Anda di halaman 1dari 54

2

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemampuan organisme bereproduksi merupakan satu karakter yang
membedakan hidup dari tak-hidup. Kapasitas unik ini seperti juga seluruh fungsi
biologi memiliki basis sel. Keberlangsungan kehidupan didasarkan pada
reproduksi sel atau pembelahan sel. Pembelahan sel berperan penting dalam hidup
organisme.
Semua makhluk hidup dari bakteri sampai mamalia multiseluler
merupakan hasil dari pertumbuhan sel dan pembelahan sel yang telah
berlangsung sejak tiga milyar tahun yang lalu. Sebuah sel melakukan reproduksi
dengan menjalankan serangkaian kejadian yang menduplikasi isinya kemudian
membaginya menjadi dua. Siklus duplikasi dan pembelahan ini, dikenal dengan
siklus sel, yang merupakan mekanisme penting yang dilakukan makhluk
hidup untuk bereproduksi. Pada spesies uniseluler, seperti bakteri dan khamir,
setiap pembelahan sel menghasilkan individu baru yang utuh. Pada organisme
multiseluler, rangkaian panjang dan kompleks dari pembelahan sel dibutuhkan
untuk menghasilkan organisme yang fungsional. Bahkan pada tubuh orang
dewasa, pembelahan sel biasanya dibutuhkan untuk mengganti sel-sel yang mati.
Faktanya, masing-masing dari kita harus membuat jutaan sel setiap detik untuk
bertahan hidup, jika seluruh pembelahan sel berhenti, misalnya oleh
pancaran sinar X yang berlebihan, maka kita akan mati dalam beberapa hari.
Siklus sel pada setiap organisme berbeda-beda, tetapi karakteristik
umumnya hampir sama. Sel eukariot memiliki kompleks protein pengatur yang
dikenal sebagai sistem kontrol siklus sel, yang menentukan kemajuan siklus sel.
inti dari sistem ini adalah reaksi biokimia yang diaktifkan untuk memulai
kegiatan dalam siklus, termasuk duplikasi dan segregasi kromosom. Sistem
kontrol ini juga mengatur jumlah sel pada jaringan tubuh. Ketika sistem berfungsi
tidak sebagai mana mestinya, kelebihan pembelahan sel dapat mengakibatkan
kanker. Sel-sel kanker merusak aturan paling dasar dari tingkah laku sel dari
organisme multiseluler dibangun dan dijaga, dan sel kanker memanfaatkan setiap
jenis kesempatan yang ada.
2

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka pada makalah ini akan dibahas


mengenai siklus sel, yang meliputi tahapan siklus sel dan sistem kontrol pada
siklus sel serta mengenai kanker.

1.2. Rumusan Penelitian


Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah tahapan pada siklus sel?
2. Apa yang dihasilkan dari pembelahan sel dan bagaimana organisasi seluler
dari materi genetik yang terlibat dalam pembelahan sel?
3. Bagaimanakah sistem kontrol dalam pembelahan sel?
4. Bagaimanakah pada pembelahan kontrol pembelahan dan pertumbuhan sel?
5. Apa sajakah penyebab kanker?
6. Bagaimanakah sifat-sifat sel kanker?
7. Bagaimanakah proses perkembangan kanker?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui tahapan pada siklus sel.
2. Untuk menjelaskan organisasi seluler dari materi genetik yang terlibat dalam
pembelahan sel.
3. Untuk menjelaskan sistem kontrol dalam pembelahan sel.
4. Untuk menjelaskan kontrol pembelahan dan pertumbuhan sel.
5. Untuk mendeskripsikan penyebab kanker.
6. Untuk menjelaskan sifat-sifat sel kanker.
7. Untuk menjelaskan proses perkembangan kanker.
2. PEMBAHASAN
2.1. Fase/Tahapan Dalam Siklus Sel Eukaryot
Siklus sel adalah proses penggandaan dengan cepat dan tepat DNA genom
sel, lalu mendistribusikannya pada sel anakan (daughter cells), sehingga
terbentuk sel anakan dengan komposisi materi genetik yang identik dengan sel
induknya. Proses penggandaan dan pendistribusian materi genetik ini tentu saja
2

memakan waktu. Waktu yang digunakan oleh sel untuk penggandaan dan
pendistribusian materi genetik, disebut sebagai durasi siklus sel. Durasi siklus
sel antara suatu jenis sel dengan sel-sel jenis lain tidak sama, ada sel dengan
durasi siklus sel yang singkat dan ada pula sel dengan durasi siklus sel yang
lama. Perbedaan durasi siklus sel antara berbagai jenis sel disebabkan karena
adanya perbedaan proporsi durasi dari fase-fase yang terjadi pada siklus sel. Fase
yang paling singkat dalam siklus sel adalah fase M (mitosis). Fase M ini
tersusun atas dua proses yakni proses pembagian nukleus yang disebut
sebagai fase mitosis dan proses pembagian sitoplasma yang disebut sebagai
fase sitokinesis. Pada umumnya fase M pada siklus sel berlangsung sangat
singkat, hanya sekitar satu jam.
Sel tidak langsung membelah setelah sel tersebut baru saja selesai
membelah, terdapat jeda waktu antara satu proses pembelahan suatu sel dengan
proses pembelahan berikutnya dari sel tersebut. Sederhananya, terdapat
waktu jeda antara satu fase M dengan fase M berikutnya, waktu jeda ini disebut
sebagai fase interfase. Jika diamati pada mikroskop cahaya fase interfase
adalah fase dimana sel tampak tidak beraktivitas, namun sebenarnya fase
interfase ini adalah fase yang paling sibuk dalam siklus sel, sebab pada fase
interfase ini sel mereplikasi materi genetik, mensintesis protein dan
menggandakan jumlah organel sehingga ukuran sel tampak bertambah atau
makin besar. Fase interfase dapat dibagi menjadi tiga fase yakni fase G1 (Gap
1), fase S (Sintesis) dan fase G2 (Gap 2) .
Fase G1 adalah jeda antara penyelesaian fase M (akhir sitokinesis) dengan
awal fase S. Fase S adalah jeda antara akhir fase G1 dengan awal fase G2, pada
fase S ini sel mereplikasi materi genetiknya. Sedangkan fase G2 adalah
jeda antara akhir fase S dengan awal fase M. Selama fase G1 dan G2 sel terus
tumbuh sambil mengawasi kondisi lingkungan eksternal dan internalnya
untuk memastikan bahwa kondisi lingkungan internal dan eksternal sesuai untuk
melanjutkan ke fase S ataupun fase M (Alberts dkk, 2010). Pada beberapa kondisi
dimana lingkungan tidak mendukung sel untuk melanjutkan ke fase S
ataupun fase M, maka pada akhir fase G1 atau fase
2

G2 sel akan memasuki fase G0 (Alberts dkk, 2010). Fase G0 adalah fase
dimana sel sama sekali tidak melakukan aktivitas yang terkait dengan proses
pembelahan sel.

Gambar 2.3: Siklus sel dibagi menjadi empat fase (Albert, et. al., 2008)

Sel mengalami pertumbuhan selama interfase, yang terdiri atas tiga fase
yakni, fase G1, S dan G2. Replikasi DNA terjadi pada fase S. Fase G1 adalah
jeda antara akhir fase M dengan awal fase S, and fase G2 adalah jeda antara
akhir fase S dengan awal fase M. Selama fase M, pertama terjadi pembagian
nukleus pada proses yang disebut dengan mitosis kemudian dilanjutkan dengan
pembagian sitoplasma pada proses yang dikenal dengan sitokinesis. Sel
memasuki fase G0 bertujuan untuk menambah waktu jeda yang digunakan untuk
mempersiapkan diri memasuki fase selanjutnya dari siklus sel. Selama interfase,
suatu sel biasanya mentranskripsi gen dan mensintesis protein secara terus-
menerus sehingga dapat tumbuh ke ukuran massa dan volume yang lebih besar.
Fase G1 dan G2 memberikan waktu tambahan bagi sel untuk tumbuh dan
menggandakan organelnya. Jika seluruh waktu pada siklus sel dihabiskan
pada fase S untuk mensintesis DNA genom sehingga fase G1 dan atau G2
2

menjadi tidak ada, maka sel tidak memiliki cukup waktu untuk menggandakan
organelnya, akibatnya terjadi penyusutan ukuran sel pasca pembelahan
berlangsung. Peristiwa pembelahan sel tanpa melewati tahap G1 atau G2 dapat
diamati pada peristiwa pembelahan sel embryo pada hewan. Pada pembelahan sel
embryo hewan, proses pembelahan berlangsung secara cepat tanpa memberi
waktu pada sel untuk tumbuh, sehingga sel anakan yang dihasilkan dari
pembelahan sel embryo tersebut ukurannya makin kecil. Hal ini dapat dilihat
dari perbandingan ukuran sel zigot dengan sel embryo hewan pada tahap blastula

atau gastrula. Mitosis dapat dibedakan menjadi lima tingkatan yaitu profase,
prometafase, metafase, anafase, dan telofase. Sitokinesis (overlap dengan fase
akhir mitosis)mmelengkapi fase mitotik (M).

2.2. Struktur Materi Genetik: Dasar-Dasar Pembelahan Sel

Robert Virchow menjelaskan “Omnis celulae e celulae”, yang berarti


setiap sel berasal dari sel yang telah ada sebelumnya. Pada penelitian yang
dilakukannya Virchow menemukan bahwa sel mikroorganisme uniseluler
pathogen dihasilkan dari proses pembelahan sel, demikian juga dengan sel hewan
dan sel tumbuhan juga dihasilkan dengan pro-ses yang sama. Pengamatan lebih
lanjut tentang proses pembelahan sel, menunjukkan bahwa pembelahan sel dapat
dibagi menjadi beberapa proses yang terjadi secara berurutan dan berulang.
Karena rangkaian proses yang menjadi bagian dari pembelahan suatu sel terjadi
secara berurutan dan berulang, maka dapat disebut sebagai siklus sel.
Proses pembelahan suatu sel diawali dengan proses penggandaan seluruh
materi genetik dan organel yang dimilikinya. Proses menggandakan seluruh
materi genetik dan organel yang dimiliki oleh suatu sel disebut sebagai fase
replikasi. Fase replikasi bertujuan untuk menggandakan setiap komponen yang
dimiliki sel sehingga dapat dihasilkan sel anakan (daughter cell) yang
2

identik yang identik. Pada akhir fase replikasi akan dihasilkan sel dengan jumlah
materi genetik dan organel dua kali dari jumlah materi genetik dan organel pada
saat sel tersebut akan memasuki fase replikasi. Setelah fase replikasi selesai akan
dilanjutkan dengan fase pembelahan dimana materi genetik dan organel
yang telah digandakan akan dibagi menjadi dua, sehingga dihasilkan dua sel
anakan. Fase pembelahan ini melibatkan dua fase yakni fase pembagian
materi genetik dan tahap pemisahan kedua sel anakan dari satu sel induknya.
Fase pembagian materi genetik pada sel eukaryotik melibatkan terjadinya proses
pemisahan nukleus. Fase pemisahan kedua sel anakan terjadi setelah fase
pembagian materi genetik.
Genom prokariot pada umumnya berupa molekul DNA tunggal sedangkan
genom eukariot pada umumnya tersusun atas sejumlah tertentu molekul DNA.
Panjang kesuluruhan DNA sel eukariot sangatlah mengagumkan. Sel manusia
sebagai contohnya memiliki DNA sepanjang 2 meter (250,000 kali lipat diameter
sel) dan sebelum sel

membelah untuk membentuk sel anak identik, keseluruhan DNA tersebut haruslah
diduplikasi dan kedua duplikat tersebut selanjutnya dipisahkan sehingga tiap-tiap
sel anak memiliki genom yang lengkap.

