Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ASKEP KEMATIAN

Dosen Pengampu Mata Kuliah :

Ns.Siska Damayanti,M.kep

OLEH

ELVIRA NOVITA SARI

1912142010016

S1 KEPERAWATAN TINGKAT II

STIKES YARSI SUMBAR BUKITTINGGI


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tidak terhingga dihaturkan ke hadapan ALLAH


SWT (Tuhan Yang Maha Esa), karena atas rahmat dan karunia-Nya, makalah
yang berjudul ”ASKEP KEMATIAN ” dapat diselesaikan sesuai harapan.

Makalah ini disusun dengan mengerahkan segala pemikiran dan upaya


yang ada,termasuk bantuan dan bimbingan serta sumbang saran dari berbagai
pihak, baik langsungmaupun tidak langsung.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari yang sempurna. Hal ini
disebabkanoleh keterbatasan penulis dalam pengetahuan, kemampuan menulis,
mencari sumber dan pengalaman. Oleh karena itu, segala kritik dan saran
perbaikan sangat diharapkan. Semogamakalah ini dapat menambah pengetahuan
dan bermanfaat bagi para pembaca.
DAFTAR ISI
Kata pengantar..........................................................................................................
Daftar isi..................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
1.1.Latar belakang...................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................
2.1.definisi kematian...............................................................................................
2.2makna kematian menurut sains.............................................................................
2.3.makna kematian menurut agama .......................................................................
2.4.jenis-jenis kematian..........................................................................................
2.5.perubahan tubuh setelah kematian.....................................................................
2.6.perawatan pasien setelah meninggal..................................................................
BAB III PENUTUP..................................................................................................
3.1.kesimpulan.......................................................................................................
3.2.saran..................................................................................................................
3.3.daftar pustka.......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

 Dalam kehidupan setiap individu hanya ada satu hal yang pasti, yaitu
individu tersebut akan meninggal dunia. Secara umum, setiap manusia
berkembang dari bayi, anak – anak,  remaja, dewasa, lansia dan akhirnya
meninggal dunia.  Kematian adalah suatu keadaan alamiah yang setiap individu
pasti akan mengalaminya. Saat terjadinya kematian merupakan saat – saat yang
tidak diketahui waktunya. Kematian dapat terjadi singkat dan tidak terduga.
Kematian dapat diperkirakan sebelumnya melalui diagnosis medis tetapi
saat kematian itu sendiri biasa terjadi mendadak, atau pasien dapat mengalami
dahulu stadium terminal penyakit dalam waktu yang bervariasi mulai dari berapa
hari hingga berbulan – bulan.
Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam
memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan
perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi
perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa
jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan
kematian (Potter & Perry, 2005).
Dengan memahami bahwa kematian merupakan suatu yang alami dari
proses kehidupan akan membantu perawat dalam memberikan respon terhadap
kebutuhan pasien dengan lebih murah hati.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Kematian

2.1Kematian dalam Perspektif Kedokteran :

Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian)


dan logos (ilmu).

Definisi
Tanatologi adalah bagian dari Ilmu kedokteran forensic yang mempelajari
tentang hal-hal yang ada hubungannya denga kematian dan perubahan yang
terjadi setelah seseorang mati dan factor - faktor yang memengaruhinya.
Kematian (Death) merupakan kondisi terhentinya pernafasan, nadi dan
tekanan darah, serta hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai
dengan terhentinya aktivitas listrik otak, atau dapat juga dikatakan terhentinya
fungsi jantung dan paru secara menetap atu terhentinya kerja otak secara menetap.
Namun demikian, kemajuan dalam teknologi kedokteran berlangsung
sedemikian cepat sehingga kalau satu atau lebih system tubuh tidak berfungsi,
pasien  mungkin masih dapat dipertahankan “hidupnya” dengan bantuan mesin,
tindakan ini dapat dilakukan sehubungan dengan pengangkatan organ tubuh untuk
bedah transplantasi.

2.2.Makna kematian Menurut Sains :


Dalam buku karangan Drs. Sidi Gazalba yang berjudul Maut, Santoso
membeiritakan tahap-tahap kematian.
            Proses kematian :
1. Tahap preagonal (awal sakaratul maut).

