PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam merupakan objek studi sarjana barat, bahkan Islam sudah menjadi
karir sarjana barat yang melahirkan orientalis dan Islamolog barat dalam jumlah yang
besar. Sarjana barat menaruh perhatian yang besar dalam studi Islam karena mereka
mamandang Islam bukan sekedar agama tetapi juga merupakan sumber peradaban dan
kekuatan sosial, politik dan kebudayaan yang patut diperhitungkan.
Sementara kaum muslimin dihadapkan pada pluralitas etnis, relijius, ilmu
pengetahuan, pemikiran keagamaan, dan hitrogenitas kebudayaan dan peradaban.
Secara langsung maupun tidak langsung, telah terjadi interaksi kultural dengan ragam
muatannya, perubahan dan dinamika masyarakat terus bergulir, tentu saja hal ini
mewarnai cara pandang dan cara pikir kaum muslimin, sebagai sebuah konsekuensi
yang logis yang tak terhindarkan.
Tradisi akedemis Islamologi Barat dalam Studi al-Qur’an ini terus berlangsung pada
abad pertengahan, terutama masa renaissance dan aufklarung, hingga abad modern
atau bahkan hingga era postmodernisme. Sebagai fakta historisnya adalah sejumlah
teks mengenai berbagai dimensi al-Qur’an yang lahir dari para Islamolog terkemuka.
Teks-teks itulah yang menunjukkan dan membuktikan antusias, intensitas,
dinamisme, paradigma, dan orientasi wacana Islamologi Barat dalam studi al-Qur’an
dari masa kemasa.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan studi agama,problem studi agama,dan objek studi
Islam
2. Defenisi studi agama
3. Apa yang dimaksud dengan studi islam sebagai disiplin ilmu
4. Apa yang dimaksud dengan studi islam dan sains islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Studi Agama,Problem,Objek Studi Islam,dan Defenisi
a. Studi Agama
1. Dari segi kebahasaan studi agama berasal dari bahasa Arab Dirasah Islamiyah. Dalam
kajian Islam di Barat disebut Islamic Studies secara harfiyah adalah kajian tentang hal-hal
yang berkaitan dengan keislaman.
2. Dari segi Istilah, studi agama adalah kajian secara sistematis dan terpadu untuk
mengetahui, memakai dan menganalisis secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan
agama Islam, pokok-pokok ajaran Islam, sejarah Islam maupun realitas pelaksanaannya
dalam kehidupan.
Islam pada hakikatnya membawa ajaran yang bukan hanya mengenai berbagai segi dari
kehidupan manusia. Sumber ajaran yang mengambil berbagai aspek ialah Al-Qur'an dan
Hadits. Kedua sumber ini sebagai pijakan dan pegangan dalam mengakses wacana pemikiran
dan membumikan praktik penghambaan kepada Tuhan.
b. Problematika Pendidikan Islam
Problematika Ontologi Pendidikan Islam Secara mikro, telaah Ilmu Pendidikan Islam
menyangkut seluruh komponen yang termasuk dalam pendidikan Islam. Sedangkan secara
makro, objek formal Ilmu Pendidikan Islam ialah upaya normatif (sesuai dengan ajaran
dan nilai-nilai yang terkandung dalam fenomena qauliyah dan kauniyah) keterkaitan
pendidikan Islam dengan sistem sosial, politik, ekonomi, budaya dan agama baik dalam skala
kedaerahan, nasional maupun internasional.2Objek kajian pendidikan Islam senantiasa
bersumber dari landasan normatif Islam yaitu al-Qur’an (qauliyah) melalui pengalaman
batin Nabi Muhammad SAW yang kemudian kita kenal dengan wahyu, kemudian
disampaikan kepada seluruh umat dan alam semesta (kauniyah). Dari kedua landasan
inilah kemudian digali dan dikaji sehingga melahirkan konsep dan teori pendidikan yang
bersifat universal. Kemudian, teori dan konsep yang bersifat universal tersebut dikaji melalui
kegiatan eksprimen dan penelitian ilmiah yang pada gilirannya akan melahirkan teori-teori
atau Ilmu Pendidikan Islam dan diuraikan secara operasional untuk kemudian
dikembangkan menjadi metode, kurikulum dan teknik pendidikan Islam. Kajian pendidikan
Islam senantiasa bertolak pada problem yang ada di dalamnya, kesenjangan antara fakta dan
realita, kontroversi antara teori dan empiris. Maka dari itulah, wilayah kajian pendidikan
Islam bermuara pada tiga problem pokok, antara lain: a.Foundational problems, yang terdiri
dari atas religious foundationand philosophic foundational problems, empiric fondational
