Anda di halaman 1dari 20

CASE BASE DISCUSSION

DERMATITIS KONTAK ALERGI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat dalam Menempuh Program
Pendidikan Dokter
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin RISA

Disusun Oleh :
Dwi Amilla Ilham
30101306924

Pembimbing :
dr. Hesti Wahyuningsih Karyadini, Sp.KK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2018
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Dwi Amilla Ilham

NIM : 30101306924

Fakultas : Kedokteran Umum

Universitas : Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian : Ilmu Kesehatan Kulit dan kelamin

Judul Laporan : Dermatitis Kontak Alergi

Pembimbing : dr. Hesti Wahyuningsih Karyadini, Sp.KK

Semarang, Mei 2018

Pembimbing Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

RSI SULTAN AGUNG SEMARANG

dr. Hesti Wahyuningsih Karyadini, Sp.KK


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap
pengaruh faktor eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi
polimorfik (eritema, edema, papul, vesika, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda
polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik).
Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis. Sinonim dermatitis adalah ekzem.1
Dermatitis kontak adalah kondisi peradangan pada kulit yang disebabkan oleh faktor
eksternal, substansi-substansi partikel yang berinteraksi dengan kulit. Dikenal dua macam jenis
dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik; keduanya dapat
bersifat akut maupun kronis.1

1.2 Epidemiologi
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, Dalam praktek klinis, menyatakan
bahwa jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang
yang kulitnya sangat peka (hipersensitif) saja. Namun sedikit sekali informasi mengenai
prevalensi dermatitis ini di masyarakat. Perlu dicatat bahwa 80% dari dermatitis kontak akibat
kerja (Occupational Contact Dermatitis) adalah iritan dan 20% dermatitis alergi. DKA adalah
salah satu masalah dermatologi yang cukup sering terjadi. Namun, data terakhir dari Inggris dan
Amerika Serikat menunjukkan bahwa persentase dermatitis kontak akibat kerja karena alergi
mungkin jauh lebih tinggi, berkisar antara 50 dan 60 persen, sehingga meningkatkan dampak
ekonomi dari kerja DKA.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi DKA


Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas
tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan kulit dan dapat mengaktivasi reaksi
alergi.2,3

2.2 Etiologi DKA


Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia
dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Dalton, yang juga disebut bahan kimia sederhana.
Dermatitis yang timbul sangat dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan
luasnya penetrasi di kulit.1

2.3 Patofisiologi DKA


Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah mengikuti
respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi
hipersensitivitas tipe IV. Reaksi hipersensitivitas di kulit timbul secara lambat (delayed
hypersensitivity), umumnya dalam waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen. Patogenesis
hipersensitivitas tipe IV ini sendiri dibagi menjadi dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase
elisitasi.1,2
Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih dahulu
mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi karena adanya
kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten (alergen yang memilik berat molekul
kecil yang dapat menimbulkan reaksi antibodi tubuh jika terikat dengan protein untuk
membentuk antigen lengkap). Antigen ini kemudian berpenetrasi ke epidermis dan ditangkap dan
diproses oleh antigen presenting cells (APC), yaitu makrofag, dendrosit, dan sel langerhans.
Selanjutnya antigen ini dipresentasikan oleh APC ke sel T. Setelah kontak dengan antigen yang
telahdiproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan
berproliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel
ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga
menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak pertama
alergen sampai kulit menjadi sensitif disebut fase induksi atau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata
berlangsung selama 2-3 minggu.1,2

