Anda di halaman 1dari 19

Tugas Makalah Ilmiah Ilmu Kedokteran Forensik

PERAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK PADA KASUS


MATI GANTUNG (Hanging)

Oleh:

LEDY ANA ZULFATUNNADIROH

091724653010

PROGRAM MAGISTER ILMU FORENSIK


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2018
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ......................................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3
2.1 Definisi Hanging ........................................................................................... 3
2.2 Penyebab Kematian ....................................................................................... 4
2.2.1 Asfiksia ...................................................................................................... 4
2.2.2 Tanda-tanda Umum pada Jenazah Asfiksia ............................................... 4
2.2.3 Fase Asfiksia .............................................................................................. 5
2.3 Hasil Pemeriksaan Klinis .............................................................................. 5
2.4 Pemeriksaan Medikolegal ............................................................................. 6
2.4.1 Suicide Hanging ......................................................................................... 7
2.4.2 Homicidal Hanging .................................................................................... 9
2.4.3 Accidental Hanging.................................................................................... 10
BAB 3 PEMBAHASAN ..................................................................................... 11
3.1 Contoh Kasus Gantung Diri dan Pembunuhan ............................................. 11
3.2 Diskusi .......................................................................................................... 11
BAB 4 KESIMPULAN ....................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 15

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tardieu spot pada tungkai dan kaki ................................................ 6

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1Perbedaan mati gantung pada bunuh diri dan pembunuhan ............... 8

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mati gantung sangat akrab dalam kehidupan sehari-hari. Tindakan bunuh
diri dengan cara penggantungan sering dilakukan, karena dapat dilakukan dimana
dan kapan saja dengan seutas tali, kain, dasi, atau bahan apa saja yang dapat
melilit leher. Demikian pula pada pembunuhan atau hukuman mati dengan cara
penggantungan yang sudah digunakan sejak zaman dahulu. Kasus gantung hampir
sama dengan penjeratan. Perbedaannya terletak pada asal tenaga yang dibutuhkan
untuk memperkecil lingkaran jerat. Pada penjeratan tenaga tersebut datang dari
luar, dimana yang aktif (kekuatan yang menyebabkan konstriksi leher) adalah
terletak pada alat penjeratnya, sedangkan pada kasus gantung(hanging) tenaga
tersebut berasal dari berat badan korban sendiri (berat badan sifatnya aktif
sehingga terjadi kontriksi pada leher), meskipun tidak seluruh berat badan
digunakan (Lubis dkk., 2012; Nasution dkk., 2014).
Penggantungan merupakan penyebab kematian yang paling sering
menimbulkan persoalan karena rawan terjadi salah interpretasi, baik oleh ahli
forensik, polisi, dan dokter non-forensik. Selain itu, penggantungan merupakan
metode bunuh diri yang sering ditemukan di banyak negara. Di India, gantung diri
merupakan salah satu metode yang dilakukan dalam upaya bunuh diri selain
menggunakan racun, bakar diri, dan tenggelam yang terhitung lebih dari satu juta
kasus kematian per tahun. Selama 30 tahun terakhir, angka bunuh diri dengan cara
gantung meningkat, terutama di kalangan orang dewasa muda. Data statistik
mengenai frekuensi dan distribusi variasi kasus gantung diri di Indonesia masih
sangat langka. Data yang dihimpun dari Polda Metro Jaya diketahui bahwa tahun
2009 ada 90 kasus gantung diri, tahun 2010 ada 101 kasus dan tahun 2011 ada 82
kasus gantung diri (Nasution dkk., 2014; Ambade et al., 2015)
Penggantungan adalah penyebab kematian akibat asfiksia yang paling
sering ditemukan. Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak yang
ditemukan dalam kasus kedokteran forensik, umumnya urutan ke-3 sesudah
kecelakaan lalu lintas dan trauma mekanik. Asfiksia adalah suatu keadaan yang

1
ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan,
mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan
karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami
kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian. Tanda-tanda
asfiksia yang paling sering ditemukan pada korban gantung diri adalah sianosis,
kongesti, dan oedema, tetap cairnya darah dan perdarahan berbintik (petechial
haemorraghes) (Nasution, 2014).
Kematian karena penggantungan pada umumnya bunuh diri, pembunuhan
dengan cara menggantung atau menggantung mayat untuk membuat keadaan
seakan-akan korban gantung diri jarang dijumpai. Kematian dengan
penggantungan dapat dijumpai pada kasus hukum gantung (Lubisdkk., 2012).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membuat makalah ilmiah
mengenai peran ilmu kedokteran forensik dalam kasus mati gantung untuk
membedakan antara kematian karena bunuh diri atau pembunuhan.