             Terjadi gangguan peredaran darah, tekanan darah nadi menurun dan sesak
napas. Kesadaran masih ada tapi agak berkabut.
2. Tahap agonal (sakaratulmaut).
            Hilang kesadaran, refleks mata tidak ada, pernapasan yang terputus-putus,
gerak nadinya tidak terasa lagi, tapi masih dapat diraba pada bagian pembuluh
darah leher.
3. Tahap mati - klinik.
               Tanda - tanda hidup yang dapat diperiksa dari luar, tidak dapat
ditemukan lagi. Jantung dan pernapasan berhenti sama sekali.
             Dalam mati - klinik, orang masih dapat ditolong untuk hidup kembali.
Tetapi setelah tahap ini lewat, berlangsunglah akhir kehidupan, yaitu mati biologi.
Pada tahap ini seluruh kemampuan manusia, seluruh kepintaran ilmu tak mungkin
menolong lagi. Sebab sel-sel otak mengalami kesukaran, yaitu mulai membusuk,
yang diluar kemampuan manusia untuk menyembuhkannya.

Kematian secara konkrit :


          Adalah rusaknya jasmani atau bagiannya yang berfungsi. Visum et
repertum tentang seseorang yang meninggal (dalam masyarakat yang modern)
bertugas menerangkan sebab kematian. Sebab tersebut merupakan gejala yang
dapat diteliti, dapat dibuktikan, dapat diamati dengan pancaindra, sekalipun
dengan alat, dan juga dapat diterima oleh pikiran.

2.3Makna Kematian Menurut Agama – Agama :


1. Agama Kristen
Kitab Suci memandang kematian sebagai hal yang alami dan sebagai
akibat dosa. Kematian ialah perpisahan antara tubuh dan roh. Ketika manusia
mati, tubuh insanilah yang berakhir atau lenyap, sedangkan jiwa atau roh manusia
tetap hidup.
2. Agama Islam
Maut atau mati adalah terpisahnya “roh dari zat, jiwa dari badan atau
keluarnya roh dari badan atau jasmani. Pada akhirnya, maut adalah akhir dari
kehidupan dan sekaligus awal kehidupan (yang baru). Maut adalah suatu peralihan
dari suatu dunia ke dunia lainnya.
3. Agama Budha
Ada 3 (tiga) jenis kematian dalam agama Budha:
1) Khanika Marana
2) Sammuti Marana
3) Samuccheda Marana

4. Agama Hindu
Menurut agama Hindu, kematian itu merupakan saat yang sangat penting,
bahkan saat menentukan arti kehidupan seseorang. Kematian akan memberikan
arti pada segala usaha dan kemeriahan yang kita dapatkan selama kita hidup. Oleh
karena itulah dianjurkan agar orang segera mengingat Tuhan Yang Maha Esa pada
saat meninggal.

2.4.Jenis – jenis Kematian :

1. Mati Klinis

Adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti
sirkulasi  (jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak
irreversible.
Pada masa dini kematian inilah, pemulaian resusitasi dapat diikuti dengan
pemulihan semua fungsi system organ vital termasuk fungsi otak normal, asalkan
diberi terapi optimal.
2. Mati Biologis (Kematian semua organ)

Selalu mengikuti mati klinis bila tidak dilakukan resusitasi jantung paru
(RJP) atau bila upaya resusitasi dihentikan.
Mati biologis merupakan proses nekrotisasi semua jaringan, dimulai
dengan neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira – kira 1 jam tanpa
sirkulasi, diikuti oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik selama
beberapa jam atau hari.
Pada kematian, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik
yang berat, denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat, ketika
tidak hanya jantung, tetapi organism secara keseluruhan begitu terpengaruh oleh
penyakit tersebut sehingga tidak mungkin untuk tetap hidup lebih lama lagi.
Upaya resusitasi pada kematian normal seperti ini tidak bertujuan dan tidak
berarti.

