Anda di halaman 1dari 16

1

ANTROPOLOGI FORENSIK

INDIVIDUALISASI

Oleh:

REINALDY OCTAVIANUS YAN DIMPUDUS, S.Tr.Kep

091724653004

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU FORENSIK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2018
1

Individualisasi adalah bagian dari identifikasi terkait dengan sisa rangka


manusia tak dikenal. Individualisasi mendeskripsikan karakter-karakter, ciri-ciri
seseorang berdasarkan sisa rangkanya. Dengan demikian informasi yang
dihimpun dari individualisasi akan menambah kelengkapan data individu
(biographical profile) berdasarkan sisa rangkanya. Semakin banyak informasi
individu semakin tinggi pula kemungkinan kecocokan antara sisa rangka manusia
dengan seseorang yang mungkin dilaporkan hilang akibat tindak kejahatan atau
bencana. Dengan kata lain, data individualisasi adalah supporting data dalam
proses identifikasi.

VARIASI SKELETAL
Variasi skeletal terdapat pada tingkat individu. Hal ini meupakan hasil dari
pengaruh genetik dan lingkungan yang berbeda, kerangka individu memiliki
kekhasan atau variasi morfologis individu. Variasi ini mungkin dari bawaan,
perkembangan, degeneratif, atau akibat dari proses penyakit atau trauma. Variasi
morfologi pada kerangka dapat memberikan informasi yang berharga kepada ahli
antropologi forensik, terutama untuk identifikasi seseorang. Variasi individu dapat
memperlihatkan riwayat kesehatan, gaya hidup, atau riwayat hidup seseorang.
Beberapa varian atau kondisi kerangka tertentu, seperti penyakit atau luka yang
fatal, juga dapat memberikan informasi yang relevan dengan keadaan seputar
kematian.Variasi skeletal individu biasanya termasuk dalam satu dari empat
kategori:
1. Variasi anatomi normal
2. Anomali skeletal
3. Kondisi patologis
4. Perubahan kerangka yang berhubungan dengan aktivitas berulang

1. Variasi Anatomi Normal


Variasi skeletal normal mengacu pada ekspresi morfologi yang bisa
diamati di berbagai regio. Contohnya variasi normal meliputi perbedaan bentuk
sinus paranasal, pola sutura kranial, pola tulang trabekula, dan kontur tulang
2

eksternal. Bentuk dan karakteristik ini terdapat pada anatomi tulang normal,
namun menunjukkan perbedaan yang kecil dan signifikan pada tiap orang yang
berbeda.
Bentuk sinus paranasal adalah salah satu contoh varian anatomi normal,
dengan sinus frontal manjadi yang paling banyak dipelajari dalam hal variasi
individu, diikuti oleh sinus maksilaris. Sinus berada di dalam tulang kranial,
sehingga hanya terlihat secara radiografi. Pemeriksaan radiografi menunjukkan
visualisasi dimensi, lokasi, dan bentuk outline dari sinus. Khususnya tampilan
anterior/posterior, variasi bentuk sinus frontal cukup jelas.

Gambar 1. Contoh variasi bentuk sinus frontal


Sinus frontal tampak sebagai dua rongga asimetris yang berbentuk tidak
teratur yang memproyeksikan jarak ke tulang frontal. Meskipun beberapa
perubahan di usia dewasa telah tercatat (misalnya karena trauma, penyakit, atau
penipisan tulang seiring betambanhnya usia) sinus mengalami pertumbuhan yang
lengkap dan stabil sekitar usia 20. Variasi bentuk sinus frontal telah dikaitkan
dengan berbagai faktor termasuk susunan kraniofasial, faktor hormonal, faktor
biomekanik, tekanan udara, atau faktor yang tidak diketahui. Telah dihipotesiskan
bahwa bentuk sinus frontal masing-masing individu sama uniknya seperti sidik
jari.
3

Tulang-tulang kranium bergabung sepanjang sutura kranial. Selama proses


pertumbuhan, margin tulang kranium saling terkait satu sama lain membentuk
sutura yang bergerigi pada permukaan ektokranial. Karena pertumbuhan tulang
kranial dikendalikan dari stimulasi luar (pertumbuhan neurokranial), pola sutura
ini menjadi sangat bervariasi dengan jumlah pola yang hampir tidak terbatas.

