Anda di halaman 1dari 24

asuhan keperawatan pada pasien dengan Gagal Nafas

GAGAL NAFAS

1. Pengertian

Menurut Bruner and Suddart (2002), gagal napas adalah sindromadimana sistem respirasi gagal
untuk melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen, dan pengeluaran karbondioksida.
Keadekuatan tersebut dapat dilihat dari kemampuan jaringan untuk memasukkan oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida. Indikasi gagal napas adalah PaO2 < 60mmHg atau PaCO2 > 45mmHg,
dan atau keduanya.

Gagal napas adalah gangguan pertukaran gas antara udara dengan sirkulasi yang terjadi di
pertukaran gas intrapulmonal atau gangguan gerakan gas masuk keluar paru. Menurut Joy M. Black
(2005), gagal napas adalah suatu keadaan yang mengindikasikan adanya ketidakmampuan sistem
respirasi untuk memenuhi suplai oksigen untuk proses metabolisme atau tidak mampu untuk
mengeluarkan karbondioksida. Sedangkan menurut Susan Martin (1997), gagal napas adalah
ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal, eliminasi
karbondioksida, dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi, difusi, atau perfusi.

Gangguan pertukaran gas menyebabkan hipoksemia primer, oleh karena kapasitas difusi CO2 jauh
lebih besar dari O2 dan karena daerah yang mengalami hipoventilasi dapat dikompensasi dengan
meningkatkan ventilasi bagian paru yang normal. Hiperkapnia adalah proses gerakan gas keluar
masuk paru yang tidak adekuat (hipoventilasi global atau general) dan biasanya terjadi bersama
dengan hipoksemia.

2. Etiologi

Penyebab gagal napas biasanya tidak berdiri sendiri melainkan merupakan kombinasi dari beberapa
keadaan, dimana penyebeb utamanya adalah :

a. Gangguan ventilasi

Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan intrapulmonal maupun ekstrapulmonal.


Kelainan intrapulmonal meliputi kelainan pada saluran napas bawah, sirkulasi pulmonal, jaringan,
dan daerah kapiler alveolar. Kelainan ekstrapulmonal disebabkan oleh obstruksi akut maupun
obstruksi kronik. Obstruksi akut disebabkan oleh fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme larink,
atau oedema larink, epiglotis akut, dan tumor pada trakhea. Obstruksi kronik, misalnya pada
emfisema, bronkhitis kronik, asma, COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis terutama yang disertai
dengan sepsis.

b. Gangguan neuromuskular
Terjadi pada polio, guillaine bare syndrome, miastenia gravis, cedera spinal, fraktur servikal,
keracunan obat seperti narkotik atau sedatif, dan gangguan metabolik seperti alkalosis metabolik
kronik yang ditandai dengan depresi saraf pernapasan.

c. Gangguan/depresi pusat pernapasan

Terjadi pada penggunaan narkotik atau barbiturat, obat anastesi, trauma, infark otak, hipoksia
berat pada susunan saraf pusat.

d. Gangguan pada sistem saraf perifer, otot respiratori, dan dinding dada

Kelainan ini menyebabkan ketidakmampuan untuk mempertahankan minute volume


(mempengaruhi jumlah karbondioksida), yang sering terjadi pada guillain bare syndrome, distropi
muskular, miastenia gravis, kiposkoliosis, dan obesitas.

e. Gangguan difusi alveoli kapiler

Gangguan difusi alveoli kapiler sering menyebabkan gagal napas hipoksemia, seperti pada
oedema paru (kardiak atau nonkardiak), ARDS, fibrosis paru, emfisema, emboli lemak, pneumonia,
tumor paru, aspirasi, perdarahan masif pulmonal.

f. Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi (V/Q Missmatch)

Peningkatan deadspace (ruang rugi), seperti pada tromboemboli, emfisema, dan


bronkhiektasis.

3. Klasifikasi

1) Klasifikasi gagal napas berdasarkan hasil analisa gas darah :

a. Gagal napas hiperkapneu

Hasil analisa gas darah pada gagal napas hiperkapneu menunjukkkan kadar PCO2 arteri (PaCO2)
yang tinggi, yaitu PaCO2>50mmHg. Hal ini disebabkan karena kadar CO2 meningkat dalam ruang
alveolus, O2 yang tersisih di alveolar dan PaO2 arterial menurun. Oleh karena itu biasanya diperoleh
hiperkapneu dan hipoksemia secara bersama-sama, kecuali udara inspirasi diberi tambahan oksigen.
Sedangkan nilai pH tergantung pada level dari bikarbonat dan juga lamanya kondisi hiperkapneu.

b. Gagal napas hipoksemia

Pada gagal napas hipoksemia, nilai PO2 arterial yang rendah tetapi nilai PaCO2 normal atau rendah.
Kadar PaCO2 tersebut yang membedakannya dengan gagal napas hiperkapneu, yang masalah
utamanya pada hipoventilasi alveolar. Gagal napas hipoksemia lebih sering dijumpai daripada gagal
napas hiperkapneu.