2.2 Rumusan Masalah


Bagaimana gambaran kondisi fisik pada korban kasus gantung?

2.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran kondisi
fisik pada korban kasus gantung.

2.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini agar dapat dijadikan referensi terkait
Ilmu Kedokteran Forensik dalam kasus mati gantung (hanging) yang sering
dijumpai di lapangan.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hanging


Hanging (penggantungan) adalah suatu keadaan dimana terjadi kontriksi
dari leher oleh alat penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau
sebagian. Dengan demikian berarti alat penjerat bersifat pasif, sedangkan berat
badan bersifat aktif, sehingga terjadi kontriksi pada leher (Aflanie dkk., 2017).
Beberapa jurnal mengatakan bahwa mati gantung meliputi kompresi atau tekanan
di sekitar struktur leher oleh penjerat yang terletak di sekitar leher oleh penjerat
yang terletak di sekitar leher dan mengikat struktur di dalamnya dengan bantuan
seluruh atau sebagian berat tubuh. Pada kenyatannya, keseluruhan berat tubuh
bukanlah poin utama dan hanya dibutuhkan sedikit gaya untuk menyebabkan
kematian pada kasus gantung (Wulan dan Kunthi, 2015).
Berdasarkan titik gantung, mati hanging dapat dibagi menjadi dua, yaitu
(Lubis dkk., 2012):
a. Tipikal (typical hanging), simpul penjerat terletak pada tengkuk bagian
belakang leher, tepat di atas pertengahan tulang oksipital. Dalam hal ini
terjadi penekanan arteri dan saluran napas secara maksimum di daerah
leher. Tipe gantung diri ini jarang terjadi.
b. Atipikal, simpul penjerat terletak di bagian lain leher selain pada bagian
tengkuk leher. Lokasi simpul bisa terletak pada sudut mandibula, di dekat
mastoid, atau di bawah pipi.
Klasifikasi hanging berdasarkan kekuatan konstriksi (Lubis dkk., 2012):
a. Tergantung total (complete hanging), jika kedua kaki tidak menyentuh
tanah dan sepenuhnya dipengaruhi oleh berat badan korban.
b. Setengah tergantung (partial), jika kedua kaki menyentuh tanah dan tidak
sepenuhnya dipengaruhi oleh berat badan korban, misalnya pada korban
yang tergantung dengna posisi berlutut partial hanging hampir selamanya
karena bunuh diri.

3
2.2 Penyebab Kematian
Mati gantung termasuk dalam kematian asfiksia yang ditandai dengan
tekanan eksternal pada leher yang menekan jalan napas dan/atau pembuluh darah
(arteri karotis) yang menyediakan darah ke otak (Dolinak et al.,
2005).Mekanisme yang menyebabkan kematian adalah aliran udara tertutup
karena pangkal lidah terdorong ke atas belakang, ke arah dinding posterior faring.
Palatum mole dan uvula terdorong ke atas, menekan epiglottis sehingga menutup
lubang faring. Terdapat beberapa penyebab kematian pada kasus gantung antara
lain (Aflanie dkk., 2017):
a. Asfiksia
b. Gangguan sirkulasi darah ke otak karena tertekannya vena jugularis dan
atau arteri karotis sehingga terjadi cerebral hipoksia
c. Syok karena terjadi reflex vagal
d. Kerusakan batang otak atau sumsum tulang belakang

2.2.1 Asfiksia
Asfiksia adalah kumpulan dari berbagai keadaan di mana terjadi gangguan
dalam pertukaran udara pernapasan yang normal. Gangguan tersebut dapat
disebabkan karena adanya obstruksi pada saluran pernapasan dan gangguan yang
diakibatkan karena terhentinya sirkulasi. Kedua gangguan tersebut akan
menimbulkan suatu keadaan di mana oksigen dalam darah berkurang (hipoksia)
yang disertai dengan peningkatan kadar karbondioksida (hiperkapnea) (Aflanie
dkk., 2017).

