Pembimbing
dr. Binsar Silalahi, Sp.F, DFM, SH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2012
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
Oktober 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Referat berjudul
Gantung Diri (Hanging)
Oleh:
Wendy Ardiansyah, S.Ked.
Dony Satya Nugraha, S.Ked.
telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Muhammadiyah Palembang
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Semesta Alam, Allah SWT, atas nikmat dan
karunia-Nya. Sholawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW.
Penulis menghaturkan terima kasih kepada dr. Binsar Silalahi, Sp.F, DFM, SH
selaku Koordinator Pendidikan di Bagian Kedokteran Forensik yang telah
memberikan kesempatan bagi penulis untuk menimba ilmu dan ketrampilan di bagian
ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas bimbingannya selama pengerjaan
referat, yang berjudul Gantung Diri (Hanging), dan terakhir, bagi semua pihak yang
terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat penulis
sebutkan satu-persatu, penulis haturkan terima kasih atas bantuannya hingga referat
ini dapat terselesaikan. Semoga bantuan yang telah diberikan mendapatkan imbalan
setimpal dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa didalam referat ini masih banyak kekurangan baik
itu dalam penulisan maupun isi referat. Karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun demi sempurnannya referat ini. Penulis berharap referat ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
KATA PENGANTAR . iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR.. vi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
............................................................................................ 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Gantung Diri (Hanging) . 3
2.2. Epidemiologi Kasus Gantung Diri.............................................................. 3
2.3. Jenis-Jenis Gantung .. 4
2.4. Mekanisme Kematian Pada Gantung Diri 6
2.5. Cara Kematian Korban Gantung.. 8
2.6. Pemeriksaan Pada Korban Gantung .... 10
2.7. Perbedaan Gantung dan Jerat ...... 13
2.8. Perbedaan Gantung Antemortem dan Postmortem .. 14
2.9. Perbedaan Gantung diri dan Pembunuhan .................................................... 15
2.10. Temuan pada Pemeriksaan TKP Korban Gantung . 16
2.11. Pemeriksaan Autopsi dari Korban .............................................................. 17
2.12. Aspek Medikolegal Pada Pengantungan . 18
BAB III. KESIMPULAN
Kesimpulan 20
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggantungan (hanging) adalah penyebab kematian akibat asfiksia
yang paling sering ditemukan. Bagaimanapun, penggantungan juga
merupakan penyebab kematian yang paling sering menimbulkan persoalan
karena rawan terjadi salah interpretasi, baik oleh ahli forensik, polisi, dan
dokter non-forensik.1-2 Selain itu, penggantungan merupakan metode
bunuh diri yang sering ditemukan di banyak negara. Di Inggris, terdapat
lebih dari 2000 kasus bunuh diri dengan penggantungan dilaporkan setiap
tahun. Penggantungan baik akibat bunuh diri atau pembunuhan lebih
sering ditemukan di perkotaan. Di Amerika Serikat, pada tahun 2001,
dilaporkan terdapat 279 kematian yang disebabkan penggantungan yang
tidak disengaja dan strangulasi, dan 131 kematian akibat penggantungan,
strangulasi dan mati lemas.1-2
Penggantungan akibat bunuh diri lebih sering ditemukan pada lakilaki (2:1), namun kematian yang disebabkan oleh kekerasan strangulasi
lebih dominan ditemukan pada wanita.1 Di Istanbul, turki, 537 dari semua
kasus gantung diri adalah laki-laki (70,56%) dan wanita (29,44%). 1,3 Jika
dilihat dari faktor umur, insidens penggantungan paling sering ditemukan
pada dewasa muda. Di India misalnya, kematian akibat penggantungan
paling sering ditemukan pada kelompok umur 21-25 tahun, 4 sedangkan
Davidson dan Marshall (1986) melaporkan bahwa insidens penggantungan
yang paling tinggi adalah pada kelompok umur 20-39 tahun.1
Di Indonesia, data statistik mengenai frekuensi dan distribusi
variasi kasus
kasus gantung diri masih sangat langka. Sehingga penelitian tentang gantung diri