Gambar 2.1 : Kromosom Eukariot (Campbell, 2002)


2

Replikasi dan distribusi dari sebegitu banyak DNA dapat dikendalikan


karena molekul DNA terkemas dalam kromosom (Gambar 2.1). Setiap spesies
eukariot memiliki jumlah kromosom tertentu di dalam nukleusnya. Sebagai
contoh sel somatik manusia memiliki 46 kromosom yang tersusun atas 23
pasang, setiap pasang diwarisi dari ayah atau ibu. Sel reproduktif (gamet) yaitu
sel telur dan sel sperma, memiliki separoh jumlah kromosom yang dimiliki sel
somatik (satu set terdiri dari 23 pada manusia). Jumlah kromoson sel somatik
bervariasi diantara spesies misalnya 18 pada tumbuhan kubis, 56 pada gajah, dan
148 pada salah satu spesies alga.
Kromosom sel eukariot terbuat dari kromatin, yaitu komponen DNA yang
berasosiasi dengan molekul protein. Setiap kromosom terdiri atas moelekul DNA
linier yang sangat panjang dan membawa beberapa ratus hingga beberapa ribu gen
(unit yang membawa sifat yang diturunkan). Pada saat sel tidak membelah, atau
sel dalam keadaan menduplikasi DNAnya untuk mempersiapkan pembelahan sel,
setiap kromosom di dalam sel tersebut berbentuk serat kromatin yang panjang dan
tipis. Sesudah terjadi duplikasi DNA, kromosom memadat. Tiap serabut kromatin
menjadi sangat padat, melilit dan melipat menjadikan kromosom yang berbentuk
lebih pendek dan tebal sehingga dapat diamati di bawah mikroskop cahaya.
Setiap kromosom yang terduplikasi memiliki dua sister chromatids. Ke
dua kromatid tersebut (masing-masing mengandung molekul DNA yang identik)
pada awalnya saling menempel karena adanya protein cohesins (penempelan ini
dikenal

sebagai sister chromatid cohesion). Dalam bentuknya yang padat, kromosom


yang terduplikasi memiliki sentromer, yaitu suatu area khusus dimana ke dua
kromatid melekat. Bagian lain dari kromatid diluar sentromer disebut lengan
kromatid. Pada tahap pembelahan sel selanjutnya, ke dua sister chromatid terpisah
dan bergerak menuju nukleus baru yang terbentuk di tiap-tiap ujung sel. Ketika
2

sister chromatid terpisah, sister kromatid tersebut dianggap sebagai kromosom


sehingga tiap nukleus baru memiliki koleksi kromosom yang identik dengan sel
induk (Gambar 2.2). Mitosis yaitu pembelahan nukleus yang pada umumnya
disertai dengan sitokinesis, pembelahan sitoplasma. Sel yang semula satu menjadi
dua sel yang memiliki genetik yang sama dengan sel induk.

Gambar 2.2: Struktur kromosom (Campbell, 2002)


Apa yang terjadi dengan jumlah kromosom pada siklus hidup manusia dari
generasi ke generasi? Manusia mewarisi 46 kromosom, 23 dari ayah dan 23 lagi
dari ibu. Kedua set kromosom tersebut (masing-masing 23) bergabung di dalam
nukleus sebuah sel ketika sel sperma bersatu dengan sel telur membentuk sel telur
yang terfertilisasi atau zigot. Mitosis dan sitokinesis akan menghasilkan 200
biliun sel somatik yang menyusun tubuh manusia, dan proses yang sama berlanjut
untuk menghasilkan sel-sel baru menggantikan sel-sel yang mati atau rusak.
Manusia juga menghasilkan sel gamet yaitu sel sperma dan sel telur yang
memiliki gen bervariasi melalui pembelahan meiosis. Meisosis menghasilkan sel-
sel anakan yang tidak identik dan hanya memiliki satu set.
2

2.3. Sistem Kontrol Siklus Sel


Sel eukaryot perlu untuk memastikan bahwa seluruh DNA genom dan
organelnya telah direplikasi serta seluruh fase pembelahan telah berjalan sesuai
dengan urutan yang benar. Untuk memastikan hal tersebut, sel eukaryotik
memiliki jaringan protein regulator kompleks yang disebut sebagai sistem kontrol
siklus sel (cell-cycle control system). Sistem ini dapat menjamin bahwa seluruh
proses yang terkait dengan aktivitas pembelahan sel seperti replikasi DNA genom
dan organel telah berjalan dan diselesaikan sebelum dapat melanjutkan ke proses
selanjutnya. Sistem kontrol siklus sel ini menggunakan mekanisme umpan balik
(feedback) dalam menjalankan fungsinya. Tanpa adanya mekanisme umpan balik
ini maka setiap gangguan atau hambatan yang mungkin saja terjadi selama
berlangsungnya proses-proses pembelahan sel dapat berdampak sangat buruk.
Misalnya jika sebelum seluruh DNA genom sel direplikasi tetapi sel sudah
memasuki fase M, maka dapat dipastikan bahwa sel anakan yang dihasilkan dari
proses pembelahan tersebut akan memiliki genom yang tidak normal.
Sistem kontrol siklus sel dapat melakukan mekanisme umpan balik secara tepat
sebab memiliki banyak senyawa repressor atau inhibitor yang dapat
menghentikan siklus sel pada banyak check-point. Dengan cara ini sistem kontrol
siklus sel tidak akan dapat memulai tahap selanjutnya dari siklus sel, kecuali
jika sel tersebut telah benar-benar siap. Sistem kontrol siklus sel yang dimiliki
oleh semua sel eukaryotik adalah mirip atau identik. Keidentikan sistem
kontrol siklus sel eukaryot dapat ditinjau baik dari segi molekul sinyal yang
berperan dan check- point dalam sistem kontrol siklus sel tersebut.
Pada gambar 4 sistem kontrol siklus sel suatu sel eukaryotik memiliki
tiga check-point. Satu check-point bekerja pada fase G1 dan berperan dalam
memastikan bahwa kondisi lingkungan sudah ideal untuk mendukung proliferasi
(perkembangbiakan) sel, sebelum akhirnya sel memasuki fase S. Kondisi
ideal bagi sel hewan untuk melakukan proliferasi adalah kondisi dimana
terdapat nutrient dalam jumlah yang mencukupi serta keberadaan molekul
2

sinyal spesifik di lingkungan ekstraseluler. Jika kondisi lingkungan ideal tidak


dapat terpenuhi maka sel akan menunda penyelesaian fase G1 dan memasuki fase
istirahat atau yang dikenal dengan fase G0. Check-point yang kedua bekerja pada
fase G2 dan berperan dalam mencegah sel memasuki fase M sebelum seluruh
kerusakan DNA yang mungkin terjadi selama proses replikasi DNA diperbaiki.
Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan dalam proses
replikasi DNA dan seluruh DNA genom telah selesai direplikasi. Check-point
ketiga bekerja

pada fase M dan berperan dalam memastikan bahwa seluruh kromosom sel yang
telah direplikasi telah terikat erat dengan gelendong pembelahan (mitotic spindle),
sebelum dipisahkan dan dibagi pada dua sel anakan.
Check-point pada fase G1 berperan penting dalam sistem kontrol
siklus sel, sebab keberadaan checkpoint ini memungkinkan sistem untuk diatur
oleh sinyal kimia yang disekresikan oleh sel lain. Pada organisme multiseluler
seperti hewan dan manusia, check-point pada fase G1 dari sistem kontrol siklus
sel sangat peka terhadap sinyal penstimulasi pembelahan sel yang disekresikan
oleh sel lain, apabila jaringan tersebut membutuhkan lebih banyak sel, maka sel
yang terkena sinyal tersebut akan membelah, jika tidak maka sel akan memblokir
jalur dari sinyal tersebut sehingga proses pembelahan sel tidak berlangsung.
Sistem kontrol siklus sel memiliki peranan yang penting dalam mengatur jumlah
sel dalam suatu jaringan tubuh. Ketika sistem kontrol pembelahan sel ini
mengalami kerusakan maka dapat menyebabkan pembelahan sel yang
berlebihan, sehingga terjadi kanker.
2

Gambar 2.4: Check-point pada sistem kontrol siklus sel (Albert, et. al.,
2008)

Setiap sel eukaryot memiliki urutan siklus sel yang sama dan
menggunakan mekanisme kontrol yang sama untuk mengendalikan urutan setiap
proses yang terjadi pada siklus sel. Protein yang berperan dalam sistem kontrol
siklus sel dikodekan oleh gen yang bersifat sangat konservatif dan sangat identik
pada setiap organisme, bahkan gen pengkode protein yang berperan dalam sistem
kontrol siklus sel manusia dapat ditransfer dan berfungsi normal pada sel ragi.
Karena kesamaan dalam sistem kontrol siklus sel ini, ilmuwan dapat mempelajari
siklus sel dan regulasi dari berbagai jenis sel organisme eukaryot (khususnya,
manusia) dengan menggunakan rekayasa genetik pada berbagai organisme model.
Hal ini sangat penting utamanya untuk mengetahui proses pembelahan sel kanker
serta bagaimana cara untuk mengobatinya.

Setiap sistem kontrol siklus sel yang dimiliki oleh setiap sel
eukaryot memiliki dua mekanisme dasar yang sama. Mekanisme yang pertama
berperan dalam memproduksi komponen-komponen baru bagi sel yang sedang
tumbuh, sedangkan mekanisme yang kedua berperan dalam menyusun
komponen- komponen yang dihasilkan tadi pada tempatnya sekaligus
membaginya saat sel mengalami proses pembelahan. Sistem kontrol siklus sel
mengaktifkan dan mendeaktifkan kedua mekanisme tersebut pada waktu yang
2

tepat sehingga sistem kontrol siklus sel dapat mengkoordinasi berbagai proses
yang terjadi pada siklus sel. Inti dari sistem kontrol siklus sel adalah rangkaian
saklar biokimia (biochemical switches) yang berperan dalam berbagai sequens
proses tertentu, termasuk mengatur peristiwa replikasi DNA serta pemisahan
kromosom.
Protein yang memiliki peranan inti dari sistem kontrol siklus sel adalah
protein kinase, sebab protein kinase ada dan berperan pada setiap tahap dari
siklus sel. Untuk dapat melakukan peran tersebut protein kinase akan teraktivasi
pada saat-saat tertentu pada siklus sel dan kemudian terdeaktivasi. Proses aktivasi
dan deaktivasi dari protein kinase inilah yang akan menetukan tahap selanjutnya
yang akan ditempuh oleh suatu sel pada siklus selnya. Protein yang berperan
dalam pengaktifan dan pendeaktifasian protein kinase adalah protein cyclin.
Protein cyclin tidak memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas enzimatis,
tetapi ia dapat berikatan dengan protein kinase. Pengikatan protein cyclin pada
protein kinase akan menyebabkan protein kinase dapat melakukan aktivitas
enzimatis tertentu. Karena protein kinase pada sistem kontrol siklus sel hanya
dapat bekerja jika ada protein cyclin maka sistem kontrol siklus sel disebut
sebagai cyclin- dependent protein kinases (Cdks).
Gambar 5 menjadi alasan dari sistem kontrol siklus sel disebut Cdks;
karena konsentrasi cyclin berfluktuasi naik turun selama siklus sel. Fluktuasi
konsentrasi protein cyclin berlangsung dalam siklus sehingga dapat diprediksi.
Fungsi utama dari fluktuasi cyclin adalah mengatur siklus penyusunan dan
aktivasi kompleks cyclin-Cdk, dimana aktivasi dari kompleks tersebut akan
memicu terjadinya berbagai proses dalam siklus sel.
2

Gambar 2.5: Fluktuasi cyclin mengatur aktivitas dari Cdk. Pembentukan


kompleks aktif cyclin–Cdk mengendalikan perbagai proses dalam
siklus selntermasuk dimulainya fase S dan fase M. Gambar grafik di
atas menunjukkan bahwa perubahan konsentrasi cyclin dan aktivitas Cdk
berperan penting dalam pengendalian dimulainya fase M (Alberts dkk,
2010).

