Anda di halaman 1dari 10

2.2.

Post-Natal Care
1. Data Pasien
a. Data Ibu
Nama : Ny. S
Usia : 24 tahun
Alamat : Makassar
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : P1A0
b. Data Bayi
Nama :-
Tanggal lahir : 10 Maret 2017
Jenis kelamin : Perempuan
Berat Lahir :-
2. Observasi Masa Nifas
Aspek
No. Hari I Hari II Hari III
Penilaian
Keadaan
1 Baik Baik -
umum

2 Keluhan - - -

Tekanan
3 darah 110/70 120/70 -
(mmHg)
Nadi
4 80 80 -
(x/menit)

5 Pernapasan 20 20 -

6 Suhu (C) 36,6 36,5 -


7 Mammae TAK/TAK TAK/TAK -

8 Laktasi -- ++ -

Fundus Setinggi 1 jari di bawah


9 -
uteri umbilicus umbilicus

10 Perineum - - -

11 Lokia Cruenta - -

12 BAK Lancar Lancar -

13 BAB Belum Sudah -

14 Terapi Cefadroxyl Cefadroxyl -


Asam Asam
mefenamat mefenamat
Inbion Inbion

Keterangan : TAK = Tidak Ada Kelainan


+ = Positif atau Baik
3.1. Post-Natal Care
Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahinya plasenta
sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Pelayanan pascapersalinan
harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi,
yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan pengobatan komplikasi
dan penyakit yang mungki terjadi, serta penyediaan pelayanan pemberian
ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi ibu.
Pada Masa Pascapersalinan, Seorang Ibu Memerlukan:
Informasi dan konseling tentang:
- Perawatan bayi dan pemberian ASI
- Apa yang terjadi termasuk gejala adanya masalah yang mungkin
timbul
- Kesehatan pribadi, higiene, dan masa penyembuhan
- Kehidupan seksual
- Kontrasepsi
- Nutrisi
Dukungan dari:
- Petugas kesehatan
- Kondisi emosional dan psikologis suami serta keluarganya
Pelayan kesehatan untuk kecurigaan dan munculnya tanda terjadinya
komplikasi
Kala purperium berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan
waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang
normal. Dijumpai dua kejadian penting pada puerperium, yaitu involusi
uteri dan proses laktasi.

Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama persalinan mengalami


kontraksi dan retraksi akan menjadi keras, sehingga dapat menutup pembuluh
darah besar yang bermuara pada bekas implantasi plasenta.otot rahim terdiri
dari tiga lapis otot yang membentuk anyaman sehingga pembuluh darah
dapat tertutp sempurna dengan demikian terhindar dari perdarahan
postpartum.Pada involusi uteri, jaringan ikat dan jaringan otot mengalami
proses proteolitik. Berangsur-angsur akan mengecil sehingga pada akhir kala
nifas besarnya seperti semua dengan berat 30 gram.
Uterus yang telah menyelesaikan tugasnya, akan menjadi keras
kontaksinya, sehingga terdapat penutupan pembuluh darah. Kotraksi uterus
yang ikuti his pengiring menimbulkan rasa nyeri disebut nyeri ikutan
terutama pada multipara. Masa puerperium diikuti pengeluaran cairan sisa
lapisan endometrium dan sisa dari tempat implantasi plasenta disebut lokia.
Pengeluaran lokia dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya sebagai
berikut :
1. Lokia rubra (kruenta)
1 sampi 3 hari, berwarna merah dan hita
Terdiri dari sel desidua, verniks kaseosa, rambut lanugo, sisa
mekoneum, sisa darah
2. Lokia sangionelenta
3 sampai 7
Berwarna putih bercampur darah
3. Lokia serosa
7 sampai 14 hari
Berwarna kekuningan

