Anda di halaman 1dari 56

Laporan Kasus

KEMATIAN AKIBAT TENGGELAM

Oleh:

Muhammad Haris Al Ghipari 1930912310112

Jessica Sirait 1930912320063

Marlin Berliannanda 1930912320120

Pembimbing:

dr. Hj. Nila Nirmalasari, M.Sc, Sp.F

BAGIAN/KSM ILMU KEDOKTERAN DAN KEHAKIMAN


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/
RSUD ULIN BANJARMASIN
Juni, 2022
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................ ii

DAFTAR TABEL.................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 3

BAB III LAPORAN KASUS................................................................... 21

BAB IV PEMBAHASAN................................................................... 30

BAB V PENUTUP............................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 42

LAMPIRAN....

.......................................................................................... 44

ii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Perbedaan Tenggelam di Air Tawar dan Air Asin............................ 14

4.1 Perbedaan Tenggelam di Air Tawar dan Air Asin............................ 39

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Patofisiologi Asfiksia dalam Tenggelam.......................................... 6

2.2 Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam dalam Air Tawar............. 8

2.3 Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam dalam Air Asin............... 9

2.4 Pemeriksaan Luar Korban Tenggelam.............................................. 16

4.1 Prinsip Tes Diatom............................................................................ 38

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Tenggelam atau drowning adalah suatu proses gangguan nafas yang

dialami akibat masuknya cairan yang cukup banyak ke dalam saluran nafas atau

paru-paru. Proses tenggelam dimulai ketika saluran nafas berada di bawah

permukaan air (terendam) atau air yang terpercik ke wajah (terbenam).1 Dalam

kasus tenggelam, terendamnya seluruh tubuh dalam cairan tidak diperlukan. Yang

diperlukan adalah adanya cukup cairan yang menutupi lubang hidung dan mulut

sehingga kasus tenggelam tidak hanya terbatas pada perairan yang dalam seperti

laut, sungai, danau, atau kolam renang, tetapi mungkin pula terbenam dalam

kubangan atau selokan dimana hanya bagian muka yang berada di bawah

permukaan air.1 Sedangkan hampir tenggelam (near drowning) adalah keadaan

gangguan fisiologi tubuh akibat tenggelam, tetapi tidak terjadi kematian.2

Kasus tenggelam sering terjadi pada saat rekreasi air, seperti kolam renang

dan bak mandi, selain itu salah satu faktor risiko penting yaitu konsumsi alkohol

di daerah yang dekat dengan air dapat meningkatkan kejadian tenggelam ataupun

bunuh diri.2,3 Berdasarkan World Health Organization (WHO), 0,7% kematian di

dunia atau 500.000 kematian setiap tahunnya disebabkan oleh tenggelam. WHO

juga mencatat pada tahun 2004 di seluruh dunia terdapat 388.000 orang

meninggal karena tenggelam dan menempati urutan ketiga kematian di dunia

akibat cedera tidak disengaja. Menurut Global Burden of Disease (GBD), angka

tersebut sebenarnya lebih kecil dibandingkan seluruh kasus kematian akibat

1
2

tenggelam yang disebabkan oleh banjir, kecelakaan angkutan air, dan bencana

lainnya. Insiden paling banyak terjadi pada negara berkembang, terutama pada

anak-anak berumur kurang dari 5 tahun. Tenggelam merupakan penyebab utama

kematian di dunia di antara anak laki-laki berusia 5-14 tahun. Di Amerika Serikat,

tenggelam merupakan penyebab kedua kematian yang disebabkan oleh

kecelakaan di antara anak-anak usia 1 sampai 4 tahun, dengan angka kematian

rata-rata 3 per 1000 orang.3

Asfiksia merupakan salah satu mekanisme kematian dari kasus tenggelam.

Kematian karena asfiksia sering terjadi, baik secara wajar maupun tidak wajar,

sehingga tidak jarang dokter diminta bantuannya oleh pihak polisi/penyidik untuk

membantu memecahkan kasus-kasus kematian karena asfiksia terutama bila ada

kecurigaan kematian tidak wajar. Tenggelam merupakan kematian tipe asfiksia

yang disebabkan adanya air yang menutup jalan saluran pernapasan sampai ke

paru-paru. Bila pada asfiksia yang lain tidak terjadi perubahan elektrolit dalam

darah, sedangkan pada tenggelam perubahan tersebut ada, baik tenggelam dalam

air tawar (fresh water drowning) maupun tenggelam dalam air asin (salt water

drowning).4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Tenggelam merupakan masuknya cairan yang cukup banyak ke dalam

saluran nafas atau paru-paru. Dalam kasus tenggelam, terendamnya seluruh tubuh

dalam cairan tidak diperlukan. Yang diperlukan adalah adanya cukup cairan yang

menutupi lubang hidung dan mulut sehingga kasus tenggelam tidak hanya terbatas

pada perairan yang dalam seperti laut, sungai, danau, atau kolam renang, tetapi

mungkin pula terbenam dalam kubangan atau selokan dimana hanya bagian

muka yang berada di bawah permukaan air. Sedangkan hampir tenggelam (near

drowning) adalah keadaan gangguan fisiologi tubuh akibat tenggelam, tetapi tidak

terjadi kematian.3

B. Cara Kejadian

Peristiwa tenggelam dapat terjadi karena:5

1. Kecelakaan

Peristiwa tenggelam terjadi karena kecelakaan sering terjadi karena korban

jatuh ke laut, sungai ataupun danau. Pada anak-anak, kecelakaan sering terjadi di

kolam renang atau galian tanah berisi air. Faktor-faktor yang sering menjadi

penyebab kecelakaan antara lain karena mabuk atau serangan epilepsi.

2. Bunuh diri

3
4

Peristiwa bunuh diri dengan menjatuhkan diri ke dalam air sering kali

terjadi. Terkadang tubuh pelaku diikat dengan pemberat agar supaya tubuh dapat

tenggelam dengan mudah.

3. Pembunuhan

Banyak cara yang digunakan misalnya dengan melemparkan korban ke

laut atau memasukkan kepala ke dalam bak berisi air. Pada kasus korban

tenggelam yang sudah membusuk, identifikasi amat sukar atau sudah tidak

diketahui tempat kejadiannya, tidak ada saksi, maka tidak dapat diklasifikasikan

kecelakaan atau bunuh diri/pembunuhan.

C. Epidemiologi

WHO menyatakan bahwa 0,7% penyebab kematian di dunia atau lebih

dari 500.000 kematian setiap tahunnya disebabkan oleh tenggelam. WHO juga

mencatat pada tahun 2004 di seluruh dunia terdapat 388.000 orang meninggal

karena tenggelam dan menempati urutan ketiga kematian di dunia akibat cedera

tidak disengaja. Menurut Global Burden of Disease (GBD), angka tersebut

sebenarnya lebih kecil dibandingkan seluruh kasus kematian akibat tenggelam

yang disebabkan oleh banjir, kecelakaan angkutan air, dan bencana lainnya.

Insiden paling banyak terjadi pada negara berkembang, terutama pada anak-anak

berumur kurang dari 5 tahun. Selain umur, faktor risiko lain yang berkontribusi

meningkatkan terjadinya kasus tenggelam di antaranya jenis kelamin terutama

laki-laki yang memiliki angka kematian dua kali lipat terhadap perempuan,

penggunaan alkohol atau penyalahgunaan obat pada 50% kasus yang melibatkan
5

remaja maupun dewasa, anak-anak tanpa pengawasan saat berada di air,

perburukan dari kondisi medis sebelumnya (kejang, sakit jantung, pingsan) dan

percobaan bunuh diri.1 Di Indonesia sendiri, data yang diperoleh dari RS. Dr.