2.2.2 Tanda-tanda Umum pada Jenazah Asfiksia


Pada jenazah yang meninggal dunia akibat asfiksia akan ditemukan tanda-
tanda umum sebagai berikut(Aflanie dkk., 2017):
1. Sianosis. Kurangnya oksigen akan menyebabkan darah menjadi lebih
encer dan gelap. Warna kulit dan mukosa terlihat lebih gelap, demikian
juga lebam mayat. Sianosis merupakan tanda yang khas pada asfiksia.
2. Kongesti vena.Kongesti venayang terjadi di paru-paru bukan merupakan
tanda yang khas. Kongesti yang khas yaitu kongesti sistemik yang terjadi

4
di kulit dan organ selain paru-paru. Sebagai akibat dari kongesti vena ini
akan terlihat adnaya bintik-bintik perdarhan (Tardieu Spot).
3. Edema. Kekurangan oksigen yang berlangsung lama akan mengakibatkan
kerusakan pada pembuluh darah kapiler sehingga permeabilitas
meningkat. Keadaan ini akan menyebabkan timbulnya edema, terutama
edema paru-paru.

2.2.3 Fase Asfiksia


Terdapat empat fase dalam asfiksia, yaitu(Aflanie dkk., 2017):
1. Fase Dispneu. Pada fase ini terjadi penurunan kadar oksigen dalam sel
darah merah dan penimbunan CO2dalam plasma akan merangsang pusat
pernapasan di medulla oblongata.
2. Fase Konvulsi. Akibat kadar CO2yang naik makan akan timbul rangsangan
terhadap susunan saraf pusat sehingga terjadi konvulsi (kejang) yang
akhirnya timbul spasme opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut
jantung menurun, tekanan darah juga menurun.
3. Fase Apneu. Pada fase ini, terjadi depresi pusat pernapasan yang lebih
hebat. Pernapasan melemah dan dapat berhenti, kesadaran menurun, dan
akibat dari relaksasi sfingter dapat terjadi pengeluaran cairan sperma,
urine, dan tinja.
4. Fase Akhir. Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernapasan
berhenti setelah kontraksi otomatis otot pernapsan kecil pada leher.
Jantung masih berdenyut beberapa saat setelah pernapsan berhenti. Masa
dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi.
Umumnya sekitar antara 4-5 menit.

2.3 Hasil Pemeriksaan Klinis


Pemeriksaan postmortem pada kasus gantung (Aflanie dkk., 2017):
a. Pemeriksaan Luas
1) Lebam mayat jelas terlihat karena kadar karbondioksisa yang tinggi
dalam darah

5
2) Sianosis adalah warna kebiruan dari kulit dan membran mukosa yang
merupakan akibat dari konsentrasi yang berlebihan dari
deoksihemoglobin atau hemoglobin tereduksi pada pembuluh darah
kecil. Sianosis terjadi jika kadar deoksihemogoblin sekitar 5 g/dL.
Dapat dengan mudah terlihat pada daerah ujung jari dan bibr.
3) Pada mulut bisa ditemukan busa karena otot sfingter mengalami
relaksasi, mungkin bisa terdapat feses, urin, atau cairan sperma.
4) ‘Tardieu Spot’ yaitu bercak petechiae di bawah kulit atau konjungtiva.
Selain itu tampak adanya petechiae pada tungkai bawah dan di bagian
bawah kaki akibat pengaruh gravitasi dan pecahnya pembuluh darah
kecil.

