GANTUNG DIRI
Disusun oleh :
DWIPA DHURANDHARA
SARTIKA
IRA WIDYA JAHRI
R. DWI JLLY RAHAYU
YEGI ESTU RISUNANG
Pembimbing :
Kata Pengantar..........................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum...........................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus..........................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan..............................................................................................2
1.5 Metode Penulisan...............................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1 Definisi Gantung Diri.........................................................................................3
2.2 Epidemiologi......................................................................................................4
2.3 Klasifikasi..........................................................................................................5
2.4 Mekanisme dan Penyebab..................................................................................7
2.5 Metode-Metode Gantung Diri............................................................................7
2.6 Tanda Gantung Diri..........................................................................................14
2.6.1 Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara.............................................15
2.6.2 Perbedaan Penggantungan Ante Mortem dan Post Mortem..................16
2.7 Pemeriksaan Jenazah Korban Asfiksia............................................................17
2.7.1 Pemeriksaan Luar...................................................................................17
2.7.1 Pemeriksaan Dalam................................................................................18
2.7.3 Penampakan Otopsi pada Gantung Diri.................................................18
BAB III LAPORAN KASUS.................................................................................20
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................22
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan referat ini yang
diajukan sebagai salah satu syarat untuk ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran
Forensik dan Legal Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Adapun judul referat ini
adalah “Gantung Diri”
Dalam menyelesaikan referat ini, Penulis banyak menerima bantuan dan
dorongan baik moral maupun material dari berbagai pihak, untuk itu pada
kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, Penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter-dokter pembimbing di RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau dan RS Bhayangkara Pekanbaru. Penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan penulisan referat
ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan di bidang
Ilmu Kedokteran Forensik dan Legal Fakultas Kedokteran Universitas Riau.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
2.2 Epidemiologi
Kematian akibat asfiksia dapat disebabkan oleh kecelakaan, bunuh diri atau
pembunuhan. Dibandingkan dengan penyebab lain dari pembunuhan, angka kejadian
pembunuhan dikarenakan asfiksia relatif jarang terjadi. Gantung diri merupakan cara
kematian yang paling sering dijumpai pada strangulasi yaitu 90% dari seluruh kasus
di Amerika dan sepuluh tahun terakhir, kejadian strangulasi rata-rata 286 kasus per
tahunnya dan cederung menurun.9
Menurut data mengenai bunuh diri berdasarkan jumlah mayat yang diperiksa
di Bagian Kedokteran Forensik FKUI/RSUP Cipto Mangunkusumo, sepanjang
periode 1995-2004, angka bunuh diri di Jakarta mencapai 5,8%. Dari 1.119 korban
bunuh diri, 41% di antaranya gantung diri, 23% bunuh diri dengan minum obat
serangga dan sisanya 356 orang tewas karena overdosis obat-obatan terlarang.
Mayoritas kasus bunuh diri dilakukan oleh Laki-laki. Kasus bunuh diri di Jakarta itu
lebih disebabkan masalah psikologis, sosial dan ekonomi.8
Pada tahun 2008 di 56 negara berdasarkan data mortalitas World Health
Organization(WHO) ditemukan bahwa penggantungan merupakan metode bunuh diri
yang paling utama pada sebagian besar negara-negara tersebut.6 Di Amerika Serikat,
pada tahun 2005, the national centerfor injury, prevention and control melaporkan
13.920 kematan di seluruh Amerika Serikat akibat sufokasi, dengan angka rata-rata
4,63 per 100.000. Angka ini meliputi pula strangulasi dan hanging aksidental,
strangulasi dan suffokasi serta ancaman terhadap pernafasan aksidental lainnya.1
Penggantungan bunuh diri disetujui bersama lebih banyak laki-laki. Di Eropa
Timur (misalnya Polandia dan Romania), proporsi tertinggi kasus gantung diri lebih
banyak pada laki-laki, yaitu 90% sedangkan pada wanita 80%. Namun akhir-akhir ini
wanita lebih banyak memilih metode ini untuk melakukan bunuh diri dibanding
penggunaan senjata api dan racun. Sedangkan berdasarkan usia, kelompok remaja
melakukan tindakan bunuh diri akibat depresi dimana dapat memicu gantung diri.
Terdapat pula peningkatan insidensi accidental hanging karena “the chocking game”,
suatu strangulasi leher yang disengaja dalam rangka menikmati perubahan status
mental dan sensasi fisik. Pada kelompok usia muda, penyebab tersering adalah
penyerangan dan bunuh diri akibat depresi. Para narapidana sering memilih gantung
diri sebagai upaya bunuh diri karena ini merupakan satu dari sedikit metode yang
tersedia bagi mereka.8
2.3 Klasifikasi
Penggantungan dapat dikelompokkan berdasarkan posisi korban pada saat
gantung diri, yaitu terdiri dari :
1. Complete Hanging, yaitu posisi penggantungan di mana kedua kaki tidak
menyentuh lantai.