Gambar 1. Skema DKA

Fase Sensitisasi
Alergen atau hapten diaplikasikan pada kulit dan diambil oleh sel Langerhans. Antigen
akan terdegradasi atau diproses dan terikat pada Human Leucocyte Antigen-DR (HLADR), dan
kompleks yang diekspresikan pada permukaan sel Langerhans. SelLangerhans akan bergerak
melalui jalur limfatik ke kelenjar regional, dimana akan terdapat kompleks yang spesifik
terhadap sel T dengan CD4-positif. Kompleks antigen- HLA-DR ini berinteraksi dengan reseptor
T-sel tertentu (TCR) dan kompleks CD3. Sel Langerhans juga akan mengeluarkan Interleukin-1
(IL-1). Interaksi antigen dan IL-1 mengaktifkan sel T. Sel T mensekresi IL-2 dan
mengekspresikan reseptor IL-2 pada permukaannya. Hal ini menyebabkan stimulasi autokrin dan
proliferasi sel T spesifik yang beredar di seluruh tubuh dan kembali ke kulit.1,2
Tahap Elisitasi
Setelah seorang individu tersensitisasi oleh antigen, sel T primer atau memori dengan
antigen-TCR spesifik meningkat dalam jumlah dan beredar melalui pembuluh darah kemudian
masuk ke kulit. Ketika antigen kontak pada kulit, antigen akan diproses dan dipresentasikan
dengan HLA-DR pada permukaan sel Langerhans. Kompleks akan dipresentasikan kepada sel
T4 spesifik dalam kulit (atau kelenjar, atau keduanya), dan elisitasi dimulai. Kompleks HLA-
DR-antigen berinteraksi dengan kompleks CD3-TCR spesifik untuk mengaktifkan baik sel
Langerhans maupun sel T. Ini akan menginduksi sekresi IL-1 oleh sel Langerhans dan
menghasilkan IL-2 dan produksi IL-2R oleh sel T. 1,2
Hal ini menyebabkan proliferasi sel T. Sel T yang teraktivasi akan mensekresi IL-3, IL-
4, interferon-gamma, dan granulocyte macrophage colony-stimulating factor (GMCSF).
Kemudian sitokin akan mengaktifkan sel Langerhans dan keratinosit. Keratinosit yang
teraktivasi akan mensekresi IL-1, kemudian IL-1 mengaktifkan phospolipase. Hal ini melepaskan
asam arakidonik untuk produksi prostaglandin (PG) dan leukotrin (LT). PG dan LT menginduksi
aktivasi sel mast dan pelebaran pembuluh darah secara langsung dan pelepasan histamin yang
melalui sel mast. Karena produk vasoaktif dan chemoattractant, sel-sel dan protein dilepaskan
dari pembuluh darah. Keratinosit yang teraktivasi juga mengungkapkan intercellular adhesion
molecule-1 (ICAM-1) dan HLA-DR, yang memungkinkan interaksi seluler langsung dengan sel-
sel darah.1,2

2.4 Gejala Klinis DKA


Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan
dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas jelas, kemudian diikuti
edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan
eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan
mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak
iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran. Sifat alergen dapat menentukan gambaran
klinisnya. Bahan kimia karet tertentu (phenyl-isopropyl-p-phenylenediamine) bisa menyebabkan
dermatitis purpura, dan derivatnya dapat megakibatkan dermatitis granulomatosa. Dermatitis
pigmentosa dapat disebabkan oleh parfum dan kosmetik.1,3
Berbagai lokasi terjadinya DKA1,2
a. Tangan
Kejadian DKA lebih sering terjadi karena tangan merupakan organ tubuh yang paling sering
digunakan untuk melakukan pekerjaan sehari-hari, misalnya deterjen, semen, peptisida dan
getah sayuran.
b. Lengan
Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel), sarung
tangan karet, tanaman.
c. Wajah
Dermatitis pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik, spons, tangkai kaca mata dan
semua alergen yang kontak dengan tangan dapat mengenai muka pada saat menyeka keringat,
getah buah-buahan dan obat tetes mata.
d. Telinga
Anting atau jepit telinga yang terbuat dari nikel, obat topikal dan gagang telepon.
e. Leher
Penyebab kalung dari nikel, parfum, alergen di udara dan zat warna pakaian.
f. Badan
Dermatitis kontak dapat diakibatkan oleh tekstil, zat warna, kancing logam, karet, plastik,
bahan pelembut atau pewangi pakaian.
g. Genitalia
Penyebab dapat dari pembalut, deterjen, bahan nilon dan obat topikal.

