon dan sitokin), biologis (virus, bakteri, parasit), kimia (obat), atau fisik
(radiasi dan toksin).8 Tahap kedua adalah tahap integrasi atau pengaturan (transduksi signal,
induksi gen apoptosis yang berhubungan), selanjutnya adalah tahap pelaksanaan apoptosis
yakni terjadi perubahan morfologi dan kimia (degradasi DNA, pembongkaran sel,
pembentukan badan apoptotik).8 Tahap terakhir adalah tahap fagositosis atau eliminasi oleh
makrofag, dendritik atau sel yang berdekatan dengan sel apoptosis. Peristiwa apoptosis
melibatkan adanya pemadatan inti sel, pemadatan dan pembagian sitoplasma ke dalam
selaput ikat badan apoptotis, dan kerusakan kromosom ke dalam fragmen yang berisi
berbagai nukleosom.

Target protein pada umumnya melibatkan protein lain, suatu DNA endonuklease.8
Ketika protein target pecah, DNAase bebas untuk berpindah tempat ke inti dan mulai
pelaksanaan. Perubahan dalam apoptosis terjadi ketika caspase-3 membelah gelsolin, yakni
suatu protein pemelihara morfologi sel. Gelsolin akan membelah actin filamen di dalam sel.
Protein yang lain diperlukan untuk membentuk badan apopotik adalah p21-activated kinase 2
(PAK-2). Kinase ini diaktifkan oleh caspase-3 dengan proteolisis terbatas. Caspase-3 juga
berfungsi untuk membelah sitokeratin terutama cytokeratin 18 (CK18), dimana epitop baru
pada CK18 tampak dominan saat apoptosis awal.

2. Jalur Caspase Dependen (Jalur Ekstrinsik dan Intrinsik)

Apoptosis dipicu oleh berbagai jalur sinyal dan diatur oleh ligan ekstrinsik dan
intrinsik yang kompleks.10 Terdapat dua jalur apoptosis utama yakni melibatkan fungsi
caspase dan tanpa caspase. Mitokondria bertindak sebagai crosstalk organelles yakni organel
yang berperan pada kedua jalur apoptosis yang berbeda tersebut. Jalur apoptosis terbagi dua
yaitu caspase dependen dan independen. Sinyal apoptosis jalur caspase dependen bisa terjadi
secara intraseluler dan ekstraseluler. Jalur ekstrinsik (ekstraseluler) diinisiasi stimulasi
reseptor kematian sedangkan jalur intrinsik diinisiasi oleh pelepasan faktor sinyal dari
mitokondria dalam sel.

Apoptosis jalur ekstrinsik dimulai dari adanya pelepasan molekul sinyal disebut ligan,
oleh sel lain bukan berasal dari sel yang akan mengalami apoptosis. Ligan tersebut berikatan
dengan reseptor kematian yang terletak pada transmembran sel target yang menginduksi
apoptosis. Reseptor kematian yang terletak di permukaan sel adalah famili reseptor Tumor
Necrosis Factor (TNF), yang meliputi TNF-R1, CD 95 (Fas), dan TNF-Related apoptosis
inducing ligan (TRAIL)-R1 dan R2. Ligan yang berikatan dengan reseptor tersebut
mengakibatkan caspase inisiator 8 membentuk trimer dengan adaptor protein FADD.

Reseptor CD 95, TRAIL-R1 dan R2 terikat dengan FADD, sedangkan TNF-R1 terikat
secara tidak langsung dengan molekul adaptor lain, yaitu TNF-Reseptor Associated Death
Domain (TRADD). Kompleks yang terbentuk antara ligan-reseptor dan reseptor kematian
FADD disebut DISC.10 Kompleks ini akan menginisiasi pro caspase-8 yang mengaktifkan
caspase eksekutor.
Caspase-8 bekerja dengan cara memotong anggota famili Bcl-2 yaitu Bid.,Bid yang
terpotong pada bagian ujungnya akan menginduksi insersi Bax ke dalam membran
mitokondria dan melepaskan molekul proapoptotik seperti sitokrom c, Samc/Diablo,
Apoptotic Inducing Factor (AIF), dan omi/Htr2. Adanya dATP akan terbentuk kompleks
antara sitokrom c, Apaf-1, dan caspase-9 yang disebut apoptosom. Caspase-9 akan
mengaktifkan aliran procaspase-3. Protein caspase-3 yang aktif memecah berbagai macam
substrat, diantaranya enzim perbaikan DNA seperti poly-ADP Ribose Polymerase (PARP),
dan DNA protein kinase yaitu protein struktural seluler dan nukleus, termasuk aparatus
mitotik inti, lamina nukleus, dan aktin serta endonuklease, seperti Inhibitor CaspaseActivated
Deoxyribonuklease (ICAD) dan konstituen seluler lainnya.