Gambar 2.6: Dalam proses aktivasi Cdk (Albert, et.al., 2008)


Cdk akan mengalami fosforilasi pada sat sisi aktif dan defosforilasi
pada sisi aktif yang lain. Pada saat pertama kali membentuk kompleks
cyclin–Cdk belum terfosforilasi sehingga belum aktif. Sesudah itu Cdk akan
mengalami fosforilasi lagi pada sisi fosfatase pengaktivasi dan dua sisi
fosfatase inhibitor yang menghambat aktivitas kompleks cyclin-Cdk. Kompleks
ini akan terus berada pada kondisi inaktif hingga pada akhirnya enzim fosfatase
2

mendefosforilasi gugus fosfat pada dua sisi fosfatase inhibitor. M-cyclin bekerja
dengan kompleks cdk aktif yang disebut M-Cdk. Cyclin yang berperan memicu
dimulainya fase S saat sel telah menyelesaikan fase G1 adalah S-cyclin dan
G1/S-cyclin. Pengikatan S- cyclin dan G1/Scyclin dengan protein Cdk
membentuk S-Cdk dan G1/S-Cdk akan memulai fase S. Cyclin yang lain yang
disebut G1-cyclin berperan dalam memulai dan menyelesaikan fase G1.

Gambar 2. 7 : Cdk tertentu yang berikatan dengan cyclin tertentu


akan memicu dimulainya suatu fase tertentu pada siklus sel, dalam gambar
ini dicontohkan dengan S- cyclin dan M-cyclin. Pada kedua contoh aktivasi
Cdk memerlukan baik fosforilasi dan defosforilasi serta pengikatan dengan
cyclin (Alberts dkk, 2008).

Keputusan paling radikal yang dapat diambil oleh sistem kontrol siklus sel
dari suatu sel adalah sel tidak akan melanjutkan pembelahan secara permanen.
Keputusan untuk tidak melanjutkan pembelahan secara permanen berbeda jauh
dengan keputusan untuk tidak melanjutkan pembelahan sel untuk waktu
yang tidak ditentukan, sebab jika sistem kontrol siklus sel telah memutuskan
untuk tidak melanjutkan pembelahan sel secara permanen maka sel tidak
akan membelah sampai sel tersebut mati. Keputusan ini penting bagi organisme
multiseluler utamanya untuk mencegah terjadinya kanker. Salah satu contoh
dimana sistem siklus sel memutuskan untuk tidak membelah secara permanen
adalah pada sel saraf dan sel otot manusia. Sel saraf dan sel otot tidak membelah
saat ia telah berdiferensiasi, regenerasi kedua jenis sel ini sepenuhnya bergantung
pada aktivitas pembelahan stem sel. Hal ini pentinng utamanya untuk menjaga
jumlah populasi sel tersebut dalam tubuh. Pada sel yang memutuskan untuk tidak
2

membelah secara permanen dan memasuki fase G0 secara permanen, sistem


kontrol siklus selnya akan mengalami perombakan secara total, dimana banyak
cyclin dan Cdk terdenaturasi dan kompleks cyclin-Cdk yang masih ada
ditemukan berikatan secara irreversible dengan protein inhibitor Cdk.

2.4. Proses Fase S (Sintesis) Pada Siklus Sel


Pada fase S terjadi proses replikasi DNA. Pada sel eukaryot replikasi
DNA dimulai dari sequens Origins of Replication (ORI) yang tersebar di setiap
kromosom. Pada sequens ORI tersebut terdapat protein yang berperan
dalam mengendalikan

permulaan (inisiasi) dan penyelesaian dari proses replikasi DNA yang disebut
Origin Recognition Complex (ORC). ORC akan terus terikat dengan ORI selama
siklus sel berlangsung. Gambar 1.6 menunjukkan bahwa ORC dan ORI berperan
sebagai tempat menempelnya protein regulator yang berperan dalam
menginisiasi terjadinya fase S. Salah satu protein regulator yang berperan
menginisiasi fase S adalah Cdc6. Saat Cdc6 berikatan dengan ORC dan
membentuk kompleks prereplikasi (pre-replicative complex), maka replikasi
DNA sudah dapat dimulai.
Kompleks cyclin-Cdk yang berperan pada inisiasi fase S adalah S-Cdk. S-
Cdk selain berperan menginisiasi fase S re-replikasi DNA (replikasi DNA ulang
pada satu siklus sel). Hal ini dapat terjadi karena aktivasi S-Cdk menyebabkan
fosforilasi Cdc6, sehingga Cdc6 dan protein lain dalam kompleks pre-replikasi
terdisosiasi sehingga tidak mungkin bagi ORI tersebut untuk direplikasi lagi.
Proses disosiasi Cdc6 oleh aktivasi S-Cdk juga menyebabkan Cdc-6 terdenaturasi
sehingga tidak mungkin untuk menginisiasi replikasi DNA lagi pada satu
siklus sel yang sama.
2

Gambar 2.8. S-Cdk memicu replikasi DNA dan memastikan bahwa


replikasi DNA hanya berlangsung sekali pada tiap siklus sel. (Alberts
dkk, 2008).

Kohesin tersebar merata di sepanjang kromatid saudara berbentuk


menyerupai cincin yang melingkari kromatid saudara. Kohesi antara
kromatid saudara berperan penting dalam proses pemisahan kromosom.
Kerusakan pada kohesin yang mengakibatkan lemahnya kohesi antara dua
kromosom pada satu kromatid saudara dapat menyebabkan kesalahan fatal dalam
proses pemisahan kromosom. Sistem kontrol siklus sel menggunakan beberapa
mekanisme check- point yang berbeda untuk mencegah siklus sel berlanjut jika
DNA sel tersebut mengalami kerusakan, namun juga berperan dalam mencegah
terjadinya re- replikasi DNA. Setelah kromosom berhasil digandakan
(diduplikasi) pada fase S, dua salinan (kopi) dari setiap kromosom yang
direplikasi terikat menjadi satu dalam bentuk kromatid saudara.
2

Gambar 2.9: Kohesin mengikat dua kromatid saudara yang berdekatan


pada setiap kromosom yang direplikasi. Kohesin membentuk cincin
protein raksasa yang mengelilingi kromatid saudara sekaligus mencegahnya
untuk berpisah, sampai saat cincin kohesin terdenaturasi pada tahap akhir
mitosis. (Alberts, et.al., 2008).

Gambar 2.10: Kerusakan DNA dapat menghentikan siklus sel.

Check-point kerusakan DNA pada fase G1 dan fase S mencegah sel


2

menyelesaikan fase S dan mereplikasi DNA yang rusak. Sedangkan check-point


yang lain yang beroperasi pada fase G2 mencegah sel melanjutkan ke fase M
dengan DNA yang rusak atau DNA yang direplikasi dengan tidak lengkap.
Kerusakan DNA dapat menghentikan siklus sel. pada check-point di G1. Ketika
terjadi kerusakan DNA, protein

kinase spesifik merespon dengan mengaktifkan protein p53 dan menunda


terjadinya proses denaturasi dari protein p53. Protein p53 yang aktif
terakumulasi dan berikatan dengan DNA. Hal ini memicu dimulainya transkripsi
gen pengkode protein inhibitor Cdk, p21. Protein p21 akan berikatan dengan
G1/S-Cdk dan S-Cdk serta mendeaktivasinya, sehingga siklus sel dapat
berhenti pada fase G1. Kerusakan DNA menyebabkan peningkatan konsentrasi
dan aktivitas protein p53 yang merupakan protein regulator transkripsi yang
berperan dalam mengaktifkan transkripsi pengkode protein inhibitor Cdk
bernama p21.
Protein p21 akan berikatan dengan G1/S-Cdk dan S-Cdk untuk
mendeaktivasinya sehingga sel dapat dicegah untuk melanjutkan ke fase S.
Penundaan waktu pada fase G1 ini menyebabkan sel memiliki cukup waktu
untuk memperbaiki kerusakan DNA-nya sebelum direplikasi pada fase S. Ketika
kerusakan DNA sudah sangat parah untuk diperbaiki maka p53 dapat
menginduksi sel untuk melakua apoptosis. Saat p53 mengalami defisiensi, maka
replikasi DNA rusak sudah tak dapat dibendung lagi sehingga dapat
meningkatkan laju mutasi gen dan meningkatkan peluang untuk menderita kanker
(Alberts dkk, 2010). Pada sebagian besar kanker pada manusia, ditemukan bahwa
sekitar separuh dari jumlah total pasien yang menderita kanker dalam satu
periode yang sama memiliki mutasi pada gen p53.

2.4.1. Kontrol Pembelahan Sel Dan Pertumbuhan Sel


Ukuran dari organ atau organisme tergantung seberapa besar dari total
2

massa sel, yang tergantung pada keduanya baik total jumlah sel dan ukuran sel.
Jumlah sel, secara bergiliran, tergantung pada jumlah pembelahan sel dan
kematian sel. Oleh karena itu ukuran organ dan tubuh ditentukan oleh tiga proses
pokok yaitu pertumbuhan sel, pembelahan sel, dan kematian sel. Masing-masing
proses diregulasikan oleh program intraseluler dan oleh sinyal molekul
ekstraseluler yang mengontrol program.
Sinyal molekul ekstraseluler pada regulasi ukuran dan jumlah sel secara
umum disekresikan oleh protein, ikatan protein ke permukaan sel, atau komponen
dari matriks ekstraseluler. Hal tersebut dapat dibagi secara operasional ke dalam 3
kelas utama yaitu:
1. Mitogen, yang menstimulasi pembelahan sel, terutama memicu sebuah
gelombang aktivitas G1/S-Cdk yang membebaskan kontrol negatif
intraseluler dengan cara lain memblokir perkembangan melalui siklus sel.

2. Faktor pertumbuhan, yang menstimulasi sel pertumbuhan (meningkatkan


massa sel) dengan mengarahkan sintesis protein dan makromolekul lain
dan dengan menghambat degradasi lainnya.
3. Faktor ketahanan, dengan meningkatkan ketahanan sel dengan menekan
bentuk pemrograman sel kematian yang dikenal dengan apoptosis.
Banyak sinyal molekul ekstraseluler yang meningkatkan semua proses,
sedangkan yang lainnya meningkatkan satu atau dua dari mereka. Memang,
bagian faktor pertumbuhan sering digunakan secara tidak tepat
untuk mendekripsikan faktor yang mempunyai aktivitas. Lebih buruknya, bagian
pertumbuhan sel sering digunakan untuk mengartikan peningkatan jumlah
sel, atau perkembangbiakan sel.
Selain itu, tiga kelompok dari sinyal stimulasi, terdapat sinyal molekull
ektraseluler yang menekan perkembangbiakan sel, pertumbuhan sel, atau
2

keduanya. Ada juga sinyal molekul ekstraseluler itu aktivitas apoptosis.