2.5 Diagnosa DKA


2.5.1 Riwayat Penyakit
Perempuan lebih sering mengalami DKA daripada laki-laki, dan ada peningkatan insiden
dengan bertambahnya usia. Riwayat awal pasien terkena penyakit ini yang pada akhirnya akan
dievaluasi sebagai DKA merupakan standar anamnesa dermatologi. Riwayat dimulai dengan
diskusi tentang penyakit ini dan fokus pada tempat timbulnya masalah dan agen topikal yang
digunakan untuk mengobati masalah. Riwayat penyakit kulit, atopi, dan kesehatan umum juga
secara rutin diselidiki. Gambaran klinis DKA tergantung pada jenis alergen yang menyebabkan.
Biasanya, dermatitis terjadi pada lokasi aplikasi alergen tetapi penyebaran dermatitis juga
mungkin terjadi. Dalam anamnesis riwayat pasien, penting untuk mempertimbangkan pekerjaan,
rumah tangga, dan kemungkinan paparan terhadap alergen saat bepergian, dan juga tentu saja
waktu, lokalisasi, alergen sebelumnya diidentifikasi, diatesis topik, perawatan kulit, kosmetik,
dan obat topikal maupun sistemik.1,2

2.5.2 Pemeriksaan Fisik


Penampilan klinis DKA dapat bervariasi tergantung pada lokasi dan durasi. Pada
kebanyakan kasus, erupsi akut ditandai dengan makula dan papula eritema, vesikel, atau bula,
tergantung pada intensitas dari respon alergi. Namun, dalam DKA akut di daerah tertentu dari
tubuh, seperti kelopak mata, penis, dan skrotum, eritema dan edema biasanya mendominasi
dibandingkan vesikel. Batas-batas dermatitis umumnya tidak tegas. DKA pada wajah dapat
mengakibatkan pembengkakan periorbital yang menyerupai angioedema. Pada fase subakut,
vesikel kurang menonjol, dan pengerasan kulit, skala, dan lichenifikasi dini bisa saja terjadi.
Pada DKA kronis hampir semua kulit muncul scaling, lichenifikasi, dermatitis yang pecah-pecah
(membentuk fisura), dengan atau tanpa papulovesikelisasi yang menyertainya. DKA tidak selalu
tampak eksema, ada varian noneksema yang mencakup lichenoid kontak, eritema multiformis
(EM), hipersensitivitas kontak kulit seperti selulitis, leukoderma kontak, purpura kontak, dan
erythema dyschromicum perstans. Dari jumlah tersebut, varian lichenoid dan EM terlihat paling
sering.1,2
Daerah kulit yang berbeda juga berbeda dalam kemudahan tersensitisasi. Tekanan,
gesekan, dan keringat merupakan faktor yang tampaknya meningkatkan sensitisasi. Kelopak
mata, leher, dan alat kelamin adalah salah satu daerah yang paling mudah peka, sedangkan
telapak tangan, telapak kaki, dan kulit kepala lebih resisten.1,2

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang1,2


1. Uji Tempel atau Patch Test (In Vivo)
Uji tempel digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas terhadap zat yang bersentuhan
dengan kulit sehingga alergen dapat ditentukan dan tindakan korektif dapat diambil. Uji tempel
merupakan pemeriksaan untuk konfirmasi dan diagnostik tetapi hanya dalamkerangka anamnesis
dan pemeriksaan fisik, uji tempel ini jarang membantu jika tanpa anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Uji tempel dapat diadministrasikan dengan thin-layer rapid-use epicutaneous (TRUE) atau
dengan ruang aluminium yang disiapkan tersendiri (Finn) dimana dipasang pada tape Scanpor.
Zat uji biasanya diaplikasikan pada punggung atas, meskipun jika hanya satu atau dua yang
diterapkan, lengan luar atas juga dapat digunakan. Tempelan dihapus setelah 48 jam (atau lebih
cepat jika gatal parah atau terbakar pada kulit) kemudian dibaca. Kulit yang ditempel ini perlu
dievaluasi lagi pada hari ke-4 atau 5, karena reaksi positif mungkin tidak muncul sebelumnya.

Provocative Use Test


Pemeriksaan ini akan mengkonfirmasi reaksi uji tempel yang mendekati positif terhadap
bahan-bahan dari zat, seperti kosmetik. Pemeriksaan ini juga digunakan untuk menguji produk-
produk untuk kulit. Bahan digosok ke kulit normal pada bagian dalam lengan atas beberapa kali
sehari selama lima hari.

