Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HANGING

Disusun Oleh :
Marliati Hertina Ginting
Diah Anggraini

Dokter Pembimbing :
dr. REINHARD J.D HUTAHAEAN, SH, Sp.F

INSTALASI JENAZAH DAN KEDOKTERAN FORENSIK


RSUD Dr. DJASAMEN SARAGIH
PEMATANG SIANTAR
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
kasih-Nya sehingga penulis menyelesaikan penulisan makalah ini. Adapun tujuan
penulis makalah forensik yang berjudul HANGING ini adalah untuk
memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Departemen Kedokteran
Forensik dan Medikolegal FK. UMI RSUD DR. DJASAMEN SARAGIH
PEMATANG SIANTAR.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pembimbing kami
dr. REINHARD J.D HUTAHAEAN, SH, SpF yang telah banyak membantu
memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Pematangsiantar, Mei 2017

Penulis

i
ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii

A. PENDAHULUAN......................................................................................... 1
B. DEFINISI HANGING................................................................................... 1
C. PENYEBAB KEMATIAN PENGGANTUNGAN....................................... 2
D. PEMBAGIAN HANGING............................................................................ 3
E. SIMPUL DAN POSISI.................................................................................. 3
F. PERIODE FATAL.......................................................................................... 4
G. GEJALA/SYMPTOM.................................................................................... 4
H. PENATALAKSANAAN................................................................................ 5
I. GAMBARAN POST MORTEM................................................................... 5
J. ASPEK MEDIKOLEGAL............................................................................. 7
K. PERBEDAAN PENGGANTUNGAN ANTE-MORTEM DAN
POST-MORTEM........................................................................................... 8
L. PERBEDAAN PENGGANTUNGAN BUNUH DIRI DAN
PEMBUNUHAN........................................................................................... 9

KESIMPULAN.................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 12

iii
HANGING

A. Pendahuluan
Salah satu cara bunuh diri yang populer dari zaman dulu hingga sekarang
dengan cara menjerat leher dengan tali dan menggantungkannya ke satu objek.
Begitu pula salah satu cara sederhana menghukum orang sampai mati adalah
dengan cara hukum gantung.
Kematian karena penggantungan pada umumnya bunuh diri, pembunuhan
dengan cara menggantung atau menggantung mayat untuk membuat keadaan
seakan-akan korban gantung diri jarang dijumpai. Tindakan bunuh diri dengan
cara ini sering dilakukan karena dapat dilakukan dimana dan kapan saja dengan
seutas tali, kain, dasi atau bahan apa saja yang dapat melilit leher.
Penggantungan/mati gantung (hanging) adalah suatu keadaan dimana terjadi
konstriksi dari leher oleh alat penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh
atau sebagian. Dengan demikian berarti alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan
berat badan sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi pada leher. Keadaan tersebut
berbeda dengan penjeratan, dimana yang aktif (kekuatan yang menyebabkan
konstriksi leher) adalah terletak pada alat penjeratnya.
Sampai sekarang masih sering diperlukan bantuan dokter umum untuk
memeriksa orang yang didapati mati dalam keadaan tergantung. Masalahnya
adalah apakah orang tersebut tergantung karena perbuatannya sendiri (bunuh diri)
atau dibunuh dengan cara menggantung korban atau apakah tidak mungkin korban
digantung sesudah dimatikan untuk menghilangkan jejak pembunuhan. Itulah
urusan utama dokter untuk menjelaskan kepada penyidik dan kalangan pengadilan
mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan korban mati tergantung.

B. Definisi
Hanging adalah suatu bentuk kematian oleh karena asfiksia, akibat
terhalangnya udara masuk ke dalam paru-paru, disebabkan pengikatan pada leher
dan tenaga konstriksi dari tali oleh karena pengaruh dari berat badan sendiri.