4. Lokia alba
Setelah hari ke 14
Berwarna putih

Pendarahan pascapersalinan adalah merupakan penyebab utama dari


150.000 kematian ibu setiap tahun di dunia dan hampir 4 dari 5 kematian
karena pendarahan pascapersalinan terjadi dalam waktu 4 jam setelah
persalinan. Seorang ibu dengan anemia pada saat hamil pada umumnya lebih
tidak mampu untuk mengatasi kehilangan darah yang terjadi jika
dibandingkan dengan seorang ibu dengan kebutuhan nutrisi yang cukup.
Dalam waktu satu jam setelah persalinan, penolong persalinan harus
memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
pendarahan dalam jumlah besar. Bila terjadi pendarahan berat, transfusi darah
adalah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan kehidupan ibu.
Bila plasenta masih terdapat di dalam rahim atau keluar secara tidak
lengkap pada jam pertama seetelah persalinan, harus segera dilakukan
plasenta manual untuk melahirkan plasenta. Tindakan hanya dianjurkan
untuk tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dengan kondisi fasilitas
kesehatan yang cukup memadai. Bila plasenta telah dilahirkan secara
lengkap, tetapi masih terjadi pendarahan segera berikan suntikan oksitosin.
Dilanjutkan dengan masase fundus secara sirkular sampai terdapat kontraksi
uterus yang adekuat. Keadaan ibu memerlukan pengawasan (tekanan darah,
nadi, dan keadaan umum).
Infeksi nifas seperti sepsis, masih merupakan penyebab utama kematian
ibu di negara berkembang. Demam merupakan salah satu tanda/gejala yang
paling mudah dikenali. Pemberian antibiotika merupakan tindakan utama, di
samping upaya pencegahan dengan pemberian antibiotika dan upaya
pencegahan dengan persalinan yang bersih dan aman masih merupakan upaya
utama.
Eklampsia merupakan penyebab penting ketiga kematian ibu di seluruh
dunia. Ibu dengan persalinan yang diikuti dengan eklampsia atau
preeklampsia berat, harus dirawat inap. Pengobatan terpilih menggunakan
magnesium sulfat (4).
Kelainan hipertensi dalam kehamilan dimulai setelah 20 minggu usia
kehamilan, tetapi lebih sering pada akhir kehamilan.
Komplikasi pascapersalinan lain yang sering dijumpai termasuk infeksi
saluran kemih, retensio urin, atau inkontinensia. Banyak ibu mengalami nyeri
di daerah perineum dan vulva selama beberapa minggu, terutama apabila
terdapat kerusakan jaringan atau episiotomi pada persalinan kalan II.
Perineum ibu harus diperhatikan secara teratur terhadap kemungkinan
terjadinya infeksi.
Masalah psikologis pada masa persalinan bukan merupakan komplikasi
yang jarang ditemukan. Masalah ini dapat dihindarai dengan adanya
dukungan sosial serta dukungan pelaksana pelayanan kesehatan selama
kehamilan, persalinan, dan pascapersalinan.
Kesehatan Bayi Dapat Dipengaruhi oleh Berbagai Kondisi Luar
Penyebab utama kematian dan kecacatan pada bayi selama masa
pascapersalinan termasuk prematuritas, neonatal sepsis, infeksi saluran
respirasi, neonatal tetanus dan infeksi pada tunggul tali pusat, kelainan
bawaan, trauma persalinan atau asfiksia. Bayi dengan prematuritas serta berat
badan lahir rendah memiliki risiko lebih terjadinya kerentanan terhadap udara
dingin, lebih sering terkena infeksi, sehingga lebih sering memerlukan
tindakan resusitasi, serta lebih sukar memberikan makan. Suhu tempat
perawatan juga harus diatur agar tidak terjadi hipotermi.
Pada Masa Pascapersalinan, Bayi Baru Lahir Memerlukan:
Keadaan akses ke ibu
Air susu ibu
Suhu lingkungan yang sesuai
Lingkungan yang aman
Pengasuhan oleh orang tua
Kebersihan
Pengawasan dan tindak lanjut pada gejala sakit
Akses ke fasilitas pelayanan kesehatan apabila terdapat kecurigaan atau
terjadinya komplikasi
Asuhan dan rangsangan kasih sayang
Perlindungan dari:
- Penyakit
- Praktik membahayakan
- Kekerasan
Penerimaan dari:
- Seks
- Perilaku
- Ukuran
Surat kelahiran