Caspase-3 juga mempunyai kemampuan untuk mengaktifkan caspase lainnya, seperti


procaspase-6 dan 7 yang memberikan amplifikasi terhadap kerusakan seluler.8 Adanya stres
seluler meningkatkan ekspresi dari protein p53 yang mengakibatkan terjadinya G1 arrest atau
apoptosis.8 Anggota dari Apoptosis Stimulating Protein p53 (ASPP) yaitu ASPP 1 dan ASPP
2 secara spesifik menstimulasi fungsi transaktivasi p53 pada promotor gen pro-apoptotik
seperti Bax dan p53 inducible gene 3 (PIG 3), tapi tidak pada promotor gen yang
menyebabkan hambatan siklus sel, yaitu p21 dan mdm2.8 Stres mitokondria yang
menginduksi apoptosis jalur intrinsik disebabkan oleh senyawa kimia atau kehilangan faktor
pertumbuhan, sehingga menyebabkan gangguan pada mitokondria dan terjadi pelepasan
sitokrom c dari intermembran mitokondria.

Sitokrom c adalah suatu heme protein yang bertindak sebagai suatu pembawa
elektron dalam fosforilasi oksidasi mitokondria, pemberhenti elektron sitokrom c oksidase,
keluar intermembran dan mengikat protein sitoplasmik yang disebut Apaf-1. Protein ini
akan mengaktifkan inisiator caspase-9 di sitoplasma.8 Protein ini keluar dari mitokondria
setelah terjadi perubahan potensiasi elektrokimia di membrane yang menyebabkan
terbukanya suatu kanal yang nonspesifik dalam membran yang permeabel, terdiri atas dua
protein selaput bagian dalam yakni Adenine Nucleotide Translocator (ANT) dan protein
bagian luar yakni porin; Voltage Dependent Anion Channel (VDAC). Protein ini bertindak
bersama-sama, pada sisi luar dan sisi dalam terjadi kontak. Saluran ini dapat dilewati zat
yang memiliki bobot molekular kurang dari 1500. Perubahan pada gradien proton
menyebabkan oksidasi dan foforilasi di mitokondria dan perubahan ion menyebabkan
pembengkakan matriks. Sisi bagian dalam sangat kusut dan memiliki luas permukaan jauh
lebih besar dibanding selaput yang luar, bengkak pada matriks mengarah rusaknya sisi luar,
sehingga sitokrom c dan Apaf-1 keluar masuk sitoplasma. Jalur ini biasa diaktifkan dalam
respon stimulus letal yang lain seperti perusakan DNA, stress oksidatif, dan hipoksia.

Mitokondria mengandung faktor proapoptosis seperti sitokrom c dan AIF. Keduanya


merupakan substrat yang berbahaya, akan tetapi tersimpan aman dalam mitokondria. Saat
keduanya dilepaskan ke sitoplasma, protein ini dapat mengaktifkan jalur aktivasi caspase.11
Pelepasan tersebut diatur oleh famili Bcl-2 yang terikat dengan mitokondria, yaitu Bax dan
Bad. Sitokrom c berperan sebagai pembawa elektron yang larut dalam air dalam fosforilasi
oksidatif mitokondria.11 Bila terjadi kumparan elektron melalui sitokrom c oksidase atau
kompleks IV, adanya perubahan kekuatan ion menyebabkan terjadinya gelombang matriks.
Saat membran dalam mitokondria memiliki permeabilitas permukaan yang lebih luas
dibanding membran luar maka gelombang matriks menyebabkan pori-pori permeabilitas
bagian dalam membran nonspesifik menjadi terbuka sehingga sitokrom c keluar ke
sitoplasma.110 Sitokrom c yang keluar ke sitoplasma kemudian berikatan dengan Apaf1
membentuk Caspase Recruitment Domain (CARD). Beberapa CARD bergabung
membentuk kompleks apoptosom kemudian mengikat pro-caspase-9 dan mengaktivasinya
menjadi caspase-9 (caspase inisiator). Caspase-9 ini akan mengaktivasi procaspase-3
menjadi caspase-3 yang merupakan caspase efektor yang melaksanakan apoptosis.

Gambar 1. Jalur Caspase Dependen (Ekstrinsik dan Intrinsik). Mitokondria dan organel
nukleus memegang peranan penting dalam tipe apoptosis ini. Organel ini dpat
menghubungkan sinyal yang berbeda untuk aktivase caspase sehingga terjadi perubahan
pada senyawa oksigen reaktif, sitokrom c, dan membran potensial mitokondria. Selain jalur
mitokondria, ligan eksternal juga dapat mengaktifkan ERK yang dilanjutkan dengan
rangkaian aktifitas caspase.