Soetomo Surabaya didapatkan 23 orang meninggal karena tenggelam mulai bulan

Januari 2011 hingga September 2011. Sedangkan pada 4 tahun terakhir

didapatkan 93 kasus meninggal karena tenggelam sejak Januari 2007 hingga

Desember 2010.6,7

D. Patofisiologi

Asfiksia merupakan faktor yang paling sering menyebabkan kematian

pada korban tenggelam. Asfiksia merupakan gangguan dalam pertukaran udara

pernafasaan yang mengakibatkan oksigen darah berkurang disertai peningkatan

karbondioksida.8,9

Jika tubuh kekurangan oksigen maka gejala klinik yang akan terjadi

bergantung pada tingkat kekurangan zat tersebut:

1. Dispneu

Pada stadium ini gerakan pernafasan menjadi lebih cepat dan berat, denyut

nadi lebih cepat, tekanan darah naik serta sianosis. Gejala-gejala tersebut terjadi

akibat rangsangan pusat pernafasan di medulla oleh kurangnya oksigen pada sel

darah merah disertai penumpukan kadar CO2.9,10

2. Konvulsi
6

Mula-mula terjadi konvulsi klonik, diikuti konvulsi tonik dan berakhir

dengan spasme opistotonik. Pupil melebar jantung menjadi lebih lambat. Hal ini

disebabkan karena adanya paralysis pada pusat saraf yang letaknya lebih tinggi.9,10

3. Apneu

Pada stadium ini pusat pernafasan mengalami depresi yang berlebihan

sehingga gerakan nafas menjadi sangat lemah atau berhenti. Penderita menjadi

tidak sadar dan dalam keadaan ini dapat terjadi pengeluaran sperma, urin atau

feces.9,10

4. Stadium akhir

Pada stadium ini terjadi paralysis secara lengkap dari pusat pernafasan.

Sebelum pernafasan berhenti sama sekali dapat terlihat gerakan nafas oleh otot-

otot pernafasan sekunder.9,10

Patologi asfiksia dalam tenggelam dapat digambarkan dengan skema

sebagai berikut :8,9

Tenggelam

Asfiksia

Inspirasi dalam
Kebutuhan udara

Udara dikeluarkan dari paru Air masuk paru

Refleks Batuk

Gambar 2.1 Patofisiologi Asfiksia dalam Tenggelam8,9


7

Kematian yang terjadi karena asfiksia pada peristiwa tenggelam dapat

disebabkan oleh :

1. Refleks vagal

Air yang masuk dengan deras ke nasofaring dan atau laring dapat

menyebabkan perangsangan vagal yang menyebabkan hambatan kerja jantung.

Kematian yang terjadi karena refleks vagal terjadi sangat cepat dan pada

pemeriksaan post mortem tidak ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia maupun

air di dalam paru-paru sehingga sering disebut tenggelam kering.11,12

2. Spasme laring

Spasme laring lebih sering terjadi bila korban tenggelam dengan cara

tengadah sehingga air masuk dengan mudah melalui hidung mencapai laring lalu

timbul spasme laring. Pada pemeriksaan post mortem dapat ditemukan adanya

tanda-tanda asfiksia tetapi pada paru tidak didapatkan air atau benda-benda air.11,12

3. Edema pulmonum

Pada tenggelam di air asin akan terjadi difusi garam ke sistem vaskuler

sehingga kadar natrium, klorida dan magnesium yang meningkat. Kemudian air

akan bergerak masuk ke alveoli paru yang berakibat edema paru.11,12

4. Fibrilasi ventrikel

Air yang masuk ke paru akan cepat merembes ke jaringan paru dan

kapiler sekitar alveoli menyebabkan pengenceran darah dan penurunan kadar

garam mineral darah yang hebat. Adanya anoksia dan penurunan kadar natrium

darah merupakan pencetus fibrilasi ventrikel, kematian terjadi dalam waktu

kurang dari 5 menit.11,12


8

Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam Dalam Air Tawar


Air tawar bersifat hipotonis dibandingkan plasma darah karena konsentrasi

elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah. Ketika

air tawar masuk ke dalam paru-paru (alveoli), dengan cepat air tawar berpindah

dari tempat alveoli ke sistem vaskuler melalui membran alveoli karena perbedaan

tekanan osmotik antara air tawar di alveoli paru dan plasma darah. Air tawar

tersebut dengan cepat berpindah meningkatkan volume darah (hipervolemia)

sekitar 50 ml% permenit sehingga akan terjadi hemodilusi darah, air masuk ke

dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah

(hemolisis). Pada keadaan ini terjadi absorpsi cairan yang masif.7

Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan

ini dengan melepaskan ion kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion

kalium dalam plasma meningkat (hiperkalemia), terjadi perubahan keseimbangan

ion kalium dan kalsium dalam serabut otot jantung dapat mendorong terjadinya

fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah, yang kemudian menyebabkan

timbulnya kematian akibat anoksia serebri. Kematian terjadi dalam waktu 5

menit.7
9

Gambar 2.2 Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam dalam Air Tawar7

Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam Dalam Air Asin

Air asin bersifat hipertonis, dimana konsentrasi elektrolit cairan air asin

lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga air akan ditarik dari sirkulasi

pulmonal ke dalam jaringan interstisial paru yang akan menimbulkan edema

pulmonar, hemokonsentrasi, hipovolemi dan kenaikan kadar magnesium dalam

darah. Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat dan

menyebabkan terjadinya payah jantung. Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 8-

9 menit setelah tenggelam.7

Gambar 2.3 Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam dalam Air Asin7

E. Klasifikasi Tenggelam

Berikut adalah klasifikasi dari tenggelam :

1. Berdasarkan Morfologi Penampakan Paru


10

Berdasarkan morfologi penampakan paru pada otopsi, tenggelam

dibedakan atas tenggelam kering (dry drowning) dan tenggelam tipe basah (wet

drowning).5

a. Tipe kering (dry drowning)

Tenggelam tipe kering paling banyak terjadi pada anak-anak dan dewasa

yang banyak di bawah pengaruh obat-obatan (hipnotik sedatif) atau alkohol,

dimana mereka tidak memperlihatkan kepanikan atau usaha penyelamatan diri

saat tenggelam. Selain itu, air tidak teraspirasi masuk ke traktus respiratorius

bawah atau ke lambung. Kematian terjadi secara cepat, merupakan akibat dari

refleks vagal yang dapat menyebabkan henti jantung atau akibat dari spasme

laring karena masuknya air secara tiba-tiba ke dalam hidung dan traktus

respiratorius bagian atas.

Beberapa faktor predisposisi kematian akibat dry drowning seperti

intoksikasi alkohol (mendepresi aktivitas kortikal), adanya penyakit yang

sebelumnya (seperti aterosklerosis), kejadian tenggelam/terbenam secara tak

terduga/mendadak, ketakutan atau aktivitas fisik berlebih (peningkatan sirkulasi

katekolamin, disertai kekurangan oksigen, dapat menyebabkan cardiac arrest).5

b. Tipe basah (wet drowning)

Pada tenggelam tipe basah (wet drowning) terjadi aspirasi cairan. Aspirasi

1-3 ml/kgBB air akan signifikan dengan berkurangnya pertukaran udara. Aspirasi

air sampai paru menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru. Air tawar

bergerak dengan cepat ke membran kapiler alveoli. Surfaktan menjadi rusak


11

sehingga menyebabkan ninstabilitas alveoli, atelektasis, dan menurunnya

kemampuan paru untuk mengembang.5

Pada wet drowning, yang mana terjadi inhalasi cairan, korban menahan

nafas karena peningkatan CO2 dan penurunan kadar O2 terjadi megap-megap.