Gambar 2.1Tardieu spot pada tungkai dan kaki (Dolinak et al., 2005)
b. Pemeriksaan Dalam
a. Mukosa saluran pernapasan bisa tampak membengkak
b. Sirkulasi pada bagian kanan tampak penuh sedangkan bagian kiri
kosong
c. Paru-paru mengalami edema
d. Bercak-bercak perdarahan peteki tampak di bawah membran mukosa
pada beberapa organ
e. Hiperemi lambung, hati dan ginjal
f. Darah menjadi lebih encer

2.4 PemeriksaanMedikolegal
Terdapat sembilan hal yang perlu kita lakukan dan perhatikan pada
pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP) pada kasus gantung, yaitu
(Alfaine dkk., 2017):

6
a. Memastikan korban apakah masih hidup atau telah mati.
b. Mencari bukti yang menunjukkan cara kematian.
c. Memperhatikan jenis simpul tali gantungan.
d. Mengukur jarak antara ujung kaki korban dengan lantai.
e. Memperhatikan letak korban di tempat kejadian.
f. Cara menurunkan korban.
g. Mengamankan bekas serabut tali.
h. Memperhatikan bahan penggantung.
i. Lidah terjulur, mata melotot, keluar air mani dan feses, keluar darah dari
kemaluan wanita, semua itu bukan merupakan petunjuk dari cara kematian.

2.4.1 Suicide Hanging


Pada kasus gantung diri, pemeriksaan yang teliti tetap harus dilakukan
untuk mencegah kemungkinan lain (Aflaine dkk., 2017).
a. Keadaan di TKP biasanya tenang, dalam ruangan atau tempat tersembunyi
atau tempat yang sudah tidak dipergunakan.
b. Posisi korban yang tergantung lebih mendekati lantai.
c. Pakaian korban rapi dan sering didapatkan surat yang berisi alasan korban
melakukan tindakan nekat tersebut.
d. Pada leher tidak jarang diberi alas sapu tangan atau kain sebelum alat
penjerat dikalungkan.
e. Jumlah lilitan dapat hanya satu kali, semakin banyak lilitan dugaan bunuh
diri semakin besar.
f. Simpul alat penjerat biasanya simpul hidup.
g. Letak simpul dapat dibelakang atas kiri/kanan, depan atas kiri/kanan atau
tepat di garis pertengahan bagian depan.
h. Pada pelaksanaan hukum gantung, letak simpul tepat pada bagian
belakang tengah disebut typical hanging.
i. Pada pelaksanaan hukum gantung dapat terjadi dislokasi atau fraktur
vertebra disertai putusnya medulla spinalis karena terjadi sentakan yang
kuat pada korban karena lantai tempat korban berdiri dibuka secara tiba-
tiba.

7
j. Ditemukan tanda-tanda asfiksia, maka kelainan yang khas berupa jejak
jerat yang merupakan luka lecet tekan akibat alat penjerat, yang berwarna
merah coklat dengan perabaan seperti perkamen, dan sering dijumpai
adanya vesikel pada tepi jejak jerat.
k. Bila alat penjerat memiliki permukaan yang luas, berarti tekanan yang
ditimbulkan tidak terlalu besar tapi cukup menekan pembuluh darah balik,
maka muka korban tampak sembab, mata menonjol, wajah berwarna
merah kebiruan.
l. Bila alat penjerat memiliki permukaan yang kecil, berarti tekanan yang
ditimbulkan besar dan dapat menekan baik pembuluh balik maupun
pembuluh nadi; maka korban tampak pucat, tidak ada penonjolan dari
mata.
m. Pada keadaan tertentu hanya ditemukan jejak jerat, tanpa disertai tanda-
tanda mati lemas; karena mekanisme kematian korban karena refleks
vagal.
n. Terdapat lebam mayat dan bintik-bintik perdarahan terutama pada ujung
ekstremitas, sangat tergantung dari lamanya korban berada dalam posisi
tergantung.
o. Keluarnya air mani dan tinja bukan merupakan tanda khas dari
penggantungan.
p. Pada gantung diri umumnya tidak dijumpai patah tulang lidah.