Keseimbangan kerja caspase dipertahankan dengan adanya hambatan caspase berasal


dari famili inhibitor apoptosis (IAPs) seperti survivin, cIAP-1, cIAP-2, ILP-2, XIAP, livin,
BIRC, dan NAIP.8 Famili IAPs dapat menghambat caspase inisiator dan eksekutor melalui
beberapa proses yang berbeda.13 Aksi caspase-8 diatur oleh FADD-like ICE
(FLICE)inhibitory protein (FLIPs). Protein ini dapat mengikat FADD dan caspase-8 melalui
interaksi sejenis sehingga dapat menghambat caspase-8 untuk membentuk DISC.14
Mekanisme jalur ekstrinsik dan intrinsik tampak dalam Gambar 1.
3. Jalur Caspase Independen

Selain jalur caspase dependen, apoptosis juga dapat dipicu tanpa melalui aktivitas
caspase, yakni jalur caspase independen. Jalur caspase dependen diawali dengan sejumlah
ligan akan merangsang perubahan potensial membran mitokondria yang akan meningkatkan
produksi radikal bebas. Radikal bebas akan merangsang pengeluaran caspase sehingga terjadi
apoptosis. Jalur caspase dependen, caspase tidak berperan banyak, namun kerusakan
mitokondria disebabkan oleh enzim dapat menghasilkan radikal bebas.

Gambar 2. Jalur Caspase Independen. Tipe apoptosis ini tidak melibatkan anggota famili
caspase dan tidak dapat dihambat oleh inhibitor caspase. Beberapa komponen sel seperti
AIF, spesies oksigen reaktif, Ca2+, ATP, modifikasi dan misfolding protein, serta kerusakan
DNA dapat memicu apoptosis caspase independen.

Literatur menyebutkan bahwa Granzyme A (GzmA) dapat menginduksi secara


langsung peningkatan senyawa oksigen reaktif dan kerusakan mitokondria jalur caspase
independen.15 Target khusus GzmA adalah 270– 420 kDa endoplasmic reticulum (ER)-
associated complex yang mengandung GzmA-activated DNase NM23-H1 atau kompleks
SET. Walaupun fungsi normal kompleks SET ini belum diketahui dengan jelas, namun
kandungan proteinnya berhubungan dengan tumorigenesis. Kompleks SET akan berpindah ke
nukleus dan menyebabkan kerusakan DNA.16 Faktor proapoptosis yang paling penting
dalam jalur ini adalah AIF, yang dilepaskan oleh mitokondria dan menyebabkan kerusakan
DNA dalam nukleus.16Pelepasan AIF oleh mitokondria dipengaruhi juga oleh aktivasi
PARP-1 akibat senyawa oksigen reaktif. Ini membuktikan senyawa oksigen reaktif berperan
pada jalur caspase dependen dan independen.16 Selain AIF, proses glutationilasi dan
nitrosilasi menghambat beberapa grup thiol dan mempengaruhi fungsi protein menyebabkan
apoptosis. Mekanisme jalur caspase independen terlihat pada Gambar 2.

Hingga kini mekanisme apoptosis caspase independen masih belum jelas diketahui.
Beberapa peneliti telah menemukan bahwa AIF; ROS, dan ligan lainnya mampu
menstimulasi tipe kematian sel ini, jalur sinyal ini masih tahap fenomena dan mekanisme
yang lebih terperinci masih terus diteliti. Apapun bentuk apoptosisnya, kematian sel jenis ini
memiliki fungsi yang penting dalam pertumbuhan sel, proliferasi, dan kematian pada
beberapa spesies.
6. BAB III
7. PEMENDEKAN TELOMER DAN APOPTOSIS

Apoptosis: Definisi, Fungsi dan Proses Apoptosis

Apoptosis adalah suatu proses kematian sel yang terprogram, diatur secara genetik,
bersifat aktif, ditandai dengan adanya kondensasi kromatin, fragmentasi sel dan fagositosis
sel tersebut oleh sel tetangganya. Istilah apoptosis berasal dari Bahasa Yunani, yang artinya
gugurnya putik bunga atau daun dari batangnya. Apoptosis pertama kali diidentifikasikan
sebagai bentuk kematian sel berdasarkan kepada morfologinya. Penelitian mengenai kejadian
biokimiawi apoptosis dapat merupakan prediksi dari peranannya dalam mengontrol sel yang
ditentukan secara genetik dan alamiah, sehingga kontrol genetik dan mekanisme biokimiawi
dari apoptosis menjadi lebih dimengerti dalam perkembangan dan strategi terapi yang
mengatur kejadian proses penyakit (Cotran et al, 1999 cit Lumongga, 2008).