Infeksi berasal dari 2 sumber utama, ibu dan lingkungan, termasuk


didalamnya tempat persalinan, tempat perawatan dan rumah. Infeksi yang
terjadi pada hari pertama kehidupan pada umumnya berasal dari kontak
dengan mikroorganisme yang berasal dari ibu. Infeksi yang terjadi setelah itu
lebih sering berasal dari lingkungan walaupun mungkin tampak pada saat
persalinan. Bagaimanapun tindakan yang dilakukan selama persalinan dapat
menjadi penyebab potensial terjadinya infeksi. Hasil pengobatan akan
menjadi jauh lebih baik apabila infeksi dapat dikenali secara dini dan segera
dilakukan pengobatan yang tepat dan sesuai.
Perkiraan kematiaan yang terjadi karena tetanus adalah sekitar 550.000;
lebih dari 50% kematian terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Infeksi pada
tali pusat pada umumnya menjadi tempat masuk utama bakteri, terutama
apabila diberikan sesuatu yang tidak steril seperti apa yang biasa dilakukan
oleh dukun bayi.
Ikterus cukup sering didapatkan pada bayi baru lahir dan pada umumnya
hilang dengan sendirinya tanpa memerlukan pengobatan, tetapi juga dapat
membahayakan apabila pada bayi prematur dan bayi berat lahir rendah.
Oftalmia neonatorum terjadi pada 2 minggu pertama kehidupan dan dapat
dicegah dengan cara memberikan salep/tetes mata pada jam pertama setelah
kelahiran.
Upaya untuk menyusui dan bagaimana mempertahankannya selama
minimal 6 bulan (exclusive breastfeeding) harus menjadi salah satu tujuan
utama pelayanan pascapersalinan. Air Susu Ibu (ASI) memberikan nutrisi
optimal pada bayi baru lahir, memberikan perlindungan terhadap infeksi dan
alergi, serta memperbaiki hubungan antara ibu dan bayi. Bayi harus segera
diberikan pada ibu agar segera terjadi kontak kulit ke kulit sebagai upaya
untuk memberikan kehangatan pada bayi, untuk memberi kesempatan sedini
mungkin bagi bayi untuk memulai menyusu yang pada umumnya terjadi
terjadi antara 1 jam setelah persalinan. Setelah itu apabila tidak ada masalah
lain dilakukan rawat gabung bayi dan ibu dan pemberian ASI dilakukan
setiap saat bila bayi menginginkannya. Ibu perlu diberi petunjuk cara
menyusui yang baik dan benar. Pemberian susu tambahan sangat tidak
dianjurkan dan harus dihindari.
Pemberian ASI dipercepat segera setalah lahir diisapkan pada puting susu
ibu dengan keuntungan sebagai berikut :
a. Rangsangan putng susu ibu, memberikan refleks pengeluaran oksitosin
kelenjar hipofisis, sehingga pelepasan plasenta akan dapat dipercepat.
b. Pemberian ASI mempercepat involusis uterus menuju keadaan normal
c. Rangangan puting susu ibu mempercepat pengeluaran ASI, karena
oksitosin bekerja sama dengan hormon prolaktin.
Ibu yang memberikan ASI secara dini lebih sedikit akan mengalami
masalah dengan menyusui. Bimbingan yang tidak benar dan tidak teratur dari