1
C. Penyebab Kematian
1. Asfiksia
Kebanyakan kematian pada kasus hanging sebenarnya disebabkan oleh
asfiksia. Mekanisme terjadinya asfiksia :
a) Bila pengikatan di atas kartilago thyroid maka basis lidah akan ditolak ke
atas dan ke belakang terhadap posterior faring, hingga tractus respiratorius
tertutup dan akhirnya terjadi asfiksia.
b) Bila pengikatan di bawah kartilago thyroid maka secara langsung akan
menekan laring dan menimbulkan tanda-tanda asfiksia yang lebih jelas.
c) Konstriksi umum dari jaringan akan menimbulkan penutupan komplit atau
partial dari pembuluh darah besar di leher (arteri carotis communis) dan ini
akan menimbulkan anemia pada otak dan tekanan pada nervus laringeus
hingga akan menimbulkan syok.
2. Venous congestion/Apopleksia
Hal ini disebabkan karena penekanan pada vena jugularis secara sempurna
akibat lilitan tali pada leher sehingga terjadi pembendungan vena di otak
hingga menyebabkan perdarahan di otak.
3. Kombinasi dari asfiksia dan vena congestion (kongesti vena)
Keadaan ini diduga sebagai penyebab kematian yang paling sering, oleh karena
saluran nafas tidak seluruhnya tertutup.
4. Iskemia otak (anoksia) akibat gangguan sirkulasi
Tertekannya arteri carotis dan arteri vertebralis ke otak yang menyebabkan
terhentinya aliran darah otak.
5. Syok/sinkop (syok vagal)
Terjadi akibat penekanan pada nervus vagus dan sinus caroticus yang
menyebabkan vaso inhibisi, sehingga terjadi cardiac arrest (jantung berhenti
berdenyut).
6. Fraktur atau dislokasi vertebra servikalis
Pada kasus judicial hanging, hentakan yang tiba-tiba pada ketinggian 5-7 kaki,
dengan beban berat badan dapat menyebabkan fraktur atau dislokasi dari
vertebra servikalis bagian atas yang menekan atau merobek spinal cord hingga
menyebabkan kematian yang tiba-tiba.

2
D. Pembagian Hanging
1. Berdasarkan letak simpul/titik gantung, terbagi :
a) Typical Hanging
Merupakan penggantungan tubuh dimana titik gantung (simpul tali) berada
tepat di atas pertengahan tulang occiput (belakang leher), jeratan berjalan
simetris disamping leher dan di bagian depan leher di atas jakun. Dalam
situasi seperti ini kemungkinan penekanan arteri karotis di daerah leher
maksimum dan adanya penekanan pada saluran nafas.
b) Atypical Hanging
Merupakan semua penggantungan tubuh dengan titik gantung (simpul tali)
berada di semua tempat selain daripada di tengah occiput.
2. Berdasarkan sempurna atau tidaknya penggantungan
a) Complete Hanging/penggantungan sempurna, artinya seluruh tubuh
menggantung sempurna.
b) Partial Hanging/penggantungan tidak sempurna, artinya hanya sebagian
tubuh tergantung atau tubuh tergantung dengan posisi duduk, berlutut,
tersandar atau telungkup.
3. Berdasarkan motif dari penggantungan
a) Suicidal Hanging (Gantung diri)
b) Accidental Hanging
c) Homicidal Hanging

E. Simpul dan Posisinya


Ada 2 jenis simpul yaitu simpul hidup(running noose) dan simpul mati (satu
atau lebih). Pemeriksaan jenis dan panjang bahan yang dipakai, serta jenis simpul
dapat membantu menentukan cara kematian. Pada waktu membebas lilitan dari
leher korban, tidak boleh membuka simpul, tetapi lilitan dipotong di luar simpul,
karena bentuk simpul bisa membantu penentuan kematian secara medikolegal.
Simpul biasanya pada sisi kanan atau sisi kiri dari leher. Simpul pada
pinggir luar dari maxilla dan mastoideus.
80% kasus bekas talinya dijumpai di atas cartilage thyroid
15% kasus bekas talinya dijumpai pada level dari cartilago thyroid

3
5% kasus bekas talinya dijumpai di bawah cartilago thyroid
Tempat daripada pengikatan tali di leher, dapat mempengaruhi jumlah dan
onset dari gejala-gejala asfiksia yang timbul. Bila pengikatan di atas cartilago
cricoid, gejala asfiksia akan timbul dalam beberapa detik, dan bila pengikatan
pada laring atau di atas tulang hyoid, gejala asfiksia akan timbul dalam 1-2 menit.