Apoptosis merupakan bentuk atau mekanisme kematian sel yang terprogram


(programmed cell death) atau karena bunuh diri sel (suicide), yang ditandai dengan gambaran
morfologi dan biokimiawi yang khas, yaitu adanya kondensasi kromatin, fragmentasi sel dan
pagositosis sel tersebut oleh sel tetangganya. Hal ini akan memiliki peran kunci dalam
kesehatan dan kejadian penyakit pada manusia (Volkmann et al, 2014). Terjadinya deregulasi
apoptosis dapat menyebabkan keadaan patologis, termasuk proliferasi secara tidak terkontrol
seperti dijumpai pada sel kanker.Kontrol apoptosis umumnya dikaitkan dengan gen yang
mengatur berlangsungnya siklus sel, di antaranya melibatkan gen p53, Rb, Myc dan keluarga
BcL2. Gangguan regulasi dan proliferasi sel baik aktivitas onkogen dominan maupun in
aktivasi gen tumor supresor p53, ada hubungannya dengan kontrol apoptosis. Beberapa jenis
virus seperti SV50, Herpes dan adenovirus dapat mengalami proses transformasi dengan cara
mengganggu fungsi apoptosis di dalam sel
(Underwood, 2009).

Apoptosis ini merupakan proses penting dalam pengaturan homeostasis normal, yang
menghasilkan keseimbangan dalam jumlah sel jaringan tertentu melalui eliminasi sel yang
rusak dan proliferasi fisiologi. Dengan demikian apoptosis dapat memelihara fungsi jaringan
normal. Apoptosis berfungsi mengeliminasi sel yang tidak diinginkan atau sel yang tidak
berguna lagi selama proses pertumbuhan sel dan proses biologi normal lainnya (Wyllie et al
2000; Alenzi, 2004). Selain itu apoptosis juga dapat berperan pada perkembangan embrio,
perkembangan suatu jaringan atau organ yang didahului oleh pembelahan sel dan diferensiasi
sel yang besar-besaran dan kemudian diseleksi atau dikoreksi melalui apoptosis.

Proses apoptosis juga dapat terjadi misalnya pada pelepasan sel endometrium selama
siklus menstruasi, regresi payudara selama masa menyusui, dan atresia folikel ovarium pada
masa menopause (Lumongga, 2008). Pada pengamatan secara fisiologis, beberapa
karakteristik yang ditunjukkan pada sel yang mengalami apoptosis, antara lain berupa
pengkerutan sel, kerusakan membran plasma di mana membran menjadi ber-lekuklekuk
namun tidak mengalami perubahan integritas, terjadinya kondensasi atau agregasi kromatin
pada membran inti, dimulai dengan penciutan sitoplasma dan kondensasi inti yang diakhiri
dengan fragmentasi sel, fragmentasi protein dan DNA. Sel yang telah mati melalui proses ini
tidak kehilangan kandungan internal sel dan tidak menyebabkan respon inflamasi. Jika
program apoptosis suatu sel telah selesai, maka akan tertinggal kepingan sel mati yang
disebut badan apoptosis dan terjadi kebocoran mitokondria karena pembentukan pori-pori
yang melibatkan protein keluarga Bcl-2. Badan apoptosis akan segera dikenali oleh sel-sel
makrofag dan dimakan (engulfed) (Wyllie et al, 2000; Fridman and Lowe, 2003).

Proses apoptosis berbeda dengan nekrosis. Nekrosis merupakan proses kematian sel
yang terjadi pada organisme hidup yang disebabkan oleh kondisi patologis, seperti infeksi
atau inflamasi. Pada nekrosis terjadi perubahan pada inti yang menyebabkan inti menjadi lisis
dan membran plasma menjadi ruptur atau patah-patah. Nekrosis merupakan proses kerusakan
sel akibat peningkatan volume sel dan hilangnya tekanan membran yang disebabkan
pelepasan enzim pelisis lisosomal seperti protease dan nuklease, sehingga sel mengalami lisis
yang diikuti dengan respon inflamasi. Nekrosis merupakan proses patologis, yakni terjadi
karena adanya pemaparan melalui tekanan fisik maupun pemaparan kimia yang berpengaruh
terhadap sel secara cukup signifikan
(Wyllie et al., 2000).