Uji Photopatch
Uji photopatch digunakan untuk mengevaluasi fotoalergi kontak terhadap zat seperti
sulfonamid, fenotiazin, p-aminobenzoic acid, oxybenzone, 6-metil kumarin, musk ambrette, atau
tetrachlorsalicylanilide. Sebuah uji tempel standar diterapkan selama 24 jam, hal ini kemudian
terekspos 5 sampai 15 J/m2 dari ultraviolet-A dan dibaca setelah 48 jam.
Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang mempunyai
riwayat urtikaria dadakan, karena dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi
anafilaksis. Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan pertama
dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau
minimal.
Hasilnya dicatat seperti berikut :
1 = reaksi lemah (nonvesikuler) : eritema, infiltrat, papul (+)
2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan : hanya makula eritematosa (?)
5 = iritasi : seperti terbakar, pustul atau purpura (IR)
6 = reaksi negatif (-)
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT = Not Tested)
Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi, biasanya 72 atau
96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan antara
respon alergik atau iritasi, dan juga mengidentifikasi lebih banyak lagi respon positif alergen.

Gambar 2. Uji tempel

2.6 Diagnosa Banding DKA1,3


Kondisi kulit yang paling sering membingungkan adalah dermatitis seboroik, dermatitis
atopik, psoriasis, dan dermatitis iritan primer. Pada dermatitis seboroik, ada kecenderungan
umum ke arah kulitnya yang sifatnya berminyak, predileksi lesi ini adalah kulit kepala, zona T
pada wajah, dada tengah, dan lipatan inguinal. Dermatitis atopik sering onsetnya pada masa bayi
atau anak usia dini. Kulit tampak kering dan meskipun pruritus merupakan fitur yang menonjol,
pruritus akan muncul sebelum lesi, bukan setelah lesi.
Daerah yang paling sering terlibat adalah permukaan fleksura. Batas dermatitis tidak
tegas, dan perkembangan dari eritema ke papula dan ke vesikel tidak terlihat. Dermatitis
psoriatik ditandai oleh plak eritematosa berbatas tegas dengan sisik warna putih keperakan. Lesi
sering didistribusikan secara simetris di atas permukaan ekstensor seperti lutut atau siku.
Dermatitis iritan primer mungkin hampir tidak bisa dibedakan dalam penampilan fisiknya dari
DKA. Perlu ditekankan bahwa mungkin ada kondisi-kondisi kulit lainnya yang menyertai. Hal
ini tidak biasa untuk melihat DKA disebabkan oleh obat topikal yang digunakan sebagai
pengobatan dermatitis atopik maupun dermatitis lainnya. DKA harus dibedakan dari urtikaria
kontak di mana ruam muncul dalam beberapa menit setelah pemaparan dan memudar dalam
beberapa menit sampai beberapa jam. Reaksi alergi terhadap lateks adalah contoh terbaik dari
urtikaria kontak alergi.

2.7 Penatalaksanaan DKA3,4


Penatalaksanaan awal dari semua jenis DKA diduga terdiri dari reduksi atau, jika
memungkinkan, eliminasi semua alergen yang dicurigai dan penggunaan steroid topikal atau -
terutama di wajah - inhibitor kalsineurin topikal untuk mengembalikan kulit menjadi normal.

2.7. 1 Pencegahan
a. Menghindari Alergen
Setelah kemungkinan penyebab masalah dermatologi pasien telah ditentukan oleh uji tempel,
sangat penting untuk menyampaikan informasi ini kepada pasien dengan cara yang mudah
dimengerti. Ini melibatkan penjelasan cermat terhadap bahan yang mengandung alergen.
Namun, untuk beberapa bahan kimia (seperti nikel dan kromium logam), penghindaran
langsung setelah sekali sensitisasi tidak selalu menghasilkan perbaikan gejala. Secara
keseluruhan, prognosis untuk alergi akibat kerja ini buruk. Dengan demikian, menghindari
alergen yang sudah pernah terpapar sekali adalah pencegahan yang tidak memadai. Selain itu,
menasihati pekerja dengan DKA untuk meninggalkan posisi mereka saat ini mungkin bukan
saran terbaik, terutama jika perubahan pekerjaan akan menghasilkan dampak ekonomi yang
signifikan buruk.
b. Induksi Ambang Batas
Pencegahan DKA yang benar terletak pada penentuan ambang batas untuk induksi penyakit.
Berdasarkan informasi ini, produk dapat dipasarkan dan tempat kerja dirancang agar
mengandung alergen pada tingkat bawah ambang batas.