tenaga kesehatan merupakan kendala utama pemberian ASI. Bagaimana cara
mendukung dan memicu pemberian ASI dijelaskan dalam WHO/UNICEF
Joint Statement Promoting, Protecting and Supporting Breastfeeding the
special role of the maternity services, yang kemudian disimpulkan dalam 10
langkah menyusui (Ten Steps to Successful Breastfeeding) yang kemudian
menjadi dasar The Baby Friendly Hospital Initiative (BFHI).
Semua ibu harus mendapatkan imunisasi dengan paling sedikit 2 kali
pemberian Tetanus Toksoid sebagai upaya pencegahan terjadinya tetanus
pada ibu ataupun bayinya. Dosis ketiga diberikan dalam 6 bulan setelah
pemberian suntikan yang kedua dan 2 dosis yang terakhir diberikan paling
lambat setelah satu tahun atau selama kehamilan berikutnya. Bila terdapat
risiko yang tinggi terjadinya penularan Tuberkulosis, imunisasi BCG harus
diberikan pada bayi segera setelah kelahiran. Vaksin difteria-pertusis-tetanus
direkomendasikan untuk semua anak usia 6, 10, dan 14 minggu. Dosis
tunggal oral polio harus diberikan setelah persalinan atau dalam 2 minggu
pertama kehidupan, dan jadual imunisasi polio harus diikuti pada 6, 10, dan
14 minggu. Bila terdapat insidens tinggi penularan hepatitis B pada masa
perinatal, dosis pertama vaksinasi hepatitis B harus diberikan sesegera
mungkin setelah kelahiran, yang diikuti dengan dosis berikutnya pada 6 dan
14 minggu.
Jadwal imunisasi yang dianjurkan selama dan setelah kehamilan
Bila sebagian besar ibu pada masa reproduksi belum pernah mendapatkan
imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada masa kanak ataupun selama
kehamilan, direkomendasikan untuk melakukan imunisasi pada
kunjungan pertama kehamilan (1) dan dosis kedua (2 ) paling sedikit
4 minggu setelah pemberian 1. Imunisasi 3 paling sedikit 6 bulan
setelah 2. Dua dosis imunisasi terakhir harus diberikan dalam interval
minimal 1 tahun. Bila ibu hamil memiliki catatan pemberian imunisasi
tetanus toksoid sebelumnya pada masa awal anak atau pada usia sekolah,
ibu akan mendapatkan dosis booster selama kehamilan.
Segera setelah kehamilan, imunisasi BCG pada bayi direkomendasikan
untuk seluruh populasi dengan risiko tinggi infeksi tuberkulosis.
Pemberian dosis awal vaksin poliomielitis oral (OPV O)
direkomendasikan segera setelah kelahiran, dan dosis pertama vaksin
Hepatitis B (HB 1) di negara dengan transmisi perinatal yang tinggi.
Pada usia 6 minggu, diberikan dosis pertama vaksin kombinasi untuk
Difteria, Pertusis, dan Tetanus (DPT 1) bersama dengan dosis OPV 1, dan
dosis HB 2. Di negara dengan transmisi perinatal yang rendah hepatitis B,
pemberian dosis HB 1 dapat dilakukan pada usia ini.
Pada usia 10 minggu diberikan vaksinasi DPT 2 dan OPV 2, serta HB 2
di negara dengan angka transmisi yang rendah.
Pada usia 14 minggu diberikan vaksinasi DPT 3 dan OPV 3, serta HB 3
di semua negara.