Gambar 2. Perbedaan pola suturan kranial

Struktur internal tulang trabekular yang terlihat secara radiografis juga


sangat bervariasi dan dikatakan unik untuk setiap individu. Struktur tulang
internal normal memiliki jumlah kombinasi yang hampir tidak terbatas dari
bentuk yang dapat dilihat secara radiografik yang menunjukkan variabilitas,
termasuk foramen pembuluh radiolusen dan garis radiodense.
4

Gambar 3. Variasi individu dari tulang tangan (panah putih) dan tulang
sesamoid (panah hitam)

Meskipun terdapat pola keseluruhan normal pada bentuk dan kontur tulang
eksternal (meliputi klavikula dan tulang belakang servikal, vertebra torakalis dan
lumbal, serta hyoid), variasi individu pada permukaan ini juga telah ditunjukkan.
Beberapa penelitian telah melibatkan pengujian variasi individu pada beberapa
bentuk seperti mofologi eksternal serta pola trabekula.

2. Anomali Skeletal
Anomali merupakan karakteristik yang dianggap sebagai penyimpangan
dari anatomi normal. Anomali adalah produk dari interaksi genetik dan gangguan
epigenetik (faktor non-genetik yang mempengaruhi ekspresi gen) selama kejadian
perkembangan tertentu, yang mengakibatkan penyimpangan dari hasil normal.
Anomali dapat disebabkan oleh gangguan mutasi genetik, kondisi ibu, paparan
kondisi lingkungan yang merugikan, atau gangguan nutrisi selama perkembangan
tertentu.Variasi ini juga disebut varian non-metrik (kualitatif) atau epigenetik.
Contoh anomali skeletal meliputi tulang aksesori atau supernumery tulang atau
gigi, foramen aksesori, dan anomali non-fusi. Perlu diperhatikan bahwa beberapa
dari foramen aksesori dan tulang aksesori secara teknis merupakan hasil dari
anomali non-fusi.
5

Supernumery vertebrata biasanya muncul sebagai vertebra transisional di


thoracicolumbar, lumbosacral, atau sacrococcygeal border, dengan vertebra
ekstra di cervical-thoracic border sangat jarang terjadi.

Gambar 3. Hemivertebra di regio lumbar

Tulang sesamoid merupakan tulang yang terletak dalam tendon dan


melewati persendian. Patela dan fisiform merupakan tulang sesamoid yang
merupakan bagian dari anatomi kerangka normal, namun tulang sesamoid juga
dapat ditemukan di bagian lain tangan (terutama di sekitar distal metakarpal
pertama) dan di kaki (pertemuan antara metatarsal pertama dan proximal pedal
phalanx pertama). Jumlah tulang sesamoid di regio ini bervariasi antara nol dan
dua.Polydactyly merupakan kondisi dimana memiliki jumlah berlebih dari jari
tangan dan jari kaki. Kondisi ini sering terjadi pada ulna (jari kelingking) dan juga
pada radius (ibu jari).
Pada pertumbuhan geligi, gigi supernumery kadang terjadi, yang
merupakan suatu kondisi yang disebut hyperdontia. Gigi tambahan dapat terjadi
dimana saja dalam rongga mulut, namun paling sering terjadi pada gigi anterior
rahang atas, dan sering ditemukan pada gigi permanen daripada gigi sulung. Hal
ini merupakan hasil dari anomali perkembangan gigi dan meskipun asimtomatik,
supernumery gigi sering menyebabkan masalah klinik seperti kegagaln erupsi,
displacement, berdesakan, dan patologi.
6

Gambar 4. Gigi supernumery

Foramen aksesori (lubang ekstra pada korteks tulang yang biasanya tidak
ditemukan) terlihat di sejumlah lokasi di sepanjang kerangka termasuk kranium,
tulang panjang, dan tulang dada. Perforasi pada tulang juga bisa terjadi akibat
trauma (seperti luka tembak) dan taphonomic agents. Oleh karena itu, foramen
aksesori harus selalu dinilai dengan hati-hati untuk membedakan anomali
kerangka atau kondisi dari proses lain.