2.7.2 Pengobatan
a. Terapi Gejala
Bahan pengering seperti aluminium sulfat topikal, kalsium asetat bermanfaat untuk
vesikel akut dan erupsi yang basah, sedangkan erupsi likenifikasi paling baik ditangani dengan
emolien. Pruritus dapat dikontrol dengan antipruritus topikal atau antihistamin oral, antihistamin
topikal atau anestesi sebaiknya dihindari karena risiko merangsang alergi sekunder pada kulit
yang sudah mengalami dermatitis. Pengobatan dengan agen fisikokimia yang mengurangi respon
juga mungkin diperlukan. Glukokortikoid, macrolaktam, dan radiasi ultraviolet yang paling
banyak digunakan. Individu dengan DKA akibat kerja yang secara ekonomi tidak mampu untuk
berhenti bekerja dengan alergen dan yang juga tidak dapat bekerja dengan sarung tangan atau
krim pelindung, dapat mengambil manfaat dari terapi UVB atau PUVA.

b. Pelindung Fisikokimia
Pencegahan DKA yaitu menghindari alergen, namun karena berbagai alasan, terutama
ekonomi, hal ini tidak selalu dapat dilakukan. Banyak bahan kimia, terutama molekul organik,
cepat dapat menembus sarung tangan berbahan vinyl atau karet lateks yang alami maupun
sintetik, dan pekerja mungkin tidak dapat menghindari kontak setiap hari dengan alergen. Orang-
orang ini mungkin dapat menggunakan sarung tangan plastik yang terbuat dari laminasi
proprietary. Di masa depan, krim pelindung mungkin tersedia untuk membantu pasien tersebut.
Namun, krim ini tersedia untuk alergen tertentu saja (terutama poison ivy dan poison oak), dan
hanya efektif jika area yang dilindungi dicuci dalam beberapa jam setelah kontak dengan
alergen, dan pantas bagi banyak pasien oleh karena konsistensinya yang berminyak.
2.8 Komplikasi
Dapat terjadi komplikasi yaitu infeksi bakteri. Gejalanya berupa bintik-bintik yang
mengeluarkan nanah. Pembengkakan kelenjar getah bening sehingga penderita mengalami
demam dan lesu.1,3

2.9 Prognosis1,3
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaktannya
dapatdisingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila bersamaan dengan dermatitis
oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis), atau pajanan dengan
bahan iritan yang tidak mungkin dihindari.
BAB III

LAPORAN KASUS

a. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. YD

Umur : 24 tahun

Alamat : Genuk

Agama : Islam

No.RM : 013472xx

Tanggal Pemeriksaan : 12 Mei 2018

b. ANAMNESIS

Alloanamnesa dilakukan di Poli Kilit RSISA pada tanggal 12 Mei 2018.

Keluhan Utama

 Keluhan Subjektif : Gatal

 Keluhan Objektif : Muncul bercak merah

Riwayat Penyakit Sekarang

 Onset : sejak 2 minggu

 Lokasi : di kedua selangkangan

 Kronologi : Keluhan gatal muncul disertai bercak merah pada kedua selangkangan

setelah memakai pembalut saat menstruasi, kadang terasa cekit-cekit saat terkena air.

 Kualitas : bercak kemerahan terasa tersa gatal dan kadang cekit-cekit sehingga

mengganggu aktivitas dan mengurangi rasa nyaman

 Kuantitas : gatal dan cekit-cekit hilang timbul


 Faktor memperberat : Bila berkeringat dan terkena air makin gatal dan cekit-cekit

 Faktor memperingan : -

Riwayat Penyakit Dahulu

 Sebemlumnya belum pernah sakit serupa

 Riwayat alergi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

 Riwayat penyakit serupadisangkal

 Riwayat alergi disangkal

Riwayat Kebiasaan

 Pasien biasanya mengganti pembalut 3x sehari

Riwayat Alergi obat / makanan

 Alergi obat dan makanan disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi

 Pekerjaan pasien adalah IRT

 Biaya kesehatan ditanggung BPJS

c. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Komposmentis

Tekanan darah : Tidak dilakukan

Nadi : Tidak dilakukan

Suhu : Tidak dilakukan

RR : Tidak dilakukan

BB : Tidak dilakukan
TB : Tidak dilakukan

IMT : Tidak dilakukan

Status Generalis

Kepala : Tidak dilakukan

Mata : Tidak dilakukan

Telinga : Tidak dilakukan

Hidung : Tidak dilakukan

Leher : Tidak dilakukan

Thorax : Tidak dilakukan

Abdomen : Tidak dilakukan

Extremitas : Tidak dilakukan

Genital : Tidak dilakukan

Status Dermatologi

Lokasi I : kedua selangkangan

UKK : macula eritem, hiperpigmentasi, batas tidak tegas, papul, skuama, likenifikasi

d. RESUME
Nama : Ny. YD

Umur : 24 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Keluhan Subjektif : gatal