2.4.2. Mitogen Menstimulus Pembelahan Sel


Organisme uniseluler cenderung untuk tumbuh dan membelah secepat
yang mereka bisa, dan rata-rata proliferasinya sebagian besar tergantung pada
ketersediaan nutrisi di lingkungannya. Sel dari organisme multiseluler, membelah
hanya ketika organisme memerlukan beberapa sel. Dengan demikian, untuk
satu sel hewan untuk proliferasi, harus menerima stimulator sinyal ekstraseluler,
pada bentuk mitogen, dari sel lain, biasanya sel tetangga. Mitogen bertugas
menekan mekanisme intraseluler dengan memblokir perkembangan melalui siklus
sel.
Satu dari mitogen pertama diidentifikasi sebagai plateled-derived growth
factor (PDGF), dan banyak jenis lainnya semenjak ditemukan. Peredaran untuk
isolasi dimulai dengan mengobservasi fibroblas pada sebuah pembudidayaan
proliferase ketika disajikan dengan serum tetapi tidak ketika disajikan dengan
plasma.
Plasma disediakan dengan memindahkan sel dari darah tanpa
membiarkan pembekuan terjadi; serum disiapkan untuk mendukung proliferasi
sel yang terjadi pada platelet yang berisi satu atau lebih mitogen. Hipotesis ini
dipertegas dengan menunjukkan ekstrak dari platelet dapat membantu serum
untuk menstimulasi proliferasi fibroblas. Faktor penting pada ekstrak ditunjukkan
oleh protein, yang sesudah itu dibersihkan dan dinamakan PDGF. Pada tubuh,
PDGF dibebaskan dari darah beku yang membantu stimulasi pembelahan sel
selama penyembuhan luka.

PDGF hanya satu dari lebih dari 50 protein yang dikenal sebagai mitogen.
Banyak protein yang mempunyai ukuran yang spesifik. PDGF contohnya, dapat
menstimulus banyak jenis sel untuk membelah, termasuk fibroblas, sel otot polos,
2

dan sel neuroglial. Dengan cara yang sama, epidermal growth factor (EGF)
berperan tidak hanya pada sel epidermal tetapi juga pada banyak sel dengan
tipe yang lain, termasuk keduanya sel epitelial dan non-epitelial. Beberapa
mitogen, bagaimanapun, mempunyai batas khusus, erythropoietin, contohnya,
hanya menginduksi proliferasi prekursor sel darah merah. Banyak mitogen,
termasuk PDGF, juga mempunyai aktivitas lain selain menstimulus pembelahan
sel, mereka dapat menstimulus pertumbuhan sel, ketahanan, diferensiasi, atau
perpindahan, tergantung pada keadaan dan jenis sel.
Pada beberapa jaringan, penghambat sinyal ekstraseluler protein
menentang regulator positif dan menghambat pertumbuhan organ. Pemahaman
terbaik pencegahan sinyal protein adalah TGFβ dan familinya. TGFβ
menghambat proliferasi beberapa jenis sel, salah satunya dengan memblokir
perkembangan siklus sel pada G1 atau dengan stimulasi apoptosis.

2.4.3.Sel dapat Menunda Pembelahan dengan Memasuki sebuah Sisi


Nondiving
Khusus
Dengan tidak adanya sinyal mitogenik untuk berkembang biak, Cdk
menghambatan di G1 yang dipertahankan oleh beberapa mekanisme yang telah
dibahas sebelumnya , dan perkembangan menjadi siklus sel baru telah diblokir.
Dalam beberapa kasus , sebagian sel membongkar sistem kontrol siklus sel
mereka dan keluar dari siklus khusus , sisi nondiving yang disebut G0. Sebagian
besar sel-sel dalam tubuh kita berada di G0 , tapi dasar molekul dan
reversibilitas keadaan ini bervariasi dalam tipe sel yang berbeda. Sebagian besar
neuron dan sel otot rangka, misalnya, berada di sisi terminally dffirentinted G0,
yang mana sistem kontrol siklus sel benar-benar dibongkar : ekspresi gen
yang mengkode berbagai Cdks dan siklin secara permanen dimatikan , dan
pembelahan sel jarang terjadi Tipe sel lainnya menarik diri dari siklus sel hanya
sementara dan mempertahankan kemampuan untuk memasang sistem kontrol
siklus sel dengan cepat dan masuk kembali siklus. Sebagian besar sel hati,
misalnya, di G0, tetapi mereka dapat dirangsang untuk membelah jika hati rusak.
2

Jenis tipe sel lainnya, termasuk fibroblas dan beberapa Iymphocytes, menarik diri
dari dan kembali memasuki siklus sel berulang kali sepanjang seumur hidup
mereka.

Hampir semua variasi siklus sel yang panjang dalam tubuh orang dewasa
terjadi selama sel menghabiskan waktu di G1 atau Go. Sebaliknya , saat sel yang
diperlukan untuk kemajuan dari awal fase S melalui mitosis biasanya singkat
(biasanya 12-24 jam pada mamalia) dan relatif konstan , terlepas dari interval dari
satu divisi ke yang berikutnya.

2.5. Penyebab Kanker


1. Proto-onkogen dan Gen Supresor Tumor
Gen-gen penyebab kanker dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan
resiko kanker yang muncul karena terlalu berlebih atau kurangnya aktivitas dari
produk gen. Kelompok yang pertama adalah proto-onkogen, yaitu gen dengan
mutasi gain-of-function dapat memicu sel menjadi kanker, yang menghasilkan
onkogen. Kelompok gen yang kedua adalah gen supresor tumor, yaitu gen
dengan mutasi loss-of-function dapat menyebabkan kanker. Ada satu kelompok
lagi yang efeknya tidak langsung, yaitu gen pemelihara DNA (DNA meintenance
gene), merupakan gen yang mendapatkan mutasi sehingga menghasilkan
ketidakstabilan genom.
2

Gambar 2.17. Mutasi penyebab kanker ada dua kategori yang berbeda,
dominan dan resesif.
Pada diagram ini, pengaktivan mutasi ditunjukkan oleh kotak merah, penon-
aktifan mutasi ditunjukkan oleh kotak merah berlubang. (A) Onkogen berperan
sebagai gen dominan, salinan tunggal gen penyebab kanker ysng termutasi
mampu menyebabkan kanker. (B) Mutasi pada gen supresor tumor merupakan
gen resesif, sehingga kedua alel pada gen penyebab kanker tidak mampu
menyebabkan kanker. Meskipun pada diagram alel kedua pada gen supresor
tumor dinon- aktifkan oelh mutasi, seringkali tidak aktifnya dikarenakan
hilangnya kromosom kedua. Belum ada fakta yang menunjukkan bahwa mutasi
gen supresor tumor dapat mempengaruhi apabila hanya satu dari dua salinan gen
itu rusak.

Mutasi pada satu salinan proto-onkogen yang mengubahnya menjadi


onkogen merupakan gen dominan, yang efeknya memicu pertumbuhan sel
(Gambar 2.17A). Sedangkan gen supresor tumor, alel penyebab kanker dihasilkan
oleh perubahan yang umumnya resesif, seringkali kedua salinan gen normal harus
dihilangkan atau dinon-aktifkan pada sel somatik diploid sebelum efeknya terlihat
(Gambar 2.17B).
Mutasi „gain-of-function’ yang mengubah proto-onkogen menjadi
onkogen adalah dominan secara genetik, artinya mutasi hanya terjadi pada salah
satu dari dua alel yang cukup untuk menginduksi kanker.
2

Selama satu salinan gen supresor tumor cukup untuk mengatur


pembelahan sel, kedua alel dari gen supresor tumor harus dihilangkan atau dibuat
tidak aktif agar tumor berkembang. Sehingga mutasi onkogen loss-of-
function pada gengen supresor tumor adalah gen resesif. Pada beberapa
kanker, gen supresor tumor menghapus melakukan mutasi titik yang mencegah
produksi berbagai macam protein atau produksi protein yang tidak berfungsi.
Mekanisme lain untuk menon-aktifkan gen supresor tumor adalah metilasi dari
residu sitosin pada promoter atau elemen kontrol yang lain. Metilasi tersebut
umumnya ditemukan pada bagian DNA yang tidak ditranskripsi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Peyton pada awal 1991
diketahui bahwa virus dapat menyebabkan kanker ketika diinjeksikan ke inang
hewan. Setelah beberapa tahun, ahli biologi molekuler menemukan bahwa Rous
sarcoma (RSV), merupakan retrovirus yang genom RNA nya ditranskripsi balik
menjadi DNA, yang tergabung dalam genom DNA inang. Selain gen-gen normal
yang muncul pada semua retrovirus, virus yang mentransformasi onkogen seperti
RSV mengandung gen v-src. Suatu studi dengan mutan RSV menunjukkan bahwa
hanya gen v-src, dan bukan gen virus lain, yang mampu meninduksi kanker.
Pada tahun 1970an, para ilmuwan menemukan spesies ayam yang
memiliki gen yang berhubungan dengan gen v-scr pada RSV. Proto-onkogen
pada ayam ini dibedakan dengan milik virus sehingga disebut gen c-src. RSV dan
virus pembawa onkogen lain mampu menggabung, mentransduksi proto-
onkogen normal ke dalam genomnya. Mutasi berikutnya pada gen yang telah
mengalami transduksi selanjutnya diubah menjadi onkogen, yang mampu
menginduksi transformasi sel pada proto-onkogen normal c-src. Virus-virus
tersebut disebut „transducing retrovirus‟ karena genomnya mengandung
onkogen yang berasal dari proto-onkogen seluler yang telah mengalami
transduksi.

Beberapa virus DNA juga merupakan onkogen. Tidak seperti virus DNA
yang menginfeksi hewan, virus DNA onkogen menggabungkan DNA virusnya ke
2

genom sel inang. DNA virus mengandung satu atau lebih onkogen, yang secara
permanen mengubah sel yang terinfeksi. Sebagai contoh, beberapa kutil dan
tumor jinak pada sel-sel epitel disebabkan oleh DNA yang mengandung
papilomavirus. Tidak seperti onkogen retrovirus, yang berasal dari gen-gen
normal sel dan tidak berfungsi untuk virus kecuali untuk pembelahan sel tumor,
onkogen virus DNA merupakan bagian dari genom virus dan dibutuhkan untuk
replikasi virus. Onko-protein diekspresikan dari DNA virus yang
tergabung dengan sel yang terinfeksi, dengan beberapa cara untuk merangsang
pertumbuhan dan pembelahan sel.

Gambar 2.18. Mekanisme genetik yang menyebabkan retinoblastoma. Secara


turun-temurun, seluruh sel di dalam tubuh kekurangan salah satu dari dua salinan
fungsional normal dari gen supresor tumor Rb, dan tumor terjadi ketika sisa
salinan hilang atau tidak diaktifkan oleh kejadian pada sel tubuh (mutasi atau
hilangnya epigenetik). Dalam keadaan tidak diturunkan, seluruh sel mengandung
dua salinan fungsional gen dan tumor muncul karena kedua salinan tersebut
hilang atau tidak diaktifkan oleh kejadian yang kebetulan pada sel-sel tubuh.

Individu dengan mutasi yang diwariskan pada gen supresor tumor


memiliki predeposisi herediter untuk kanker tertentu. Individu tersebut umumnya
mewariskan mutasi germ-line pada satu alel di suatu gen, mutasi somatik dari alel
kedua menyebabkan kemajuan perkembangan tumor. Seperti kasus
retinoblastoma yang disebabkan oleh hilangnya fungsi RB, gen supresor tumor
2

petama yang teridentifikasi. Protein yang dikode oleh RB membantu mengatur


kemajuan melalui siklus sel.

2. Karsinogen
Agen-agen dari lingkungan dapat mempercepat perkembangan tumor.
Agen ini dapat berperan sebagai inisiator tumor atau promotor tumor. Promotor
tumor menginduksi respon peradangan, dan mereka menciptakan lingkungan
lokal yang mengubah ekspresi gen, merangsang pembelahan sel, dan
meningkatkan populasi sel mutan yang dibuat oleh inisiator tumor. Agen
dari lingkungan yang meningkatkan perkembangan kanker ini disebut mutagen,
yang meliputi zat kimia karsinogen dan radiasi UV.