2) Klasifikasi gagal napas berdasarkan lama terjadinya :

a. Gagal napas akut


Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang ditandai dengan perubahan hasil
analisa gas darah yang mengancam jiwa. Terjadi peningkatan kadar PaCO2. Gagal napas akut timbul
pada pasien yang keadaan parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan
penyakit timbul.

b. Gagal napas kronik

Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit paru
kronik, seperti bronkhitis kronik dan emfisema. Pasien akan mengalami toleransi terhadap hipoksia
dan hiperkapneu yang memburuk secara bertahap.

3) Klasifikasi gagal napas berdasarkan penyebab organ :

a. Kardiak

Gagal napas dapat terjadi karena penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2 akibat menjauhnya jarak
difusi akibat oedema paru. Oedema paru ini terjadi akibat kegagalan jantung untuk melakukan
fungsinya sehingga terjadi peningkatan perpindahan aliran dari vaskuler ke interstisial dan alveoli
paru.

Terdapat beberapa penyakit kardiovaskuler yang mendorong terjadinya disfungsi miokard dan
peningkatan left ventricel end diastolic volume (LVEDV) dan left ventricel end diastolic
pressure(LVEDP) yang menyebabkan mekanisme backward-forward.

Penyakit yang menyebabkan disfungsi miokard :

Infark miokard

Kardiomiopati

Miokarditis

Penyakit yang menyebabkan peningkatan LVEDV dan LVEDP :

Meningkatkan beban tekanan : aorta stenosis, hipertensi, dan coartasio aorta

Meningkatkan beban volume : mitral insufisiensi, aorta insufisiensi, ASD, dan VSD.

Hambatan pengisian ventrikel : mitral stenosis dan trikuspid insufisiensi.

b. Nonkardiak

Terjadi gangguan di bagian saluran pernapasan atas dan bawah maupun di pusat pernapasan, serta
proses difusi. Hal ini dapat disebabkan oleh obstruksi, emfisema, atelektasis, pneumothorak, dan
ARDS.

4. Mekanisme Gagal Nafas

Beberapa mekanisme yang menyebabkan hipoksemia dapat bekerja secara sendiri atau bersama-
sama.
a. Tekanan partial O2 yang dihirup (FiO2) menurun

Terjadi pada dataran tinggi (high altitude) sebagai respons menurunnya tekanan barometer,
inhalasi gas toksik, atau dekat api kebakaran yang mengkonsumsi CO.

b. Hipoventilasi

Hipoventilasi akan menyebabkan retensi CO2 dan PaCO2 meningkat. Peningkatan PaCO2 dapat
melebihi batas normal dapat mengganggu sensitifitas medulla oblongata untuk men-
drive pernapasan dan apabila tidak terkompensasi, dapat menyebabkan apnea.

c. Gangguan Difusi

Akibat pemisahan fisik gas dan darah (pada penyakit paru interstisial) atau menurunnya waktu
transit eritrosit sewaktu melalui kapiler.

d. Ketidakseimbangan (mismatch) ventilasi/perfusi (V/Q) regional

Keadaan ini selalu menyebabkan keadaan hipoksemia yang berarti dalam klinik. Unit paru yang
ventilasinya jelek dibandingkanperfusinya menyebabkan desaturasi, yang efeknya sebagian
tergantung kadar O2 darah vena. Kadar O2 vena yang menurunmenyebabkan keadaan hipoksemia
menjadi lebih jelek. Penyebab terbanyak adalah keadaan yang menyebabkan ventilasi paru menurun
atau obstruksi saluran napas, atelektasis, konsolidasi, oedema kardiogenik atau
nonkardiogenik. Pemberian O2 dapat memperbaiki keadaan hipoksemia apabila penyebabnya adalah
gangguan ketidakseimbangan V/Q, hipoventilasi atau gangguan difusi oleh karena PaO2 meningkat,
walaupun pada daerah yang ventilasinya jelek. Apabila penderita mendapat O2 100%, hanya daerah
yang samasekali tidak mendapat ventilasi (shunt) yang menyebabkan hipoksemia.

e. Shunt

Pada shunt darah vena sistemik langsung masuk kedalam sirkulasiarterial. Shunt dapat terjadi
intrakardiak yaitu pada penyakit jantung kongenital sianotik right-to-left atau di dalam paru darah
melalui jalur vaskuler abnormal (arterivena fistula). Penyebab paling sering adalah penyakit paru
yang menghasilkan ketidakseimbangan V/Q, dengan ventilasi regionalnya hampir atau samasekali
tidak ada.

f. Pencampuran (admixture) darah vena desaturasi dengan darah arterial

Keadaan ini akan menurunkan PaO2 pada penderita dengan penyakit paru dan menyebabkan
gangguan di pertukaran gas intrapulmonal. Campuran saturasi O2 vena langsung dipengaruhi oleh
setiap imbalan antara konsumsi O2 dan penyampaian O2. Keadaan anemia yang tidak dapat
dikonsumsi oleh peningkatan output jantung atau output jantung yang insufisien untuk kebutuhan
metabolisme, dapat menyebabkan penurunan SVO2 dan PaO2.