F. Periode Fatal (Fatal Period)


Kematian timbul segera sesudah tergantung jika vertebra servikalis
mengalami fraktur yang mengakibatkan perdarahan di medula oblongata. Sering
didapati jantung masih berdenyut untuk beberapa saat kemudian. Bila kematian
karena penutupan arteri juga berlangsung cepat karena iskemi otak, sedangkan
kematian berlangsung lebih lambat pada penyumbatan vena. Bila yang tersumbat
adalah saluran pernafasan, maka kematian bisa berlangsung di bawah 5 menit.
Kematian akan timbul sesudah 8-10 menit bila hanya sebagian dari saluran napas
yang tersumbat.
Pada pelaksanaan hukuman gantung, kematian terjadi dengan seketika. Pada
kasus gantung diri, kematian tidak langsung terjadi dan sedikit memakan waktu,
pada penggantungan parsial, kematian terjadi dalam waktu 5-10 menit.

G. Gejala/Symptom
1. Pertama-tama dijumpai kehilangan kemampuan pada sensasi subjektif,
kemudian diikuti oleh :
2. Kehilangan tenaga (loose of power)
3. Halusinasi penglihatan, seperti melihat cahaya
4. Halusinasi pendengaran seperti ada suara ribut-ribut di telinga
5. Kehilangan kesadaran
6. Keadaan tersebut diikuti dengan berhentinya fungsi jantung dan pernapasan.
Oleh karena itu kematian dengan cara hanging dapat digolongkan salah satu
cara kematian yang berlangsung cepat dan tanpa rasa sakit.
Pada kasus judical hanging (hukuman gantung), setelah belitan tali
terpasang di leher, terhukum dijatuhkan dari ketinggian 1,5-2 meter. Kematian
terjadi sangat cepat oleh karena patah atau dislokasi vertebra servikalis no. 3 dan 4

4
dan robekan sumsum tulang belakang/batang otak, bagian yang sangat vital dari
tubuh. Gerakan konvulsi dari tubuh terlihat sebagai anoksia, respirasi berhenti
sedang jantung berdenyut terus kira-kira 10-15 menit.

H. Penatalaksanaan
1. Korban diturunkan
2. Ikatan pada leher dipotong dan jeratan dilonggarkan/dilepaskan
3. Berikan bantuan pernapasan untuk waktu yang cukup lama
4. Lidah ditarik keluar, lubang hidung dan mulut dibersihkan jika banyak
mengandung sekresi cairan
5. Berikan oksigen, lebih baik lagi kalau disertai CO2 5%
6. Jika tubuh korban dingin hangatkan
7. Jika korban mengalami kegagalan jantung kongestif, pertolongan melalui vena
seksi mungkin akan membantu untuk mengatasi kegagalan jantung tersebut.
8. Awasi pasien 12-20 jam karena gejala relaps bisa terjadi.
Dapat timbul efek sekunder dari kasus hanging pada orang yang sudah sembuh,
misalnya :
a) Hemiplegi
b) Amnesia
c) Demensia
d) Cervical
e) Sellulitis
f) Convulsi epileptiform, dan lain-lain.