Gambar 2.19. Beberapa karsinogen. (A) Pengaktivan karsinogen. Transformasi


metabolik harus mengaktifkan beberapa zat kimia karsinogen sebelum
2

menyebabkan mutasi dengan cara bereaksi dengan DNA. Senyawa aflatoksin B1,
merupakan racun dari Aspergillus flavus oryzae yang tumbuh pada biji-bijian dan
kacang ketika disimpan di tempat yang lembab. Diperkirakan racun ini
menyebabkan kanker hati dan tergabung dengan ciri-ciri mutasi gen supresor
tumor p53. (B) Jenis karsinogen menyebabkan jenis kanker yang berbeda.

3. Mekanisme Proto-onkogen menjadi Onkogen


Onkogen merupakan gen yang mengkode protein, mampu mengubah sel-
sel dalam kultur atau mampu menginduksi kanker. Proto-onkogen yang lain
mampu mengkode molekul sinyal pemicu pertumbuhan dan reseptornya, protein
anti-apoptosis

(cell-survival), dan beberapa faktor transkripsi. Pengubahan atau pengaktifan


suatu proto-onkogen menjadi onkogen umumnya melibatkan mutasi gain-of-
function. Ada empat mekanisme (Gambar 2.20) yang menghasilkan
onkogen dari proto-onkogen, yaitu.
1) Mutasi titik (contoh: perubahan pada satu basa nitrogen) pada proto-
onkogen yang menghasilkan produk protein aktif.
2) Translokasi kromosom yang memfusikan dua gen bersama-samauntuk
menghasilkan gen hibrid yang mengkode protein chimeric aktif, tidak seperti
protein pada induk yang tetap.
3) Translokasi kromosom yang membawa gen pengatur pertumbuhan di bawah
kontrol promotor yang berbeda yang menyebabkan ekspresi gen yang tidak
sesuai.
4) Amplifikasi (contoh: ketidaknormalan replikasi DNA) pada segmen DNA
termasuk proto-onkogen, sehingga sejumlah salinan terbentuk yang
menyebabkan produksi protein pengkode yang berlebihan.
2

Gambar 2.20. Empat jenis mekanisme yang menyebabkan proto-onkogen


sangat
aktif dan mengubahnya menjadi onkogen.
Suatu onkogen terbentuk oleh dua mekanisme pertama yang mengkode
onkoprotein yang berbeda dari protein pengkode normal yang sama dengan
penyesuaian proto-onkogen. Sebaliknya, dua mekanisme yang lain menyebabkan
onkogen yang produk proteinnya sama dengan protein normal, efek onkogennya
disebabkan oleh produksi yang berlebihan di dalam sel, di mana sel normal tidak
menghasilkannya.

Gambar 2.21 Amplifikasi DNA pada kromosom yang diwarnai


menunjukkan dua bentukan, terlihat di bawah mikroskop cahaya. (a)
Homogenously staining region (HSR) pada kromosom manusia dari sel
neuroblastoma. Kromosom terwarnai biru sehingga terlihat semua. Sekuen DNA
2

tertentu terdeteksi menggunakan fluoroscent in situ hybridization (FISH), yang


mana clone DNA yang dilabeli dihibridisasi menjadi DNA terdenaturasi pada
kromosom. Kromosom 4 pasang ditandai merah oleh hibridisasi in situ dengan
clone kosmid DNA yang besar yang mengandung onkogen N-myc. Pada salah
satu dari 4 kromosom HSR terlihat hijau setelah pewarnaan sekuen yang kaya
akan HSR. (b) bagian optik melalui inti sel dari sek neuroblastoma manusia yang
mengandung kromosom double minute. Kromosom normal terwarna hijau dan
biru, kromosom double minuteterwarna merah kecil. Tanda panah menunjukkan
double minute yang tergabung dengan permukaan atau interior dari kromosom
normal.

Gambar 2.22 Gambar skematis amplifikasi gen terjadi. Hal ini jarang terjadi,
replikasi DNA yang tidak normal menghasilkan kromosom dengan salinan ganda
pada satu daerah di kromosom. Perbaikan struktur ini melepaskan DNA
berbentuk lingkaran yang mampu bereplikasi membentuk sekuen berulang dua-
dua, sehingga menghasilkan kromosom double minute. Hasilnya adalah DNA
dari salah satu kromosom mampu bergabung pada tempat baru di kromosom
normal untuk menghasilkan daerah terwarna yang homogen.

Batasan amplifikasi DNA untuk menghasilkan 100 salinan pada daerah


tertentu (biasanya ratusan kilobase) merupakan perubahan genetik yang
dapat dilihat di tumor. Anomali ini memiliki dua bentuk, yaitu duplikasi DNA
yang tersusun dua-dua

pada satu tempat di kromosom, atau seperti struktur kromosom kecil. Bentuknya
seperti homogenously staining region (HSR) yang terlihat pada mikroskop
cahaya pada sisi amplifikasi, bentuk lainnya menyebabkan kromosom ekstra
„minute‟, yang terpisah dari kromosom normal yang membedakan
2

persiapan pewarnaan kromosom (Gambar 2.21dan 2.22).


Amplifikasi gen melibatkan sejumlah gen, seperti gen N-myc dan
tetangganya DDX1 yang teramplifikasi di neuroblastoma, atau bagian kromosom
yang mengandung banyak gen. Hal ini sulit untuk mendeteksi gen yang telah
teramplifikasi, langkah awal dalam menentukan gen mana yang menyebabkan
tumor. DNA microarray menyajikan pendekatan untuk menemukan daerah yang
teramplifikasi pada kromosom. Selain memperhatikan ekspresi gen, aplikasi
microarray melibatkan pencarian sekuen DNA yang abnormal. DNA genom dari
sel-sel kanker digunakan untuk memeriksa susunan fragmen DNA genom dan
ditandai dengan DNA yang teramplifikasi yang memberikan sinyal kuat daripada
tanda kontrol yang diberikan. Di antara gen yang teramplifikasi, calon yang
relevan/sesuai dapat diidentifikasi dengan mengukur ekspresi gen. Sel karsinoma
payudara, dengan empat daerah kromosom yang teramplifikasi, telah
disaring untuk mengamplifikasi gen, dan kadar ekspresi gennya juga dipelajarai
pada microarray. Ada 50 gen yang ditemukan dapat teramplifikasi, tetapi hanya
lima yang mengekspresikannya. Lima gen inilah yang merupakan calon onkogen.

2.6. Sifat-Sifat Sel Kanker


Kanker terjadi karena kegagalan pada mekanisme sel yang mengatur
pertumbuhan dan perbanyakan sel. Selama perkembangan normal dan
sampai pada saat dewasa, sistem kontrol genetik yang rumit mengatur
keseimbangan antara kelahiran dan kematian sel berdasarkan sinyal pertumbuhan,
sinyal penghambat pertumbuhan, dan sinyal kematian. Rerata sel yang hidup dan
yang mati menentukan ukuran tubuh, dan rata-rata pertumbuhan untuk
mencapai ukuran tersebut. Pada beberapa orang dewasa, perbanyakan sel
terjadi secara terus-menerus sebagai strategi pembaruan jaringan yang konstan.
Sel-sel epitel usus hanya hidup beberapa hari sebelum
mati dan digantikan sel-sel yang baru, sel darah putih tertentu juga diganti dengan
cepat, sel-sel kulit biasanya hidup 2 – 4 minggu sebelum mengelupas. Sel-sel
pada tubuh orang dewasa pada umumnya tidak membelah kecuali selama pada
proses penyembuhan. Sel-sel yang stabil seperti sel-sel hati, sel-sel jantung, dan
2

sel-sel saraf dapat bertahan seumur hidup organisme.

Kehilangan regulasi sel akan menyebabkan kanker karena kerusakan


genetik. Mutasi terjadi pada pada dua macam gen penyebab kanker, yaitu
proto-onkogen dan gen supresor tumor. Proto-onkogen diaktifkan menjadi
onkogen oleh mutasi yang menyebabkan gen untuk pertumbuhan terlalu
banyak diproduksi. Gen supresor tumor normalnya menahan pertumbuhan,
sehingga kerusakan pada gen ini akan menyebabkan pertumbuhan yang tidak
tepat. Beberapa gen yang berasal dari kedua gen tersebut mengkode protein yang
mengatur kelahiran sel atau kematian sel (apoptosis), ada juga yang mengkode
protein yangberperan dalam perbaikan DNA yang rusak. Kanker biasanya berasal
dari mutasi karena karsinogen, yaitu berupa zat-zat kimia dan radiasi sinar
ultraviolet. Mutasi terjadi pada sel-sel tubuh (somatik) dna tidak diwariskan ke
keturunannya. Ada juga mutasi yang terjadi pada germ line, diwariskan ke
keturunan, akan menyebabkan kanker sewaktu-waktu. Mutasi somatik dan mutasi
turunan dapat bergabung menyebabkan kanker.
Proses pembentukan kanker disebut onkogenesis atau tumorigenesis,
yang dipengaruhi oleh gen dan lingkungan. Sebagian besar kanker muncul
setelah pengubahan oleh karsinogen atau karena salah penyalinan dan perbaikan
gen. Walaupun kerusakan genetik terjadi hanya pada sel-sel tubuh (somatik),
pembelahan sel ini akan membawa kerusakan genetik tesebut ke sel anak,
sehingga muncul sel-sel clone yang sudah berubah genetiknya. Sel-sel clone
tersebut tumbuh menjadi tumor. Pada beberapa kasus, tumor primer tersebut
migrasi ke tempat baru (metastasis), membentuk tumor sekunder yang
mempengaruhi kesehatan penderita.
Mutasi onkogenik yang dapat menginduksi kanker harus mengalami
pembelahan sel agar mutasi dapat diwariskan ke keturunannya. Ketika mutasi
terjadi pada sel-sel yang tidak membelah (seperti sel saraf dan sel otot), dia tidak
menginduksi kanker pada sel-sel tersebut, oleh karena itu tumor pada otot
2

dan saraf jarang dijumpai pada orang dewasa. Meskipun demikian, kanker
dapat terjadi pada jaringan yang tersusun oleh sel-sel yang tidak membelah
seperti sel darah merah dan sel-sel darah putih, sel-sel penyerapan pada usus
halus, sel-sel keratin pada kulit. Sel-sel yang menginisiasi tumor bukanlah sel-sel
yang terdiferensiasi, tetapi merupakan sel-sel prekursor. Sel-sel yang telah
berdiferensiasi biasanya tidak membelah. Setelah sel tersebut mati atau
rusak, selanjutnya akan digantikan oleh sel-sel batang (stem cells) yang
membelah dan berdiferensiasi, dan sel-sel ini yang mampu berubah menjadi sel-
sel tumor.

Sel batang yang ada pada usus, hati, kulit, tulang, dan jaringan lain
sedemikian rupa mampu menggantikan sel-sel rusak dan mati, dengan jalur yang
analog seperti hematopoiesis pada sumsum tulang. Persamaan dengan tumor
adalah hanya beberapa sel yang mampu membelah secara tidak terkendali dan
menimbulkan tumor baru, sehingga disebut tumor sel batang.
Karena sel batang membelah terus menerus sepanjang hidup organisme,
mutasi onkogenik pada DNAnya dapat terakumulasi, sehingga mengubahnya
menjadi sel-sel kanker. Sel-sel yang mengalami mutasi ini melakukan
pembelahan sel yang abnormal dan tidak mampu mengalami diferensiasi sel
secara normal. Beberapa mutasi onkogenik, seperti mencegah terjadinya
apoptosis atau menghasilkan sinyal pemacu pertumbuhan yang tiak sesuai,
juga dapat terjadi pada sel-sel yang terdiferensiasi, tetapi tetap bereplikasi
menghasilkan sel-sel keturunan yang baru. Seperti mutasi pada sel keturunan
hematopoietik yang mampu menyebabkan berbagai tipe leukemia.
Perubahan genetik karena onkogenesis akan mengubah beberapa ciri-ciri
dasar sel, sehingga sel akan mengalami pertumbuhan yang tidak normal yang
menunjukkan fenotip sel kanker (Gambar 2.11). Sel-sel kanker mampu
mengendalikan pembelahan sel tanpa induksi sinyal ekstraseluler. Mereka tidak
2

menanggapi sinyal yang membatasi pembelahan sel dan terus hidup walaupun
sebenarnya sel tersebut sudah seharusnya mati. Mereka mengubah penempelan
pada sel-sel di sekitarnya atau matriks ekstraseluler, sehingga membelah sangat
cepat. Satu sel kanker sebenarnya hampir mirip sel normal tetapi akan
menunjukkan kekekalan (immortality) yang tidak tepat. Untuk tumbuh dan lebih
besar dari ukurannya, tumor harus memperoleh pasokan darah yang cukup,
sehingga tumor melakukannya dengan memberi sinyal untuk menginduksi
pertumbuhan pembuluh darah ke dalam tumor. Selama perkembangan kanker,
tumor menjadi organ yang abnormal, yang mampu beradaptasi untuk tumbuh dan
menyerang jaringan-jaringan di sekitarnya.