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari gagal napas adalah nonspesifik dan mungkin minimal, walaupun terjadi
hipoksemia, hiperkarbia dan asidemia yang berat. Tanda utama dari kegagalan pernapasan adalah
penggunaan otot bantu napas, takipnea, takikardia, menurunnya tidal volume, pola napas irreguler
atau terengah-engah (gasping) dan gerakan abdomen yang paradoksal. Hipoksemia akut dapat
menyebabkan berbagai masalah termasuk aritmia jantung dan koma. Terdapat gangguan kesadaran
berupa konfusi. PaO2 rendah yang kronis dapat ditoleransi oleh penderita yang mempunyai
cadangan kerja jantung yang adekuat. Hipoksia alveolar (PaO2 < 60 mmHg) dapat menyebabkan
vasokonstriksi arteriolar paru dan meningkatnya resistensi vaskuler paru dalam beberapa minggu
sampai berbulan-bulan, menyebabkan hipertensi pulmonal, hipertrofi jantung kanan (cor pulmonale)
dan pada akhirnya gagal jantung kanan. Hiperkapnia dapat menyebabkan asidemia. Menurunnya pH
otak yang akut meningkatkan drive ventilasi. Dengan berjalannya waktu, kapasitas buffer di otak
meningkat, dan akhirnya terjadi penumpukan terhadap rangsangan turunnya pH di otak
akibatnyadrive tersebut akan menurun.

Efek hiperkapnia akut kurang dapat ditoleransi daripada yang kronis, yaitu berupa gangguan
sensorium dan gangguan personalia yang ringan, nyeri kepala, sampai konfusi dan narkosis.
Hiperkapnia juga menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak dan peningkatan tekanan intrakranial.
Asidemia yang terjadi bila (pH < 7,3) menyebabkan vasokonstriksi arteriolar paru, dilatasi vaskuler
sistemik, kontraktilitas miokard menurun, hiperkalemia, hipotensi dan kepekaan jantung meningkat
sehingga dapat terjadi aritmia yang mengancam nyawa.

Manifestasi klinis gagal napas hipoksemia diperburuk oleh adanya gangguan hantaran oksigen ke
jaringan. Hal-hal yang dapat menyebabkan penurunan oksigen delivery, antara lain:

Penurunan konsentrasi O2

Penurunan konsentrasi O2 terjadi karena penurunan saturasi haemoglobin akibat berkurangnya


PaO2 atau bergesernya kurva disosiasi oksihaemoglobin ke kanan.

Anemia

Ikatan antara CO dengan Hb lebih kuat daripada ikatan O2 dengan Hb, sehingga menyebabkan
kesulitan untuk melepas O2 ke jaringan.

Penurunan curah jantung

Penurunan curah jantung tergantung dari aliran balik vena sistemik, fungsi ventrikel kanan dan
kiri, resistensi pulmonal dan sistemik, serta frekuensi denyut jantung.

Selain itu, tanda dan gejala yang muncul pada gagal napas yaitu aliran udara di mulut dan hidung
tidak dapat dirasakan. Pada gerakan napas spontan terlihat retraksi supraklavikula dan sela iga serta
tidak ada pengembangan dada pada saat inspirasi. Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha
memberikan ventilasi buatan dan terdengar suara napas tambahan gargling, snoring, wheezing.

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Analisa gas darah


Membedakan gambaran kemajuan hipoksemia (penurunan PaO2
meskipun inspirasi meningkat). Hiperkarbia dapat terjadi pada tahap awal berhubungan dengan
kompensasi hiperventilasi. Hiperkrbiamenunjukkan kegagalan ventilasi.

Hb : dibawah 12 gr%

Analisa gas darah :

pH dibawah 7,35 atau di atas 7,45

PaO2 di bawah 80 atau di atas 100 mmHg

PaCO2 di bawah 35 atau di atas 45 mmHg

BE di bawah -2 atau di atas +2

Saturasi O2 kurang dari 90 %

b. Sinar X (foto thorax)

Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui. Terdapat
gambaran akumulasi udara/cairan, dapat terlihat perpindahan letak mediastinum.

c. Tes fungsi paru

Menunjukkan complain paru dan volume paru menurun.

d. EKG

Memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan atau menunjukkan disritmia.

e. Pemeriksaan saturasi oksigen

Memadainya tekanan oksigen dalam darah arteri, PaO2 diharapkan dihitung dari persamaan gas
alveolar ketika pasien bernafas dengan FiO2 yang lebih tinggi dari udara biasa.