problems (masalah dasar, fondasi agama dan masalah landasan filosofis-empiris)yang
didalamnya menyangkut dimensi-dimensi dan kajian tentang konsep pendidikan yang
bersifat universal, seperti hakikat manusia, masyarakat, akhlak, hidup, ilmu pengetahuan,
iman, ulul albab dan lain sebagainya. Yang semuanya bersumber dari kajian fenomena
qauliyah dan fenomena kauniyah yang membutuhkan pendekatan filosofis. b.Structural
problems (masalah struktural). Ditinjau dari struktur demografis dan geografis bisa
dikategorikan ke dalam kota, pinggiran kota, desa dan desa terpencil. Dari struktur
perkembangan jiwa manusia bisa dikategorikan ke dalam masa kanak-kanak, remaja, dewasa
dan manula. Dari struktur ekonomi dikategorikan ke dalam masyarakat kaya, menengah dan
miskin. Dari struktur rumah tangga, terdapat rumah tangga karier dan non karier. Dari
struktur jenjang pendidikan bisa dikategorikan ke dalam pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi. c.Operational problem (masalah
operasional). Secara mikro akan berhubungan dengan berbagai komponen pendidikan
Islam, misalnya hubungan interaktif lima faktor pendidikan yaitu tujuan pendidikan, pendidik
dan tenaga kependidikan, peserta didik dan alat-alat pendidikan Islam (kurikulum,
metodologi, manajemen, administrasi, sarana dan prasarana, media, sumber dan evaluasi) dan
lingkungan atau konteks pendidikan. Atau bisa bertolak dari hubungan input, proses dan
output. Sedangkan secara makro, menyangkut keterkaitan pendidikan Islam dengan sistem
sosial, politik, ekonomi, budaya dan agama baik yang bersifat Nasional dan Internasional.
c. Objek Studi Islam
Studi Islam adalah sebuah upaya sistematis, logis dan terencana dalamrangka mengkaji
Islam secara integral; baik dari sisi norma-norma utama (kajian normatif) maupun dari aspek
praktis yang merupakan perwujudan dari praktek keislaman di tengah realitas masyarakat,
yang mencakup ibadah, muamalat dan ahlak. Bahkan studi Islam juga membahas referensi
Islam secara utuh, beserta hasil pemahaman dan pemikiran kaum muslimin dalam rentang
sejarah yang panjang, dalam bidang kalam, hukum fikih, filsafat, tasawuf, sejarah
kebudayaan dan pertumbuhan serta perkembangan historis segala aspek keislaman dll.
Artinya, studi Islam mempelajari secara konprehensif segala bentuk fenomena keIslam an;
baik yang bersifat ajaran ideal (norma-norma langit) maupun ajaran realitas (bumi) yang
praktis yang mencakup ilmu-ilmu alam (sains) maupun ilmu-ilmu sosial, teramsuk di
dalamnya kajian historis (sejarah).
Ada sejumlah pertanyaan yang lahir dari sikap ragu mengenai kemungkinan Islam dipelajari
secara ilmiah. Sementara studi Islam, terutama aspek akidahnya, tidak bisa ditundukkan
dalam wilayah empiris-indrawi. Lalu mungkinkah Islam dipelajari secara ilmiah? Jawaban
dari pertanyaan ini adalah: pertama, perlu dijelaskan dulu makna ilmiah yang dimaksud sang
penanya; kedua, menjelaskan kemungkinan studi ilmiah Islam berdasarkan maksud sang
penanya secara sederhana. Secara umum dijelaskan bahwa jika yang dimaksud ilmiah adalah
berdasarkan pada kajian sumber referensi eksternal (Qur’an dan Sunnah) dan sarana internal
berupa; telinga, mata, akal dan hati yang dimiliki manusia, maka jawabannya adalah objek
studi Islam sangat ilmiah untuk didekati dengan metodologi dan pendekatan transmisi-
empiris, logis-supralogis,
Yang dimaksud transmisi-empiris adalah prosedur studi yang mengandalkan riwayat sebagai
standar ukuran dan timbangan dalam menilai hakikat ontologis, terutama pada wilayah
akidah dan ibadah. Lalu pada bidang ilmu alam dan ilmu sosial, ukuran-ukuran yang bersifat
empiris dapat dijadikan sebagai pedoman dan standarisasi ilmiah.[11] Islam tidak pernah
kaku berhadapan dengan prosedur ilmiah, karena hakikat-hakikat yang diajarkan sangat
konprehensif. Berbeda dengan kajian ilmiah peradaban lain yang membatasi objek kajian
hanya pada seputar wilayah material, tanpa memberi ruang pada aspek spiritual dan nilai-
nilai etika dan moral pada setiap prosedur ilmiah yang dikembangkan.
