PENDAHULUAN
hidup pada suhu -21 oC selama lebih dari 5 menit. Alasan lain bahwa cryotherapy
tidak disukai yaitu dapat terjadinya ulserasi kronis jika prosedur tersebut tidak
dilakukan dengan baik.
Pengobatan pada penyakit ini memerlukan pengobatan yang berulang.
Terapi topikal yang dapat digunakan adalah thiabendazole atau albendazole 10 %
karena larva dapat bermigrasi di luar lesi yang tak terlihat dan lokasi yang tidak
dapat ditentukan serta efek samping yang diberikan maka dari beberapa literatur
menyebutkan bahwa eksisi atau cryotherapy tidak dianjurkan dilakukan.
Meskipun memiliki efek samping, penelitian di Pakistan menunjukkan bahwa
efektivitas cryotherapy yang dikombinasikan dengan albendazole memberikan
angka keberhasilan terapi lebih tinggi (100%) dibandingkan penggunaan
albendazole sendiri (22%). (10) Pada wanita hamil yang menderita cutaneous
larva migrans penggunaan antelmintik tidak dianjurkan, sehingga penggunaan
cryotherapy merupakan terapi yang paling aman digunakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Istilah ini digunakan pada kelainan kulit yang merupakan
peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif,
disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan
kucing. 1
Pada beberapa sumber lain menyebutan dengan nama Creeping
eruption, creeping verminous dermatitis, sandworm eruption, plumberss
itch, duck hunters itch. Semua nama ini lebih ditunjukan ada gejala yang
timbul (gatal dan creeping dermatitis) yang dapat juga disebabkan oleh
beberapa jenis parasite yang lain. 2
B. EPIDEMIOLOGI
Cutaneus larva migrans (CLM) terdistribusi secara luas dan hampir
dapat ditemukan di wilayah tropic dan sub tropic, terutama bagian
tenggara Amerika Serikat, Caribia, Africa, Amerika tengah dan selatan,
India dan Asia tenggara. Beberapa aktivitas dapat meningkatkan resiko
infeksi, terutama yang berhubungan dengan tanah yang terkontaminasi
dengan kotoran hewan, seperti bermain di lapangan, berjalan tanpa alas
kaki di pantai, dan pekerjaan di bawah tanah yang harus dilakukan dengan
posisi merangkak.
Selain itu pekerja yang yang dalam kesehariannya terutama pekerja
di bidang pertanian yang tidak menggunakan sepatu memiliki resiko yang
2,4
lebih besar terkena CLM. Selain itu, juga dilaporkan kasus juga terjadi
pada daerah timur tengah. Dimana tempat yang panas dan kelembapan
yang cukup merupakan tempat yang baik baik persebaran infeksi cacing
ini. 6
C. ETIOPATOGENESIS
Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang
binatang anjing dan kucing., yaitu Ancylostoma braziliense dan
Ancylostoma caninum. Di Asia Timur umumnya disebabkan oleh
gnatostoma babi dan kucing. Pada beberapa kasus ditemukan
Enchinococcus, Strongyloides sterconalis, Dermatobia maxiales, dan
Lucilia caesar. Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva dari beberapa
jenis lalat, misalnya Castrophilus (the horse bot fly) dan cattle fly.
Biasanya larva ini merupakan stadium ketiga siklus hidupya.
Nematoda hidup pada hospes, ovum terdapat pada kotoran
binatang dan karena kelembapan berubah menjadi larva yang mampu
mengadakan penetrasi ke kulit. Larva ini tinggal di kulit berjalan-jalan
tanpa tujuan sepanjang dermoepidermal, setelah beberapa jam atau hari
akan timbul gejala di kulit.1,2. Namun dalam case report yang dilakukan
oleh Michael Arter disebutkan bahwa larva mungkin dapat dorman selama
beberapa bulan setelah infeksi.7
D. GEJALA KLINIS
Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas.
Mula-mula akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni
lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3
mm, serta panjang 15-20 cm dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul
yang eritomatosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut telah berada di
kulit selama beberapa jam atau hari.1
Gambar 4. Cutaneus Larva Migrans2
E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Special Test. Tetap harus ditemukan adanya tanda-tanda creeping
eruption, dan riwayat terpapar atau riwayat berpergian ke daerah yang
mungkin dapat menularkan infeksi cacing ini. Penegakan dari folikulitis
cacing harus berdasarkan adanya penemuan klinis berupa pruritus folikulitis
yang disertai creeping eruption. Di lain pihak, terkadang perlu adanya
pemerikasaan histologis yang akan menenumkan nematoda yang terperangkap
di canal folikel, stratum corneum, maupun lapisan dermis disertai dengan
adanya infiltrat eosinophilic.