7. Penatalaksanaan

a. Jalan nafas

Jalan nafas sangat penting untuk ventilasi, oksigen, dan pemberian obat-obatan pernapasan dan
harus diperiksa adanya sumbatan jalan nafas. Pertimbangan untuk insersi jalan nafas artificial seperti
ETT berdasarkan manfaat dan resiko jalan napas artificial dibandingkan jalan napas alami.
Keuntungan jalan napas artificial adalah dapat melintasi jalan napas bagian atas, menjadi rute
pemberian oksigen dan obat-obatan, memfasilitasi ventilasi tekanan positif dan PEEP .memfasilitasi
penyedotan sekret, dan rute untuk bronkhoskopi.

b. Oksigen
Besarnya aliran oksigen tambahan yang diperlukan tergantung dari mekanisme hipoksemia dan tipe
alat pemberi oksigen. CPAP (Continous Positive Airway Pressure ) sering menjadi pilihan oksigenasi
pada gagal napas akut. CPAP bekerja dengan memberikan tekanan positif pada saluran pernapasan
sehingga terjadi peningkatan tekanan transpulmoner dan inflasi alveoli optimal. Tekanan yang
diberikan ditingkatkan secara bertahap mulai dari 5 cm H2O sampai toleransi pasien dan penurunan
skor sesak serta frekuensi napas tercapai.

c. Bronkhodilator

Bronkhodilator mempengaruhi kontraksi otot polos, tetapi beberapa jenis bronkhodilator


mempunyai efek tidak langsung terhadap oedema dan inflamasi. Bronkhodilator merupakan terapi
utama untuk penyakit paru obstruksi, tetapi peningkatan resistensi jalan nafas juga banyak
ditemukan pada penyakit paru lainnya.

d. Agonis beta-adrenergik

Obat-obatan ini lebih efektif bila diberikan dalam bentuk inhalasi dibandingkan secara parenteral
atau oral.

e. Antikolinergik

Respon bronkhodilator terhadap antikolinergik tergantung pada derajat tonus parasimpatis intrinsik.

f. Kortikosteroid

Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan inflamasi jalan napas tidak diketahui secara pasti,
tetapi perubahan pada sifat dan jumlah sel inflamasi.

g. Fisioterapi dada dan nutrisi

Merupakan aspek penting yang perlu diintegrasikan dalam tatalaksana menyeluruh gagal nafas.

h. Pemantauan hemodinamik

Meliputi pengukuran rutin frekuensi denyut jantung, ritme jantung tekanan darah sistemik,
tekanan vena central, dan penentuan hemodinamik yang lebih invasif.

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian Data Dasar

a. Aktivitas/ Istirahat

Gejala:

Kekurangan energi/kelelahan, insomnia

b. Sirkulasi
Gejala:

Riwayat adanya bedah jantung jantung-paru, fenomena embolik (darah,udara,lemak)

Tanda:

Tekanan darah dapat normal atau meningkat pada awal (berlanjut menjadi hipoksia) ;hipotensi
terjadi pada tahap lanjut (syok) atau terdapat faktor pencetus seperti pada eklampsi. Frekuensi
jantung: takikardi biasanya ada. Bunyi jantung : normal pada tahap dini ; S3 mungkin terjadi.
Distritmia dapat terjadi , tetapi EKG sering normal. Kulit dan membran mukosa : Pucat, dingin.
Sianosis biasanya trjasi (tahap lanjut).

c. Integritas Ego

Gejala:

Ketakutan, ancaman perasaan takut

Tanda:

Gelisah, agitasi, gemetar, mudah terangsang, perubahan mental.

d. Makanan /Cairan

Gejala:

Kehilangan selera makan, mual .

Tanda:

Edema/ perubahan berat badan. Hilang / berkurangnya bunyi usus.

e. Neurosensori

Gejala/Tanda:

Adanya trauma kepala, mental lamban,disfungsi motorik

f. Pernapasan

Gejala:

Adanya aspirasi/tenggelam, inhalasi asap/gas, infeksi difus paru, timbulnya tiba-tiba atau bertahap,
kesulitan napas, lapar udara

Tanda:

Pernafasan : Cepat, mendengkur, dangkal

Peningkatan kerja napas : Penggunaan otot aksesori pernafasan, contoh retraksi interkostal atau
substernal, pelebaran nasal, memerlukan oksigen konsentrasi tinggi.

Bunyi napas : Pada awal normal, krekels, ronkhi, dan dapat terjadi bunyi napas bronkial.
Perkusi dada : Bunyi pekak di atas area konsolidasi

Ekspansi dada menurun atau tidak sama, peningkatan fremitus (getar vibrasi pada dinding dada
dengan palpitasi), sputum sedikit, berbusa, pucat atau sianosis, penurunan mental , bingung

g. Keamanan

Gejala:

Riwayat trauma ortopedik/fraktur,sepsis,tranfusi darah,episode anafilaktik

h. Seksualitas

Gejala/Tanda:

Kehamilan dengan adanya komplikasi eklampsia

i. Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala:

Makan/kelebihan dosis obat

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan gagal napas :

1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan akumulasisekret/ retensi sputum di jalan
napas dan hilangnya reflek batuk sekunder terhadap pemasangan ventilator.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan retensi sekret, proses weaning, setting
ventilator yang tidak tepat.