Hubungan Seksual pada Periode Pascapersalinan


Kebutuhan informasi dan konseling tentang kehidupan seksual dan
kontrasepsi merupakan salah satu pertanyaan yang banyak diajukan pada
masa pascapersalinan. Ada kemungkinan besar bahwa sebagian besar ibu
menghindari hubungan seksual selama terjadinya kehamilan sampai dengan
persalinan. Kelelahan dan gangguan tidur adalah keluhan yang paling sering
menyebabkan terjadinya penurunan libido. Kembalinya perilaku seksual
sebelum kehamilan pada umumnya akan berjalan sangat lambat.
Setelah 8 minggu pascapersalinan, hanya 71% responden menyatakan
telah melakukan hubungan seksual dan pada 10 minggu 90% di antara
perempuan yang memiliki pasangan telah melakukan hubungan seksual.
Menyusui lebih berpengaruh pada penurunan aktivitas seksual apabila
dibandingkan dengan penggunaan susu formula.

Anda mungkin juga menyukai

  • Laporan Penyuluhan Prolanis
    Laporan Penyuluhan Prolanis
    Dokumen2 halaman
    Laporan Penyuluhan Prolanis
    aisyahjusmadil
    Belum ada peringkat
  • 3J
    3J
    Dokumen3 halaman
    3J
    aisyahjusmadil
    Belum ada peringkat
  • Teknis Penanganan Gagal Napas
    Teknis Penanganan Gagal Napas
    Dokumen38 halaman
    Teknis Penanganan Gagal Napas
    aisyahjusmadil
    Belum ada peringkat
  • Antibiotik Terbaru
    Antibiotik Terbaru
    Dokumen4 halaman
    Antibiotik Terbaru
    Arini
    Belum ada peringkat
  • Teknis Penanganan Gagal Napas
    Teknis Penanganan Gagal Napas
    Dokumen2 halaman
    Teknis Penanganan Gagal Napas
    aisyahjusmadil
    Belum ada peringkat
  • KKN Kebangsaan
    KKN Kebangsaan
    Dokumen2 halaman
    KKN Kebangsaan
    aisyahjusmadil
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pustu
    Laporan Pustu
    Dokumen2 halaman
    Laporan Pustu
    aisyahjusmadil
    Belum ada peringkat
  • PBL 3 Geriatri
    PBL 3 Geriatri
    Dokumen3 halaman
    PBL 3 Geriatri
    aisyahjusmadil
    Belum ada peringkat
  • Trauma Modul
    Trauma Modul
    Dokumen1 halaman
    Trauma Modul
    aisyahjusmadil
    Belum ada peringkat
  • Lebam Mayat
    Lebam Mayat
    Dokumen3 halaman
    Lebam Mayat
    aisyahjusmadil
    Belum ada peringkat
  • Amenore Pada Atlet PDF
    Amenore Pada Atlet PDF
    Dokumen7 halaman
    Amenore Pada Atlet PDF
    Anonymous vUEDx8
    Belum ada peringkat
  • Teknis Penanganan Gagal Napas
    Teknis Penanganan Gagal Napas
    Dokumen2 halaman
    Teknis Penanganan Gagal Napas
    aisyahjusmadil
    Belum ada peringkat
  • Asam Urat
    Asam Urat
    Dokumen1 halaman
    Asam Urat
    aisyahjusmadil
    Belum ada peringkat
  • Asam Urat
    Asam Urat
    Dokumen1 halaman
    Asam Urat
    aisyahjusmadil
    Belum ada peringkat
  • Budaya Makassar
    Budaya Makassar
    Dokumen9 halaman
    Budaya Makassar
    aisyahjusmadil
    Belum ada peringkat
  • Lebam Mayat
    Lebam Mayat
    Dokumen1 halaman
    Lebam Mayat
    aisyahjusmadil
    Belum ada peringkat
  • Lebam Mayat
    Lebam Mayat
    Dokumen3 halaman
    Lebam Mayat
    aisyahjusmadil
    Belum ada peringkat
  • Lebam Mayat
    Lebam Mayat
    Dokumen3 halaman
    Lebam Mayat
    aisyahjusmadil
    Belum ada peringkat
  • Tips
    Tips
    Dokumen1 halaman
    Tips
    aisyahjusmadil
    Belum ada peringkat
  • Iaum
    Iaum
    Dokumen7 halaman
    Iaum
    aisyahjusmadil
    Belum ada peringkat