Anand et all menyebutkan dalam Journalnya yang berjudul Cutaneues
Larva Migrans: Diagnosis on Fine Needle Aspiration. Penulis melakukan
pemeriksaan sitologi dalam menegegakkan Cutaneus larva migrans. Dimana
ditemukan adanya cacing refracile yang panjang dengan kutikula yang tebal,
dikelilingi neurtophil dan histiosit. Penulis juga menyebutkan bahwa
penemuan eosinophil dan peningkatan Immunoglobulin E memang langka.
F. DIAGNOSIS
Berdasarkan bentuk khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang
yang lurus atau berkelok-kelok, menimbul, dan terdapat papul atau vesikel
di atasnya.1
G. DIAGNOSA BANDING
Dengan melihat adanya terowongan harus dibedakan dengan scabies,
pada scabies terowongan yang terbentuk tidak akan sepanjang seperti penyakit
ini. Bila melihat bentuk yang polisiklik sering dikacaukan dengan
dermatofitosis. Pada permulaan lesi berupa papul, karena itu sering diduga
insects bite. Bila invasi larva yang multiple timbul serentak, papul-papul lesi
dini sering menyerupai herpes zoster stadium permulaan.1
Selain itu juga pada pekerja di bidang pertanian dapat dipikirkan
beberapa diagnosis banding yang lain seperti tinea, leishmaniasis, dermatitis
kontak, erythema chronicum migrans, migratory myasis, larva currens,
gnathostomiasis, dan loaiasis. 4
H. PENGOBATAN
Sejak tahun 1963 telah diketahui bahwa antihelmintes berspektrum
luas, misalnya tiabendazol (mintezol), ternyata efektif. Dosisnya 50 mg/kg
BB/hari, sehari 2x, diberikan berturut-turut selama 2 hari. Dosis maksimum 3
gram sehari, jika belum sembuh dapat diulangi setelah beberapa hari. Obat ini
sukar didapat. Efek sampingnya mual, pusing, dan muntah. Eyster
mencobakan pengobatan topical solution tiabendazol dalam DMSO dan
ternyata efektif. Demikian pula pengobatan dengan suspense obat tersebut
secara oklusi selama 24-48 jam telah dicoba oleh Davis dan Israel.1
Obat lain ialah abendazol, dosis sehari 400 mg sebagai dosis tunggal,
diberikan 3 hari berturut-turut. Sumber lain menyebutkan dalam 5-7 hari. 1,3
Dapat juga diberikan single dose Ivermectin (200/kg BB) dapat membunuh
migrasi larva secara efektif dan mengurangi gatal secara cepat. Topikal
thiabendazole 10% cream, meskipun kurang efektif, namun dapat menjadi
terapi alternative pada anak-anak untuk mencegah adanya efek potensial dari
terapi sistemik.
Nesama et all menyebetukan juga bahawa kombinasi dari obat topical dan
sistemik terkadang dibutuhkan juga dalam pengobatan cutaneous larva
migrans.3,6Cara terapi ialah dengan cryotheraphy yakni menggunakan CO2
snow (dry ice) dengan penekanan 45 sampai 1, dua hari berturut-turut.
Penggunaan N2 liquid juga dicobakan. Cara beku dengan menyemprotkan
kloretil sepanjang lesi. Cara tersebut di atas agak sulit karena kita tidak
mengetahui secara pasti di mana larva berada, dan bila terlalu lama dapat
merusak jaringan sekitarnya.
Pengobatan cara lama dan sudak ditinggalkan adalah dengan preparat
atimon.1 Neseema et all menyebutkan dalam penelitian nya bahwa pengobatan
cutaneous larva migrans yang menggunakan kombinasi terapi anatara
albendazole (400 mg selama 7 hari) dan liquid nitrogen (1 sesi) lebih
berkhasiat dalam pengobatan. 6
I. KOMPLIKASI
Dari beberapa penelitian, juga didapatkan beberapa penemuan lain
yang berhubungan dengan keadaan sistemik, seperti wheezing, batuk,
urtikaria, peripheral eosinophilia (Loefneer Syndorome, larva dapat
penetrasi hingga bagian paru-paru menyebabkan pulmonary eosinophiilia
dan batuk lama), infiltrat pada paru-paru, peningkatan imunoglobulin E
yang mana ditemukan pada beberapa pasien yang terdiagnosis cutaneus
larva migrans.2,3,5
J. PREVENTIF
Dapat dicegah dengan menghidari kontak kulit langsung dengan
tanah yang terkontaminasi kotoran hewan.2 Ketika mengunjungi negara
tropis, terutama wilayah pantai dan area berpasir, area lembab, disarankan
menggunakan sepatu yang menutup seluruh bagian kaki. Serta
menghindari duduk dan tidur di area berpasir meskipun menggunakan
handuk sebagai alas.3
K. PROGNOSIS
Prognosis pasien dengan cutaneous larva migrans sangat baik.