3. Mati Serebral (Kematian Korteks)


Adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel, kecuali batang
otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem
pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat.
4. Mati otak (MO)

Adalahbilaterjadikerusakanseluruhisi neuronal intrakranial yang ireversibe
l,termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati
batang otak), maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat
dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.
5. Mati suri
Mati suri (near-death experience (NDE), suspend animation, apparent
death) adalah terhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan yang ditentukan
oleh alat kedokteran sederhana.Dengan alat kedokteran yang canggih masih dapat
dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi.Mati suri sering
ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam.
6.Mati seluler (mati molekuler
Adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah
kematian somatis.Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda -
beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak
bersamaan.
Contoh :
1. Kulit masih dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam paska mati dengan
cara menyuntikkan subkutan pilokarpin 2 % .
2. Spermatozoa masih dapat ertahan hidup beberapa hari dalam epididimis.
3. Kornea masih dapat ditransplantasikan. 
4. Darah masih dapat dipakai untuk transfusi sampai enam jam pasca-mati.

Kematian dapat dibagi menjadi 2 fase, yaitu:


1. Somatic death (Kematian Somatik)
Merupakan fase kematian dimana tidak didapati tanda tanda kehidupan
seperti denyut jantung, gerakan pernafasan, suhu badan yang menurun dan tidak
adanya aktifititas listrik otak pada rekaman EEG.
2. Biological death (Kematian Biologik)
Dalam waktu 2 jam, kematian somatik akan diikuti fase kematian biologik
yang ditandai dengan kematian sel. Kurun waktu 2 jam diantaranya dikenal
sebagai fase mati suri (NDE).
7.      Mati sosial :
Yaitu dimana otak mengalami kerusakan cukup besar dan pasien tidak
mampu berinteraksi dengan lingkungan. Tingkat intelektualitas pun mundur
layaknya seorang bayi.
Terjadi suatu siklus kesadaran yang menurun :
Tidak sadar (koma) → sadar → koma → terus berulang.
Indikator Kematian menurut ahli Anestesi :
4) Mati otak
Yaitu apabila telah dilakukan RJP dengan tahap - tahap Airway-Breathing-
Circulation selama 15-30 menit pada seorang pasien dewasa, namun kesadaran
tetap tidak dapat pulih, tidak mampu bernapas spontan, serta tak adanya refleks
gag (gerakan mulut/rahang) disertai dilatasi pupil.
Mati otak dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
a. Mati korteks (cerebral/cortical death)
b. Mati Batang Otak (MBO)
Mati batang otak merupakan kondisi utama yang menunjukkan seseorang
benar - benar telah mati.
c. Mati seluruh otak (brain death)
5) Mati  jantung
Yaitu apabila jantung tetap tidak berdetak meski telah dilakukan RJP
selama 30 menit selaku terapi optimal. Tidak terlihatnya kompleks QRS (asistol
ventrikel yang “membandel” atau mitral table) pada pemeriksaan
elektrokardiogram (EKG) menjadi indikator.

Koma (ambang kematian/ dying) :


Yaitu dimana tidak ada reaksi terhadap rangsang apapun namun reseptor
tubuh masih berfungsi baik. Sehingga ia dapat mendengar, merasakan rabaan dan
sebagainya. Pada beberapa kasus, mereka sadar kembali dan dapat hidup normal
seperti sediakala.

2.5.Perubahan Tubuh setelah Kematian :


1.      Algor Mortis (Penurunan Suhu Jenazah)

Merupakan salah satu tanda kematian yaitu terhentinya produksi panas,


sedangkan pengeluaran  berlangsung terus – menerus, akibat adanya perbedaan
panas antara mayat dan lingkungan.
Factor yang mempengaruhi Algor Mortis yaitu :
a.       Factor lingkungan

b.      Suhu tubuh saat kematian (suhu meningkat makin lama)

c.       Keadaan fisik tubuh serta pakaian yang menutupinya

d.      Aliran udara, kelembapan udara

e.       Aktivitas sebelum meninggal, konstitusi tubuh

f.       Sebab kematian, posisi tubuh

2.      Livor Mortis (Lebam Mayat)

Terjadi akibat peredaran darah terhenti mengakibatkan stagnasi maka


darah menempati daerah terbawah sehingga tampak bintik merah kebiruan.
3.      Rigor Mortis (Kaku Mayat)

Adalah kekakuan pada otot tanpad atau disertai pemendekkan serabut otot.
Tahapan – tahapan Rigor Mortis :
-          0-2 sampai 4 jam : kaku belum terbentuk