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, pengesetan ventilator yang tidak
tepat, peningkatan sekresi, obstruksi ETT

4. Sindroma defisit perawatan diri berhubungan dengan penggunaan ventilator

5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang ETT (Endo Tracheal
Tube)

6. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas miokard

7. Ansietas atau ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Keperawatan Rasional

1. Bersihan jalan napas tak Setelah dilakukan tindakan Mandiri


efektifberhubungan keperawatan selama 30
dengan akumulasisekret/ menitdiharapkan jalan napas a. Lakukan suctioning sesuai a. Mengeluarkan se
retensi sputum di jalan menjadi paten, dengan indikasi dengan prinsip 3A (atraumatic, nafas, seraya mencega
napas dan hilangnya kriteria hasil : asianotic, aseptic). mencegah hipoksia dan
reflek batuk sekunder b. Meningkatkan dra
terhadap pemasangan a. Pasien menyatakan
sesak berkurang semua segmen paru, m
ventilator. b. Ubah posisi pasien secara periodik
c. Ekspansi dada ter
b. Retensi sekret tidak ada c. Observasi penurunan ekspansi dengan akumulasi caira
dinding dada dan adanya peningkatan
c. Suara napas vesikuler lobus. Konsolidasi paru
fremitus. meningkatkan fremitus
d. Pada foto thoraks tak
tampak gambaran infiltrat d. Bunyi napas menu
d. Catat karakteristik bunyi napas trakeobronkial dan dip
atau obstruksi aliran ud
bukti konstruksi bronku
sehubungan dengan ed
batuk dan menunjukka
napas.

e. Karakteristik batu
penyebab/etiologi gaga
mungkin banyak, kenta

f. Mempertahankan
napas saat pasien men
sedasi, dan trauma ma
e. Catat karakteristik dan produksi
g. Mengevaluasi kee
sputum.

f. Pertahankan posisi tubuh/kepala


dengan tepat.

h. Kelembaban men
meningkatkan transpor
g. Observasi status respirasi :
frekuensi, kedalaman nafas, reguralitas,
adanya dipsneu
i. Pengobatan dibu
bronkodilatasi/ kelemb
untuk menghancurkan
Kolaborasi
j. Meningkatkan ve
h. Berikan oksigen yang lembab, membantu drainase se
cairanintravena yang adekuat sesuai
kemampuan pasien

i. Berikan terapi nebulizer dengan


obat mukolitik, bronkodilator sesuai
indikasi

j. Bantu dengan/berikan fisioterapi


dada, perkusi dada/vibrasi sesuai
indikasi.

2. Kerusakanpertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Mandiri : Rasional


berhubungan keperawatan selama
dengan retensi sekret, 2 x 24 jam, pasien akan a. Observasi status a. Takipnea adalah
proses weaning, setting memperlihatkan kemampuan pernafasan secara periodik : RR hipoksemia. Suara nafa
ventilator yang tidak pertukaran gas yang kembali (frekuensi nafas), suara nafas, adanya retensi sekret y
tepat. normal dengan kriteria hasil : keteraturan nafas, kedalaman nafas, pernafasan. Peningkata
penggunaan otot bantu nafas, ekspansi otot bantu nafas dapat
a. Hasil analisa gas darah dada dan kesimetrisan gerak dada. Ekspansi dada dan kesi
arteri (AGDA) normal: adanya ventilasi adeku

pH 7,35-7,45 b. Penurunan satura


b. Monitor tanda-tanda hipoksia. hemoglobin) terjadi se
PO2 80-100 Pantau SaO2 , pantau adanya organ hangat contoh
kemungkinan pasien tampak sesak, paling indikatif dari hip
PCO2 35-45 sianosis.
kuku/ ekstremitas sehu
HCO3 22-26
c. Hipoksemia dapa
BE -2 sampai +2 pada miokardium,men
berbagai distritmia.
b. Penggunaan otot bantu
napas (-) c. Pantau HR / denyut nadi. Catat d. Dapat menunjukk
kemungkinan perubahan irama jantung otak, hipoksemia dan/a
c. RR : 12 - 20 x/menit
d. Observasi tingkat kesadaran
d.HR : 60 100 x/menit, irama pasien. Adakah apatis, gelisah, bingung,
reguler somnolen e. Mengevaluasi kem
terhadap perubahan se
e. SaO2 : 95 - 100% e. Cek AGDA setiap 10 30 menit
f. Suara nafas bersih setelah perubahan setting ventilator

f. Monitor hasil AGDA selama f. Untuk mengetahu


g. Pasien tampak sesak (-), terkait proses weaning
sianosis (-) periode penyapihan / weaning
ventilator
h. Penurunan kesadaran (-)
Kolaborasi :

g. Berikan obat sesuai indikasi. g. Pengobatan untuk


Contoh steroid, antibiotik, mencegah berlanjutnya
bronkodilator, ekspentoran. hipoksemia. Steroid me
inflamasi dan meningk
Bronkodilator/ekspekto
napas. Antibiotik dapat
paru/sepsis untuk men

3. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan intervensi Mandiri Rasional


nafas berhubungan keperawatan selama 1x8
dengan kelelahan, jam, klien akan a. Lakukan pemeriksaan ventilator tiap a. Menjamin ventilato
pengesetan ventilator mempertahankan pola nafas 1-2 jam. Monitor slang/cubbing setting yang diharapka
ventilator dari terlepas, terlipat, bocor
yang tidak tepat, yang efektifdengan kriteria
peningkatan sekresi, hasil : atau tersumbat.Evaluasi tekanan atau
obstruksi ETT kebocoran balon cuff.Amankan slang
1. Nafas sesuai dengan irama ETT dengan fiksasi yang baik
ventilator
b. Evaluasi semua alarm dan tentukan
2. Ekspansi dada simetris penyebabnya

3. RR : 12 20 x/menit c. Pertahankan alat resusitasi manual


4. Volume nafas adekuat (bag & mask) pada posisi tempat tidur
sepanjang waktu
5. Alarm tidak berbunyi b. Alarm merupakan
d. Monitor suara nafas dan ventilator
pergerakan dada
c. Mengantisipasi kem
efektif

e. Observasi RR dan bandingkan irama d. Ventilator dengan p


nafas pasien dengan irama ventilator mungkin dapat diketah
tidak simetris, suara na
f. Berikan penjelasan pada pasien agar
kedua paru
tidak melawan irama ventilator
e. Nafas yang tidak se
Kolaborasi ventilator dapat menye
g. Kolaborasi pemberian sedatif dan dan meningkatkan resi
analgesik f. Agar pasien koope
nafas oleh ventilator

g. Sedatif akan menu


ventilator. Analgesik m
ventilator

4. Sindroma defisit Selama menjalani proses Mandiri Rasional


perawatan diri perawatan, kebutuhan ADL
berhubungan dengan (activity daily living) a. Bantu ADL pasien : mandi, oral a. Memenuhi kebutu
terpenuhi, dengan kriteria hygiene, toileting, berpakaian, makan, mengurangi konsumsi
penggunaan ventilator
hasil : minum, perubahan posisi

Semua anggota badan pasien b. Berikan rangsangan pada pasien agar


pasien mampu melakukan tindakan b. Mengetahui kemam
tampak bersih, daki (-), sekret memenuhi kebutuhan
(-) minimal untuk dirinya

c. Libatkan pasien dalam perubahan


posisi dan pemenuhan ADL sesuai c. Pasien ikut bertang
kemampuan pasien dirinya dan untuk mera
Kolaborasi pasien dalam memenu

d. Kolaborasi dengan tim rehabilitasi


dalam memberikan tindakan fisioterapi d. Mencegah kontrakt
jaringan perifer dan me
dekubitus

5. Gangguan komunikasi Setelah dilakukan tindakan M andiri Rasional


verbal berhubungan keperawatan selama 1x8 jam,
dengan pemasangan pasien mampu berkomunikasi a. Ajarkan pada pasien untuk a. Sebagai sarana alte
selang ETT (Endo secara efektif, dengan kriteria menggunakan alat komunikasi alternatif, mengutarakan keingina
Tracheal Tube) hasil: contoh tulisan, gambar, gesture bisa mengurangi kecem

a. Pasien mampu b. Gunakan kalimat tanya yang


menggunakan alat komunikasi membutuhkan jawaban tertutup
(ya/tidak) saat berkomunikasi dengan b. Memudahkan bagi
alternatif lugas dan dapat mengu
pasien
b. Pasien menyatakan mampu berkomunikasi
mengutarakan c. Klarifikasi setiap tulisan / pernyataan
maksud/keinginannya pasien menggunakan pertanyaan
tertutup c. Memastikan bahwa
dengan benar sesuai m

6. Resiko penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Mandiri


jantung berhubungan keperawatan selama 3x24 jam
dengan penurunan diharapkan tidak terjadi a. Observasi suara paru dan jantung a. Suara s3, s4, bising
kontraktilitas miokard penurunan curah jantung, menunjukkan kelainan
dengan kriteria hasil : b. Perfusi otak dapat
b. Kaji status kesadaran, adanya jantung
a. Kesadaran kekacauan dan disorientasi
komposmentis c. Takikardi mungkin
c. Observasi hemodinamik: nadi, TD,
b. Tekanan darah :80/60 Respon kardial juga bis
CVP hipotensi / hipertensi
sampai dengan 120/90 mmHg
d. Sirkulasi perifer tur
c. HR : 60-100 x/menit
d. Catat kualitas nadi perifer, capillary terjadi sianosis
d. Capilary Refill Time refill, suhu dan warna kulit
<3 detik
e. Observasi irama EKG e. Irama EKG mengga
e. Tidak ada tanda-tanda
syock