Tabel 2.1Perbedaan mati gantung pada bunuh diri dan pembunuhan (Aflaine dkk., 2017)
PEMBEDA BUNUH DIRI PEMBUNUHAN
Usia Lebih sering terjadi pada usia Tidak mengenal batas usia, karena
remaja dan dewasa tindakan pembunuhan dilakukan
oleh musuh atau lawan dari
korban dan tidak bergantung pada
usia
Tanda jejak jeratan Bentuknya miring, berupa Berupa lingkaran tidak terputus,
lingkaran terputus mendatar, dan letaknya di bagian
(noncontinous) dan terletak tengah leher, karena usaha
pada bagian atas leher pembunuh (pelaku) untuk
membuat simpul tali
Simpul tali Biasanya hanya satu simpul Biasanya lebih dari satu pada
yang letaknya pada bagian bagian depan leher dan simpul tali
samping leher tersebut terikat kuat

8
Riwayat korban Biasanya korban mempunyai Sebelumnya korban tidak
riwayat untuk bunuh diri mempunyai riwayat untuk bunuh
dengan cara lain diri
Cedera Luka-luka pada tubuh korban Cedera berupa luka-luka pada
yang bisa menyebabkan tubuh korban biasanya mengarah
kematian mendadak tidak pada pembunuhan
ditemukan pada kasus bunuh
diri
Tangan Tidak dalam keadaan terikat, Tangan yang dalam keadaan
karena sulit untuk gantung diri terikat mengarahkan dugaan pada
dalam keadaan tangan terikat kasus pembunuhan
Kemudahan Pada kasus bunuh diri, mayat Pada kasus pembunuhan, mayat
biasanya ditemukan tergantung ditemukan tergantung pada
pada tempat yang mudah tempat yang sulit dicapai oleh
dicapai oleh korban atau di korban dan alat yang digunakan
sekitarnya ditemukan alat yang untuk mencapai tempat tersebut
digunakan untuk mencapai tidak ditemukan
tempat tersebut
Tempat kejadian Jika kejadian berlangsung di Bila sebaiknya pada ruangan
dalam kamar, di mana pintu, ditemukan terkunci dari luar,
jendela, ditemukan dalam maka penggantungan adalah
keadaan tertutup dan terkunci kasus pembunuhan
dari dalam, maka kasusnya
pasti merupakan bunuh diri
Tanda-tanda Tidak ditemukan pada kasus Tanda-tanda perlawanan hampir
perlawanan gantung diri selalu ada kecuali jika korban
sedang tidur, tidak sadar atau
masih anak-anak

2.4.2 Homicidal Hanging


Pembunuhan dengan metode menggantung korban relatif jarang dijumpai,
cara ini baru dapat dilakukan bila korbannya anak-anak atau orang dewasa yang
kondisinya lemah, baik lemah atau menderita penyakit, di bawah pengaruh obat
bius, alkohol atau korban sedang tidur (Aflanie dkk., 2017).
Selain tanda-tanda asfiksia dapat ditemukan luka-luka pada korban, situasi
TKP yang tidak beraturan dan adanya tanda-tanda perlawanan (kecuali korbannya
anak kecil, kekerasan biasanya tidak ada). Leher korban mendapat trauma
sehingga tampak luka-luka di daerah tersebut, dan tidak jarang tampak adanya
luka lecet tekan berbentuk bulan sabit yang berasal dari tangan pelaku. Dapat juga
diserta fraktur pada kartilago krikoidyang jelas tidak umum dari kasus gantung
diri (Dolinak et al., 2005; Lubis dkk., 2012).

9
2.4.3 Accidental Hanging
Accidental hanging jarang terjadi, mengarah pada kesulitan dalam
membedakan diagnosisnya dari bunuh diri bahkan hukuman gantung.
Penggantungan yang tidak sengaja ini memiliki karakteristik umum yang
menyebabkan kematian tidak dicurigai sebagai pembunuhan atau bunuh diri, dan
dapat dibagi dalam dua kelompok (Nouma et al., 2016; Aflanie dkk., 2017):
a. Terjadi sewaktu bermain atau bekerja
Mati tergantung sewaktu bermain umumnya pada anak-anak dan tidak
membutuhkan penyidikan yang sulit oleh karena biasanya kasusnya sangat
jelas. Misal: tersangkut pada batang pohon yang bercabang
b. Sewaktu melampiaskan nafsu seksual yang menyimpang (Auto-erotic
Hanging)
Kematian yang terjadi sewaktu pelampiasan nafsu seksual menyimpang
memerlukan pemeriksaan yang teliti, serta mempelajari dan menguraikan
tali-tali yang dipakai, yang sering kali diikatkan pada banyak tempat,
ikatan pada daerah genitalia, lengan, tungkai, leher, dan mulut. Kematian
terjadi karena ikatan terlalu keras atau hentakan terlalu kuat sehingga leher
terjerat.Pada Auto-erotic Hanging tidak jarang dijumpai gambar dan
benda-benda yang termasuk porno, kondom, dan korban umumnya pria
yang tidak jarang memakai pakaian wanita.