Pada dasarnya merupakan suatu penyakit self limiting. Manusia
merupakan tempat end-host bagi parasit ini dan lesi akan bertahap hilang
dalam 4-8 minggu namun dalam beberapa kasus juga dapat selama 1
tahun.3
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Tn. Ibnu
Usia : 31 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Tikung Yaden
Tanggal Periksa : 05 Mei 2017
B. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Gatal-gatal
b. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
- Onset : 1 minggu yang lalu
- Lokasi : Kaki kanan
- Kronologis :Pasien mengeluhkan gatal-gatal sejak 1
minggu di kaki kanan. Terdapat bintil-bintil kemerahan di kaki
yang memanjang dan berkelok-kelok pada daerah yang gatal.
Selain gatal, bintil-bintil tersebut kadang terasa panas. Awalnya
bintil berjejer kurang dari 2 cm dan semakin bertambah
panjang setelah digaruk. Pasien juga merasakan seperti ada
yang berjalan di kaki nya dan jika di garuk terasa pedih. Pasien
merasa gatal sekali sehingga mengganggu aktivitas pasien dan
keluhan gatal dirasakan terus-menerus. Pasien juga
mengeluhkan pusing berputar dan mual sudah sejak 3 hari.
Muntah (-), BAB dan BAK dalam batas normal.
- Faktor memperberat: (-)
- Faktor memperingan: (-)
- Gejala penyerta : Keluhan gatal disertai dengan rasa nyeri
dan panas.
c. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
- Keluhan gatal yang sama : 1 tahun yang lalu
- Vertigo : 6 bulan yang lalu
- Lipoma : 6 bulan yang lalu
- Riwayat alergi : disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
- Keluhan yang sama dengan pasien : disangkal
- Asma : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama istri. Pasien bekerja sebagai pekerja
bangunan dan secara rutin setiap hari. Pasien mengaku jarang
memakai alas kaki saat bekerja.
C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum / kesadaran : sedang / komposmentis
b. Tanda vital : TD = 110/70; N = 88x/menit; RR = 20x/mnt;
S = tidak dilakukan pengukuran
c. Berat Badan = 64 kg; Tinggi Badan = 165 cm
d. Status Generalis
o Kepala : dalam batas normal
o Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
o Hidung : napas cuping hidung (-/-), discharge (-/-)
o Telinga : simetris, discharge (-/-)
o Mulut : bibir sianosis (-), faring hiperemis (-)
o Thoraks : bentuk normal, simetris, retraksi (-),
ketinggalan gerak (-)
o Cor/Pulmo : dalam batas normal
o Abdomen : dalam batas normal
e. Status Lokalis (Dermatologis)
o Regio cruris dextra
Efloresensi: Kanalikuli berkelok-kelok menimbul,
diameter 2-3 mm, dengan permukaan eritem.
D. RESUME
Pasien laki-laki berusia 31 tahun datang ke poli umum puskesmas
toboali dengan keluhan gatal di kaki sejak 1 minggu SMRS. Pasien
mengaku gatal dirasakan sepanjang hari sehingga menggangu
aktivitasnya. Gatal bertambah berat saat berkeringat. Keluhan gatal
disertai dengan rasa nyeri dan panas. Pada pemeriksaan status
dermatologis, didapatkan kanalikuli berkelok-kelok menimbul,
diameter 2-3 mm, dengan permukaan eritem.
E. DIAGNOSIS KERJA
Creeping Eruption / Cutaneus Larva Migrans
F. DIAGNOSIS BANDING
1. Skabies
2. Tinea pedis
3. Strongiloidiasis
4. Dermatitis alergika
G. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Mencari larva dari ujung ruam
H. PENATALAKSANAAN
1. Non farmakologis
- Edukasi tentang creeping eruption, perjalanannya dan
pengobatannya.
- Anjuran untuk tidak menggaruk bila gatal.
- Mengenakan alas kaki untuk mencegah kontak langsung
dengan tanah yang tercemar kotoran binatang.