Gambar 2. 11. Perubahan-perubahan dalam sel akibat kanker. Selama


karsinogenesis, enam ciri-ciri pokok sel diubah, hampir merusak semua ciri
fenotip. Tumor yang tidak ganas menunjukkan hanya beberapa perubahan
saja.

Beberapa sifat yang dimiliki kanker secara umum adalah sebagai berikut.
1. Sel kanker lebih mandiri untuk mencukupi kebutuhannya untuk
pertumbuhan dan perbanyakan sel-selnya. Sebagai contoh, tidak seperti
sel normal, sel kanker lebih mampu bertahan hidup dan membelah diri
pada medium walaupun tidak menempel pada substrat dan mengapung
bebas pada suspensi.
2. Sel kanker anti terhadap sinyal ekstraseluler.
3. Sel kanker tidak mudah melakukan apoptosis seperti sel normal.
4. Sel kanker tidak memiliki mekanisme pengaturan intraseluler
2

yang menghentikan pembelahan sel secara permanen yang merupakan


respon terhadap hipoksia dan kerusakan DNA.
5. Sel kanker menginduksi bantuan dari sel stroma normal di
lingkungan lokalnya.
6. Sel kanker menginduksi angiogenesis.
7. Sel kanker keluar dari jaringan dasarnya (bersifat invasif) dan
mampu bertahan hidup dan memperbanyak diri pada daerah lain (bersifat
metastasis).
8. Sel kanker tidak stabil secara genetik.
9. Sel kanker tidak menghasilkan telomerase, atau mendapatkan cara lain
untuk menstabilkan telomernya.

2.7. Tipe-Tipe Kanker


Kanker dibedakan berdasarkan dari mana munculnya jaringan atau
sel kanker tersebut. Karsinoma (carcinoma) merupakan kanker yang muncul dari
sel- sel epitel, merupakan kanker yang umum pada manusia. Sarkoma (sarcoma)
muncul jaringan ikat atau jaringan otot. Selain itu ada juga kanker kategori
leukemia dan limfoma, yang berasal dari sel-sel darah putih dan prekursor-
prekursornya (sel-sel hemopoietik), yang bersal dari sel-sel saraf.
Penamaan sel-sel tumor jinak seperti adenoma, berhubungan dengan
nama tumor ganas adenocarcinoma (Gambar 2.12). Ada juga chondroma yang
menyebabkan chondrocarcinoma, yang merupakan tumor jinak dan tumor ganas
pada jaringan tulang rawan.
2

Gambar 2. 12. Tumor jinak dan tumor ganas. Jaringan tumor jinak (adenoma)
berada di dalam basal lamina yang ditandai lingkaran struktur normal (saluran),
sedangkan tumor ganas (adenocarcinoma) merusak saluran tersebut.

Gambar 2.13. Tahap perkembangan kanker epitel pada serviks (leher


rahim). (A) Normal epitelium squamosa, pembelahan sel masih ada di dalam
basal lamina. (B) Low grade intraepithelial neuroplasia, pembelahan sel terjadi
pada seluruh lapisan ketiga epitel, sel superficial tetap pipih dan menunjukkan
tanda tetapi belum lengkap. (C) High grade intraepithelial neuroplasia, seluruh sel
pada lapisan epitel membelah dan menunjukkan perbedaan mencolok. (D)
Kanker ganas mulai terbentuk ketika sel berpindah merusak basal lamina dna
menginvasi jaringan ikat di bawahnya.

Sel-sel normal dibatasi oleh adesi sel-sel pada tempatnya di organ atau
jaringan dan pembatas seperti basal lamina, yang terletak pada lapisan sel-sel
epitel dan juga sekitar sel-sel endotelial pembuluh darah. Sel-sel kanker memiliki
hubungan kompleks pada matriks ekstraseluler dan basal lamina. Sel-sel tersebut
merusak basal lamina untuk masuk dan melakukan penetrasi serta
metastasis, tetapi pada beberapa kasus sel-sel tersebut bergerak sepanjang basal
lamina. Beberapa sel-sel tumor mensekresikan protein (aktivator plasminogen)
yang mengubah serum protein plasminogen menjadi plasmin protease yang aktif.
Peningkatan aktivitas plasmin akan menyebabkan metastasis dengan mencerna
basal lamina, sehingga sel-sel tumor mampu melakukan penetrasi. Karena sel-sel
basal lamina mampu dipenetrasi oleh sel-sel tumor, maka sel-sel tumor masuk ke
2

aliran darah, tetapi 1 dari 10.000 sel yang mampu mengeluarkan tumor
primer akan berhasil untuk membentuk tumor sekunder di daerah lain. Dengan
kata lain, keluarnya tumor primer dari tempat asal dan masuk ke darah, sel tumor
akan menanamkan benih tumor baru yang menempel pada lapisan endotelial
kapiler darah dan berpindah ke jaringan lain. Perpindahan pada jaringan yang
baru akan mendasari keganasan tumor yang melibatkan protein pada
permukaan sel yang baru.

1. Metastasis dan Angiogenesis


Proses metastasis meliputi 1) sel kanker menginvasi jaringan dan
pemubuluh darah yang ada di sekitarnya, 2) berpindah melalui sistem sirkulasi, 3)
meninggalkan pembuluh darah, 4) membentuk koloni atau menyebabkan
pembelahan sel pada daerah yang baru. Pada daerah baru (jaringan yang baru
diinvasi sel kanker), terbentuk gumpalan kecil yang disebut mikrometastasis.
Untuk melengkapi proses metastasis, beberapa mikrometastasis harus melakukan
pembelahan sel untuk menghasilkan sel-sel untuk bertahan hidup dan membentuk
koloni (Gambar 2.14). Sel-sel normal bergantung pada sinyal ekstraseluler untuk
mengaktifkan mesin kematian dan melakukan apoptosis. Sel-sel kanker yang
melakukan metastasis umumnya resisten terhadap apoptosis sehingga mampu
bertahan hidup. Sel-sel kanker juga kurang tergantung pada sinyal dari sel-sel
lain untuk tumbuh dan membelah.
2

Gambar 2.14. Tahapan dalam proses metastasis. Menunjukkan ilustrasi


penyebara tumor dari organ seperti kantong kemih ke hati. Sel-sel tumor
memasuki aliran darah secara langsung dengan melewati dinding pembuluh
darah, atau pembuluh limfa yang akhirnya limfa masuk ke aliran darah. Sel-sel
tumor yang telah masuk ke pembuluh limfa sering terjebak pada nodus limfa
sepanjang perjalanannya, sehingga muncullah metastasis nodus limfa.

Untuk tumbuh besar, sel tumor membutuhkan pasokan darah untuk


menjamin kebutuhan oksigen dan nutrisi. Oleh karena itu, angiogenesis, proses
pembuluh darah yang baru, dibutuhkan oleh tumor untuk tumbuh hingga
mencapai ukuran tertentu. Seperti sel-sel normal, sel tumor juga mendapatkan
darah dengan mensekresikan sinyal angiogenik. Sinyal ini diproduksi karena
mersepon hipoksia, yang mempengaruhi sel tumor untuk memperbesar
diameternya satu sampai dua milimeter. Hipoksia mengaktivasi perubahan
angiogenik (angiogenic switch) untuk meningkatkan paokan darah dengan
meningkatkan kadar Hipoxia Inducible Factor-1α (HIF-1α), suatu gen pengatur
protein yang mengaktifkan transkripsi gen yang mengkode faktor pro-angiogenik,
seperti vascular endothelial growth factor (VEGF). Protein ini disekresikan untuk
menarik sel-sel endotel dan merangsang pertumbuhan pembuluh darah. Beberapa
jenis tumor juga mmampu menginduksi sel-sel normal di sekitarnya untuk
2

menghasilkanfaktor prtumbuhan seperti basic fibroblast growth factor (bFGF)


dan transforming growth factor α (TGFα). Pembuluh darah ini tidak hanya
membantu sel tumor untuk mendapatkan nutrisi dan oksigen, tetapi juga
menyediakan rute keluar sel-sel tumor untuk melakukan metastasis.
Bagaimanapun juga, pembuluh darah yang terinduksi berliku-liku,
diameternya heterogen, bocor, dan punya banyak cabang dengan ujung yang
mati. Abnormalitas ini, disebabkan oleh ketidakseimbangan molekul sinyal,
menyebabkan aliran darah tidak teratur di dalam tumor, membantu pembuatan
daerah hipoksia lagi (Gambar 17).

Gambar 2.15. Metastasis adenocarcinoma kolon pada paru- paru. Jaringan


ini menunjukkan sel kanker yang berbeda warnanya, membentuk jaringan kohesif
pada paru- paru. Metastasis ini memiliki daerah nekrosis pusat berwarna merah
muda, di mana sel kanker memperoleh pasokan darah.

Beberapa protein alami ada yang mampu menghambat angiogenesis


seperti angiogenin dan endostatin, atau antagonis dari reseptor VEGF yang
dapat digunakan

sebagai agen terapi kanker. Walaupun pembuluh darah baru terbentuk selama
perkembangan embrio, ada juga yang baru terbentuk ketika terjadi luka pada
orang dewasa. Hal tersebut menjadi inhibitor khusus bagi angiogenesis yang
kemungkinan efektif mengatasi tumor atau setidaknya memilki sedikit efek
samping.
2

Ketika sel-sel kanker tumbuh abnormal, menjadi pembawa mutasi pada


tumor, ada sel-sel tumor yang lain, khususnya jaringan ikat atau stroma terletak
jauh dari pusatnya. Hal ini dikarenakan perkembangan tumor tergantung pada
komunikasi silang antara sel-sel tumor dengan tumor stroma. Stroma
menyediakan kerangka untuk tumor dan mengandung jaringan ikat fibroblas,
miofibroblas, sel-sel darah putih yang terluka, sel-sel endotel darah dan
pembuluh limfa, dan pericyte yang menyertainya dan sel-sel otot polos (Gambar
2.16).

Gambar 2.16 Lingkungan mikro tumor memainkan peran tumorigenenesis.


Tumor terdiri dari beberapa tipe sel termasuk sel kanker, sel-sel epitel pembuluh
darah, fibroblas, dan sel darah putih. Komunikasi silang antara sel-sel ini
berperan dalam perkembangan tumor.

