Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN KASUS ANESTESI

LAPAROTOMI PASIEN ILEUS OBSTRUKTIF DENGAN GENERAL


ANESTESI - INTUBASI

STATUS PENDERITA

1. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 74 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
No RM : 100532
Tanggal masuk : 26 April 2015
Tanggal operasi : 30 April 2015
Pasien bangsal : Anggrek

2. Keluhan Utama
Nyeri perut

2.1. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan mengeluhkan nyeri perut dan tidak bisa
BAB 5 hari SMRS. Awalnya ketika pasien akan buang air besar yang
keluar hanya lendir disertai dengan adanya darah. Pasien merasakan
sangat sakit pada perutnya apalagi bila ditekan. Pasien hanya
mengobatinya dengan mengompres perut dengan botol yang diisi
dengan air hangat. Pasien juga tidak dapat kentut. 1 hari SMRS,
pasien mengalami diare. Pusing (-), Demam (-), mual (+), muntah (+),
penurunan kesadaran (-), buang air kecil tidak ada perubahan.
2.2. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat operasi disangkal
- Riwayat mondok di rumah sakit disangkal
- Riwayat batuk lama disangkal
- Riwayat asma atau sesak nafas disangkal

0
- Riwayat alergi obat disangkal
- Riwayat penyakit gula diakui sejak 4 tahun dan tidak terkontrol
- Pasien tidak sedang dalam pengobatan suatu penyakit tertentu dan
tidak mengkonsumsi obat-obatan apapun.
2.3. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat anggota keluarga yang menderita keluhan serupa
disangkal
- Riwayat penyakit kencing manis disangkal

3. Persiapan Pre Operasi


3.1. Anamnesis (30 April 2015)
A (Allergy) : Tidak ada riwayat alergi obat-obatan, makanan dan
penyakit
M (Medication) : (-)
P (Past Illnes) : Riwayat DM (+), HT (-), Asma (-)
L (Last meal) : Puasa mulai pukul 02.00 WIB (6 jam sebelum
operasi)
E (Environment): pasien tampak kesakitan, kooperatif, tensi 149/71
mmHg, nadi 66x/menit
3.2. Pemeriksaan Fisik Pre-operasi (30 April 2015)
Tanda Vital
 TD : 149/71 mmHg
 Nadi : 66 x/menit
 RR : 12 x/menit
 SaO2 : 99 %
 Suhu : 36,5oC
 TB : 156 cm
 BB : 42 Kg
 Jantung : dbn
 Paru : dbn
 Mulut, gigi dan jalan nafas : dbn
 Ekstremitas : dbn
4. Pemeriksaan Penunjang (26 April 2015)
HEMATOLOGI
1. Darah rutin (WB EDTA) Nilai Normal
2. Leukosit : 15,83 103/uL 3,6-11 103/uL
3. Eritrosit : 5,15/uL (L) 3,8-5,2 103/uL
4. Hemoglobin : 13,0 g/dL (L) 11,7-15,5 g/dL
5. Hematocrit : 39,3 % (L) 35-47 %
6. Trombosit : 428 103 /u (L) 150-400 103 /uL