I. Gambaran Post Mortem


1. Pemeriksaan Luar
a) Tanda penjeratan pada leher
Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil
dibandingkan jika menggunakan tali besar.
Bentuk jeratannya berjalan miring (oblik) pada bagian depan leher,
dimulai pada leher bagian atas di antara kartilago tiroid dengan dagu, lalu

5
berjalan miring sejajar dengan garis rahang bawah menuju belakang
telinga. Tanda ini semakin tidak jelas pada bagian belakang.
Tanda penjeratan tersebut bewarna coklat gelap dan kulit tampak keras
dan berkilat. Pada perabaan kulit terasa seperti perabaan kertas
perkamen, disebut parchmentisasi.
Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit di bagian bawah
telinga, tampak daerah segitiga pada kulit di bawah telinga.
Pinggirannya berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasi di
sekitarnya.
Jumlah dan tanda penjeratan kadang-kadang pada leher terlihat 2 buah
atau lebih bekas penjeratan. Hal ini menunjukkan bahwa tali dijeratkan
ke leher sebanyak 2 kali.
b) Kedalaman dari bekas penjeratan menunjukkan lamanya tubuh tergantung.
c) Jika korban lama tergantung, ukuran leher menjadi semakin panjang.
d) Tanda-tanda asfiksia. Mata menonjol keluar, perdarahan berupa petekia
tampak pada wajah dan sub konjungtiva. Lidah menjulur menunjukkan
adanya penekanan pada bagian leher.
e) Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan tempat
simpul tali. Keadaan ini merupakan tanda pasti penggantungan ante morten.
f) Lebam mayat paling sering terlihat pada tungkai.
g) Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam.
h) Urin dan feses bisa keluar.

2. Pemeriksaan Dalam
Cara insisi yang biasa digunakan adalah I shape incision yaitu incisi yang
dimulai dari bawah dagu sampai symphisis pubis dengan membelokkan pisau ke
kiri setentang pusat.
a) Jaringan yang berada di bawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan
seperti perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung
cukup lama pada jaringan di bawahnya mungkin tidak terdapat cedera lain.

6
b) Platisma atau otot lain disekitarnya mungkin memar atau ruptur pada beberapa
keadaan. Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus penggantungan
yang disertai dengan tindakan kekerasan.
c) Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi atau
ruptur. Resapan darah hanya terjadi di dalam dinding pembuluh darah.
d) Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada
penggantungan yang korbannya dijatuhkan dengan tali penggantung yang
panjang dimana tulang hyoid mengalami benturan dengan tulang vertebra.
Adanya efusi darah di sekitar fraktur menunjukkan bahwa penggantungannya
ante mortem.
e) Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi.
f) Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi
pada korban hukuman gantung.
g) Paru-paru congestive, oedematous, vena cava penuh dengan darah yang gelap.
h) Jantung kiri kosong.

J. Aspek Medikolegal
1. Apakah kematian disebabkan oleh penggantungan? Pertanyaan ini sering
diajukan kepada dokter pemeriksa dalam persidangan. Hal ini dapat
diperkirakan melalui pemeriksaan seperti di bawah ini :
a) Dengan teliti memeriksa jejas jeratan, baik pada pemeriksaan luar maupun
pemeriksaan dalam.
b) Adanya air liur yang mengalir dari sudut bibir.
c) Tanda-tanda asfiksia post mortem, seperti penonjolan bola mata, lidah dan
perdarahan berupa petekia pada wajah.
2. Apakah penggantungan tersebut merupakan bunuh diri, pembunuhan atau
kecelakaan? Biasanya faktor di bawah ini dapat dijadikan bahan pertimbangan.
a) Penggantungan biasanya merupakan tindakan bunuh diri, kecuali dibuktikan
lain. Usia tidak menjadi masalah untuk melakukan bunuh diri dengan cara
ini. Pernah ada laporan kasus dimana seorang anak berusia 12 tahun bunuh
diri dengan penggantungan.