2. Partial Hanging, yaitu posisi penggantungan berupa duduk berlutut. Istilah ini
digunakan jika beban berat badan tubuh tidak sepenuhnya menjadi kekuatan
daya jerat tali. Pada kasus tersebut berat badan tubuh tidak seluruhnya
menjadi gaya berat sehingga disebut penggantungan parsial.
Gambar 2 Partial Hanging10
Gambar 5 Korban terlilit pada tali dan tergantung pada kran air ledeng (tidak
ditampilkan) dan terikat pada lingkaran dengan posisi duduk terdapat jejas pada leher
belakang.13
Gambar 6 Tanda gantung diri yang dalam menunjukkan posisi yang tinggi di bawah
dagu naik ke leher belakang. Bentuk spiral pada tali akan terlihat jelas pada kulit.13
Gambar 7 Tanda horizontal yang sempurna di sekeliling leher seorang pria yang
menggantungkan dirinya sendiri dari kursi tangga. Simpul hidup digunakan, yang
kencang pada tanda gantung diri tidak tampak.13
Gambar 8 Tanda gantung diri menunjukkan jejas kabel. Terdapat garis sentral abrasi,
dalam daerah yang pucat disebabkan oleh kompresi vaskular.13
Gambar 9 Posisi tanda gantung diri pada leher. (a) posisi biasa dengan leher
membengkok dan titik suspensi tinggi. Tanda setinggi jarak. (b) jika simpul hidup
digunakan, kekencangan jejas yang dalam untuk mencari lingkar terkecil pada leher,
dan mungkin lebih rendar dan lebih horizontal. (c) jika titik suspensi rendah dan
subjek menjauh, makan tanda dapat horizontal.13
Gambar 10 Gantung diri pada suspensi frontal. Tali kulit digunakan sehingga
kompresi tampak di sekitar perifer leher. Jejas logam pada rahang terlihat jelas.13
Gambar 11 Gantung bunuh diri dengan tali pada posisi frontal. Walaupun laring
tidak bisa dikompresi, kematian berdasarkan tekanan pada arteri karotis dan sinus.
Wajah pucat, dengan tidak disebut sebagai tanda asfiksia.13
Gambar 12 Punggung korban menunjukkan ikatan pada pergelangan tangan. Ini
tidak mengindikasikan pembunuhan rumah tangga, setidaknya pembunuhan tidak
dapat di aplikasikan sendiri. Beberapa orang yang melakukan pengerusakan diri akan
mencoba bahwa mereka tidak dapat menolong dirinya sendiri. Catatan pembunuhan
ditinggalkan dalam kasus ini.13
2.6.1 Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP) untuk memperkirakan cara kematian menggambarkan:9
Korban :
Jejas jerat Berjalan mendatar Meninggi ke arah simpul
Biasanya tidak ada
Luka-luka lain Ada,sering didaerah leher Mungkin terdapat luka
percobaan lain.
Jarak dari lantai Menjauh Dekat, tidak tergantung
TKP:
Lokasi Bervariasi Tersembunyi
Kondisi Tidak teratur Teratur
Pakaian Tak teratur, robek Baik dan rapi
Seorang pria berusia 33 tahun dengan riwayat medis yang tidak diketahui
adalah seorang wiraswasta. Korban ditemukan terjerat tali pada posisi kepala
menyimpang ke kiri. Korban dilepaskan dari jerat tali dengan perlahan. Tidak ada
tanda-tanda vital yang ditemukan saat tiba di Rumah Sakit. Pada korban tidak sempat
dilakukan resusitasi, korban tidak dapat diselamatkan. Tidak ditemukan adanya
informasi tentang peralatan yang dibawa oleh korban. Pemeriksaan luar yang
dilakukan menunjukkan terdapat kaku mayat pada sendi besar dan sendi kecil yang
sukar dilawan. Lebam mayat terdapat pada tengkuk, pinggang, bokong, dan
selangkangan berwarna biru keunguan yang tidak hilang dengan penekanan. Pada
pemeriksaan juga ditemukan bintik-bintik perdarahan pada kedua kaki dan kebiruan
pada bibir, ujung kuku, dan jari. Luka-luka pada leher ditemukan luka lecet tekan
berwarna kehitaman dengan perabaan kertas seperti perkamen, berjalan mengelilingi
leher dengan deskripsi sebagai berikut
1. Luka lecet tekan pertama
a) Pada leher sisi depan tepat pada garis pertengahan depan, 3 cm di atas jakun
dengan lebar jejas 10 cm.
b) Pada leher samping kiri. 8 cm dari garis pertengahan depan. 6,5 cm di bawah
liang telinga dengan lebar jejas 0,2 cm.
c) Pada leher samping kanan, 8 cm dari garis pertengahan depan, 6,5 cm di
bawah liang telinga dengan lebar jejas 5 mm.
d) Pada leher sisi belakang tepat garis pertengahan belakang, 2 cm di atas batas
tumbuh rambut belakang, tampak kedua jejas bertemu dengan lebar jejas 0,7
cm.