1
7. Kimia Klinik (Serum)
a. Gula Darah Sewaktu : 194 mg/dL <125 mg/dL
b. Kalium : 5,1 mmol/L 3,5-5,0
8. Serologi-Imun
a. HbsAg : Non Reaktif (-) Non Reaktif (-)
a. Pemeriksaan Penunjang (28 April 2015)
HEMATOLOGI
Darah rutin (WB EDTA) Nilai Normal
1. Leukosit : 17,45 103/uL 3,6-11 103/uL
2. Eritrosit : 3,48 103/uL (L) 3,8-5,2 103/uL
3. Hemoglobin : 8,9 g/dL (L) 11,7-15,5 g/dL
4. Hematocrit : 26,6 % (L) 35-47 %
5. Trombosit : 317 103 /u (L) 150-400 103 /uL
6. Kimia Klinik (Serum)
Gula Darah Sewaktu : 194 mg/dL <125 mg/dL
7. Serologi-Imun
HbsAg : Non Reaktif (-) Non Reaktif (-)
b. Pemeriksaan Penunjang (30 April 2015)
HEMATOLOGI
Darah rutin (WB EDTA) Nilai Normal
1. Leukosit : 18,95 103/uL 3,6-11 103/uL
2. Eritrosit : 4,61 103/uL (L) 3,8-5,2 103/uL
3. Hemoglobin : 11,60 g/dL (L) 11,7-15,5 g/dL
4. Hematocrit : 34,6 % (L) 35-47 %
5. Trombosit : 382 103 /u (L) 150-400 103 /uL
6. Kimia Klinik (Serum)
Gula Darah Sewaktu : 194 mg/dL <125 mg/dL
7. Serologi-Imun
HbsAg : Non Reaktif (-) Non Reaktif (-)
8. Koagulasi
PPT : 11,7 s 9,7-13,1
APPT : 33,00 s 25,5-42,1
c. Pemerikasaan x foto abdomen 3 posisi
Kesan adanya obstruksi letak tinggi

5. Laporan Anesthesi Durante Operasi


 Tindakan operasi
laparotomi dengan general anesthesia
 Jenis anestesi
anestesi umum, semi closed, general endotracheal anestesi dengan
ET oral no: 6,5 respirasi kontrol.
 Lama anestesi
14.15 – 14.40 WIB
 Lama operasi
14.45 – 15.45 WIB

2
 Premedikasi
± 5 menit sebelum dilakukan induksi anestesi, diberikan
premedikasi berupa Sulfas Atropine 0,25mg, fentanyl 25 µg IV
serta ondancetron 4 mg/2ml (IV)
 Induksi
Untuk induksi digunakan propofol 100 mg IV. Setelah itu pasien
diberi O2 murni selama ± 1 menit, disusul pemberian atracurium 5
mg IV setelah terjadi relaksasi kemudian dilakukan intubasi
melalui oral dengan ET no. 6,5. Setelah di cek pengembangan paru
dan suara nafas paru kanan dan kiri sama, ET di fiksasi dan
dihubungkan dengan mesin anestesi. Pernafasan pasien dibantu
sampai terjadi nafas spontan.
 Maintenance
Untuk mempertahankan status anestesi digunakan kombinasi O2 4
L/ menit, N2O 2 L/ menit, sevoflurance 0,4 %. Selama tindakan
anestesi berlangsung, tekanan darah dan nadi senantiasa di kotrol
setiap 5 menit. Tekanan darah sistolik berkisar antara 94-141
mmHg, dan 60-80 mmHg untuk diastolik, nadi berkisar antara 80-
95 x/ menit. Infus voluven diberikan pada penderita sebagai cairan
rumatan.
 Reverse
Diberi neostigmin 1,5 mg IV dan sulfas atropin 0,25 mg IV
 Terapi cairan : voluven 500 ml 2 jalur
 Pemantauan Tanda Vital

3
6. Post operasi

Pasien dipindah ke ruang pemulihan dan diobsevasi mengenai pernafasan,


tekanan darah, nadi. Bila pasien tenang dan Aldrette Score ≥ 8 tanpa nilai
nol, dapat dipindah ke bangsal. Namun, pada kasus ini, pasien langsung
dipindahkan ke ruang ICU untuk mendapatkan pengawasan yang lebih
intensif.