7
Kecelakaan yang menyebabkan penggantungan jarang terjadi kecuali pada
anak-anak berusia 12 tahun.
b) Cara terjadinya penggantungan
c) Bukti-bukti tidak langsung di tempat kejadian
d) Tanda berupa jejas penjeratan
e) Tanda-tanda kekerasan atau perlawanan

Perbedaan Penggantungan Ante-Mortem dan Post-Mortem


Penggantungan Ante-Mortem Penggantungan Post-Mortem
1. Tanda-tanda penggantungan ante- Tanda-tanda post-mortem menunjukkan
mortem bervariasi, tergantung dari kematian yang bukan disebabkan
cara kematian korban. penggantungan.
2. Tanda jejas jeratan miring, berupa Tanda-tanda jejas jeratan biasanya
lingkaran terputus (non-continous) berbentuk lingkaran utuh (continous),
dan letaknya pada leher bagian atas. agak sirktiler dan letaknya pada bagian
leher tidak begitu tinggi.
3. Simpul tali biasanya tunggal, Simpul tali biasanya lebih dari satu,
terdapat pada sisi leher diikatkan dengan kuat dan diletakkan
pada bagian depan leher.
4. Ekimosis tampak jelas pada salah Ekimosis pada salah satu sisi jejas
satu sisi dari jejas penjeratan. Lebam penjeratan tidak ada atau tidak jelas.
mayat tampak di atas jejas jerat dan Lebam mayat terdapat pada bagian
pada tungkai. tubuh yang menggantung sesuai dengan
posisi mayat setelah meninggal.
5. Pada kulit di tempat jejas jeratan Tanda parchmentisasi tidak ada atau
teraba seperti perabaan kertas tidak begitu jelas.
perkamen, yaitu tanda
parchmentisasi.
6. Sianosis pada wajah, bibir, telinga, Sianosis pada bagian wajah, bibir,
dan lain-lain sangat jelas terlihat telinga, dan lain-lain tergantung dari
terutama jika kematian karena penyebab kematian.
asfiksia.
7. Wajah membengkak dan mata Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak
mengalami kongesti dan agak terdapat, kecuali jika penyebab
menonjol, disertai dengan gambaran kematian adalah pencekikan
pembuluh darah vena yang jelas (strangulasi) atau sufokasi.
pada bagian kening dan dahi.
8. Lidah bisa terjulur atau tidak sama Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus
sekali. kematian akibat pencekikan.
9. Penis. Ereksi penis disertai dengan Penis. Ereksi penis dan cairan sperma
keluarnya cairan sperma sering tidak ada. Pengeluaran feses juga tidak
terjadi pada korban pria. Demikian ada.
juga sering ditemukan keluarnya
feses.

8
10. Air liur ditemukan menetes dari Air liur tidak ditemukan yang menetes
sudut mulut, dengan arah vertikal pada kasus selain kasus penggantungan.
menuju dada. Hal ini merupakan
pertanda pasti penggantungan ante-
mortem.

Perbedaan Penggantungan Bunuh Diri dan Pembunuhan


Penggantungan pada Bunuh Diri Penggantungan pada Pembunuhan
1. Usia. Gantung diri lebih sering Tidak mengenal batas usia, karena
terjadi pada remaja dan orang tindakan pembunuhan dilakukan oleh
dewasa. Anak-anak di bawah umur musuh atau lawan dari korban dan tidak
10 tahun atau orang dewasa di atas tergantung pada usia.
usia 59 tahun jarang ditemukan
bunuh diri.
2. Tanda jejas jeratan, bentuknya Tanda jejas jeratan berupa lingkaran
miring, berupa lingkaran terputus tidak terputus, mendatar letaknya di
(non-continous) dan terletak pada bagian tengah leher.
bagian atas leher.
3. Simpul tali, biasanya hanya satu Simpul tali biasanya lebih dari satu
simpul yang letaknya pada bagian pada bagian depan leher dan simpul tali
samping leher. tersebut terikat kuat.
4. Riwayat korban. Biasanya korban Sebelumnya korban tidak mempunyai
mempunyai riwayat untuk mencoba riwayat untuk bunuh diri.
bunuh diri dengan cara lain.
5. Cedera. Luka-luka pada tubuh Cedera berupa luka-luka pada tubuh
korban yang bisa menyebabkan korban biasanya mengarah kepada
kematian mendadak tidak ditemukan pembunuhan.
pada kasus bunuh diri.
6. Racun. Ditemukan racun dalam Terdapatnya racun berupa asam opium
lambung korban, misalnya arsen, hidrosianat atau kalium sianida tidak
sublimat, korosif, dan lain-lain. sesuai dengan kasus pembunuhan,
Tidak bertentangan dengan kasus karena untuk hal ini perlu waktu dan
bunuh diri. Rasa nyeri yang kemauan dari korban itu sendiri.
disebabkan racun tersebut mungkin Dengan demikian maka kasus
mendorong korban untuk melakukan penggantungan tersebut adalah karena
gantung diri. bunuh diri.
7. Tangan tidak dalam keadaan terikat, Tangan yang dalam keadaan terikat
karena sulit untuk gantng diri dalam mengarahkan dugaan pada kasus
keadaan tangan terikat. pembunuhan.
8. Kemudahan. Pada kasus bunuh diri, Pada kasus pembunuhan, mayat
mayat biasanya ditemukan ditemukan tergantung pada tempat yang
tergantung pada tempat yang mudah sulit dicapai oleh korban dan alat yang
dicapai oleh korban atau sekitarnya digunakan untuk mencapai tempat
ditemukan alat yang digunakan tersebut tidak ditemukan.
untuk mencapai tempat tersebut.