- Kotoran binatang harus dipindahkan secara benar dari area
aktivitas manusia.
- Pemantauan efek samping pengobatan.
2. Farmakologis
- Albendazol 400 mg 1x1 tab selama 3 hari
- Cetirizine 1x10 mg
- Antasida 3x 1 tab ac
- Ibuprofen 400 mg 3x1 tablet selama 3 hari
I. PROGNOSIS
1. Ad vitam : Ad bonam
2. Ad fungsionam : Ad bonam
3. Ad sanationam : Ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
Alasan Deskripsi
No Diagnosis Definisi Gambar
Diagnosis Lesi
1 Cutaneous larva Tampak lesi Cutaneous Larva Tampak
migrans pruritus disertai migrans papul
bengkak merupakan eritematous,
kemerahan pada kelainan kulit jumlah
kulit yang yang disebabkan multiple,
berkelok-kelok. oleh migrasi konfigurasi
Awalnya kedua larva cacing lineardan
tangan dan paha tambang ke serpiginosa
pasien terasa dalam kulit. membentuk
bengkak, panas terowongan,
dan merah tanpa dengan
adanya distribusi
gambaran bilateral.
kelokan
didapatkan
setelah pasien
pulang bertani.
Beberapa hari
kemudian
keluhan tersebut
bertambah dan
membentuk
kelok-kelokan
2 Scabies Lesi dapat Scabies Tampak
ditemukan pada merupakan papul
sela-sela jari, penyakit kulit dengan
pergelangan yang disebabkan ekskoriasi
tangan, sisi oleh dan krusta,
telapak tangan, kutu/tungau/mite jumlah
siku, aksila, Sarcoptes multiple,
lipatan-lipatan scabiei varian konfigurasi
tubuh, hominis yang linear
skromtum, memiliki siklus membentuk
penis, labia dan kehidupan terowongan,
areola pada sepenuhnya dengan
wanita. berada di dalam distribusi
Gambaran epidermis bilateral
patogmonis
berupa
terowongan
berdinding tipis
yang berkelok-
kelok dan/atau
linear dengan
panjang 1-
10mm,
disebabkan
perpindahan
kutu pada
stratum
korneum, dan
terdapat vesikel
pada salah satu
ujung yang
berdekatan
dengan kutu
yang sedang
menggali
terowongan,
dan dikelilingi
eritema ringan
3 Tinea Pedis Adanya rasa Tinea Pedis Tampak
gatal yang merupakan plak
dialami pasien kelainan kulit eritematous,
dan terdapat yang disebabkan disertai
lesi yang oleh infeksi central
bentuk jamur yang healing dan
serpiginosa lokasinya berada terdapat
di kaki pustula atau
vesikel pada
bagian
tepinya,
jumlah
multiple dan
konfigurasi
annular
A. KESIMPULAN
B. SARAN
1. Aisah, Siti. 2008. Creeping Eruption, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi ke 5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : Balai
Penerbit FK UI. Hal 125-126
2. Mary Elizabeth Wilson.2008. Helminthic Infections, Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine Seventh Edition. McGrawHill : United
States Of America. Hal 2011-2029
3. Vano Galvan, Sergio. Gil-Mosquera et all. 2009. Case Report Cutaneous
Larva Migrans : A Case Report. Biomed Central 2:112.
4. F.Conde, Jeniifer. Feldman, Steven et all. 2007. Cutaneous Larva Migrans
in a Migrant Latino Farmworker. Journal of Agromedicine, 12:2,45-48
5. Supples, Suzanne. Gupta, Shobbit et all 2013. Creeping eruptions:
Cutaneous Larva Migrans. Journal of Community Hospital Medicine.
6. Neseema, Kapadia. Borhany, Tesneem. Forooqui, Maria. 2013. Use of
Liquid Nitrogen and Albendazole in Succesfully treating Cutaneous Larva
Migrans. Journal of the Collage of Physicians and Surgeons Pakistas 2013,
23(5) : 319-321
7. Arcer, Michael. 2009. Late Presentation of Cutaneous Larva Migrans : A
case report. Case Journal 2:7533
8. Black, Michael. Grovee, David et all. 2010. Case Series Cutaneous Larva
Migrans in infant in the Adelaide Hills. Australasian Journal of
Dermatology (2010) 51 : 281-284
9. Anand. Sowmya. 2013. Cutaneous Larva Migrans : Diagnosis on Fine
Needle Aspiration. International Journal of Recent Trends in Science and
Tecnology. 9:2