7. Tindakan Anestesi Umum dan Intubasi


- Pasien diposisikan supine
- Memastikan kondisi pasien stabil dengan vital sign dalam batas normal
- Memberikan obat premedikasi secara intra vena (ondansentron, sulfas
atropin, fentanyl)
- Pasien diberi O2 100% 6 L/m dengan face mask selama 2-5 menit
- Memastikan airway pasien dalam kondisi paten
- Memasukkan muscle relaxan atracurium 25 mg IV diberi bantuan
napas dengan ventlasi mekanik
- Setelah pasien dalam kondisi tidak sadar dan stabil dilakukan intubasi
- Ventilasi dengan oksigenasi
- Cuff dikembangkan, cek suara napas pada semua lapang paru dan
lambung dengan dipastikan suara napas dan dada mengembang secara
simetris
- ETT difiksasi agar tidak lepas dan disambungkan ke ventilator
- Maintenance dengan inhalasi O2 4 L/m, N2O 2 L/m, sevoflourance
0,4%

4
- Monitor TTV, produksi urin 5 ml/kgBB/jam, saturasi O2 dan tanda
komplikasi ( perdarahan, alergi obat, obstriksi jalan napas, dan nyeri)
- Menjelang selesai operasi diberikan reverse nesotigmin dan sulfas
atropin
- Selesasi operasi setelah pasien sadar dilakukan ekstubasi, napas
spontan, ada rflek jalan napas atas dan dapat menuruti perintah
sederhana

8. Pasca Bedah di Recovery Room (RR)

 Aldrette Score :

Total score 7

9. Recovery Room
 Masuk jam : 15.45 WIB
 Pulang jam : 16.15 WIB
Keadaan Umum : Baik
Respon Kesadaran : Terjaga
Status mental : somnolen
Jalan nafas : endotracheal tube

5
Pernafasan : Teratur
Sirkulasi anggota badan : Merah muda
Kulit : Kering
Posisi Pasien : Supinasi
Nadi : Teratur
Infus : voluven
Tanda Vital
 TD : 111/77 mmHg
 Nadi : 80 x/menit
 RR : 14 x/menit
 SaO2 : 99 %

10. Instruksi Post Operasi Dengan general anestesi


Post operasi rawat di ICU
Infus RL 25 tpm
O2 2 L/menit
Pantau TTV
Pasang NGT dan dilakukan bilas lambung hingga bersih lalu diberi
sucralfat

PEMBAHASAN

1. Anestesi Umum
Tindakan anestesi dilakukan dengan menghilangkan nyeri secara
sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau
reversible. Tindakan anesthesia yang memadai, meliputi 3 komponen:
1. Hipnotik
2. Analgesik

6
3. Relaksasi
Sebelum pasien diberi obat anestesi, langkah sebelumnya adalah dilakukan
premedikasi yaitu tindakan awaln anesthesia dengan memberikan obat-obat
pendahuluan yang terdiri dari obat-obat golongan antikholinergik, sedatif,
dan analgetik. Tujuan dari pemberian obat-obatan premedikasi adalah:
1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien, yang meliputi bebas dari rasa
takut, tegang, dan khawatir: bebas nyeri dan mencegah mual muntah.
2. Mengurangi sekresi kelenjar dan menekan refleks vagus.
3. Memudahkan/memperlancar induksi.
4. Mengurangi dosis obat anesthesia.
5. Mengurangi rasa sakit dan kegelisahan pasca bedah.
Pada pasien ini premedikasi yang digunakan adalah fentanil. Fentanil
ialah zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100x morfin. Lebih larut
dalam lemak dibanding petidin dan menembus sawar jaringan dengan
mudah. Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara
kualitatif hampir sama dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru
ketika pertama melewatinya. Efek tak disukai ialah kekakuan otot
punggung yang sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh otot.
Induksi pada pasien dilakukan dengan pemberian Propofol dengan
penambahan Notrixum. Propofol adalah obat anestesi intravena yang
bekerja cepat dengan karakter recovery anestesi yang cepat tanpa rasa
pusing dan mual-mual. Propofol merupakan cairan emulsi minyak-air yang
berwarna putih yang bersifat isotonic dengan kepekatan 1% (1ml=10mg)
dan mudah larut dalam lemak. Propofol menghambat transmisi neuron yang
dihantarkan oleh GABA. Propofol adalah obat anestesi umum yang bekerja
cepat yang efek kerjanya dicapai dalam waktu 30 detik. Cara pemberian
bisa secara suntikan bolus intravena atau secara kontinu melalui infuse
Pada fase rumatan pada pasien ini digunakan N2O/O2 dan isofluran.
Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini
bersifat anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat, sehingga sering digunakan
untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada akhir anestesi setelah
N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga
terjadi pengenceran O2 100% selama 5-10 menit.