Apoptosis adalah kematian sel per individu sel, sedangkan nekrosis melibatkan
sekelompok sel. Membran sel yang mengalami apoptosis akan mengalami penonjolan-
penonjolan ke luar tanpa disertai hilangnya integritas membran. Sedangkan sel yang
mengalami nekrosis mengalami kehilangan integritas membran. Sel yang mengalami
apoptosis terlihat menciut, dan akan membentuk badan apoptosis. Sedangkan sel yang
mengalami nekrosis akan terlihat membengkak untuk kemudian mengalami lisis. Sel yang
mengalami apoptosis lisosomnya utuh, sedangkan sel yang mengalami nekrosis terjadi
kebocoran lisosom. Dengan mikroskop akan terlihat kromatin sel yang mengalami apoptosis
terlihat bertambah kompak dan membentuk massa padat yang uniform. Sedangkan sel yang
mengalami nekrosis kromatinnya bergerombol dan terjadi agregasi (Gambar 1 dan 2). Sel
anjutnya badan apoptosis akan di fagosit oleh sel makrofag (Gambar 3).

Gambar 1. Gambaran sel yang mengalami apoptosis


Gambar 2. Perbedaan gambaran sel yang mengalami apoptosis dan nekrosis

Gambar 3. Badan apoptosis yang di fagosit oleh sel makrofag


Proses apoptosis dikendalikan oleh berbagai tingkat sinyal sel, yang dapat berasal dari
pencetus ektrinsik atau intrinsik. Jalur ekstrinsik diperantarai reseptor kematian (death
receptors) misalnya reseptor TNF (Tumour Necrosis Factor), TNF-Related Apoptosis
Inducing Ligand (TRAIL) atau CD95, yang mengakibatkan activator caspases (caspase 8
dan 10) akan mengaktifkan efector caspases. Selain itu apoptosis juga dapat distimulasi
ketika terjadi kerusakan DNA dan jika tidak ada faktor pertumbuhan (King, 2000). Jalur
intrinsik melibatkan perubahan pada membran mitokondria sehingga sitokrom c terlepas.
Sitokrom c akan mengaktifkan caspase 9 dan caspasecaspase lainnya. Jalur intrinsik ini
terjadi karena adanya permeabilitas mitokondria dan pelepasan molekul pro-apoptosis ke
dalam sitoplasma, tanpa memerlukan reseptor kematian. Faktor pertumbuhan dan sinyal
lainnya dapat merangsang pembentukan protein anti apoptosis BcL2, yang berfungsi sebagai
regulasi apoptosis. Protein anti apoptosis yang utama adalah BcL2 dan Bax, yang pada
keadaan normal terdapat pada membran mitokondria dan sitoplasma (Syeed et al, 2001,
Lumongga, 2008)

TELOMER DAN TELOMERASE

Kromosom merupakan lilitan atau untaian DNA pembawa sifat genetik. Dahulu
diduga kromosom bersifat statis tetapi ternyata selalu berubah, memendek atau memanjang.
Adanya perubahan pada segmen terminal DNA inilah yang oleh para ahli dikatakan
berhubungan dengan proses menua (aging) dan perkembangan sel kanker (Ratnawati, 2002).

Segmen DNA pada ujung kromosom inilah yang dikenal sebagai telomer dan
merupakan salah satu faktor untuk terjadinya kanker. Telomer terdiri dari urutan nukleotida
yang sangat spesifik, yang pada manusia urutannya adalah TTAGGG yang berulang ratusan
bahkan ribuan kali. Pada manusia terdapat 2.000 pengulangan pada unit dasarnya Dalam satu
organisme pada jenis sel yang berbeda, jumlah pengulangan nukleotidapun berbeda. (Greider
and Blackburn, 1996; Artandi and DePinho, 2010).

Pada waktu sel bereplikasi, maka sel anak (daughter cell ) akan menerima satu set
gen yang lengkap sehingga sel anak hasil pembelahan tersebut memiliki kode genetik yang
sama persis dengan sel inangnya. Bila ada beberapa unit gen yang hilang, maka sel tersebut
akan mengalami gangguan fungsi dan bahkan bisa sampai mati Ada satu daerah di bagian
ujung kromosom (telomer) yang tidak di copy sehingga telomer akan bertambah pendek pada
setiap sel anak, akibatnya akan mengancam kehidupan dan proses replikasi sel (Gambar 4).
Oleh karena itu pada telomer terdapat subunit DNA yang harus tetap dibuat copy nya agar
panjang kromosom tetap dan sel dapat bertahan untuk terus mengalami mitosis. Keadaan ini
disebut sebagai end replication problem dan hal ini dapat diatasi oleh enzim telomerase
(Greider & Blackburn. 1996; Blackburn, 2005).
Gambar 3. Struktur telomere
Telomer ini merupakan segmen DNA yang terletak pada bagian terminal kromosom
sel eukariot (Wong and Collins, 2003). Telomer terdiri dari urutan nukleotida yang spesifik,
yang pada manusia urutannya adalah TTAGGG yang berulang ratusan bahkan ribuan kali,
sehingga rumus umum struktur nukleotida telomer adalah (TTAGGG)n. T, A dan G
menunjukkan nukleotida yang berisi basa thymin, adenin dan guanin. Pada manusia terdapat
2.000 pengulangan pada unit dasarnya (Greider & Blackburn, 1996). Dalam satu organisme
pada jenis sel yang berbeda, maka jumlah pengulangan nukleotidanyapun berbeda. Panjang
telomer juga bervariasi pada beberapa species mamalia. Pada manusia panjang telomer
antara 12 -15 kb, sedangkan pada mencit dan tikus telomernya jauh lebih panjang yaitu lebih
dari 150 kb (Ludlow and Roth, 2011).