-          6 jam     : kaku lengkap

-          12 jam   : kaku menyeluruh

-          36 jam    : relaksasi sekunder

4.      Dekomposisi  (Pembusukkan)

Hal ini merupakan suatu keadaan dimana bahan – bahan organic tubuh
mengalami dekomposisi baik yang disebabkan karena adanya aktivitas bakteri,
maupun karena autolysis.
Skala waktu terjadinya pembusukkan mulai terjadi setelah kematian
seluler. Lebih dari 24 jam mulai tampak warna kehijauan di perut kanan bawah
(caecum).
)

Asuhan Keperawatan dengan Masalah Duka Cita Kematian I


A.    Pengkajian Keperawatan

Pengkajian masalah ini antara lain :


 Adanya tanda klinis saat menghadapi kematian (sekarat)
 Kaji  adanya hilangnya tonus otot
 Relaksasi wajah
 Penurunan aktivitas gastrointestinal
 Melemahnya sensasi
 Terjadinya sianosis pada ektremitas
 Kulit teraba dingin

2.      Terdapat perubahan tanda vital :

 Seperti nadi melambat dan melemah


 Penurunan tekanan darah
 Pernafasan tidak teratur melalui mulut

3.      Adanya kegagalan sensori :

 Pandangan kabur
 Menurunnya tingkat kecerdasan

Pasien yang mendekati kematian ditandai dengan :


 Dilatasi pupil
 Tidak mampu bergerak
 Reflex hilang
 Nadi naik turun
 Respirasi cheyne stokes (nafas terdengar kasar)
 Tekanan darah menurun.

Sedangkan Kematian ditandai dengan :

 Terhentinya pernafasan
 Terhentinya  nadi
 Terhentinya tekanan darah.
 Hilangnya respons terhadap stimulus eksternal.
 Hilangnya pergerakan otot dan terhentinya aktivitas otak.

2.6.Perawatan Pasien setelah Meninggal


Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, perawatan
termasuk menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi ke
kamar jenazah dan melakukan disposisi (penyerahan) barang – barang milik
pasien. Perawatan jenazah dimulai setelah dokter menyatakan kematian pasien,
jika pasien meninggal karena kekerasan atau dicurigai akibat kriminalitas,
perawatan jenazah dilakukan setelah pemeriksaan medis lengkap melalui otopsi.
Perawatan jenazah penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu
menerapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan
agama yang dianut keluarganya. Setiap petugas kesehatan terutama perawat harus
dapat menasehati keluarga jenazah dan mengambil tindakan yang sesuai agar
penanganan jenazah tidak menambah resiko penularan penyakit seperti halnya
Hepatitis-B, AIDS dan Kolera.
Tradisi yang berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat
diizinkan dengan memperhatikan hal yang telah disebut diatas, seperti misalnya
mencium jenazah sebagai bagian dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa
virus HIV hanya dapat hidup dan berkembang dalam tubuh manusia hidup, maka
beberapa waktu setelah penderita infeksi-HIV meninggal, virus pun akan mati.

B.     Tanda – Tanda Setelah Kematian (Morbund Signs) :

1.      Setelah meninggal, perubahan pada tubuh terus berlanjut.

2.      Pupil dilatasi permanen.

3.      Panas tubuh hilang secara bertahap.

4.      Pasien urinasi, defekasi atau flatus.

5.      Darah mengumpul di area yang berada dibawah yang menimbulkan


diskolorasi ungu di area tersebut.

6.      Tubuh menjadi kaku dalam 6-8 jam (Rigor Mortus).

7.      Jika tidak dibalsem dalam 24 jam, akan ada indikasi pemecahan protein
yang progresif.
C.    Peralatan dan Perlengkapan :