Dapat terjadi regurgitasi dan aspirasi isi lambung kemudian adanya laringospasme

yang diikuti dengan pemasukan air. Setelah itu, korban kehilangan kesadaran dan

terjadi apneu. Penderita kemudian megap-megap kembali, bisa sampai beberapa

menit diikuti kejang-kejang. Penderita akhirnya mengalami henti nafas dan

jantung.5

2. Berdasarkan Lokasi Tenggelam

Jika ditinjau berdasarkan jenis air tempat terjadinya tenggelam, maka

dapat dibedakan menjadi tenggelam di air tawar dan tenggelam di air asin.

a. Air Tawar

Air tawar akan dengan cepat diserap dalam jumlah besar, sehingga terjadi

hemodilusi yang hebat sampai 72% yang berakibat terjadinya hemolisis. Oleh

karena terjadi perubahan biokimiawi yang serius, dimana kalium dalam plasma

meningkat dan natrium berkkurang, juga terjadi anoksia yang hebat pada

miokardium. Hemodilusi menyebabkan cairan dalam pembuluh darah atau

sirkulasi, menjadi berlebihan sehingga terjadi penurunan tekanan sistol dan dalam

waktu beberapa menit terjadi fibrilasi ventrikel. Jantung untuk beberapa saat

masih berdenyut dan lemah, terjadi anoksia serebri yang hebat yang dapat

mejelaskan mengapa kematian terjadi dengan cepat.5

b. Air Asin
12

Pada tenggelam di air laut terjadi pertukaran eletrolit dari air asin ke darah

sehingga mengakibatkan peningkatan natirum plasma, air akan ditarik dari

sirkulasi pulmoinal ke dalam jaringan interstitial paru yang akan menimbulkan

edema pulmo yang hebat dalam waktu yang singkat dan peningkatan hematokrit

(hipovolemi). Peningkatan viskositas darah (hemokonsentrasi) menyebabkan

sirkulasi aliran darah menjadi lambat dan anoksia pada miokardium yang

menimbulkan payah jantung dan kematian terjadi kuurang lebih 8-9 menit setelah

tenggelam.5

Literatur lain mengklasifikasikan tenggelam sebagai berikut :

1. Typical drowning (wet drowning)

Pada typical drowning ditandai dengan adanya hambatan pada saluran

napas dan paru karena adanya cairan yang masuk ke dalam tubuh. Pada keadaan

ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah korban tenggelam.

Kematian terjadi setelah korban menghirup air. Jumlah air yang dapat mematikan,

jika dihirup paru-paru adalah sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30-40 ml

untuk bayi.12,13

2. Atypical drowning

Pada atypical drowning ditandai dengan sedikitnya atau bahkan tidak

adanya cairan dalam saluran napas. Karena tidak khasnya tanda otopsi pada

korban atypical drowning maka untuk menegakkan diagnosis kematian selain

tetap melakukan pemeriksaan luar juga dilakukan penelusuran keadaan korban

sebelum meninggal dan riwayat penyakit dahulu.12,13

Atypical drowning dibedakan menjadi:


13

2.1. Dry Drowning

Pada keadaan ini cairan tidak masuk ke dalam saluran pernapasan, akibat

spasme laring. Menurut teori adalah bahwa ketika sedikit air memasuki laring atau

trakea, tiba-tiba terjadi spasme laring yang dipicu oleh vagal refleks. Lendir tebal,

busa, dan buih dapat terbentuk, menghasilkan plug fisik pada saat ini. Dengan

demikian, air tidak pernah memasuki paru-paru akan menyebabkan keadaan

asfiksia, dan akan menyebabkan kematian. Istilah dry drowning digunakan untuk

menggambarkan keadaan dimana pada jenazah saat dilakukan otopsi tidak

ditemukan adanya cairan dalam saluran pernapasan dan paru-paru. Cairan tidak

ditemukan karena sudah diserap masuk ke dalam sirkulasi pulmonal. Hal ini

berarti istilah dry drowning/dry-lung drowning ialah bila tenggelam dalam air

tawar yang hipotonis.12,13

2.2. Tenggelam di Air Dangkal

Pada kondisi ini, tenggelam terjadi pada air dengan ketinggian yang

dangkal, tapi cukup untuk menenggelamkan bagian mulut atau hidung. Biasanya

terjadi akibat kecelakaan pada orang cacat atau anak kecil, epilepsi, keadaan

mabuk, koma, atau orang dengan trauma kapitis.12,13

2.3. Immersion syndrome (vagal inhibition)

Terjadi dengan tiba-tiba pada korban tenggelam di air yang sangat dingin

(< 20oC atau 68oF) akibat reflek vagal yang menginduksi disaritmia yang

menyebabkan asistol dan fibrilasi ventrikel sehingga menyebabkan kematian.12,13

2.4. Secondary drowning


14

Pada jenis ini, korban yang sudah ditolong dari dalam air tampak sadar dan

bisa bernapas sendiri tetapi secara tiba-tiba kondisinya memburuk. Pada kasus ini

terjadi perubahan kimia dan biologi paru yang menyebabkan kematian terjadi

lebih dari 24 jam setelah tenggelam di dalam air. Kematian terjadi karena

kombinasi pengaruh edema paru, aspiration pneumonitis, gangguan elektrolit

(asidosis metabolik).12,13

3. Perbedaan tenggelam di air tawar dan air asin

Tabel 2.1 Perbedaan Tenggelam di Air Tawar dan Air Asin12,13

Tenggelam di air tawar Tenggelam di air asin


- Paru-paru besar dan ringan, - Paru-paru besar dan berat,
bila dikeluarkan dari thoraks, bila dikeluarkan dari thoraks,
paru-paru tidak kempis paru-paru akan berubah
- Warna merah pucat dan bentuk menjadi lebih datar
emfisematous - Warna ungu biru dengan
- Busa banyak permukaan yang lebih licin
- Pemeriksaan darah - Busa sedikit, cairan banyak
didapatkan: - Pemeriksaan darah
 Hypotonik didapatkan:
 Hiperkalemia  Hypertonik
 Hyponatremia  Hipokalemia
 Hipoklorida  Hypernatremia
 Hemodelusi  Hyperklorida
 hypervolemia  Hypovolemia

F. Diagnosis
15

Pada mayat akibat tenggelam, pemeriksaan harus seteliti mungkin agar

mekanisme kematian dapat ditentukan. Hal penting yang perlu ditentukan pada

pemeriksaan adalah :12

1. Menentukan identitas korban

Identitas korban ditentukan dengan memeriksa antara lain :12

a. Pakaian dan benda-benda milik korban

b. Warna dan distribusi rambut dan identitas lain

c. Kelainan atau deformitas dan jaringan parut

d. Sidik jari

e. Pemeriksaan gigi

f. Teknik identifikasi lain

2. Pemeriksaan luar

Pemeriksaan luar jenazah yang dapat dijadikan petunjuk pada mati

tenggelam di air laut maupun air tawar adalah :12

a. Mayat dalam keadaan basah berlumuran pasir dan benda-benda asing lainnya

yang terdapat di dalam air laut dan kadang-kadang bercampur Lumpur.

b. Busa halus pada hidung dan mulut, kadang berdarah

c. Mata setengah terbuka atau tertutup. Jarang terjadi perdarahan atau

bendungan.

d. Kutis anserinus pada ekstremitas akibat kontraksi otot erector pilli yang dapat

terjadi karena rangsangan dinginnya air. Gambaran seperti kutis anserine

dapat juga terjadi karena rigor mortis pada otot tersebut.


16

e. Washer woman hand. Telapak tangan dan kaki berwarna keputihan dan

berkeriput yang disebabkan karena inhibisi cairan ke dalam cutis dan

biasanya membutuhkan waktu yang lama.

f. Cadaveric spasm. Merupakan tanda vital yang terjadi pada waktu korban

berusaha menyelamatkan diri., dengan cara memegang apa saja yang terdapat

dalam air.

g. Luka lecet akibat gesekan benda-benda dalam air.

h. Penurunan suhu mayat

i. Lebam mayat terutama pada kepala dan leher.