7
2. Intubasi Endotracheal
Tujuan dilakukan tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk
membersihkan saluran trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar
tetap paten, mencegah aspirasi, serta mempermudah pemberian ventilasi
dan oksigenasi bagi pasien operasi. Pada dasarnya, tujuan intubasi
endotrakheal:
a. Mempermudah pemberian anestesia.
b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan
kelancaran pernafasan.
c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan
tidak sadar, lambung penuh dan tidak ada refleks batuk).
d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.
e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.
f. Mengatasi obstruksi laring akut.
g. Obat.

3. Terapi Cairan
Terapi cairan perioperatif termasuk penggantian defisit cairan
sebelumnya, kebutuhan maintenance dan luka operasi seperti pendarahan.
Dengan tidak adanya intake oral, defisit cairan dan elektrolit bisa terjadi
cepat karena terjadinya pembentukan urin, sekresi gastrointestinal, keringat
dan insensible losses yang terus menerus dari kulit dan paru. Kebutuhan
maintenance normal dapat diperkirakan dari tabel dibawah:

Kebutuhan Cairan Selama Operasi


Jenis Operasi Kebutuhan Cairan Selama
Operasi
Ringan 4 cc/kgBB/jam
Sedang 6 cc/kgBB/jam
Berat 8 cc/kgBB/jam

8
Pasien yang puasa tanpa intake cairan sebelum operasi akan
mengalami deficit cairan karena durasi puasa. Defisit bisa dihitung dengan
mengalikan kebutuhan cairan maintenance dengan waktu puasa.
Penggantian Cairan Selama Puasa
 50 % selama jam I operasi
 25 % selama jam II operasi
 25 % selama jam III operasi
Terapi cairan intravena dapat terdiri dari infus kristaloid, koloid, atau
kombinasi keduanya. Cairan kristaloid adalah cairan dengan ion low
molecular weight (garam) dengan atau tanpa glukosa, sedangkan cairan
koloid juga mengandung zat-zat high molecular weight seperti protein atau
glukosa polimer besar. Cairan koloid menjaga tekanan onkotik koloid
plasma dan untuk sebagian besar intravaskular, sedangkan cairan kristaloid
cepat menyeimbangkan dengan dan mendistribusikan seluruh ruang cairan
ekstraseluler.
Karena kebanyakan kehilangan cairan intraoperatif adalah isotonik,
cairan jenis replacement yang umumnya digunakan. Cairan yang paling
umum digunakan adalah larutan Ringer laktat. Meskipun sedikit hipotonik,
menyediakan sekitar 100 mL free water per liter dan cenderung untuk
menurunkan natrium serum 130 mEq/L, Ringer laktat umumnya memiliki
efek yang paling sedikit pada komposisi cairan ekstraseluler danmerupakan
menjadi cairan yang paling fisiologis ketika volume besar diperlukan.
Kehilangan darah durante operasi biasanya digantikan dengan cairan
kristaloid sebanyak 3 hingga empat kali jumlah volume darah yang hilang.

9
DAFTAR PUSTAKA

Barash, P. G., Cullen, B. F., Stoelting, R. K., Cahalan, M. K., Stock, M. C.


2009. Handbook of Clinical Anesthesia. 6th edition. USA: Lippincott
Williams & Wilkins..
Latief, S. A., Suryadi, K. A., Dachlan M. R. 2009. Petunjuk Praktis
Anestesiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif FKUI.
Keat Sally, Simon T, Alexander B, Sarah L. 2013. Anaesthesia on the
move 1th editional. U.K. Hodder Arnold

10

Anda mungkin juga menyukai