2. Luka lecet tekan kedua
a) Tepat garis pertengahan depan, 1 cm di bawah jakun
b) Pada leher sisi kiri, 8 cm dari garis pertengahan depan, 10 cm di bawah liang
telinga dengan lebar jejas 0,2 mm
c) Pada leher sisi samping kanan, 8 cm dari garis pertengahan depan, 9 cm di
bawah liang telinga dengan lebar jejas 0,8 cm.
d) Pada leher kanan tampak jejas menghilang pada 5 cm dari garis pertengahan
depan, 5,5 cm di bawah liang telinga dengan lebar jejas 0,4 cm
e) Pada leher samping kiri jejas berlanjut ke kepala sisi belakang berakhir pada
satu koma lima sentimeter garis pertengahan belakang, 0,5 cm di atas batas
tumbuh rambut belakang.
f) Jarak luka lecet pertama dan kedua pada leher sisi depan adalah 3,5 cm.
Untuk analisis toksikologi menunjukkan bahwa tidak ada zat racun atau
alkohol yang ditemukan di spesimen darah atau urin. Penyebab kematian pada
mayat ini tidak dapat ditemtukan karena tidak dilakukan pemeriksaan bedah
mayat.
BAB IV
PEMBAHASAN
Gantung diri (Hanging) adalah salah satu bentuk dari penjeratan yang
melibatkan gantungan pada bagian leher. Gantung diri merupakan cara kematian yang
sering dijumpai pada kasus bunuh diri. Kasus gantung diri hampir sama dengan
penjeratan pada penjeratan tenaga dari luar, sedangkan pada kasus gantung tenaga
tersebut berasal dari berat badan korban tersendiri, meskipun tidak semua berat badan
digunakan. Gantung diri lebih banyak ditemukan pada laki-laki dari pada perempuan.
Sedangkan berdasarkan usia kelompok remaja lebih sering melakukan tindakan
bunuh diri yang disebabkan oleh depresi atau penyerangan. Gantung diri
dikelompokkan berdasarkan posisi korban yang terdiri dari complete hanging, partial
hanging, dan berbaring. Berdasarkan letak jeratnya terdiri dari typical dan atypical
hanging. Mekanisme dan penyebab gantung diri adalah karena kerusakan pada batang
otak dan medulla spinalis, asfiksia, refluks vagal. Alat-alat yang sering digunakan
pada metode gantung diri adalah kawat, tali, ikat pinggang, selendang, dasi, kaus
kaki.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penatalaksanaan korban mati akibat gantung di mulai dari TKP. Gantung
dapat di bagi berdasarkan letak simpul yaitu atipikal dan tipikal, sedangkan
berdasarkan posisi tubuh gantung dibagi menjadi inkomplit dan komplit. Pada kasus
ini jenis gantung inkomplit karena posisi korban duduk dan kaki menyentuh lantai,
jenis simpul hidup yang terletak di bawah telinga, termasuk atipikal. Keadaan TKP
yang tenang, tempat untuk mengikatkan tali yang mudah dijangkau, alat untuk
menjerat kemungkinan didapatkan di TKP, riwayat korban yang menderita penyakit,
baru keluar dari penjara bisa menunjukkan korban mati karena bunuh diri. Dari
pemeriksaan luar korban khas atau lazim didapatkan pada korban gantung diri dan
pada pemeriksaan dalam ditemukan tanda yang lazim pada mati lemas (asfiksia).
5.2 Saran
1. Sebaiknya seorang dokter atau calon dokter mampu mengenali jenis-jenis
gantung diri, sehingga mampu melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
2. Sebaiknya seorang dokter atau calon dokter tidak hanya mempelajari ilmu
kedokteran medis, tetapi juga memahami pemeriksaan forensik dan hukum
kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Badkur DS, Yadav J, Arora A, Bajpayee R, Dubey BP. Nomenclature for Knot
Position in Hanging: A Study of 200 Cases.J. Indian Acad Forensic Med. Jan-
March 2012, Vol. 34 No.1.
2. Sharma B.R, Harish D. Ligature Mark on the neck: How Informative? JIAFM
2005:27(1), p 10-15.
3. Felisiani T. Laporan wartawan Tribunnews.com : Gatung diri jadi trend 2009
hingga awal 2012. Rabu 7 Maret 2012 09.24 WIB. Diunduh dari :
http://m.tribunnews.com/2012/03/07//gantung-diri-jadi-trend-2009-hingga-
awal-2012.
http://sibermedik.files.com/2008/11/gantung_diri.pdf.
11. Buku ilmu kedokteran forensik bagian kedokteran forensik fakultas
kedokteran universitas riau hal.61-64 edisi pertama cetakan kedua, 1994.
12. Marcus P,Alcabes P.Characteristics of suicides by inmates in an urban jail.
Hosp Community Psychiatry 1993;44(3):256-61.
13. Knight B. Fatal masochism – accident or suicide. Med Sci Law
1979;12(2):118-20.