Gambar 2.4 Pemeriksaan Luar Korban Tenggelam

3. Pemeriksaan dalam

Pemeriksaan bedah jenazah dengan cara memeriksa organ dalam pada

mati tenggelam antara lain ditemukan :12

a. Pada tindakan membuka bagian leher dan rongga thorax tampak jalan nafas

atas dan bawah terisi oleh buih halus. Terkadang peristiwa muntah sewaktu

tenggelam sehingga terdapat isi lambung di dalalm jalan nafas.

b. Ukuran paru menjadi lebih besar, pertemuan pada garis tengah di depan

kantong pericardium, dapat tertutup seluruhnya. Paru menjadi tertekan oleh

dinding dada dan tulang iga yang akan menimbulkan indentasi pada

permukaan paru. Pada saat paru dikeluarkan keadaannya tidak dalam keadaan
17

kolaps. Pada alvelolinya terdapat udara dan air. Pada pengirisan, permukaan

kering tetapi terdapat sejumlah air, terkadang berbuih, dapat keluar dari

permukaan apabila diguncang. Apabila paru dibiarkan, air dapat keluar

melalui permukaan dan perlahan-lahan menjadi kolaps. Terjadi peningkatan

tekanan ekspirasi paksa sehingga alveoli rupture, sehingga mengakibatkan

pendarahan subpleura yang dikenal sebagai Perdarahan Paltauf’s. Kondisi

paru seperti ini dikenal sebagai Emfisema Aquasum dan Trocenes Odem.

Permukaan pleura memberikan gambaran marmer dengan daerah berwarna

biru kebau-abuan sampai merah gelap, diselingi jaringan dengan tingkat

aerasi yang lebih tinggi, daerah berwarna merah muda dan abu-abu

kekuningan. Bila permukaan ditekan, akan meninggalkan lekukan. Drowning

Lung bersifat karakteristik tetapi tidak patognomonik. Air dapat sampai ke

perifer paru oleh karena adanya gerakan pernafasan aktif. Dengan adanya

tekanan hidrostatik, air dapat masuk ke dalam jalan nafas. Jika air yang

masuk hanya sedikit, maka akan mengumpul pada bagian lobus bawah paru

karena adanya gaya gravitasi. Drowning Lung dapat timbul bila korban

berada pada kedalaman 3 meter selama 65 jam atau 2 meter selama 20 jam.

Berat paru-paru pada kasus tenggelam di air tawar tidak jauh berbeda

dibanding dengan kasus tenggelam di air asin, yaitu 700 gram dan dengan

standar deviasi menjadi sekitar 200 gram. Dapat juga ditemukan paru-paru

yang biasa karena cairan tidak masuk dalam alveoli atau cairan sudah masuk

ke dalam aliran darah melalui proses imbibisi.

c. Otak, ginjal, hati dan limfe mengalami pembendungan.


18

d. Lambung dapat sangat membesar, berisi air, alga, lumpur dan sebagainya

yang mungkin pula terdapat dalam usus halus.14,15

e. Perdarahan pada otot sternocleidomastoideus dan pectoralis diduga karena

gerak pernafasan paksa.

4. Test Konfirmasi

Berbagai test konfirmasi dapat dilakukan untuk membantu menegakkan

diagnosa tenggelam. Test tersebut antara lain :12

a. Pemeriksaan diatome

Diatome adalah alga atau ganggang bersel satu dengan dinding terdiri dari

silikat (SiO2) yang tahan panas dan asam kuat. Bila seseorang mati karena

tenggelam maka cairan bersama diatome akan masuk ke dalam saluran pernafasan

atau pencernaan kemudian diatome akan masuk ke dalam aliran darah melalui

kerusakan dinding kapiler pada waktu korban masih hidup dan tersebar ke seluruh

jaringan.12 Diatom dapat ditemukan dalam paru, ginjal, hepar, dan sumsum tulang.

Metode ini baik untuk menentukan apakah orang masih hidup pada waktu

tenggelam. Ada 4 cara yang dapat dilakukan untuk pemeriksaan diatom ini,

yaitu :12,16

1) Pemeriksaan mikroskopik langsung. Pemeriksaan permukaan paru disiram

dengan air bersih iris bagian perifer ambil sedikit cairan perasan dari jaringan

perifer paru, taruh pada gelas objek tutup dengan kaca penutup. Lihat dengan

mikroskop.

2) Pemeriksaan mikroskopik jaringan dengan metode Weinig dan Pfanz.


19

3) Chemical digestion. Jaringan dihancurkan dengan menggunakan asam kuat

sehingga diharapkan diatom dapat terpisah dari jaringan tersebut.

4) Inseneration. Bahan organik dihancurkan dengan pemanasan dalam oven.

5) Test kimia darah

Test ini untuk mengetahui ada tidaknya hemodilusi atau hemokonsentrasi

pada masing-masing sisi dari jantung, dengan cara memeriksa gaya berat spesifik

dari kadar elektrolit antara lain kadar sodium atau clorida dari serum masing-

masing sisi. Test ini baru dianggap reliable jika dilakukan dalam waktu 24 jam

setelah kematian. Test kimia tersebut antara lain :12,16

a) Test Gettler

Menunjukan adanya perbedaan kadar klorida dari darah yang diambil dari

jantung kanan dan jantung kiri. Pada korban tenggelam di air laut kadar klorida

darah pada jantung kiri lebih tinggi dari jantung kanan. Perbedaan kadar elektrolit

lebih dari 10% dapat menegakkan diagnosa. Pemeriksaan tidak berarti bila ada

atrial atau ventrikel septal defek.

b) Pemeriksaan Gettler

Tenggelam dalam air asin :

 Kadar Cl jantung kiri > jantung kanan

 Na plasma meningkat.

 K plasma meningkat sedikit

Tenggelam dalam air tawar :

 Kadar Cl jantung kiri < jantung kanan

 Kadar Na plasma menurun


20

 Kadar K plasma meningkat

c) Tes Durlacher

Penentuan perbedaan berat plasma jantung kanan dan kiri. Pada semua

kasus tenggelam berat jenis plasma jantung kiri lebih tinggi daripada jantung

kanan oleh karena itu tidak dipakai membedakan tenggelam di air tawar atau asin.

Perbedaan sebesar 0,005 sudah bermakna.

d) Test asal air

Tes dilakukan dengan cara memeriksa air dari paru atau lambung secara

mikroskopis. Kegunaan tes ini adalah untuk membedakan apakah air dalam paru

berasal dari luar atau dari proses edema serta untuk mencocokkan air dalam paru

dengan air dilokasi tempat tenggelam yaitu dengan meneliti spesies ganggang

diatome.
BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. RR

Umur : 47 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Warga Negara : Indonesia

Alamat : Jl. Mulawarman Gg. Sasgo No. 11 RT. 33/03 Kel. Teluk

Dalam Kec. Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin

B. ANAMNESIS

Menurut surat penyidik, orang tersebut ditemukan meninggal dunia yang

terjadi pada hari Rabu tanggal 13 April 2022 sekitar jam 15.00 WITA di

Pelabuhan Basirih Sungai Martapura Kota Banjarmasin.