2. Sel Kanker Mengabaikan Apoptosis


Sel-sel normal memiliki batasan untuk melakukan pembelahan sel, dan
menghentikan pembelahan setelah mencapai jumlah tertentu (misalnya 25-50
untuk fibroblas manusia), fenomena ini disebut penuaan replikasi sel (replicative
cell senescence). Mekanisme penghitungan pembelahan sel bergantung pada
pemendekan telomer pada ujung kromosom, yang biasanya mengubah
strukturnya. Replikasi telomer DNA selama fase S bergantung pada enzim
telomerase, yang menjaga sekuen telomer DNA dan memicu pembentukan
struktur tudung protein yang melindungi ujung kromosom. Karenakan
pembelahan sel pada manusia (kecuali sel batang), telomer mengalami
pemendekan setiap pembelahan sel, dan tudung pelindungnya rusak. Sehingga
2

ujung kromosom yang berubah akan memicu siklus sel untuk tertahan.

Sel kanker menghindari penuaan replikasi sel dengan dua cara.


Pertama sel kanker memperoleh perubahan genetik dan epigenetik yang
menghilangkan kontrol check point sehingga sel terus melanjutkan siklus
walaupun telomer dalam keadaan tidak bertudung. Mutasi yang menon-
aktifkan jalur p53 mendapatkan efek ini. Strategi lain untuk keluar dari penuaan
replikasi adalah sel kanker memelihara aktivitas telomer selama sel kanker
membelah, sehingga telomernya tidak memendek atau tidak bertudung.
Pada beberapa kasus, sel kanker memelihara aktivitas telomer karena
berasal dari sel batang yang memiliki aktivitas ini. Pada kasus lain, walaupun
kanker berasal dari sel yang aktivitas telomernya besar, sel kanker memperoleh
aktivitas sebagai hasil perubahan genetik dan epigenetik yang terpilh selama
telomernya memendek. Sel kanker yang lain mengembangkan mekanisme lain
untuk memperpanjang ujung kromosomnya, sehingga sel terus membelah
walaupun sel normal berhenti membelah.

2.8. Dasar-Dasar Genetik Kanker


1. Protein-protein Pengatur Pembelahan Sel
Mutasi gen proto-onkogen (contohnye gen ras) dan gen supresor-tumor
(contohnya APC) mampu menginduksi kanker. Gen-gen ini mengkode beberapa
protein yang mampu mengendalikan pertumbuhan dan pembelahan sel
(Gambar
2.23).
2

Gambar 2.23. Tujuh tipe protein yang mengatur pertumbuhan dan


pembelahan sel.

Kanker mampu dihasilkan dari ekspresi mutan yang membentuk protein-protein


ini. Mutasi mengubah sruktur atau ekspresi protein yang secara normal memicu
pertumbuhan yang menimbulkan onkogen aktif. Beberapa, tetapi tidak semua,
molekul sinyal ekstraseluler (I), reseptor sinyal (II), protein transduksi sinyal
(III), dan faktor transkripsi (IV) masuk dalam kategori ini. Siklus sel mengatur
protein (VI) yang berfungsi mengendalikan pembelahan sel, dan protein
perbaikan DNA (VII) dikode oleh gen supresor tumor. Mutasi pada gen-gen ini
akan meningkatkan peluang sel mutan untuk menjadi sel tumor atau mutasinya
terjadi pada kelas yang berbeda. Protein apoptosis (V) termasuk supresor tumor
yang memicu apoptosis dan onkoprotein yang memicu ketahanan hidup sel.
Protein pengkode virus yang mengaktifkan reseptor sinyal (Ia) juga mampu
menginduksi kanker.

Hampir seluruh tumor pada manusia telah mengaktifkan mutasi pada


gen yang normalnya berperan dalam check points siklus sel untuk
menghentikan kemajuan sel dalam siklus sel jika pada tahapan sebelumnya
terjadi kesalahan atau kerusakan DNA. Sebagai contoh, sebagian besar kanker
2

telah mengaktifkan gen pengkode protein yang menghambat kemajuan pada


tahapan G1 dari siklus sel. Menurut aturan, gen Ras yang aktif atau protein
transduksi sinyal lain yang aktif ditemukan pada beberapa jenis tumor manusia
yang telah mengubah aslinya.
Gen supresor tumor umumnya mengkode protein yang menghambat
pembelahan sel. Mutasi loss-of-function pada satu atau lebih pada gen
ini menghentikan perkembangan beberapa kanker. Ada lima kelas protein
yang dikode oleh gen supresor tumor, yaitu.
1. Protein intarseluler yang mengatur atau menghambat kemajuan khusus
pada siklus sel (contohnya p16 dan Rb)
2. Reseptor atau sinyal transduksi untuk sekresi hormon atau
perkembangan sinyal yang menghambat pembelahan sel (contohnya,
TGFβ, bagian reseptor hedgehog)
3. Protein kontrol checkpoint yang menahan siklus sel jika DNA rusak
atau kromosom tidak normal (contohnya p53).
4. Protein yang memicu apoptosis
5. Enzim yang berperan dalam perbaikan DNA.
Meskipun enzim perbaikan DNA tidak secara langsung menghambat
pembelahan sel, sel yang kehilangan kemampuan untuk memperbaiki
kesalahan, celah, dan merusak ujung DNA yang mengalami akumulasi mutasi
DNA dari berbagai gen. Oleh karena itu mutasi loss-of-function pada gen-
gen yang mengkode enzim

perbaikan DNA mencegah sel dari koreksi mutasi yang dapat mengaktifkan gen
supresor tumor atau mengaktifkan onkogen.

2. Gen-gen Penyebab Kanker Merusak Pengaturan Pembelahan Sel


Beberapa gen penyebab kanker mengkode komponen-komponen
2

jalur yang mengatur kegiatan sel, terutama jalur sinyal yang mempengaruhi
kontrol sel, apakah sel harus tumbuh, membelah, diferensiasi atau mati (Gambar
2.24).
Komponen-komponen jalur sinyal meliputi protein pengkode proto-
onkogen dan gen supresor tumor meliputi sekresi protein sinyal, reseptor
transmembran, protein pengikat GTP intraseluler, protein kinase, protein
pengatur gen, dan protein lain. Mutasi kanker mengubah komponen-komponen
ini dalam pensinyalan pembelahan sel walaupun tidak diperlukan, mengaktifkan
pertumbuhan sel, replikasi DNA, dan pembelahan sel yang tidak sesuai.

Gambar 2.24. Charta jalur sinyal umum yang sesuai dengan kanker pada
sel-sel manusia, menunjukkan lokasi beberapa protein yang berubah
karena mutasi pada kanker. Produk dari onkogen dan gen supresor tumor
sering berperan dalam jalur yang sama. Protein sinyal tunggal ditunjukkan
dengan lingkaran merah, dengan komponen penyebab kanker dan mekanisme
kontrol ditunjukkan dengan warna hijau. Interaksi antara protein stimulator dan
inhibitor juga telah dirancang.
2

Gen yang termutasi pada kanker, seperti gen Rb pada retinoblastoma,


dan gen Ras, gen mutan yang menyebabkan sel melakukan pembelahan secara
berlebihan, memiliki peran yang berbeda pada sel normal. Rb sebagai inhibitor
siklus sel, sedangkan Ras sebagai komponen pusat pada jalur pensinyalan
intraseluler. Komponen lain yang berperan dalam jalur pensinyalan intraseluler
yang dikode oleh gen penyebab kanker adalah Wnt, Hedgehog, TGFβ, Notch,
dan reseptor jalur pensinyalan tirosin kinase.
Mutasi yang secara langsung mempengaruhi sistem kontrol siklus sel
terlihat pada banyak kanker. Protein supresor tumor Rb, mengontrol kunci
pokok sel dalam melakukan pembelahan sel dan replikasi DNAnya. Rb
menahan/membatasi masuknya siklus sel ke fase S dengan pengikatan atau
penghambatan protein pengatur gen golongan E2F, yang dibutuhkan untuk
mentranskripsi gen yang mengkode protein yang dibutuhkan untuk masuk fase
S. Normalnya, penghambatam oleh Rb ini didasarkan pada ketepatan waktu
oleh fosforilasi Rb oleh berbagai macam cyclin-dependent kinase
(Cdk), yang menyebabkan Rb melepaskan pegangan inhibitornya pada protein
E2F.
Beberapa sel kanker membelah diri secara tidak normal karena
tidak adanya Rb, sedangkan yang lain mencapai efek yang sama dengan mutasi
yang mengubah komponen jalur pengaturan Rb (Gambar 2.25). Pada sel
normal, kompleksa cyclin D dan cyclin-dependent kinase Cdk4 (G1-Cdk)
bertanggung jawab untuk memfosforilasi Rb untuk kemajuan siklus sel. Protein
p16 (INK4) yang dihasilkan ketika sel itu stres, menghambat kemajuan
siklus sel dengan mencegah pembentukan kompleks cyclin d-Cdk4 yang aktif,
yang merupakan komponen penting pada penahanan siklus sel normal dalam
merespon stres. Beberapa glioblastoma dan kanker payudara telah
melakukan amplifikasi gen yang mengkode Cdk4 atau cyclin D, sehingga
memicu pembelahan sel. Delesi atau tidak aktifnya gen p16 merupakan
bentuk umum kanker manusia. Mutasi yang tidak mengaktifkan gen p16
2

pada kanker, metilasi DNA pada bagian pengatur sering menghentikan


gen, hal ini merupakan contoh perubahan epigenetik yang menyebabkan
kanker berkembang. Mutasi pada salah satu komponen jalur sudah cukup
untuk menon-aktifkan jalur dan menyebabkan kanker.

Gambar 2.25. Jalur di mana Rb mengatur masuknya siklus sel


mengandung proto-onkogen dan gen supresor tumor. Semua komponen pad
ajalur ini diubah oleh mutasi pada kanker manusia (hasil dari proto-onkogen,
hijau, hasil dari gen supresor tumor, merah, E2F ditunjukkan warna biru karena
sebagai inhibitor dan stimulator, tergantung pada protein lain yang
mengikatnya). Pada berbagai kasus, hanya salah satu komponen yangberubah
pada tumor. (A) Gambar sederhana dari hubungan pada jalur ini. (B) protein Rb
menghambat masuknya tahapan pembelahan sel pada siklus sel karena tidak
terjadi fosforilasi. Kompleks Cdk4 dan cyclin D memfosforilasi Rb, sehingga
terjadi pembelahan sel. Ketika sel dalam keadaan stres, p16 menghambat
pembentukan kompleks Cdk4-cyclin D aktif, sehingga mencegah terjadinya
pembelahan sel. Inaktivasi Rb atau p16 oleh mutasi akan menyebabkan
pembelahan sel (dikatakan sebagai supresor tumor), sedangkan aktivitas
berlebih dari Cdk4 atau cyclin D menyebabkan pembelahan sel (dikatakan
sebagai proto-onkogen).