Telomer mempunyai fungsi utama yaitu untuk melindungi DNA dari kerusakan dan
juga berperan penting pada replikasi DNA sehingga telomer berperan dalam
mempertahankan kestabilan kromosom pada setiap pembelahan sel. Telomer dipelihara
keutuhannya oleh enzim telomerase yaitu Ribonucleoprotein DNA polymerase yang berperan
dalam proses elongasi telomer di dalam sel eukariot. Enzim telomerase pertama kali
ditemukan ketika peneliti mengetahui, bahwa panjang telomer berbeda-beda antara
organisme satu dengan lainnya, bahkan antara satu sel dengan dengan sel lainnya pada satu
organisme. Bentuk yang tepat dari enzim ini bisa berbeda antara satu species dengan species
lainnya, tetapi masing-masing versi mempunyai RNA specific template untuk membentuk
subunit telomer yang baru (Greider & Blackburn. 1996; Shay et al, 2001 ).

Dalam keadaan normal telomerase dibuat secara rutin oleh embrio yang sedang
berkembang. Pada saat tubuh telah terbentuk dengan sempurna, maka aktivitas telomerase
ditekan pada sebagian besar sel-sel somatik dan telomer makin memendek setelah sel-sel
tersebut bereplikasi/ berproliferasi. Jika telomer telah memendek sampai batas tertentu, maka
suatu tanda/sinyal akan ditimbulkan pada sel untuk berhenti membelah. Batas ini disebut
Treshold to senescence, selanjutnya sel akan mengalami penuaan dan akhirnya mati (Wright
and Shay, 2001).

PEMENDEKAN TELOMER DAN APOPTOSIS

Kromosom mamalia mempunyai bangunan khusus yang disebut telomer di ujung


setiap lengan kromosom, yang terdiri dari sekuen pendek DNA nontranskripsi yang dapat
diulang berkali-kali dan diduga dapat mencegah terjadinya aberasi kromosom tertentu. Pada
manusia panjang telomer sel-sel darah memendek secara proporsional sesuai dengan umur.
Selsel kelenjar dan jaringan fetus diketahui mempunyai telomer yang lebih panjang
dibanding jaringan somatik orang dewasa, sedangkan sel-sel tumor kolon mempunyai
telomer yang lebih pendek daripada mukosa kolon normal. Pengamatan-pengamatan ini
menunjukkan bahwa ada pemendekan telomer terkait umur (Rochmah & Aswin, 2001;
Shlush et al, 2011).

Menurut Hayflick, sel-sel manusia dan binatang mempunyai kapasitas replikasi


terbatas, yang diinterpretasikan sebagai ekspresi penentuan menua tingkat sel. Hal ini
mempunyai implikasi adanya mekanisme perhitungan di dalam sel, dan mekanisme ini
ternyata dikendalikan oleh pemendekan telomer pada setiap putaran replikasi DNA.
Akumulasi pemendekan telomer pada stem sel dan sel limfosit dapat berkontribusi terhadap
umur seseorang. Terjadinya pemendekan telomer ini bervariasi antara setiap jaringan, antara
species dan individu pada tingkat umur yang sama. (Aubert and Landsdorp, 2007).

Pemendekan telomer yang terjadi pada sel-sel somatik normal yang membelah
mungkin sebagai replikometer yang menentukan berapa kali satu sel normal dapat membelah.
Sekali jumlah kritis atau ambang pengulangan sekuen DNA (TTAGGG) telomer dicapai,
maka sel tersebut tidak akan membelah lagi dan selanjutnya mengalami proses menua.
Sebagai contoh dari pengamatan jangka panjang, fibroblas manusia dewasa normal pada
kultur sel, memiliki rentang waktu hidup tertentu; fibroblas berhenti membelah dan menjadi
menua setelah kira-kira 50 kali pengggandaan Fibroblas neonatus mengalami sekitar 65 kali
penggandaan sebelum berhenti membelah ( Lubis & Delyuzar, 2010; Shlush et al, 2011).