C. HASIL PEMERIKSAAN

I. Pemeriksaan Luar

1. Keadaan Jenazah

Jenazah tidak berlabel, terletak di atas meja otopsi, dibungkus dengan

kantong jenazah bewarna hitam ukuran seratus dua puluh kali dua ratus

sentimeter, bagian tengah terdapat tulisan BASARNAS, setelah kantong jenazah

21
22

dibuka tampak jenazah dalam keadaan memakai baju lengan pendek bahan katun

warna hijau ukuran M, dan celana pendek bahan jeans warna hitam dengan

merek PointsSystem ukuran L. Setelah baju dibuka jenazah dalam keadaan

terpasang kutang bahan brukat warna hitam ukuran XL, di bawahnya terdapat

korset wanita bahan brukat warna hitam ukuran L/70, di bawahnya lagi terdapat

handuk bahan katun warna merah muda ukuran seratus sembilan puluh dua kali

tujuh puluh lima sentimeter yang dikunci dengan klip kertas warna hitam pada

sebelah kiri handuk. Terpasang ikat pinggang bahan kulit warna hitam merek

Lois ukuran seratus dua puluh dua kali lima sentimeter. Setelah celana jeans

pendek dibuka terdapat celana dalam wanita delapan lapis, lapisan pertama

celana dalam wanita bahan brukat warna hitam ukuran tiga puluh koma lima kali

dua puluh tujuh sentimeter, lapisan kedua terdapat celana dalam wanita bahan

jersey tebal warna hitam ukuran tiga puluh tiga kali lima belas sentimeter,

lapisan ketiga terdapat celana legging wanita warna hitam ukuran dua puluh

tujuh kali lima puluh delapan koma lima sentimeter, lapisan keempat terdapat

celana dalam wanita bahan jersey warna hitam ukuran tiga puluh satu kali dua

puluh enam sentimeter, lapisan kelima terdapat celana dalam wanita bahan

jersey warna hitam ukuran tiga puluh satu kali dua puluh sentimeter, lapisan

keenam terdapat celana dalam wanita bahan katun dengan pinggiran brukat

warna hitam ukuran tiga puluh satu kali tiga puluh satu sentimeter, lapisan

ketujuh terdapat celana dalam wanita bahan jersey warna hitam ukuran tiga

puluh empat kali Sembilan belas sentimeter, lapisan kedelapan bandana wanita

bahan wol warna merah muda ukuran tiga puluh tujuh kali sepuluh sentimeter
23

yang menutupi batang penis, lapisan kesembilan terdapat celana dalam wanita

bahan jersey dengan brukat warna hitam ukuran tiga puluh koma lima kali dua

puluh tujuh sentimeter dengan bolongan dibagian tengah seukuran batang penis

dan buah zakar, dan didalamnya terdapat pembalut wanita ukuran dua puluh

sentimeter berisi kotoran berwarna kuning.

2. Sikap jenazah di atas meja otopsi

Sikap jenazah terlentang di atas meja otopsi dengan wajah dan

menghadap ke depan. Lengan atas kanan membentuk sudut empat puluh lima

derajat terhadap sumbu tubuh. Lengan bawah kanan membentuk sudut seratus

tiga puluh lima derajat terhadap lengan atas kanan. Tangan kanan menekuk

telapak tangan menghadap atas jari-jari. Lengan atas kiri membentuk sudut

empat puluh lima derajat terhadap sumbu tubuh. Lengan bawah kiri membentuk

sudut seratus tiga puluh lima derajat terhadap lengan atas kiri. Tangan kiri

menekuk telapak tangan menghadap atas jari-jari. Tungkai atas kanan

membentuk sudut sepuluh derajat terhadap sumbu tubuh. Tungkai bawah kanan

membentuk sudut seratus tujuh puluh derajat terhadap tungkai atas kanan.

Telapak kaki kanan menghadap kekiri dengan jari-jari lurus kearah depan.

Tungkai atas kiri membentuk sudut sepuluh derajat terhadap sumbu tubuh.

Tungkai bawah kiri membentuk sudut seratus tujuh puluh derajat terhadap

tungkai atas kiri. Telapak kaki kiri menghadap kekanan dengan jari-jari lurus

kearah depan.

3. Kaku jenazah

Kaku jenazah sudah tertutupi oleh pembusukan lanjut.


24

4. Lebam jenazah

Lebam jenazah sudah tertutupi oleh pembusukan lanjut.

5. Pembusukan jenazah

Seluruh badan menggembung berwarna hijau kehitaman, bagian muka

lebih hitam dari sekitar, disertai kulit ari yang mengelupas dan pelebaran

pembuluh darah (pembusukan lanjut).

6. Ukuran jenazah

Panjang badan seratus tujuh puluh tiga sentimeter, berat badan tidak

dilakukan pengukuran.

7. Kepala

a. Rambut

Rambut berwarna hitam, tidak beruban, panjang rambut delapan

sentimeter. Rambut mudah dicabut.

b. Bagian yang tertutup rambut

Tidak terdapat luka dan derik tulang.

c. Dahi

Tidak terdapat luka dan derik tulang.

d. Mata kanan

Mata menonjol keluar dengan ukuran nol koma lima kali nol koma lima

sentimeter. Dalam keadaan membuka, rambut mata hitam, mudah dicabut,

panjang nol koma tiga sentimeter. Selaput bening mata kemerahan, lain-

lainnya keruh.

e. Mata kiri
25

Mata menonjol keluar dengan ukuran nol koma lima kali nol koma lima

sentimeter. Dalam keadaan membuka, rambut mata hitam, mudah dicabut,

panjang nol koma tiga sentimeter. Selaput bening mata kemerahan, lain-

lainnya keruh.

f. Hidung

Tidak terdapat luka dan derik tulang.

g. Mulut

Dalam keadaan terbuka lima sentimeter. Bibir atas dan bawah terlihat

hitam ukuran satu sentimeter. Lidah menjulur tergigit dua sentimeter dari

gigi, tidak ada luka. Gigi tidak lengkap pada bagian kanan atas gigi

geraham kecil satu sisa akar, gigi geraham kecil dua tidak ada, gigi

geraham besar dua sisa akar, gigi geraham besar tiga tidak ada. Pada

bagian kanan bawah, gigi geraham besar satu tidak ada, gigi geraham

besar dua dan tiga sisa akar. Pada bagian kiri atas gigi geraham besar satu,

dua, tiga tidak ada, taring dua setengah akar. Pada bagian kiri bawah gigi

geraham besar dua tidak ada. Pada mulut keluar cairan kemerahan disertai

busa.

h. Dagu

Tidak terdapat luka dan derik tulang. Tidak terdapat rambut.

i. Pipi

Tidak terdapat luka dan derik tulang.

j. Telinga

Kedua daun telinga tampak utuh, simetris, tidak terdapat luka dan tidak
26

ada derik tulang. Dari lubang telinga tidak keluar cairan.

8. Leher

Tidak terdapat luka dan derik tulang.

9. Dada

Tidak terdapat luka dan derik tulang.

10. Perut

Dinding perut satu sentimeter lebih tinggi dari dada. Tidak terdapat luka

dan memar.

11. Alat Kelamin

Jenis kelamin laki-laki, rambut kelamin warna hitam dan bercampur putih,

keriting, panjang empat koma lima sentimeter, mudah dicabut. Buah zakar

membesar. Pada lubang kelamin tidak keluar cairan.

12. Anggota Gerak Atas Kanan

a. Lengan Atas

Tidak ditemukan luka dan derik tulang.

b. Lengan Bawah

Tidak ditemukan luka dan derik tulang.

c. Tangan

Tampak lebih kaku dari sekitar (cadaveric spasm). Telapak tangan tampak

lebih keriput seperti orang sehabis mencuci pakaian (wash woman hand).

Tidak terdapat luka dan derik tulang.

13. Anggota Gerak Atas Kiri

a. Lengan Atas
27

Tidak terdapat luka dan derik tulang.

b. Lengan Bawah

Tidak terdapat luka dan derik tulang.

c. Tangan

Tampak lebih kaku dari sekitar (cadaveric spasm). Telapak tangan tampak

lebih keriput seperti orang sehabis mencuci pakaian (wash woman hand).

Tidak terdapat luka dan derik tulang.

14. Anggota Gerak Bawah Kanan

a. Paha

Tidak terdapat luka dan derik tulang.

b. Tungkai Bawah

Tidak terdapat luka dan derik tulang.

c. Kaki

Tampak lebih kaku dari sekitar (cadaveric spasm). Telapak kaki tampak

lebih keriput menyerupai orang sehabis mencuci pakaian (wash woman

hand). Tidak terdapat luka dan derik tulang.

15. Anggota Gerak Bawah Kiri

a. Paha

Tidak terdapat luka dan derik tulang.

b. Tungkai Bawah

Tidak terdapat luka dan derik tulang.

c. Kaki

Tampak lebih kaku dari sekitar (cadaveric spasm). Telapak kaki tampak
28

lebih keriput menyerupai orang sehabis mencuci pakaian (wash woman

hand). Tidak terdapat luka dan derik tulang.

16. Punggung

Tidak terdapat luka dan derik tulang.

17. Pantat

Tidak terdapat luka dan derik tulang.

18. Dubur

Terdapat lubang dubur, ditemukan kotoran yang keluar. Tidak terdapat

luka maupun memar.

19. Bagian Tubuh yang lain

Tidak ada kelainan.