f. SaO2 95-100% f. Hitung balance cairan dan berat


f. Overload cairan me
badan harian
g. Produksi urin 0,5 1
cc/kgBB/jam g. Monitor efektivitas terapi oksigen
g. Pemberian terapi o
h. CVP 3-8 cmH2O atau 2-6 kerja jantung
mmHg
h. Berikan posisi semifowler
h. meningkatkan eksp
i. Monitor pola dan jumlah i. Menurunnya kons
tidur/istirahat
beban kerja otot jantun

j. Perhatikan efek samping pemberian j. Inotropik dapat m


obat inotropik sehingga akan memper

k. Memungkinkan pe
jantung dan resusitasi
k. Siapkan peralatan dan obat-obat
emergency yang mudah dijangkau

Kolaborasi l. mengurangi beban

l. Berikan obat-obatan nitrat, glikosida,


vasodilator, diuretic, dan antihipertensi
sesuai program

m. Kolaborasi obat-obat laxative m. Obat laxative dapat


vagal yang dapat mem

n. Membantu menila
jantung

n. Kolaborasi pemeriksaan EKG,


dan enzim jantung
o. Meningkatkan kerj
Penkes program keperawatan.
stimulasi vagal, menuru
o. Anjurkan untuk tidak mengejan saat mungkin diikuti dengan
BAB maupun BAK cardiac output.

p. Meningkatkan kerj
perawatan. Gaya hidup
kehidupan

p. Jelaskan pentingnya mengubah gaya


hidup (menghindari merokok, diit
rendah kolesterol, olahraga)

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan ialah tindakan pemberian asuhan keperawatan yang dilaksanakan untuk
membantu mencapai tujuan pada rencana keperawatan yang telah disusun. Prinsip dalam
memberikan tindakan keperawatan menggunakan komunikasi terapeutik serta penjelasan setiap
tindakan yang diberikan kepada klien. Selain itu, juga berprinsip melakukan tindakan keperawatan
yang telah dituliskan dalam rencana keperawatan dan menuliskan setiap tindakan keperawatan yang
telah dilakukan.

Tindakan keperawatan yang dilakukan dapat berupa tindakan keperawatan secara independent,
dependent, dan interdependent. Tindakan independen yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh
perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Tindakan dependen
ialah tindakan yang berhubungan dengan tindakan medis atau dengan perintah dokter atau tenaga
kesehat lain. Tindakan interdependen ialah tindakan keperawatan yang memerlukan kerjasama
dengan tenaga kesehatan lain seperti ahli gizi, radiologi,fisioterapi dan lain-lain.

Dalam melakukan tindakan pada pasien dengan gagal napas perlu diperhatikan ialah penanganan
terhadap tidak efektifnya bersihan jalan napas, gangguan pertukaran gas, pola napas tidak efektif,
kondisi aktual atau resiko penurunan curah jantung, adanya ansietas/ketakutan.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan yang dapat digunakan sebagai alat ukur
kerberhasilan suatu asuhan keperawatan yang dibuat. Evaluasi berguna untuk menilai setiap langkah
dalam perencanaan, mengukur kemajuan klien dalam mencapai tujuan akhir dan untuk
mengevaluasi reaksi dalam menentukan keefektifan rencana atau perubahan dalam membantu
asuhan keperawatan. Evaluasi keperawatan ada 2 macam, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif dilakukan sesaat setelah memberikan implementasi keperawatan untuk
menilai keberhasilan terapi dalam jangka pendek. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan untuk
menilai keberhasilan terapi dalam jangka panjang.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2012). Asuhan Keperawatan Gagal Napas. www.ilmukeperawatan.com. Diaksestanggal


18 Januari 2012.

Anonim. (2011). The 2009-2011 Nursing Diagnoses Organized According to a Nursing Focus by
Doenges/Moorhouse Diagnostic Divisions. http://keperawatan .net. Diakses tanggal 20 Januari 2012.
Anonim. (2012). Gagal Nafas dan Oedema Paru. http://www.scribd.com/doc/3510727/html. Diakses
tanggal 18 Januari 2012.

Brunner and Suddart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Jakarta : EGC.

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC: Jakarta.

Palilingan, JF. (2012). Gagal Nafas .http://perawatgawatdarurat.blogspot.com/2008/09/gagal-


napas.html. Diakses tanggal 18 Januari 2012.

Sadguna, Dwija. (2011). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pasien Gagal


Nafas.http://www.scribd.com. Diakses tanggal 18 Januari 2012.

Sherwood, Lauralee. (2011). Fisiologi Manusia (Dari Sel ke Sistem ). Edisi ke-6. Jakarta: EGC.