Gambar 5. Celah septum pada humerus distal


Lubang pada sternum disebut foramen sternal. Pembentukan sternum
dimulai dari osifikasi primer, dan foramen sternal dapat terjadi akibat penyatuan
yang tidak lengkap dari sejumlah segmen sternum. Hal ini biasanya terlihat pada
bagian inferior sternum. Foramen ini sering disamakan dengan trauma (luka
tembak) sehingga pemeriksaan lubang sternal harus hati-hati.
7

Gambar 6. Foramen sternal


Anomali non-fusi diakibatkan oleh kegagalan penyatuan antara dua pusat
osifikasi dan dapat terjadi di hampir semua bagian kerangka. Hasilnya dapat
berupa celah atau perforasi tulang, atau bagian tulag aksesori. Hal ini merupakan
anomali perkembangan, tapi juga terkait dengan kondisi patologis termasuk
trauma.

3. Kondisi Patologis
Beberapa penyakit patologis juga dapat dilihat tanda-tandanya pada
tulang. Seperti pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Toetik K, Rusyad AS,
dan Delta BM yang meneliti tengkorak yang memiliki tanda patologis, tanda
tersebut dibagi berdasarkan jenis patologisnya (tabel 1).
Tabel 1 Beberapa macam patologis yang ditemukan pada tengkorak yang diteliti (Koesbardiati et
al. 2012).

No Kelompok patologis Indikasi penyakit


1 Cribra orbitalia Hematopoetic disorder, avitaminosis,
infeksi, ricket dsb
2 Porotic hyperostosis Hematopoetic disorder, avitaminosis,
infeksi, riccket dsb
3 Enamel hypoplasia Gangguan pertumbuhan, avitaminosis,
infeksi
4 Lesi Tumor, infeksi bacteria dsb
5 Periodontitis Dental disorder
8

Cribra orbitalia dan porotic hyperostosis adalah bentuk lesi seperti sarang
semut . Cribra orbitalia biasa muncul pada bagian atap orbita, sedangkan porotic
hyperostosis dapat timbul di seluruh bagian rangka. Lesi pada tulang dalam
bentuk porositas tulang ini disebabkan oleh kerusakan formasi tulang. Timbulnya
cribra orbitalia dan porotic hyperostosis mengindikasikan adanya infeksi,
penyakit metabolik, atau kanker yang menyerang tubuh seseorang. Penyebab
paling umum dari cribra orbitalia dan porotic hyperostosis adalah anemia, seperti
sickle cell anemia dan thalasemia yang timbul secara genetik. Porotic
hyperostosis juga dapat disebabkan oleh iron deficiency, rickets, dan infeksi
(lepra, syphilis dsb) atau pendarahan kronis akibat scurvy. Lesi juga
mengindikasikan adanya infeksi bakteri seperti sifilis, lepra, dan TBC. Kerusakan
akibat syphilis ditandai oleh osteosclerotic sebagai respons terhadap infeksi, dan
lesi ini disebut Carries sicca yang bila sembuh akan meninggalkan bekas yang
lebih dalam, lingkaran konsentrik, dan sclerotic. Periodontitis adalah kelanjutan
dari gingivitis yang ditandai dengan hilangnya jaringan tulang alveolar terkait
dengan ligament sekitar gigi sebagai penyangga gigi. Penyakit metabolisme dapat
mengakibatkan gangguan pada jaringan periodontal, misalnya pada diabetes
mellitus. Selain itu, scurvy juga menyebabkan gusi mudah berdarah yang bisa
menyebabkan pembengkakan pada jaringan periodontal. Demikian pula dengan
ketika tubuh kekurangan protein melemahkan dukungan jaringan pendukung dan
menyebebakan periodontitis. Enamel hypoplasia adalah gangguan pertumbuhan
gigi berbentuk linear dan dapat diamati serta diraba (tampak seperti garis-garis
horizontal pada permukaan labial gigi depan rahang atas) yang disebabkan oleh
kekurangan vitamin A, C dan D serta mineral fluor saat proses pembentukan
benih gigi.
Dengan mengetahui penyakit (patologis) atau gangguan pertumbuhan yang
terbaca pada sisa rangka manusia maka kita dapat memberikan informasi lebih
banyak sebagai usaha melengkapi data dalam rangka mengidentifikasi seseorang.
Selain itu dengan ditemukannya penyakit dan gangguan pertumbuhan kita dapat
memproyeksikan kondisi masa hidup seseorang, terutama jika sisa rangka
9