II. PEMERIKSAAN DALAM

Tidak dilakukan berdasarkan surat permintaan penyidik :

Nomor : B/06/IV/2022/Sat Polairud

Tanggal : 13 April 2022

Kepolisian : Satuan Polisi Perairan dan Udara

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan berdasarkan surat permintaan penyidik :

Nomor : B/06/IV/2022/Sat Polairud

Tanggal : 13 April 2022

Kepolisian : Satuan Polisi Perairan dan Udara


29

IV. KESIMPULAN

1. Telah diperiksa jenazah laki-laki, panjang badan seratus tujuh puluh tiga

sentimeter dan berat badan tidak dilakukan pengukuran sudah mengalami

pembusukan lanjut.

2. Tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan dan trauma.

3. Sebab kematian tidak dapat ditentukan karena tidak dilakukan

pemeriksaan dalam berdasarkan nomor surat B/06/IV/2022/Sat Polairud.

4. Saat kematian diperkirakan kurang lebih tiga sampai lima hari sebelum

waktu pemeriksaan.
30
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, seorang laki-laki berusia 47 tahun ditemukan dan diduga

tenggelam pada hari Rabu, tanggal 13 April 2022 di Pelabuhan Basirih Sungai

Martapura Kota Banjarmasin. Pada jenazah dilakukan pemeriksaan luar pada

tanggal 13 April 2022, mulai pukul 17.00-17.30 WITA di ruang otopsi RSUD

Ulin Banjarmasin.

Pemeriksaan luar jenazah adalah pemeriksaan menyeluruh pada tubuh

dengan cermat meliputi segala sesuatu yang terlihat, tercium, teraba serta benda-

benda yang menyertai jenazah. Tujuan pemeriksaan luar jenazah adalah untuk

memastikan kematian, memperkirakan waktu, mekanisme, dan cara kematian,

identifikasi, serta menemukan tanda-tanda penyakit atau luka yang berkaitan

dengan penyebab kematian sebagai dasar penerbitan surat keterangan kematian.

Bila ditemukan luka yang diperkirakan sebagai penyebab kematian maka

kematian ini sangat mungkin sebagai suatu kematian yang tidak wajar sehingga

diperlukan koordinasi dengan penyidik, dan apabila diperlukan dilakukan

pemeriksan dalam/otopsi forensik.10,17,18

Pemeriksaan dalam atau autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh

mayat, meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar dan dalam. Ada dua macam

autopsi berdasarkan tujuannya, yaitu autopsi klinik dan autopsi

forensik/medikolegal. Seyogyanya dalam proses penanganan dan pembuktian,

untuk dapat memperoleh informasi sebab kematian korban yang meyakinkan dan

menghilangkan keraguan kemungkinan sebab lain yang mengakibatkan matinya

31
32

korban, maka tindakan autopsi forensik menjadi golden standard (standar

pemeriksaan utama) dalam menentukan sebab mati korban. Autopsi

forensik/medikolegal adalah autopsi yang dilakukan berdasarkan peraturan

undang-undang (UU) dengan surat dari penyidik. Beberapa tujuan dalam autopsi

ini di antaranya untuk membantu dalam hal penentuan identitas mayat,

menentukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara serta saat kematian,

mengumpulkan serta mengenali benda-benda bukti untuk penentuan identitas

benda penyebab serta identitas pelaku kejahatan, membuat laporan tertulis yang

obyektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum (VeR),

melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan identitas

serta penuntutan terhadap orang yang bersalah.10,18,19

Ada beberapa prinsip dalam autopsi forensik/medikolegal, yaitu harus

dilakukan sedini mungkin, harus dilakukan lengkap, harus dilakukan sendiri oleh

dokter serta pemeriksaan dan pencatatan harus seteliti mungkin. Autopsi sendiri

harus dilakukan sedini mungkin, karena dengan lewatnya waktu, pada tubuh

mayat dapat terjadi perubahan yang mungkin akan menimbulkan kesulitan dalam

menginterpretasikan kelainan yang ditemukan. Pemeriksaan yang lengkap di

antaranya pemeriksaan tubuh bagian luar, pembukaan rongga tengkorak, rongga

dada dan rongga perut/panggul. Seringkali, juga perlu dilakukan pemeriksaan

penunjang seperti pemeriksaan toksikologi forensik, histopatologi forensik,

serologi forensik dan lain-lain. Pemeriksaan yang tidak lengkap, yaitu autopsi

parsial atau needle necropsy dalam rangka pemeriksaan ini tidak dapat

dipertanggung jawabkan, karena tidak akan dapat mencapai tujuan-tujuan


33

tersebut di atas. Autopsi forensik harus dilakukan oleh dokter dan tidak dapat

diwakilkan kepada mantri atau perawat. Dalam melakukan autopsi macam

apapun, ketelitian yang maksimal harus diusahakan. Sekecil apapun kelainan

yang ditemukan harus dicatat. Pada autopsi forensik/medikolegal ini, izin

keluarga tidak diperlukan. Bahkan, seseorang yang menghalang-halangi

dilakukannya autopsi ini, dapat dituntut berdasarkan UU yang berlaku. 10,18,20 Pada

jenazah ini tidak dilakukan pemeriksaan dalam atau autopsi, dikarenakan

permintaan dari surat penyidik hanya dilakukan pemeriksaan luar saja, yang

dilakukan berdasarkan peraturan undang-undang (UU) dengan surat dari

penyidik.

Pemeriksaan luar jenazah dibagi dalam 3 (tiga) kelompok besar

pemeriksaan, yaitu pemeriksaan identifikasi, pemeriksaan perubahan-perubahan

setelah kematian (tanatologi) serta pemeriksaan tanda-tanda kekerasan.

Pemeriksaan identifikasi bertujuan untuk mengumpulkan data-data identifikasi

postmortem yang akan dicocokan dengan data antemortem pada rekonsiliasi.

Untuk jenazah yang tidak diketahui identitasnya, pemeriksaan identifikasi

merupakan pemeriksaan yang utama, karena penyidik tidak dapat memulai

melakukan penyidikan bila korban tidak diketahui identitasnya. Untuk jenazah

yang dikenal pemeriksaan identifikasi merupakan konfirmasi atas data

antemortem.10,18 Pada kasus ini awalnya tidak diketahui identitasnya, sehingga

dilakukan pemeriksaan identifikasi dari pakaian dan perkiraan usia dari jenazah.

Perkiraan waktu kematian (post mortem interval) dapat ditentukan dari

tanda-tanda kematian yang terdapat pada jenazah seperti livor mortis (lebam
34

mayat), rigor mortis (kaku mayat), dan dekomposisi (tanda pembusukan). Pada

jenazah didapatkan adanya pembusukan pada seluruh tubuh dan kaku mayat,

serta tidak ditemukan adanya lebam mayat. Lebam mayat (hipostasis

postmortem) adalah perubahan warna merah keunguan pada daerah tubuh yang

terjadi karena akumulasi darah dari pembuluh darah kecil yang dipengaruhi oleh

gravitasi. Lebam mayat biasanya muncul antara 30 menit sampai 2 jam setelah

kematian, biasanya mencapai perubahan warna yang maksimal dan menetap

dalam 8-12 jam. Sementara rigor mortis atau kekakuan dari tubuh mayat setelah

kematian terjadi karena menghilangnya adenosine triphosphate (ATP) dari otot.

Kaku mayat biasanya muncul 2-4 jam setelah kematian dimulai dari otot-otot

yang lebih kecil seperti rahang, dan berurutan menyebar ke kelompok otot besar

seperti pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah, lengkap dalam 6-12 jam.

Kaku dipertahankan selama 12 jam dan kemudian menghilang dalam urutan

yang sama. Pada kematian karena tenggelam, rigor mortis dapat muncul

menyeluruh hanya dalam 2 sampai 3 jam.10,18,20 Pada kasus ini kaku jenazah dan

lebam jenazah tidak didapatkan karena sudah tertutupi oleh pembusukan lanjut.