Ulfah, Anna, dkk. (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta : Bidang Pendidikan dan
Pelatihan Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL
NAFAS

I. PENGERTIAN
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan
oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang
adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997)

Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran


oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan pada
kehidupan (RS Jantung Harapan Kita, 2001)

Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-
paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida
dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg
(Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg
(hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)

II. PATOFISIOLOGI
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik
dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas akut adalah
gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun
fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi
pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan
penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi
terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas
akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur
paru alami kerusakan yang ireversibel.

Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan
memberi bantuan ventilator karena kerja pernafasan menjadi tinggi sehingga timbul
kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).

Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuatdimana terjadi
obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di
bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera
kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai
kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan
dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak
adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang dikeluarkanatau
dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-
paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.

III. ETIOLOGI
Depresi Sistem saraf pusat

Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang
menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga
pernafasan lambat dan dangkal.

Kelainan neurologis primer

Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan
menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke
reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla
spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada
pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.

Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks

Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru.


Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau
trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.

Trauma

Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan
yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan
mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan.
Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin
meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas.
Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar

Penyakit akut paru

Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia
diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat
asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa
kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.

IV. TANDA DAN GEJALA


Tanda

Gagal nafas total

an udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.


Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak ada
pengembangan dada pada inspirasi

Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan

Gagal nafas parsial

Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing.

Ada retraksi dada

Gejala

Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)

Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemerikasan gas-gas darah arteri

Hipoksemia

Ringan : PaO2 < 80 mmHg

Sedang : PaO2 < 60 mmHg

Berat : PaO2 < 40 mmHg

Pemeriksaan rontgen dada

Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui

Hemodinamik

Tipe I : peningkatan PCWP

EKG

Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan

Disritmia

VI. PENGKAJIAN
Pengkajian Primer

1. Airway

Peningkatan sekresi pernapasan


Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi

2. Breathing

Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.

Menggunakan otot aksesori pernapasan

Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis

3. Circulation

Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia

Sakit kepala

Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk

Papiledema

Penurunan haluaran urine

VII. PENTALAKSANAAN MEDIS


Terapi oksigen

Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong

Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP

Inhalasi nebuliser

Fisioterapi dada

Pemantauan hemodinamik/jantung

Pengobatan

Brokodilator

Steroid

Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan

VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pola


pernapasan yang efektif
Kriteria Hasil :

Pasien menunjukkan

Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal

Adanya penurunan dispneu

Gas-gas darah dalam batas normal

Intervensi :

Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola pernapasan.

Kaji tanda vital dan tingkat kesasdaran setaiap jam dan prn

Monitor pemberian trakeostomi bila PaCo2 50 mmHg atau PaO2< 60 mmHg

Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan humidifier sesuai dengan pesanan

Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan kenaikan PaCO2
atau kecendurungan penurunan PaO2

Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam

Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30 sampai 45 derajat
untuk mengoptimalkan pernapasan

Berikan dorongan utnuk batuk dan napas dalam, bantu pasien untuk mebebat dada
selama batuk

Instruksikan pasien untuk melakukan pernapasan diagpragma atau bibir

Berikan bantuan ventilasi mekanik bila PaCO > 60 mmHg. PaO2 dan PCO2 meningkat
dengan frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan pada 60 mmHg atau
lebih, atau pasien memperlihatkan keletihan atau depresi mental atau sekresi menjadi
sulit untuk diatasi.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder


terhadap hipoventilasi

Tujuan :

Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran gas


yang adekuat

Kriteria Hasil :

Pasien mampu menunjukkan :


Bunyi paru bersih

Warna kulit normal

Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan

Intervensi :

Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia

Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan perubahan
tinmgkat kesadaran pada dokter.

Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam
PaCO2 atau penurunan dalam PaO2

Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau
PEEP.

Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam

Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau


penyimpangan

Pantau irama jantung

Berikan cairan parenteral sesuai pesanan

Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.

Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.

3. Kelebihan volume cairan b.d. edema pulmo

Tujuan :

Setelah diberikan tindakan perawatan pasien tidak terjadi kelebihan volume cairan

Kriteria Hasil :

Pasien mampu menunjukkan:

TTV normal

Balance cairan dalam batas normal

Tidak terjadi edema

Intervensi :

Timbang BB tiap hari


Monitor input dan output pasien tiap 1 jam

Kaji tanda dan gejala penurunan curah jantung

Kaji tanda-tanda kelebihan volume : edema, BB , CVP

Monitor parameter hemodinamik

Kolaburasi untuk pemberian cairandan elektrolit

4. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan curah jantung

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu mempertahankan perfusi


jaringan.

Kriteria Hasil :

Pasien mampu menunjukkan

Status hemodinamik dalam bata normal

TTV normal

Intervensi :

Kaji tingkat kesadaran

Kaji penurunan perfusi jaringan

Kaji status hemodinamik

Kaji irama EKG

Kaji sistem gastrointestinal

Anda mungkin juga menyukai