di Indonesia juga masih sangat terbatas jumlahnya. Hariadi dalam penelitiannya
tentang karakteristik gantung diri berdasarkan jenis kelamin dan umur, di RSUP
Dr.Sardjito Yogyakarta menunjukkan bahwa kejadian bunuh diri banyak terjadi
perlu
untuk
mengetahui
lebih
mendalam
mengenai
mengenai
segala
sesuatu
yang
berkenaan
dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Gantung Diri (Hanging)
Terdapat beberapa definisi tentang penggantungan ( hanging ). Salah
satunya, yakni ; Penggantungan ( hanging ) adalah keadaan dimana leher
dijerat dengan ikatan, daya jerat ikatan tersebut memanfaatkan berat badan
tubuh atau kepala. Ada pula yang mendefinisikan sebagai suatu keadaan
dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat penjerat yang ditimbulkan oleh
berat badan seluruhnya atau sebagian. Dengan demikian berarti alat penjerat
sifatnya pasif,sedangkan berat badan sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi
pada leher. Kasus gantung hampir sama dengan penjeratan. Perbedaannya
terdapat pada asal tenaga yang dibutuhkan untuk memperkecil lingkararan
jerat. Kematian karena penggantungan pada umunya bunuh diri. 1
2.2. Epidemiologi Kasus Gantung Diri
Pada tahun 2003, WHO mengungkapkan bahwa satu juta orang bunuh
diri setiap tahunnya. Bunuh diri merupakan satu dari tiga penyebab utama
kematian pada usia 15 - 34 tahun, selain karena kecelakaan. Menurut WHO,
pada tahun 2005 sedikitnya 50.000 orang Indonesia melakukan bunuh diri
dan diperkirakan 150 orang di Indonesia melakukan bunuh diri setiap
hari. (2,3,4)
Angka bunuh diri di Jakarta sepanjang tahun 1995 - 2004 mencapai
5,8 per 100.000 penduduk. Mayoritas dilakukan oleh kaum pria. Dari 1.119
korban bunuh diri, 41% di antaranya gantung diri, 23% dengan minum racun
dan 356 orang sisanya karena overdosis obat terlarang. Gantung diri
merupakan cara kematian yang paling sering dijumpai pada penggantungan,
yaitu sekitar 90 % dari seluruh kasus.
Hanging
2) Complete hanging
Istilah
yang
digunakan
jika
berat tubuh sepenuhnya menjadi kekuatan daya jerat tali, misal pada
korban dalam posisi seluruh tubuh menggantung di atas. Pada kasus
tersebut, berat tubuh seluruhnya menjadi gaya berat sehingga disebut
penggantungan total, akibatnya lebam mayat akan terjadi mulai dari jarijari kaki sampai 1/3 tungkai bagian bawah, jari-jari tangan sampai
pergelangan tangan, dan bagian lain seperti genitalia eksterna. (4,8)
Gambar 2.4
Complete
Hanging
tersumbat
apabila
leher
difleksikan
atau
dirotasikan
berlebihan, seperti
kasus atypical
hanging.
Pada
kasus incomplete
hanging, vena jugularis juga tertutup, tetapi kepala tetap mendapat suplai
dari arteri vertebralis, sehingga wajah tampak sembab dan timbul petekie.
Demikian pula pada kasus gantung yang menggunakan jerat lebar dan
lunak. Sedangkan pada kasus dimana terjadi hambatan total arteri leher,
muka akan tampak pucat dan tidak terdapat petekie. Hal ini dapat
ditemukan pada kasus complete hanging, typical hanging, atau bila
penggantungan dilakukan dengan menggunakan jerat yang kecil dan
keras. (6,7,10,11)
2.5. Cara Kematian Korban Gantung
a. Kecelakaan
Kecelakaan (accidental hanging) dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1) Mati tergantung sewaktu bermain. Umumnya terjadi pada anak-anak
dan tidak membutuhkan penyidikan yang sulit karena biasanya kasus
sangat jelas, contoh tersangkut pada cabang batang pohon.
2) Mati tergantung sewaktu bekerja, contoh pekerja bangunan yang jatuh
3)
pemeriksaan
yang
teliti
dalam
mempelajari
dan
Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil
dibandingkan jika menggunakan tali yang besar. Bila alat penjerat
mempunyai permukaan yang luas, yang berarti tekanan yang
ditimbulkan tidak terlalu besar tetapi cukup menekan pembuluh
balik, maka muka korban tampak sembab, mata menonjol, wajah
berwarna merah kebiruan dan lidah atau air liur dapat keluar
tergantung dari letak alat penjerat. Jika permukaan alat penjerat
kecil, yang berarti tekanan yang ditimbulkan besar dan dapat
menekan baik pembuluh balik maupun pembuluh nadi; maka korban
tampak pucat dan tidak ada penonjolan dari mata.