Di sisi lain diketahui, bahwa stabilitas dan viabilitas kromosom memerlukan fungsi
telomer yang baik dan stabil. Gangguan fungsi telomer dapat disebabkan oleh pemendekan
telomer atau adanya mutasi protein telomer yang dapat mengakibatkan peningkatan
apoptosis. Sebaliknya, apoptosis yang diakibatkan oleh adanya kerusakan DNA, dapat
memicu terjadinya pemendekan telomer. Sel yang mengalami apoptosis akibat kerusakan
DNA menunjukkan pemendekan telomer yang dramatis dibandingkan dengan sel yang tidak
mengalami apoptosis. Lebih lanjut, pemendekan telomer tidak memerlukan aktivasi caspase-
3 dan dapat secara langsung diinduksi oleh depolarisasi membran mitokondria. Pemendekan
telomer merupakan salah satu peristiwa awal terjadinya kerusakan DNA yang disebabkan
oleh apoptosis (Ramirez et al, 2003). Pada sel-sel kanker terjadi pemendekan telomer,
peningkatan aktivitas telomerase dan peningkatan stres oksidatif. Peningkatan stres oksidatif
bertanggung jawab terhadap percepatan pemendekan telomer. Telomer dapat menjadi sensor
kunci pada kejadian apoptosis yang disebabkan oleh peningkatan stres oksidatif. Senyawa
yang berpotensi sebagai inhibitor telomerase dapat meningkatkan apoptosis sel kanker dalam
upaya pencegahan dan penngobatan sel kanker (Shammas et al, 2004; Granato et al, 2009)
8. BAB IV
9. PENUTUPAN
1. KESIMPULAN