ditemukan dalam jumlah banyak dan mempunyai ciri patologis sama, kita dapat
memberikan gambaran situasi kesehatan suatu wilayah atau bahkan Negara.
Tanda-tanda lain yang dapat ditemukan pada sisa rangka adalah trauma
pada tulang (Siegel & Mirakovits 2010). Sebagian besar orang pasti pernah
mendapat luka/cidera pada tulang semasa hidupnya. Jika tulang tersebut rusak
dikarenakan trauma tersebut, maka hal ini akan menimbulkan jejak kerusakan
(bekas) sebagaimana penyembuhannya. Tanda-tanda ini biasanya akan tampak
pada pemeriksaan radiografis menggunakan sinar X. Post mortem X-ray yang
dilakukan dapat dibandingkan dengan ante mortem x-ray bila ada, sehingga dapat
menjadi bukti positif dalam identifikasi. Berbagai bentuk trauma pada tulang
misalnya fraktur tulang, biasanya diperbaiki dengan penambahan plat metal,
skrew, pen maupun protesa lain (seperti implan) guna memberi kestabilan pada
tulang yang mengalami trauma tersebut agar dapat tetap digunakan secara
fungsional. Kebanyakan implan disertai dengan logo pabrik pembuat dan nomor
seri yang dapat digunakan untuk melacak identitas pemakai implan tersebut.
Keberadaan benda-benda ini dapat digunakan dalam identifikasi, termasuk
keberadaan peluru dan pecahan proyektil. Selain trauma tulang, yang dapat dilihat
dari gambaran radiografis tulang adalah variasi arsitektur tulang yang berbeda dan
khas setiap individu. Misalnya, bentuk ruang-ruang sinus, juga tempat keluar-
masuk pembuluh vena dan arteri pada tengkorak dapat bersifat individualistik.

Gambar 1 Perbandingan gambaran radiografis post mortem dan ante mortem yang menunjukkan adanya
pemasangan surgical plate dan bone screw (Siegel & Saukko 2013).
10

Gambar 2 Implan pada cervical vertebrae yang menunjukkan adanya nomor seri (Siegel & Saukko 2013).

Bila data radiografi ante mortem tidak ada, maka foto korban atau deskripsi
mengenai ciri-ciri khusus korban yang didapat dari informasi keluarga atau
kerabat dekat dapat digunakan untuk membantu identifikasi. Misalnya informasi
mengenai riwayat perawatan gigi (riwayat pemakaian protesa gigi, tambalan jenis
tertentu, perawatan saluran akar), ataupun operasi yang pernah dilakukan
sebelumnya. Selain itu, kelainan-kelainan pada tubuh korban seperti celah langit-
langit mulut, tubuh bungkuk dan miring (scoliosis), dapat digunakan sebagai data
bantu identifikasi. Jika jaringan lunak masi ada pada tubuh jenazah maka dapat
ditemukan tanda khas seperti tanda lahir, bekas luka, tato, dan sebagainya.
Superimposisi pada citra fotografi juga dapat membantu identifikasi karena dapat
membandingkan segala fitur yang ditemukan pada tengkorak dengan foto wajah
korban.

Gambar 3 Hasil superimposisi tengkorak dengan foto wajah yang menunjukkan kecocokan ditambah dengan
hilangnya gigi insisif sentral kiri rahang atas (Siegel & Saukko 2013).
11