Tanda penjeratan atau jejas jerat yang sebenarnya luka lecet akibat
tekanan alat jerat yang berwarna merah kecoklatan atau coklat gelap
dan kulit tampak kering, keras dan berkilat. Pada perabaan, kulit
terasa
seperti
perabaan
kertas
perkamen,
disebut
Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit dibagian
bawah telinga, tampak daerah segitiga pada kulit dibawah telinga.
3) Tanda-tanda asfiksia.
1 Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan
simpul tali. Keadaan ini menunjukkan tanda pasti penggantungan antemortem.
2 Kedalaman dari bekas penjeratan menunjukkan lamanya tubuh
tergantung.
3 Jika korban lama tergantung, ukuran leher menjadi semakin panjang.
Anggota gerak
4 Lebam mayat dan bintik-bintik perdarahan terutama pada bagian akral
dari ekstremitas, sangat tergantung dari lamanya korban dalam posisi
tergantung.
5 Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam.
Leher
2) Jaringan yang berada dibawah jeratan berwarna putih, berkilat dan
perabaan seperti perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat
tergantung cukup lama. Pada jaringan dibawahnya mungkin tidak terdapat
cedera lainnya.
3) Platisma atau otot lain disekitarnya mungkin memar atau ruptur pada
beberapa keadaan. Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus
penggantungan yang disertai dengan tindak kekerasan.
4) Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi
ataupun ruptur. Resapan darah hanya terjadi didalam dinding pembuluh
darah.
5) Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada
penggantungan yang korbannya dijatuhkan dengan tali penggantung yang
panjang dimana tulang hyoid mengalami benturan dengan tulang vertebra.
Adanya
efusi
darah
disekitar
fraktur
menunjukkan
bahwa
penggantungannya ante-mortem.
6) Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi. Pada korban diatas 40 tahun, patah
tulang ini darap terjadi bukan karena tekanan alat penjerat tetapi karena
terjadinya traksi pada penggantungan.
7) Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering
terjadi pada korban hukuman gantung
Dada dan perut
8) Perdarahan pada pleura, pericard atau peritoneum
9) Organ-organ dapat mengalami kongesti atau bendungan
2.7. Perbedaan Gantung Dan Jerat
Tabel 2.1 Perbedaan penggantungan dengan penjeratan : (12)
No
Kategori
Gantung
Jerat
1.
Letak jejas
Miring,
lingkaran tidak utuh,
letak di atas kartilago tiroid
Melintang,
lingkaran utuh, letak di
bawah/ di kartilago tiroid
2.
Pinggiran jejas
Batas tegas
3.
Sedikit
Banyak
4.
Tulang hyoid
Sering patah
Jarang patah
5.
Arteri karotis
Sering rusak
6.
Kartilago tiroid
Jarang patah
Sering patah
7.
Perdarahan
Sering
8.
Wajah
9.
Tanda asfiksia
Tidak jelas
Jelas
10.
Air liur
Tidak ada
11.
Paru-paru
Jarang
12.
Inkontinensia urin
danfaeces
Jarang
Sering
13.
Cairan sperma
Jarang
14.
Kecoklatan, keras,
mengkilat
Lunak, kemerahan
No
kategori
ante mortem
post mortem
1.
Jejas
2.
Simpul tali
Tunggal, di samping
3.
Wajah
Bengkak
4.
Mata
Kongesti
5.
Lidah
6.
Sianosis
Jelas
Tergantung sebab
7.
Jelas
Tidak jelas
8.
Liur
Tidak ada
9.
Penis
Tidak ada
10.
Faeces
Sering keluar
Tidak ada
Lokasi tersembunyi
Kondisi teratur
mediko-legal
adalah
tata-cara
atau
prosedur
menolak
kemungkinan
korban
penggantungan
mati
akibat
BAB III
KESIMPULAN
Penggantungan adalah keadaan dimana leher dijerat dengan ikatan,
daya jerat ikatan tersebut memanfaatkan berat badan tubuh atau kepala.
Dengan demikian berarti alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat
badan sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi pada leher. Biasanya
multifaktorial: kepribadian,
faktor sosial
DAFTAR PUSTAKA
1.
4.
5.
7.
8.
9.
10.
11.
12.