Pada jenazah ditemukan seluruh badan menggembung berwarna hijau

kehitaman, bagian muka lebih hitam dari sekitar, disertai kulit ari yang

mengelupas dan pelebaran pembuluh darah. Pembusukan (dekomposisi)

terbentuk oleh dua proses yaitu autolisis (penghancuran sel dan organ oleh enzim

intraseluler) dan putrefaction (disebabkan oleh bakteri dan fermentasi), akan

tampak kira-kira 24 jam pasca kematian, berupa warna kehijauan pada perut

kanan bawah, secara bertahap akan menyebar ke seluruh perut dan dada serta
35

menimbulkan bau busuk.10,18,20

Menurut hukum Casper, media tempat mayat berada juga berperan dalam

proses pembusukan. Perbandingan kecepatan pembusukan mayat yang berada

dalam udara, air, dan tanah adalah 1:2:8. Dari pembusukan yang ditemukan

menunjukkan waktu perkiraan kematiannya antara 48-72 jam sebelum dilakukan

pemeriksaan luar terhadap jenazah. Pada kasus korban tenggelam yang sudah

membusuk seperti pada korban ini, identifikasi amat sukar, maka sulit

diklasifikasikan termasuk dalam kecelakaan atau bunuh diri/

pembunuhan.10,18,20,21

Pada pemeriksaan luar autopsi korban tenggelam terdapat 7 tanda penting

yang memperkuat diagnosis mati tenggelam yaitu, (1) kulit tubuh mayat terasa

basah, dingin, pucat dan pakaian basah, (2) lebam mayat biasanya sianotik

kecuali mati tenggelam di air dingin berwarna merah muda, (3) kulit telapak

tangan/ telapak kaki mayat pucat (bleached) dan keriput (washer woman’s

hand/feet), (4) kadang-kadang terdapat cutis anserine/goose skin pada lengan,

paha dan bahu mayat, (5) terdapat buih halus pada hidung atau mulut mayat

(scheumfilz froth), (6) bila mayat kita miringkan, cairan akan keluar dari

mulut/hidung, (7) bila terdapat cadaveric spasm maka kotoran air/bahan

setempat berada dalam genggaman tangan mayat.10,18,20,22 Pada kasus ini terdapat

terdapat tanda-tanda (1) kulit tubuh mayat terasa basah, dingin, pucat dan

pakaian basah, (2) kulit telapak tangan dan telapak kaki mayat pucat (bleached)

dan keriput (washer woman’s hand/feet), (3) terdapat cutis anserine/ goose skin

pada kulit perut mayat, (4) terdapat buih halus pada mulut mayat (scheumfilz
36

froth), (5) saat mayat dimiringkan cairan keluar dari mulut mayat, (6) terdapat

cadaveric spasm pada tangan kanan dan kiri serta kaki kanan dan kaki kiri.

Pada jenazah tidak dilakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan

penunjang lainnya sehingga tidak dapat mengesampingkan penyakit lain yang

menyebabkan kematian. Berdasarkan teori, ada 5 tanda penting yang

memperkuat diagnosis mati tenggelam pada pemeriksaan dalam autopsi, yaitu

(1) Paru-paru mayar membesar dan mengalami kongesti, (2) Saluran napas

mayat berisi buih, kadang-kadang berisi lumpur, pasir, atau rumput air, (3)

lambung mayat berisi banyak cairan, (4) terdapat benda asing dalam saluran

napas masuk sampai ke alveoli, dan (5) organ dalam mayat mengalami

kongesti.10,18

Pada korban tenggelam di air tawar biasanya ditemukan dalam keadaan

besar atau menggelembung tetapi ringan, dan pinggir depan biasanya overlap di

depan hati. Namun, dapat ditemukan paru-paru yang biasa karena cairan tidak

masuk ke dalam alveoli atau cairan sudah masuk ke aliran darah (melalui proses

imbibisi). Paru berwarna merah jambu pucat dan dapat mengalami emfisema.

Ketika paru tersebut dipindahkan dari dada, paru tetap mempertahankan bentuk

normalnya dan cenderung tidak kolaps. Ketika memotong paru yang mengalami

emfisema kering akan terdengar bunyi krepitasi yang mudah dinilai. Setelah

dipotong, masing-masing bagian paru mempertahankan bentuk normalnya

seperti sebelum dipotong dan cenderung berdiri tegak. Ketika jaringan dipotong

dan ditekan antara ibu jari dan keempat jari lainnya terdapat sedikit buih dan

tidak ada cairan dan gas, kecuali jika terdapat edema. Dengan demikian, paru
37

tetap kering pada kasus tenggelam di air tawar.22

Pada kasus tenggelam di air laut, paru-paru dapat ditemukan membesar

seperti balon, lebih berat, sampai menutupi jantung. Pada pengirisan terdapat

banyak cairan, beratnya kadang melebihi 2.000 gram. Karena paru sangat edema

maka tepi depan paru overlap di depan mediastinum sehingga berbentuk seperti

cetakan iga. Paru berwarna keunguan atau kebiruan dengan permukaan

mengkilap. Paru lembab dan konsistensinya seperti agar-agar dan hilang dengan

penekanan. Ketika paru dipindahkan dari tubuh dan ditempatkan pada meja

pemotongan, paru tidak mempertahankan bentuk normalnya tapi cenderung

datar. Ketika dipotong, tidak ada suara krepitasi yang terdengar dan bahkan

tanpa penekanan jaringan mengeluarkan banyak cairan. Jaringan paru ditekan

maka akan ditemukan paru dipenuhi cairan. Dengan demikian kasus tenggelam

di air laut paru mengalami lembab dan basah.22

Petekie yang sangat sedikit dapat ditemukan karena kapiler terjepit di

antara septum inter alveolar. Dapat ditemukan bercak-bercak perdarahan yang

disebut bercak Paltauf akibat robeknya penyekat alveoli (Polsin). Petekie

subpleura dan bula emfisema jarang ditemukan dan bukan merupakan tanda khas

tenggelam, tetapi sebagai usaha respirasi.22 Sedangkan untuk mengetahui benda-

benda air yang masuk ke saluran pernafasan dapat dibuktikan dengan membuka

saliran pernafasan dari trakea, bronkus sampai percabangan bronkus di hilus.

Jika dari pemeriksaan ditemukan benda-benda air seperti pasir, kerikil, lumpur,

tumbuhan air dan lain-lain maka dapat dipastikan bahwa korban masih hidup

sebelum tenggelam. Organ lain seperti otak, ginjal, hati, dan limpa dapat
38

mengalami pembendungan. Lambung dan usus halus dapat sangat membesar,

berisi air dan lumpur.22

Sedangkan pada pemeriksaan penunjang, terdapat beberapa pemeriksaan

yang dapat dilakukan pada kasus tenggelam, yaitu (1) percobaan getah paru

(lonset proef), pemeriksaan ini berguna untuk mencari benda asing seperti

lumpur, pasir, tumbuhan dan telur cacing di dalam getah paru-paru mayat, syarat

dari dilakukannya pemeriksaan ini adalah paru-paru mayat harus segar/belum

membusuk, (2) Pemeriksaan diatom (destruction test), tes ini berguna untuk

mencari ada tidaknya diatome dalam paru-paru mayat. Diatome merupakan

ganggang bersel satu. Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru mayat

segar. Bila mayat telah membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan

ginjal, otot skelet atau sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan

limpa kurang bermakna sebab berasal dari penyerapan abnormal dari saluran

pencernaan terhadap air minum atau makanan. Pemeriksaan diatom dengan

metode destruksi (digesti asam) pada paru dilakukan dengan mengambil dari

jaringan perifer paru sebanyak 100 gram, masukkan ke dalam labu Kjeldahl dan

tambahkan asam sulfat pekat sampai jaringan paru terendam, diamkan lebih

kurang setengah hari agar jaringan hancur. Kemudian dipanaskan dalam lemari

asam sambil diteteskan asam nitrat pekat sampai terbentuk cairan jernih,

dinginkan dan cairan dipusing dalam centrifuge. Sedimen yang terbentuk

ditambahkan dengan akuades, pusingkan kembali dan akhirnya dilihat dengan

mikroskop. Pemeriksaan diatom positif bila pada jaringan paru ditemukan

diatom cukup banyak, 4-5/LPB atau per 10-20 per satu sediaan atau pada
39

sumsum tulang cukup ditemukan hanya satu. Menurut Simpson, tes diatom

terkadang negatif, bahkan pada kasus-kasus yang jelas-jelas tenggelam pada air

yang banyak diatom dan telah banyak hasil positif palsu yang terjadi karena

alasan teknis.18,20

Gambar 4.1 Prinsip Tes Diatom20

3) Pemeriksaan Kimia Darah (Gettler Test), merupakan tes yang bertujuan untuk

memeriksa kadar NaCl dan kalium, dengan begitu dapat ditentukan korban

tenggelam di air tawar atau di air asin. Tes Gettler menunjukan adanya

perbedaan kadar klorida dari darah yang diambil dari jantung kanan dan jantung

kiri. Pada korban tenggelam di air laut kadar klorida darah pada jantung kiri

lebih tinggi dari jantung kanan, dan sebaliknya pada korban tenggelam di air

tawar. Perbedaan kadar elektrolit lebih dari 10% dapat menegakkan diagnosa.