1. Apoptosis merupakan fenomena yang masih terus diteliti, memegang peranan penting
dalam homeostasis organisme multiseluler serta dapat mengatasi penyakit, namun
malfungsi proses apoptosis akan menimbulkan penyakit seperti kanker,
neurodegeneratif, dan autoimun. Rangkaian molekuler ini melibatkan dua jalur yakni
caspase dependen (ekstrinsik dan intrinsik) serta caspase independen.
neurodegeneratif, dan autoimun. Hingga kini mekanisme apoptosis dan implikasinya
untuk tujuan pengobatan penyakit masih terus diteliti.
2. Apoptosis merupakan proses kematian sel yang terprogram, yang dapat disebabkan
oleh kerusakan atau fragmentasi DNA. Kerusakan ini berhubungan dengan struktur
nukelotida di ujung kromosom yang disebut telomer. Apoptosis sel akan
menyebabkan terjadinya pemendekan telomer, atau sebaliknya pemendekan telomer
akan menyebabkan sel mengalami apoptosis.
10. DAFTAR PUSTAKA
Hongmei Z. Extrinsic and Intrinsic Apoptosis Signal Pathway in Apoptosis And Medicine. 2012;
Edited Volume:3-23 2. Lawen A. Apoptosis—An Introduction. Bio Essays. 2003;25(9):888-96 3.
Mohan H. Textbook of Pathology. 5th ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2010
Fink SL, Cookson BT. Apoptosis, pyroptosis, and necrosis: mechanistic description of dead and dying
eukaryotic cells. Infect Immun. 2005;73(4):1907-16
Kroemer G, El-Deiry WS, Golstein P, Peter ME, Vaux D, et al. Classification of cell death:
recommendations of the Nomenclature Committee on Cell Death. Cell Death Differ. 2005;12:1463-67
O’Brien MA, Kirby R. Apoptosis: a review of pro-apoptotic and antiapoptotic pathways and
dysregulation in disease. J Vet Emerg Crit Care 2008;18(6):572-85
Cory S, Adams JM. The Bcl2 family: regulators of the cellular life-or-death switch. Nat Rev Cancer
2002;2:647-56
Rastogi RP, Richa, dan Sinha RP. Apoptosis: Molecular mechanism and pathogenicity. EXCLI
Journal 2009;8:155-81
Vermes I, Haanen C, dan Reutelingsperger. Flowcytometry of apoptotic cell death. J Immunol
Methods 2000;243:167-90
Kuntz S, Wenzel U, Daniel H. Comparative analysis of the effects of flavonoids on proliferation,
cytotoxicity, and apoptosis in human colon cancer cell lines. Eur J Nutr 1999;38:133-42
Wong R. Apoptosis in cancer: From pathogenesis to treatment. J Exp Clin Canc Res 2011;30(87):1-
14
Fulda S, Meyer E, Debatin KM. Inhibition of TRAIL-induced apoptosis by Bcl-2 overexpression.
Oncogen 2000; 21:2283-94
Deveraux QL, Roy N, Stennicke HR, Van Arsdale T, Zhou Q, et al. IAPs block apoptotic events
induced by caspase-8 and cytochrome c by direct inhibition of distinct caspases. EMBO J
1998;17:2215-23
Thome M, Schneider P, Hofmann K, Fickenscher H, Meinl E, et al. Viral FLICE-inhibitory proteins
(FLIPs) prevent apoptosis induced by death receptors. Nature 1997;386:517-21
Denis M, Zhu P dan Judy L.GranzymeA,Induces Caspase-Independent Mitochondrial Damage, a
Required First Step for Apoptosis Immunity 2005;22(3):355-7
Dencic MS, Poljarevic J, Vilimanovich U. Cyclohexyl Analogues of Ethylenediamine Dipropanoic
Acid Induce Caspase-Independent Mitochondrial Apoptosis in Human Leukemic Cells. Chem Res
Toxicol 2012;25(4):931-39.
Alenzi FQB 2004. Links between apoptosis, proliferation, the cell cycle. British J Biomed Sci
61 (2); 1- 4
Artandi SE, and DePinho RA 2010.
Telomeres and telomerase in cancer. Carcinogenesis 3 (1): 9-18
AubertG and Lansdorp P 2007. Telomeres and Aging. Physiol Rev 88: 557-570 Blackburn E
2005. Telomerase and Cancer. Mol Cancer Res 3 (9) as DOI: 110.1158/1541-7786-MCR-05-
0147 Granato T, Muscoli, Sgura A et al., 2009. Apoptosis and telomere shortening related to
HIV-1 induced oxidative stress in an astrocytoma cell line. BMC Neuroscience 10: 51
doi:10.1186/471:2202-10-51
Gregory CD and Devitt A 2004. The Macrophage and the apoptotic cell: an innate immune
interaction viewed simplistically?. Immunology 113: 1 – 14 Greider CW and Blackburn EH
1996. Telomeres, Telomerase and Cancer. Scientific American, p: 92.
http://www.genethik.de/telomerase. htm
Jones CJ, Kipling D, Morris M et al, 2000. Evidence for a telomere-independent “clock”
limiting RAS oncogenic driven proliferation of human tyroid epithelial cells Mol cell Biol 20:
56905699
King RJB 2000 Cancer Biology, Second Ed, Pearson Ecucation Limited, London, Lubis SL
and Delyuzar H, 2010. Proses Penuaan. Departemen Patologi Anatomi, FK USU. Medan.
http://proses penuaan. com Diakses pada tanggal 27 Oktober 2010.
Ludlow AT and Roth SM 2011. Review
Article. Physical activity and Tlomere Biology: Exploring the Link with Aging-Releted
Disease Prevention. J of Aging Res. As doi:10.4061/2011/790378. Lumongga F 2008.
Apoptosis. USU
Repository, Medan.
Ramirez R, Carracedo J, Jimenez et al., 2003. Massive Telomere Loss Is an Early Event of
DNA Damage-induced
Apoptosis. J Bio Chem 272 (2): 836-842
Ratnawati H 2002. Enzim Telomerase dan
Karsinogenesis. JKM 2 (1): 39-50
Rochmah W and Aswin S 2001. Tua dan Proses menua. Berkala ilmu
Kedokteran 33 (4): 221-227
Shammas MA, Koley H, Beer DG, Li C, Goyal AK, and Munshi 2004. Growth Arrest,
Apoptosis, and Telomere Shorttening of Barrett’s Associated Adenocarcinoma Cells by a
Telomerase Inhibitor.
Gastroenterology 126: 1337-1346
Shay JW, Zou Y, Hiyama E, and Wright WE 2001. Telomerase and Cancer. Hum Mol Gen 10
(7): 677-685.
Shlush LI, Skorecki KL, Yehezkel S et al ., 2011. Telomere elongation followed by telomere
length reduction, in Leukocytes from divers exposed to intense oxidative stress-Implications
for tissue and Organismal aging. Mech Ageing Dev 132: 123-130.
Syeed SA, Vohra H, Gupta A, Ganguly NK 2001. Apoptosis: Molecular Machinary, Current
Sci 80(3): 349 – 360.
Underwood JCE, 2009. General and Systematic Pathology. Fifth Ed. Churchill Livingstone,
New YorkLondon : p 117- 119.
Volkmann N, Marassiz FM, Newmeyers DD, and Hanein D 2014. The Rheostat in the
Membrane : Bcl-2 family Proteins and apoptosis. Cell Death and Deff 21: 206 – 2015.
Wong IM Collins K 2003. Telomere maintenance and disease. Lancet 362: 983-988.
Wright WE and Shay JW 2001. Cellular Senescence as a Tumor protection mechanism: the
essential role of counting. Current Opinion in Genetics & Development 11: 98-103.
Wyllie A, Donahue V, Fischer B, Hill D, Keesey J, and Manzow S 2000. Cell Death Apoptosis
and Necrosis, Rosche Diagnostic Corporation.

Anda mungkin juga menyukai