Sistem kontrol siklus sel menjamin bahwa sel eukariot membuat salinan
kromosomnya dan memisahkan satu salinannya pada setiap sel anakan hasil
pembelahan sel. Awal proses ini membutuhkan sinyal kemajuan siklus sel pada
organisme multiseluler yang teratur dengan baik, sehingga setiap sel pada
organisme multiseluler tetap diam pada fase G0. Tetapi pembelahan sel juga
membutuhkan lebih dari kemajuan selama siklus sel, membutuhkan
pertumbuhan sel, yang melibatkan proses anabolisme yang menghasruskan
2

sel mensisntesis makromolekul dari prekursor mikromolekul. Apabila sel


membelah tidak sesuai dengan aturan tanpa tumbuh terlebih dahulu, sel akan
berukuran lebih kecil pada setiap pembelahan sel dan akan terhenti bahkan mati.
Pertumbuhan kanker membutuhkan perubahan yang diwariskan tidak hanya
kesalahan pengaturan siklus sel tetapi juga merangsang pertumbuhan sel
(Gambar 2.26).
Fosfoinositida 3-kinase (PI 3 kinase)/jalur pensinyalan intraseluler
Akt merupakan pengaturan untuk pertumbuhan sel. Beberapa protein sinyal
ekstraseluler,

termasuk insulin dan faktor pertumbuhan seperti insulin, secara normal


menstimulasi jalur ini. Pada sel kanker, jalur ini diaktifkan oleh mutasi sehingga
sel dapat tumbuh walaupun tidak ada sinyal tersebut. Protein kinase Akt hasil dari
aktivasi abnormal tersebut menjadi pusat pengaturan yang salah pada proses
pertumbuhan, selama aktivasi tidak hanya menstimulasi sintesis protein tetapi
peningkatan pengambilan glukosa (melalui aktivasi mTOR) dan produksi asetil
koA pada sitosol yang dibutuhkan sel untuk sintesis lipid (melalui aktivasi ACL).
Sehingga mutasi gen supresor tumor pada berbagai macam kanker kehilangan
PTEN fosfatase, yang berfungsi untuk membatasi aktivasi Akt dengan
defosforilasi molekul yaitu PI 3-kinase fosforilasi.
2

Gambar 2.26. Sel-sel membutuhkan dua tipe sinyal untuk pembelahan sel.
(A)
Untuk membelah dengan sukses, sebagian besar sel normal membutuhkan
sinyal ekstraseluler yang memicu kemajuan siklus sel (mitogen yang
ditunjukkan warna merah) dan sinyal ekstraseluler yang memicu pertumbuhan
(faktor pertumbuhan yang ditunjukkan warna biru). (B) Diagram sistem
pensinyalan yang mengandung Akt yang mengarahkan pertumbuhan sel melalui
stimulus pengambilan dan penggunaan glukosa, termasuk pengubahan
kelebihan produksi asam sitrat dari intermediet gula pada mitokondria ke bentuk
asetil koA yang dibutuhkan sitosol untuk sintesis lipid dan produksi membran
sel baru. Seperti tampak pada gambar, sintesis protein juga meningkat. Sistem
ini menjadi abnormal sejak awal perkembangan tumor.

Aktivasi abnormal PI 3-kinase atau jalur Akt yang terjadi pada awal
proses perkembangan tumor, menjelaskan kelebihan laju glikolisis yang ada
pada sel-sel tumor, disebut efek Warburg. Ditambah dengan ekskresi dari
kelebihan asam piruvat dalam bentuk laktat, kelebihan pengambilan glukosa
oleh sel kanker digunakan untuk menempatkan tumor pada seluruh tubuh.
Pengaturan jumlah sel bergantung pada pemeliharaan keseimbangan
antara pembelahan dan kematian sel. Sel kanker resisten terhadap apoptosis
(Gambar 2.27), sehingga menyebabkan sel kanker meningkat jumlahnya dan
bertahan hidup terus padahal seharusnya mati.

Gambar 2.27. Peningkatan pembelahan sel dan penurunan apoptosis


mampu menyebabkan tumorigenesis. Pada jaringan normal, apoptosis
menyeimbangkan pembelahan sel untuk menjaga homeostasis. Selama
perkembangan kanker, peningkatan pembelahan sel dan penghambatan
apoptosis terjadi dalam proses tumorigenesis. Sel-sel yang mengalami apoptosis
ditunjukkan warna abu-abu.

Mutasi pada gen pengatur apoptosis berperan dalam resisten


tersebut. Salah satu protein penghambat apoptosis adalah Bcl2, yang terdapat
2

pada sel-B limfoma. Translokasi menempatkan gen Bcl2 di bawah kontrol


sekuen DNA yang mengekspresikannya secara berlebih. Hal ini
menyebabkan sel-B limfoma bertahan hidup dan tidak mati, sehingga juga
menyebabkan berkembangnya kanker sel-B.
Protein p53 normalnya menginduksi sel untuk bertahan pada siklus
sel atau melakukan apoptosis karena merespon kerusakan DNA dan karena
penyebab stres yang lain. Hilangnya atau tidak aktifnya jalur p53, akan
menyebabkan kanker secara spontan, karena menyebabkan kerusakan
genetik untuk menghindari apoptosis dan melanjutkan pembelahan sel.
Penon-aktifan jalur Rb juga menyebabkan kanker pada manusia.

Gambar 2.28. Model aktivitas supresor tumor p53. Protein 53 merupakan


sensor stres pada sel. Dalam merespon sinyal pembelahan yang terlalu banyak,
kerusakan DNA dan hipoksia, dan pemnedekan telomere, kadar p53 pad asel
meningkat dan menyebabkan sel mengalami berhenti pada siklus sel, apoptosis,
atau replicative cell sensescence. Seluruh akibat ini menyebabkan tumor terus
tumbuh.

Gen-gen virus juga dapat berperan sebagai onkogen. Papilomavirus yang


memiliki gen E6 dan E7 menghasilkan protein E6 dan E7 yang mengkat protein
supresor pada sel inang (p53 atau Rb) sehingga sel membelah secara tidak
terkendali. Protein sel inang Rb diikat oleh protein virus E7, mencegah Rb
berikatan dengan protein E2F sehingga menyebabkan sel memasuki fase
S. Protein sel inang yang lain, p53, diikat oleh protein virus E6 sehingga
2

merusak p53 (Gambar 2.29), sehingga menyebabkan sel abnormal untuk


terus bertahan hidup, membelah, dan mengakumulasi ketidaknormalannya.

Gambar 2.29. Aktivasi pembelahan sel oleh tumor DNA virus.


Papilomavirus menghasilkan dua protein penting, E6 dan E7, yang
mengasingkan protein p53 dan Rb dari sel inang. Pengikatan protein E6
menyebabkan ubiquitylation pada patner p53, menginduksi proteolisis p53.
Virus SV40 menggunakan protein tunggal dua fungsi yang disebut antigen T,
untuk mengasingkan kedua protein ini.

Mutasi menyebabkan protein tidak teratur aktivitasnya dan produksinya


berlebih dan memicu pembelahan dan transformasi sel, sehingga menyebabkan
kanker. Walaupun onkogen secara teori dapat muncul dari mutasi pada gen yang
mengkode molekul sinyal, hal ini jarang terjadi. Nyatanya, onkogen sis
yang terjadi secara normal, mengkode suatu tipe plateled-derived growth
factor (PDGF), yang mampu terstimulasi pembelahan sel sendiri secara
menyimpang yang normalnya mengekspresikan reseptor PDGF.
Sebaliknya, onkogen yang mengkode reseptor pada permukaan sel yang
mentransduksi sinyal pemicu pertumbuhan telah tergabung dengan beberapa
tipe kanker. Reseptor untuk faktor pertumbuhan tersebut memiliki aktivitas
2

proteinkinase pada domain sitosolnya, yaitu suatu aktivitas untuk menghentikan


sampai mengaktifkan. Pengikatan ligan ke domain eksternal pada reseptor
tyrosine kinase (RTK) ini menyebabkan dimerisasi dan aktivasi pada aktivitas
kinase, mengawali jalur pensinyalan intraseluler yang memicu pembelahan sel.
Hilangnya pensinyalan oleh TGFβ, pengatur pertumbuhan negatif,
menyebabkan sel membelah dan berkembang menjadi ganas.

Gambar 2.30. Efek hilangnya sinyal TGFβ. Pengikatan TGFβ, suatu faktor
anti pertumbuhan, menyebabkan aktivasi faktor transkripsi Smad. Dengan tanpa
sinyal TGFβ karena mutasi reseptor atau mutasi SMAD pembelahan sel dan
invasi matriks ekstraseluler menjadi meningkat.
2

Gambar 2.31. Tahapan G1 tertahan, merupakan respon dari kerusakan


DNA. Aktivitas kinase ATM diaktifkan, karena merespon kerusakan DNA yang
disebabkan oleh berbagai tekanan (seperti radiasi UV, panas). ATM aktif
selanjutnya akan memicu dua jalur yang menahan tahapan G1. Fosforilasi p53
menstabilkannya, menyebabkan p53 mengekspresikan gen yang mengkode
protein yang (1) menyebabkan tertahannya fase G1 dan G2, (2) menyebabkan
apoptosis, atau (3) memperbaiki DNA. Pada jalur fosforilasi Chk2 yang lain
memfosforilasi Cdc25A, dengan demikian menandainya untuk degradasi dan
penghambatan perannya dalam aktivasi CDK2.
Tahapan perkembangan kanker sering diakibatkan oleh mutasi. Pada
kasus kanker „colorectal’ terdapat gen yang termutasi yaitu, K-Ras, p53,
dan Apc. Mutasi penon-aktifan Apc terjadi lebih dahulu, kemudian mutasi
pengaktifan gen K-Ras, dan hilangnya gen supresor tumor Smad4 serta mutasi
penon-aktifan p53 terjadi selanjutnya. Mutasi-mutasi ini menyebabkan sel
menghindari apoptosis dan menghindari tahapan berhenti pada siklus sel.
Karsinogenesis pada kanker „colorectal’ menyebabkan perubahan genetik
untuk mengatur mekanismenya.
2

3. Penutup

3.1. Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari makalah di atas adalah:

1. Tahapan pada siklus sel meliputi fase mitosis yang diikuti sitokinesis,
fase interfase yang meliputi fase G1 (first gap), fase S (synthesis), dan fase
G2 (second gap).
2. Sistem kontrol siklus sel mengatur aktivitas siklus sel dan menjamin
tepat waktu dan dalam arah yang benar.
3. Sistem kontrol siklus sel merespon adanya sinyal intraseluler
dan ekstraseluler yang dapat menghentikan fase atau untuk kematian sel.
4. Komponen pusat sistem kontrol siklus sel adalah cyclin dependent
protein kinase (Cdk), yang bergantung pada subunit cyclin untuk aktivasi.
5. Mekanisme pengontrolan aktivitas kompleks cyclin-Cdk meliputi
fosforilasi subunit Cdk, pengikat CKI, proteolisis cyclin, dan perubahan
transkripsi gen yang mengkode pengatur Cdk.
6. Kanker bersifat dapat tumbuh dan membelah tanpa sinyal ekstraseluler,
anti apoptosis, memiliki ketidakstabilan genetik, menginvasi jaringan
di sekitarnya, bersifat metastasis, menginduksi angiogenesis, dan tidak
menghasilkan telomerase.
7. Gen-gen penyebab kanker berupa proto-onkogen yang akan menjadi
onkogen dan gen supresor tumor.
8. Protein hasil ekspresi onkogen dan gen supresor tumor yang telah
mengalami mutasi akan melakukan transduksi sinyal yang dapat
mengendalikan pertumbuhan dan pembelahan sel yang menuju ke arah
perkembangan kanker.

3.2. Saran

Bagi pembaca yang ingin mendalami tentang siklus sel dan kanker agar
2

dapat memperbanyak referensi dan membandingkan dengan penelitian-


penelitian yang berkaitan dengan siklus sel dan kanker.
4

Daftar Pustaka

Albert,B. Jhonson, A., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K., Walter, P. 2008. Molecular
Biology of The Cell. Fifth Edition. New York: Published by Garland science,
Taylor & Francis Group.

Anonim, 2015. Situasi Penyakit kanker. Infodatin, Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI. Jakarta. (Online), (http://www.depkes.go.id/resources/download/
pusdatin/infodatin/infodatin-kanker.pdf. ) diakses 17 Juli 2017.

Campbell, N. A. and J. B. Reece. 2002. Biology. Sixth Edition, Pearson Education. Inc.
San Francisco.

Hardin, J., Bertoni, G., Klensmith, L. J. 2012. Becker’s World of the Cell. Eight edition.
San Fransisco: Pearson Education, Inc.

Sarmoko, Larasati. Regulasi Siklus Sel. Hand Out. Yogyakarta: Framasi UGM. (online),
(http://www.ccrc.farmasi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/hand-out-cell-cycle-ccrc-
new.pdf) diakses 17 Juli 2017.

Anda mungkin juga menyukai