Keluhan Onjektif : bercak merah

Telah dilaporkan kasus Pasien YD usia 24 tahun yang diperiksa dengan keluhan gatal,

muncul bercak kemerahan pada kedua selangkangan sejak 2 minggu. Diagnosis DKA ditegakkan

dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sebelum periksa ke rumah sakit pasien merasa muncul

bercak kemerahan yang terasa gatal (+) dan kadang cekit-cekit saat terkena air di kedua

selangkangannya. Bercak kemerahan berbatas tidak tegas, tidak nyeri pada palpasi dan muncul

setelah pasien menggunakan pembalut merk X saat menstruasi. Sebelumnya pasien pernah

menggunakan pembalut X tersebut tapi tidak muncul keluhan. Namun, setelah menggunakan

kembali pembalut tersebut kulit pada kedua selangkangan pasien menjadi merah, gatal dan cekit-

cekit saat terkena air. Pasien belum pernah sakit serupa sebelumnya. Riwayat alergi pada pasien

dan keluarga disangkal. Pasien adalah IRT,, biaya kesehatan ditanggung BPJS. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan UKK macula eritem, hiperpigmentasi, batas tidak tegas, papul,

skuama dan likenifikasi.

e. DIAGNOSIS BANDING

 DKA

 DKI

 Dermatitis atopi

f. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Uji tempel (patch test)

g. DIAGNOSIS KERJA

 DKA

h. TATALAKSANA

R/ Cloderma cream tube No. I

s.u.e

R/ lameson tab 4 mg No. XV

s3dd tab 1

R/ alloris tab 10mg No. X

s.1dd tab 1

i. PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad sanam : bonam

Ad kosmetika : bonam

j. EDUKASI

Aspek klinis

 Gunakan obat sesuai anjuran

 Tidak menggaruk lesi untuk mencegah infeksi sekunder

 Menghidari allergen

Aspek agama

 Sabar, ikhlas dan tawakal serta selalu ikhtiar dalam menghadapi penyakit yang diderita
BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis DKA ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Berdasarakan

teori DKA timbul setelah kontak berulang dengan allergen. Dimana pada anamnesis

ditemukan bahwa sebelum muncul rasa gatal dan bercak merah, pasien mengalami

kontak berulang dengan pembalut yang digunakan ketika menstruasi. Kemudian dari

pemerikasaan fisik didapatkan macula eritem, hiperpigmentasi, batas tak tegas,

papul, skuama dan likenifikasi. Lesi disini sesuai teori dimana pada stadium kronik

dari DKA ditemukan kulit kering, berskuama, papul ,likenifikasi , batas tak tegas

dan mungkin juga ditemukan fisura. Untuk lebih menegakkan diagnosis, pada pasien

ini seharusnya dilakukan pemeriksaan penunjang berupa uji tempel.

Perbedaan dengan diagnosis banding seperti DKI dan dermatitis atopi yaitu : Pada

DKI tidak didahului oleh proses sensitasi karena merupakan reaksi non imunologik,

serta pasien tidak memiliki kriteria mayor maupun minor dari dermatitis atopi.

Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini adalah pemberian obat sistemik
berupa alloris 1x10 mg/hari selama 1 minggu, lameson 3×4 mg/hari dan topical
berupa krim cloderma 0,05% pada lesi 2x1 hari. Edukasi yang diberikan pada pasien
yaitu menghindari pajanan bahan alergi dan menghindari garukan pada lesi.
REFERENSI

1. Djuanda, A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke 6. Fakultas Kedokteran FKUI,
Jakarta. 2011.
2. Belsito DV. Allergic Contact Dermatitis. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K,
Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI (eds). Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 6th ed. New York: The McGraw-Hill; 2003. h. 1164-1179.
3. Siregar, S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke 3. EGC, Jakarta. 2014
4. Farmakologi dan Terapi. Editor; Gunawan, Sulistia Gan. Ed: 5, 2007. FKUI

Anda mungkin juga menyukai