10
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Contoh Kasus Gantung Diri dan Pembunuhan


Liputan6.com, Sukabumi - Seorang balita bernama Rafi (2,5) ditemukan
tak bernyawa di Gunung Sampai, Kampung Legok Arey, Kabupaten Sukabumi,
Jawa Barat. Tak jauh dari tubuh balita itu, ayahnya ditemukan tewas tergantung di
pohon mahoni.Dilansir Antara, Dede Bemo, tetangga korban, mengungkapkan
jasad balita itu ditemukan kakeknya di dekat pohon mahoni di Desa Cijangkar,
Kecamatan Nyalindung, Sukabumi, pada Jumat, 23 Maret 2018, pukul 05.30
WIB. Dari hasil visum terdapat luka bekas cekikan ditambah goresan bekas kuku.
"Terdapat bekas cekikan di lehernya," kata Dede.
Tak jauh dari lokasi penemuan jenazah Rafi, tepatnya di atas pohon
mahoni setinggi tujuh meter tersebut, ditemukan jasad ayah korban. Ia diduga
tewas gantung diri.Sementara, kasus pembunuhan sekaligus bunuh diri ayah dan
anak itu kini ditangani Polres Sukabumi. Polisi masih menyelidiki motif dugaan
pembunuhan tersebut."Dari penyelidikan sementara, pelaku pembunuhan M Rafi
(2,5) dilakukan oleh ayahnya sendiri Agung Akbar (30) dengan cara dicekik di
sekitar Gunung Samping, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, pada Jumat
(23/3/2018)," kata Kapolres Sukabumi AKBP Nasriadi, di Sukabumi, Sabtu
(24/3/2018), dilansir Antara.Menurutnya, usai membunuh anak semata
wayangnya, tersangka lalu mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri di pohon
mahoni setinggi tujuh meter. Polisi masih melanjutkan penyelidikan. "Kami masih
memintai keterangan dari sejumlah saksi seperti keluarga korban dan istri
tersangka serta warga sekitar," katanya lagi.

3.2 Diskusi
Untuk menentukan sebab kematian korban dengan pasti, maka
pemeriksaan jenazah harus meliputi pemeriksaan tubuh bagian luar, pemeriksaan
tubuh bagian dalam, dan pemeriksaan tambahan. Hal ini berati jenazah harus
diotopsi. Tanpa melakukan otopsi, dokter tidak dapat menentukan sebab kematian
korban secara pasti.

11
Bunuh diri atau pembunuhan dapat diketahui dari pemeriksaan di TKP,
pemeriksaan jenazah, pemeriksaan benda-benda bukti lainnya, informasi para
saksi dan lain sebagainya. Dari kasus diatas, pemeriksaan luar pada anak
ditemukan adanya bekas cekikan pada leher dan goresan bekas kuku yang jelas
merupakan suatu tindakan pembunuhan. Motif dari korban mati gantung dapat
dilakukan dengan pemeriksaan fisik, benda di sekitar, maupun dari saksi sehingga
dapat ditentukan merupakan kasus bunuh diri atau pembunuhan.
Berbagai bahan pengikat yang digunakan untuk menggantung dapat
berupa tali, rantai, ikat pinggang, handuk, sprei, dan sebagainya. Pemeriksaan
jenis dan panjang bahan yang dipakai, serta jenis simpul dapat membantu
menentukan cara kematian. Pada waktu membebaskan lilitan dari leher korban,
tidak boleh membuka simpul, tetapi lilitandipotong diluar simpul, karena bentuk
simpul bisa membantu penentuan kematian secara medikolegal (Dolinak et al.,
2005; Lubis, 2012).
Terkadang terdapat lebih dari satu lekuk pengikat yang dapat
diidentifikasi. Hal ini dapat merupakan hasil dari pengikatan yang dilakukan lebih
dari satu kali pada leher, atau hasil dari tubuh dan/atau pengikat berubah posisi
saat menggantung. Jika orang tersebut diselamatkan dan dirawat di rumah sakit
beberapa waktu sebelum meninggal, dimungkinkan tidak tampak adanya abrasi
atau lekuk akibat pengikat ataupun tanda lain pada leher. Dalam kasus ini,
penyebab kematian sangat ditentukan pada investigasi (Dolinak et al., 2005)
Pada kasus mati gantung (hanging) dengan identitas yang tidak diketahui,
diperlukan proses identifikasi personal yang merupakan suatu masalah dalam
kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitias personal dengan tepat amat
penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam
proses peradilan. Pada kasus jerat atau gantung diri, pada umumnya didapatkan
adanya kencing atau cairan mani yang keluar dari alat kelamin serta kotoran dari
anus yang merupakan akibat proses mati lemas (asfiksia). Urine yang menempel
pada celana atau kain sekitarnya atau dengan kata lain bercak urine tersebut
seringkali diabaikan dalam pemeriksaan. Pada penelitian sebelumnya didapatkan
bahwa urine mengandung DNA inti dan DNA mitokondria. Komposisi urine
mengandung sedikit sel epitel yang merupakan hasil pelepasan regular dari