Singkatnya, jika wilayah kajian Islam mau dipetakan secara ringkas, maka dikatakan bahwa
ada 5 objek kajian yang ditawarakan Islam . Pertama, kajian teologis terkait hubungan
manusia dengan penciptanya (ibadah); kedua, kajian akhirat (tanggungjawab); ketiga kajian
seputar hakikat hidup (ujian); keempat, kajian terkait relasi manusia dengan sesama mahluk
(adil dan ihsan); dan kelima, hubungan manusia dengan alam (eskplorasi). Yang terakhir
mencakup alam (sains) dan wilayah masyarakat (sosial). Artinya, secara ilmiah, Islam
mempelajari kelima objek studi tersebut di atas secara menyeluruh. Tetapi peradaban lain
(terutama Barat Sekuler) hanya membatasinya pada 2 kajian: pertama, kajian terkait
hubungan sesama manusia dan kedua, kajian seputar alam (sains dan sosial). Di bidang
pertama, mereka berhasil mencapai tingkat profesional (ihsan) sekali pun hanya sebatas
wilayah materi tanpa terkait dengan nilai-nilai spiritual (moral). Akhirnya, mereka tetap
standar ganda dan sangat berat untuk bisa berlaku adil (apalagi profesional dan sportif)
terhadap budaya dan peradaban lain.
Tiga wilayah kajian sama sekali tidak dianggap oleh Barat sekuler sehingga mereka hanya
unggul di bidang material saja, namun sepi nilai-nilai ahlak dan spiritual yang menjadi kunci
utama kebahagiaan manusia. Pantaslah kalau perabadan Barat yang dianggap ilmiah tersebut
dipandang oleh sejumlah peneliti sebagai peradaban yang sukses besar mempersembahkan
kemudahan secara material bagi manusia, namun menghancurkan nilai-nilai moral
(kemanusiaan) secara membabi buta. Inilah alasan di balik lahirnya karya-karya ulasan dari
cendekiawan muslim yang intinya menegaskan kerugian ummat manusia akibat dari
kemunduran peradaban Islam.[12] Karena, di masa lalu peradaban Islam telah
mempersembahkan kemudahan material kepada manusia sekaligus kesuksesan spiritual
secara bersamaan.
Bahkan terdapat beberapa keunggulan lain peradan Islam dibanding peradaban lain dari sisi
ilmiah, seperti adanya metode transmisi (riwayat) yang berpadu dengan metode penulisan
dalamrangka menjaga warisan keilmuan dari dulu hingga sekarang. Hingga terkenallah
sebuah idiom yang berbunyi, “Ilmu itu intinya ada di dalam jiwa (shudur/hafalan dan
pemahaman), bukan sekedar tertulis dalam buku-buku catatan (sutur)”. Selain hafalan dan
catatan, peradaban Islam juga unggul dari sisi silsilah keilmuan (sanad) yang menjadi
keistimewaan ilmu hadits, silsilah keturunan (nasab) yang menjadi basis utama ilmu sosial
(sejarah) dan analisis kedudukan kata dalam kalimat (i’irab) yang memberikan keluasan
pemaknaan terhadap sebuah analisa ilmiah kebahasaan. Al-Khatib al-Bagdadi berkata, “Ada
informasi penting yang sampai kepadaku bahwa ummat (Islam ) ini diberikan keistimewaan
melampaui peradaban sebelumnya dengan tiga hal; isnad, nasab, dan i’rab”.