Ciri khusus lain yang dapat membantu identifikasi terkait dengan budaya
daerah tertentu sehingga dapat mengarahkan pada penentuan asal-usul/ras jenazah
ialah modifikasi tubuh. Modifikasi tubuh adalah tindakan yang disengaja untuk
mengubah bentuk tubuh atau bagian tubuh dengan tujuan tertentu (estetika,
inisiasi, tanda keanggotaan suatu masyarakat, status sosial, status perkawinan,
tanda perkabungan dsb). Hal ini akan meninggalkan jejak pada jenasah, baik
jenasah yang utuh maupun sisa rangka, tergantung pada jenis modifikasi
tubuhnya. Beberapa bentuk modifikasi tubuh yang sudah lama dilakukan dan
dikenal di beberapa masyarakat dunia adalah kaki lotus di China, modifikasi
kepala dari Amerika Selatan, lip stretching di Afrika, perpanjangan leher di
Thailand dan Myanmar, scarification (yaitu dengan menciptakan bekas luka yang
timbul) di Afrika, perpanjangan telinga di suku Dayak Indonesia dan tato di
wilayah Pasifik. Masing-masing modifikasi ini memiliki kekhasan masing-masing
sehingga jika ditemukan jenasah tak dikenal dengan ciri seperti salah satu
modifikasi tubuh tersebut di atas, akan mempermudah proses identifikasi.
Modifikasi tubuh yang dilakukan pada jaman dahulu lebih kepada tradisi atau
kepercayaan suatu etnis namun saat ini modifikasi tubuh lebih sering dilakukan
sebagai suatu trend mode, senagai identitas diri dan fungsi estetika. Berbagai
macam modifikasi tubuh yang pernah dilakukan oleh masyarakat Indonesia dapat
dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2 Jenis-Jenis Modifikasi Tubuh di Indonesia (Koesbardiati et al. 2016).
Jenis Asal Makna Keterangan
Modifikasi geografis/etnis
Tato Mentawai Simbol status sosial, simbol model tato: hewan,
keseimbangan manusia dengan tumbuhan, batu, dsb.
alam,
Dayak Dibedakan antara laki-laki dan Model tato diambil dari
perempuan. Tato bagi laki-laki alam: burung enggang,
adalah lambang keperkasaan bunga dsb. Biasanya tato
dan menghindari dari laki-laki bisa di seluruh
kejahatan. Perempuan yang tubuh. Sedangkan untuk
bertato menunjukkan status perempuan bisa di kaki dan
yang siap menikah tangan saja. Semakin
banyak jumlah tato bagi
perempuan semakin tinggi
status perempuan tersebut.
Timor Status sosial, bagi perempuan Model tato: geometris.
tanda sudah menikah Biasa di kaki, bagi
perempuan yang sudah
12

menikah. Sedangkan di
tangan tato nama atau
tanggal lahir.
Piercing Dayak Estetika (?) Memperpanjang telinga
telinga terutama bagi perempuan
Modifikasi Toraja Mengikir gigi depan
gigi
Dayak
Mengikir gigi untuk
- Kenyah perempuan dan memberi
inlay pada 2-3 gigi seri atas
pada laki-laki
Mengikir 10 gigi depan atas
- Kayan

Mengikir 8 gigi depan atas.


- Punan Pada perempuan gigi dikikir
lebih pendek disbanding
laki-laki
Mengikir 6 gigi depan atas
- Murung dan 6 gigi bawah

Mengikir 6 gigi depan atas


- Bukit dan 6 gigi bawah

Mengikir 8 gigi depan atas


- Saputan dan 6 gigi bawah

Untuk mempermudah Mengikir 2 gigi depan atas


- Dulit Dusun melakukan sumpitan dan 2 gigi bawah

Mentawai Mengurangi sifat hewani Meruncingkan gigi atas dan


bawah
Jawa Estetika Mengikir gigi atas dan
bawah
NTT Estetika Mengikir gigi atas dan
bawah
Bali Agama Mengikir gigi atas dan
bawah

4. Aktivitas Berulang

Tekanan mekanis yang berulang pada kerangka dapat menyebabkan tulang


menyesuaikan morfologi mereka sebagai respon terhadap tekanan ini (ingat
Hukum Wolff dan Paradigma Utah dari Bab 2). Adaptasi ini kadang-kadang
disebut "penanda stres kerja" atau "marker pekerjaan," yang mengacu pada asal-
usul mereka yang sering diakibatkan oleh kegiatan fisik terkait pekerjaan.
Bagaimanapun, tekanan kerangka yang berulang dapat menghasilkan perubahan
morfologi, termasuk yang berhubungan dengan aktivitas rekreasi berulang atau
13

tugas atau tindakan lain yang sering terjadi. Karena banyaknya jenis aktivitas
yang dihasilkan dalam adaptasi dan modifikasi skeletal, tidak disarankan untuk
mengaitkan kondisi tertentu dengan pekerjaan tertentu dalam kasus kerja
antropologis forensik.