12
kandung kemih dan uretra eksternal. Berkenaan degan komposisi tersebut, maka
bercak urine pada pakaian mengandung sel somatik yang berinti sehingga dapat
dilakukan ekstraksi DNAnya (Yudianto&Yeti, 2016).

13
BAB 4
KESIMPULAN

Mati gantung (hanging) adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi


dari leher oleh alat penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau
sebagian.Pada kasus hanging alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat badan
sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi pada leher.Untuk menentukan sebab
kematian korban dengan pasti, maka pemeriksaan jenazah harus meliputi
pemeriksaan tubuh bagian luar, pemeriksaan tubuh bagian dalam, dan
pemeriksaan tambahan.Bunuh diri atau pembunuhan dapat diketahui dari
pemeriksaan di TKP, pemeriksaan jenazah, pemeriksaan benda-benda bukti
lainnya, informasi para saksi dan lain sebagainya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Aflanie, Iwan, Nila Nirmalasari, Hendy Muhammad. 2017. Ilmu Kedokteran


Forensik & Medikolegal. Jakarta: Rajawali Pers. Hal:151-157.
Ambade, Vipul Namdeorao, Nilesh Tumram, Satin Meshram, and Jaydeo Borkar.
2015. Ligature Material in Hanging Deaths: The Neglected Area in
Forensic Examination. Egyptian Journal of Forensic Sciences 5, 109-113.
Dolinak, David, Evan W. Matshes, and Emma O. Lew. 2005. Forensic
Pathology.London: Elsevier Inc.pp. 209-214.
Lubis, Abdul Karim, Guntur Bumi Nasution, dan Mistar Ritonga. 2012. Gantung
Diri (Hanging). The Journal of Medical School, University of Sumatera
Utara. Majalah Kedokteran Nusantara. Vol.45, No.2:104.
Nasution, Indra,RA Tanzila, dan Irfanuddin. 2014. Gambaran Tanda Kardinal
Asfiksia Pada Kasus Kematian Gantung Diri di Departemen Forensik RSU
Dr. Muhammad Hoesin Palembang Periode Tahun 2011-2012. Palembang:
Syifa’MEDIKA. Vol.5,No.1:63.
Nouma, Y., W. Ben Ammar, S. Bardaa, Z. Hammami, S. Maatoug. 2016.
Accidental Hanging Among Children and Adults: a Report of Two Cases
and Review of The Literature. Egyptian Journal of Forensic Sciences 6, 310-
314.
Yudianto, Ahmad, dan Yeti Sispitasari. 2016. Isolasi DNA dari Bercak Urine
Manusia sebagai Bahan Alternatif Pemeriksaan Identifikasi Personal.
Media Pharmaceutica Indonesiana. Vol.1, No.1:54.
Wulan, Dewi, dan Kunthi Yulianti. 2015.Gantung Diri: Pola Luka dan Livor
Mortis.E-Jurnal Medika Udayana. Vol.4, No.2:

15

Anda mungkin juga menyukai