Pemeriksaan tidak berarti bila ada atrial atau ventrikel septal defek. (4)
40

Pemeriksaan Histopatologi, pemeriksaan dapat ditemukan adanya bintik

perdarahan di sekitar bronkioli yang disebut Partoff spot.10,18,20

Berikut adalah tabel pemeriksaan untuk membedakan korban tenggelam di

air tawar dan air laut :

Tabel 4.1 Perbedaan Tenggelam di Air Tawar dan Air Asin12,13

Tenggelam di air tawar Tenggelam di air asin


- Paru-paru besar dan ringan, - Paru-paru besar dan berat,
bila dikeluarkan dari thoraks, bila dikeluarkan dari thoraks,
paru-paru tidak kempis paru-paru akan berubah
- Warna merah pucat dan bentuk menjadi lebih datar
emfisematous - Warna ungu biru dengan
- Busa banyak permukaan yang lebih licin
- Pemeriksaan darah - Busa sedikit, cairan banyak
didapatkan: - Pemeriksaan darah
 Hypotonik didapatkan:
 Hiperkalemia  Hypertonik
 Hyponatremia  Hipokalemia
 Hipoklorida  Hypernatremia
 Hemodelusi  Hyperklorida
 hypervolemia  Hypovolemia

Pada pasien ini, mekanisme kematiannya diduga akibat asfiksia. Pada

orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dalam 4

fase, yaitu:10,18

1. Fase Dispnea

Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan CO2 dalam

plasma akan merangsang pusat pernapasan di medulla oblongata, sehingga


41

amplitude dan frekuensi pemapasan akan meningkat, nadi cepat, tekanan darah

meninggi dan mulai tampak tanda-tanda sianosis terutama pada muka dan tangan.

2. Fase Konvulsi

Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap

susunan saraf pusat sehingga terjadi konvulsi (kejang), yang mula-mula berupa

kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik, dan akhirnya timbul spasme

opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, tekanan darah

juga menurun. Efek ini berikatan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam

otak akibat kekurangan O2.

3. Fase Apnea

Depresi pusat pernapasan menjadi lebih hebat, pernapasan melemah dan

dapat berhenti. Kesadaran menurun dan akibat relaksasi sfingter dapat terjadi

pengeluaran cairan sperma, urine, dan tinja. Pada jenazah ini ditemukan tinja yang

keluar.

4. Fase Akhir

Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernapasan berhenti

setelah kontraksi otomatis otot pemapasan kecil pada leher. Jantung masih

berdenyut beberapa saat setelah pernapasan berhenti.

Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat

bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsung lebih

kurang 3-4 menit, tergantung dari tingkat penghalang oksigen, bila tidak 100%

maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas

dan lengkap.10,18
42
BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah laporan kasus, jenazah laki-laki, 47 tahun.

Berdasarkan surat permintaan penyidik dari Kepala Kepolisian Resort Kota

Banjarmasin Kasat Pol Airud, maka dilakukan pemeriksaan luar terhadap jenazah

tersebut di Bagian Forensik RSUD Ulin Banjarmasin, yang diduga meninggal

karena tenggelam. Berdasarkan hasil pemeriksaan luar yang dilakukan, ditemukan

tanda-tanda mati lemas akibat masuknya air ke dalam saluran pernapasan tanpa

mengesampingkan penyakit lain karena tidak dilakukan pemeriksaan dalam.

Perkiraan waktu kematian adalah antara 3-5 hari sebelum pemeriksaan dilakukan.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Szpilman D, Bierens JJM, Handley AJ, Orlowski JP. Current Concepts


Drowning. N Engl J Med. 2012; 366: 2102-10.

2. World Health Organization. Global Report on Drowning: Preventing A


Leading Killer. 2014.

3. World Health Organization. Chapter 2: Drowning and Injury Prevention.


Guidelines for Safe Recreational Water Enviroments. 2014.

4. Di Maio D, Di Maio V. Section 15: Death by Drowning. In: Forensic


Pathology. New York: CRC Press; 2001: 395-403.

5. Prawedana HK, Suarjaya PP. Bantuan hidup dasar dewasa pada near
drowning di tempat kejadian. Bagian/SMF Ilmu Anesthesiologi dan Terapi
Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah, Denpasar. 2011.

6. Wilianto W. Pemeriksaan Diatom pada Korban Diduga Tenggelam (Review).


Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia. 2012; 14(3):39-46.

7. Putri PDW, Parami P. Perubahan hemodinamik pada korban tenggelam.


Departemen Ilmu Anestesi dan Reanimasi. FK UNUD/RSUP Sanglah. 2016.

8. Saukko P, Knight B. Knight's Forensic Pathology. 4th Ed. New York: Taylor
& Francis Group. 2016.

9. Rahman M, Haque M, Bose P. Violent Asphyxial Death: A Study in Dinajpur


Medical College. Dinajpur. Journal of Enam Medical College. 2013; 3(2).

10. Alfanie I, Nirmalasari N, Arizal MH. Ilmu Kedokteran Forensik dan


Medikolegal. Depok: Rajawali Press; 2020.

11. Dolinak D, Matshes EW, Lew EO. Section 9: Drowning. Forensic Pathology
Principles and Practice. California: ELSEVIER; 2005.

12. Onyekwelu E. Drowning and Near Drowning. Internet Journal of Health.


2008; 8(2).

13. David S, et al. ”Drowning”. The New England Journal of Medicine. 2012.

44
45

14. Singh R, Kumar M, et al. ”Drowning Associated Diatoms”. Department of


Forensic Science Punjabi University. 2015.

15. Gede PA. Kematian Mendadak Akibat Tenggelam: Laporan Kasus. J-Medika.
Denpasar. 2014; 3(5): 351-61.

16. Sthavira A. Drowning and near drowning. RSAL Mintohardjo Universitas


Trisakti. 2013.

17. Abraham S, Arif RS, Bambang PN, Gatot S, Intarniati, Pranarka K, et al.
Tanya Jawab Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro; 2009.

18. SMF Forensik dan Medikolegal FK ULM Banjarmasin. ROMAN’S edisi 45.
Banjarmasin: FK ULM-RSUD Pendidikan Ulin Banjarmasin; 2021.

19. Henky, Yulanti K, Alit IBP, Rustyadi D. Ilmu kedokteran forensik dan
medikolegal. Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana; 2017.

20. Sauko P, Bernard K. Knight’s Forensic Pathology. 3nd Ed. London: Oxford
University Press; 2004.

21. Putra AAGA. Kematian akibat tenggelam: Laporan kasus. Jurnal Medika
Udayana. 2014; 3(5): 1-8.

22. Wulur, Rifino A. Gambaran temuan autopsi kasus tenggelam di BLU RSU
Prof. Dr. R. D. Kandou manado periode Januari 2007 - Desember 2011. E-
CliniC. 2013.
LAMPIRAN

46
47
48
49
50
51
52

Anda mungkin juga menyukai