1.      Kasa atau perban

2.      Sarung tangan

3.      Pengganjal dahu

4.      Pads

5.      Kapas

6.      Plastic jenazah

7.      3 label indikasi

8.      Plester

9.      Tas plastic

10.  Air dalam baskom

11.  Sabun

12.  Handuk

13.  Selimut mandi

14.  Kain kafan

15.  Daftar barang

16.  Peniti

17.  Sisir

18.  Baju bersih

19.  Celemek

20.  Bengkok
21.  Tampat pakaian kotor

22.  Washlap

D.    Pelaksanaan :

1. Memberitahu keluarga bahwa jenazah akan dibersihkan.


2. Menyiapkan alat dan mendekatkan ke jenazah.
3. Mencuci tangan dan keringkan dengan handuk bersih.
4. Memakai celemek dan menggunakan sarung tangan.
5. Atur lingkungan sekitar tempat tidur.
6. Atur tempat tidur dan dalam posisi datar.
7. Tempatkan tubuh dalam posisi supinasi.
8. Tutup mata jenazah, menggunakan kapas yang secar perlahan ditutupkan
pada kelopak mata dan plester jika mata tidak tertutup.
9. Luruskan badan, dengan lengan diletakkan menyilang abdomen. Pada
beberapa RS kadang lengan disisi telapak  tangan menghadap kebawah.
10. Ambil gigi palsu jika diperlukan dan tutup mulut. Jika tidak mau
tertutup, tempatkan gulungan handuk dibawah dagu agar mulut tertutup.
Tempatkan bantal dibawah kepala.
11. Lepaskan perhiasan dan barang berharga di hadapan keluarga. Beri label
identitas.
12. Jaga keamanan barang pasien.
13. Bersihkan badan dengan air bersih.
14. Rapikan rambut dengan sisir rambut.
15. Rawat drainase dan tube yang lain.
16. Ganti balutan yang kotor bila ada balutan.
17. Pakaikan pakaian yang bersih untuk  diperlihatkan pada keluarga. Jika
keluarga meminta untuk melihat jenazah, tempatkan pada posisi tidur,
supinasi, mata tertutup, lengan menyilang di abdomen.
18. Beri label identifikasi pada jenazah. Label identifikasi dengan nama,
umur dan jenis kelamin, tanggal, nomor RS, nomor kamar dan nama
dokter.
19. Ikatkan kasa/ perban atau pengikat lain dibawah dagu dan sekitar kepala
untuk menjaga agar dagu tetap tertutup. Juga ikat pergelangan tangan
bersama menyilang diatas abdomen untuk menjaga lengan agar tidak
jatuh. Letakkan jenazah pada kain kafan sesuai dengan peraturan RS.
20. Beri label pada bagian luar. Mengisi lengkap formulir jenazah (nama,
jenis kelamin, tanggal/ jam meninggal, asal ruangan, dll)
21. Pindahkan jenazah ke kamar jenazah.Beberapa RS membiarkan jenazah
di kamar sampai petugas kamar jenazah mengambilnya.
22. Membereskan dan membersihkan peralatan dan kamar pasien.
23. Melepaskan sarung tangan.
24. Mencuci tangan dengan sabun dan air  mengalir, mengeringkan dengan
handuk bersih.
25. Melakukan dokumentasi tindakan yang telah dilakukan..

Bab III
Penutup
A.    Kesimpulan

kehilangan merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan.


NANDA merumuskan ada 2 tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan
berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu dalam merespon kehilangan yang actual ataupun yang dirasakan
seseorang, hubungan/ kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum
terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu yang responnya dibesar – besarkan saat individu kehilangan secara actual
maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini
kadang – kadang menjurus ke tipikal, abnormal atau kesalahan/ kekacauan.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan  gambaran tentang perilaku
berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan
dukungan dalam bentuk empati.
Elizabeth Kubler-Ross (1969 :hlm.51) membagi respon berduka dalam 5
fase, yaitu : pengingkaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam
memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan
perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi
perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).

Daftar Pustaka :
Potter  & Perry.2005.Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta:EGC.

Suseno, Tutu April.2004.Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia : Kehilangan,


Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta : Sagung Seto.

Townsend, Mary C.1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri,


Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta : EGC.
Stuart and Sundeen.1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta : EGC.
Hegner, Barbara R.2003.Asisten Keperawatan : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta : EGC.

Johnson, Joyce Young.2005.Prosedur Perawatan dirumah : Pedoman untuk


Perawat. Jakarta : EGC.

Luckman, J & Sorensen, K.C.1987.Medical-surgical nursing (3rd ed).


Philadelphia : W.B. Saunders.

Perry, A.G & Potter, P.A. 1990 Clinical nursing skills and technique.
St.Louis : Mosby.

Smith, S & Duell, D. 1992. Clinical nursing skill ( 3 rd en). Los Althos, CA :
National Nursing Review.

http://b11nk.wordpress.com/2009/09/12/perawatan-post-mortem-nic/ diakses
tanggal 07 September 2013

Anda mungkin juga menyukai