Salah satu adaptasi semacam itu adalah perkembangan yang lebih


mendalam, atau peningkatan ukuran keterikatan otot atau area korteks tulang.
Banyak penelitian telah menunjukkan peningkatan di daerah kortikal tulang yang
dimuat dengan cara tertentu, terutama dalam kaitannya dengan berbagai aktivitas
rekreasi dan olahraga (misalnya, Bass et al., 2002; Sylvester et al., 2006). Selain
itu, peningkatan ukuran otot biasanya membutuhkan peningkatan ukuran otot
menempel pada tulang (otot yang lebih besar membutuhkan area permukaan yang
lebih besar untuk menempel). Misalnya, otot deltoid yang berkembang dengan
baik sering dikaitkan dengan tuberositas deltoid yang jelas pada humerus.

Jika suatu aktivitas dilakukan lebih sering atau lebih intens di satu sisi
tubuh (seperti dengan tungkai dominan), asimetri terkadang dapat dilihat pada
ukuran atau bentuk tulang pasangan, dengan sisi dominan lebih besar dan/atau
lebih kuat. Berbagai penelitian telah meneliti hubungan antara asimetri dan
kewaspadaan ini (misalnya, lihat Ubelaker dan Zarenko, 2012) namun hanya
sedikit yang berhasil menunjukkan nilai prediktif yang bagus untuk kasus
forensik. Salah satu alasannya adalah bahwa mayoritas orang dengan tangan
kanan, dan oleh karena itu, memiliki sedikit kepentingan dalam aplikasi forensik.
Selain itu, karena prevalensi kidal, metode yang digunakan untuk memprediksi
kewaspadaan harus dilakukan dengan tingkat akurasi yang sangat tinggi dan
sejauh ini belum pernah tercapai.

Gigi juga menunjukkan tanda-tanda kekuatan mekanik berulang termasuk


segi, alur, takik, dan gesekan. Gesekan oklusal khas dengan bertambahnya usia
karena katup udara menjadi lelah dari waktu ke waktu dari kekuatan pengunyahan
normal. Gesekan ini bisa lebih terasa jika diet mengandung kadar yang lebih
tinggi (baik dari sifat makanan itu sendiri atau dari metode yang digunakan untuk
14

menyiapkannya). Takik, alur, dan keausan bisa terjadi berulang kali memegang
benda di antara gigi. Hal ini biasa terlihat pada perokok pipa jangka panjang yang
memegang pipa di antara gigi, juga dikenal sebagai formasi pipeway (Joe Hefner,
komunikasi pribadi, 2013), atau penjahit yang memegang jarum di antara gigi
(Gambar 12.33).

(Gambar 12.33)
15

DAFTAR PUSTAKA

Christensen M. Angi dkk. 2014. Forensic Anthropology Current Methods and

Pratice. Elsevier: USA

Koesbardiati, T. et al., 2016. Modifikasi Tubuh dan Potensinya Dalam Identifikasi


Jenasah dan Rangka Tak Dikenal. , (1), pp.97–106.
Koesbardiati, T., Suriyanto, R.A. & Murti, D.B., 2012. Relevansi Identifikasi
Penyakit dan Gangguan Pertumbuhan dalam Proses Individualisasi Sisa
Rangka Manusia Tak Dikenal. Available at: http://tkoesbardiati_tok-
fisip.web.unair.ac.id/artikel_detail-64146-Antropologi Forensik-Relevansi
identifikasi penyakit dan gangguan pertumbuhan dalam proses
individualisasi sisa rangka manusia tak dikenal.html [Accessed March 17,
2018].
Siegel, J.A. & Mirakovits, K., 2010. Forensic Science: The Basics 2nd ed., New
York: CRC Press, Taylor and Francis Group.
Siegel, J.A. & Saukko, P.J., 2013. Encyclopedia of Forensic Sciences, Elsevier
Ltd.

Anda mungkin juga menyukai