9
9. Tempat kejadian. Jika kejadian Tempat kejadian. Bila sebaiknya pada
berlangsung di dalam kamar, dimana ruangan ditemukan terkunci dari luar,
pintu, jendela, ditemukan dalam maka penggantungan adalah kasus
keadaan tertutup dan terkunci dari pembunuhan.
dalam, maka pasti kasusnya
merupakan bunuh diri.
10. Tanda-tanda perlawanan, tidak Tanda-tanda perlawanan hampir selalu
ditemukan pada kasus gantung diri. ada kecuali korban sedang tidur, tidak
sadar atau masih anak-anak.

10
KESIMPULAN
1. Hanging adalah suatu bentuk kematian oleh karena asfiksia, akibat
terhalangnya udara masuk ke dalam paru-paru, disebabkan pengikatan pada
leher dan tenaga konstriksi dari tali oleh karena pengaruh dari berat badan
sendiri.
2. Hanging adalah suatu bentuk kematian oleh karena asfiksia, akibat
terhalangnya udara masuk ke dalam paru-paru, disebabkan pengikatan pada
leher dan tenaga konstriksi dari tali oleh karena pengaruh dari berat badan
sendiri.
3. Ada 4 penyebab kematian pada penggantungan, yaitu: 1. Asfiksia, 2.
Iskemia otak akibat gangguan sirkulasi, 3. Vagal reflex, 4. Kerusakan
medulla oblongata atau medulla spinalis.
4. Tanda-tanda asfiksia/mati lemas yaitu bintik-bintik perdarahan pada mata,
muka dapat dilihat. Jika korban lama dalam keadaan tergantung lebam
mayat pada ujung-ujung anggota gerak akan tampak. Muka korban tampak
sembab, lebih gelap, mata dapat menonjol keluar demikian pula halnya
dengan lidah.
5. Ada beberapa perbedaan antara penggantungan antemortem dan
postmortem. Salah satu contoh adalah tanda jejas jeratan miring, berupa
lingkaran terputus (non-continuous) dan letaknya pada leher bagian atas
merupakan penggantungan antemortem, sedangkan tanda jejas jeratan
berbentuk lingkaran utuh (continuous), agak sirkuler dan letaknya pada
bagian leher tidak begitu tinggi adalah tipe penggantungan postmortem.

11
DAFTAR PUSTAKA

Amir Amri (2011). Rangkaian ilmu kedokteran forensik, bagian ilmu kedokteran
forensik dan medikolegal fakultas kedokteran USU. Edisi 2. Medan: Ramadhan.

Amri Amir, Autopsi Medikolegal, Edisi II, Medan, 2007

Singh Amar, Ilmu Kedokteran Kehakiman, Universitas Methodist Indonesia,


Medan, 2008

Arif, Iman Setiadi (2006). Skizofrenia memahami dinamika keluarga pasien.


Bandung: Refika Aditama.

12

Anda mungkin juga menyukai