Anda di halaman 1dari 25

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1


BAB II KERANGKA TEORI ............................................................. 4

2.1. Definisi Tenggelam .............................................................. 4


2.2. Mekanisme Tenggelam ........................................................ 5
2.3. Klasifikasi Tenggelam ......................................................... 5
2.3.1. Berdasarkan Morfologi Penampakan Paru ................... 5
2.3.2. Berdasarkan Lokasi Tenggelam ................................... 6
2.4. Cara Kematian pada Korban Tenggelam ............................. 8
2.5. Pemeriksaan Pada Jenazah ................................................ 9
2.6. Pemeriksaan Luar Jenazah ................................................ 11
2.7. Pemeriksaan Dalam ........................................................... 13
2.8. Pemeriksaan Laboratorium ............................................... 14
2.9 Menentukan Perbedaan Bunuh Diri dan Pembunuhan pada
Kasus Tenggelam ............................................................... 19
3.0 Simulasi Kasus ..................................................................... 22
3.1 Peran Pemeriksaan Diatom pada Kasus Tenggelam ........... 25

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ............................................. 26


DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 27
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Tenggelam didefiniskan sebagai kematian sekunder akibat asfiksia
ketika di dalam cairan, biasanya air, dalam 24 jam. Hasil konsensus dari
World Congress on Drowning tahun 2002, tenggelam diartikan sebagai
suatu proses yang menyebabkan kerusakan respirasi primer di dalam media
cair. Sementara World Health Organization mendefinisikan tenggelam
sebagai suatu proses kerusakan pernapasan akibat masuknya sebagian atau
seluruhnya air ke dalam sistem pernapasan.1
Tenggelam merupakan salah satu jenis asfiksia yang disebabkan
masuknya cairan kedalam saluran pernapasan. Kematian akibat tenggelam
merupakan salah satu hal yang sulit di diagnosis dibidang ilmu kedokteran
forensik, terutama bila korban yang ditemukan sudah dalam keadaan
membusuk. Pada keadaan membusuk pemeriksaan seringkali tidak
menunjukkan tanda yang khas. Diagnosis tenggelam dapat dicapai setelah
mempertimbangkan semua hasil pemeriksaan forensik meliputi
pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam, dan laboratorium.
Menurut World Health Organization (WHO) 0,7% dari seluruh
kematian didunia atau lebih dari 500.000 kematian setiap tahun disebabkan
karena tenggelam. Pada tahun 2004 diseluruh dunia terdapat 388.000 orang
meninggal karena tenggelam, angka ini menempati urutan ke-3 kematian
didunia akibat cedera tidak disengaja5 dan menurut Global Burden of
Disease (GBD) bahwa angka tersebut sebenarnya lebih kecil dibanding
seluruh kematian akibat tenggelam yang disebabkan oleh banjir,
kecelakaan transportasi laut, dan bencana lainnya.

1
Insiden paling banyak terjadi pada negara berkembang, terutama
pada anak-anak berumur kurang dari 5 tahun. Selain umur, faktor resiko
lain yang berkontribusi meningkatkan terjadinya kasus tenggelam di
antaranya jenis kelamin terutama laki-laki yang memiliki angka kematian
dua kali lipat terhadap perempuan, penggunaan alkohol atau
penyalahgunaan obat pada 50% kasus yang melibatkan remaja maupun
dewasa, anak-anak tanpa pengawasan saat berada di air, perburukan dari
kondisi medis sebelumnya (kejang, sakit jantung, pingsan), dan percobaan
bunuh diri.4 Kasus tenggelam lebih banyak terjadi di air tawar (danau,
sungai, kolam) sebesar 90% dan sisanya 10% terjadi di air laut.3
Wilayah Indonesia terdiri atas daratan dan lautan dengan luas
wilayah lautan sebesar 6,1 juta km2 atau sekitar 77% dari wilayah
Indonesia.11 Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan, saat ini
persentase nelayan di Indonesia mencapai 25% dari jumlah penduduk tanah
air.12 Penelitian yang dilakukan oleh Ivan N dkk, didapatkan bahwa jenis
kecelakaan transportasi laut yang sering terjadi adalah tenggelam.3
Tenggelam merupakan salah satu kematian yang disebabkan oleh
asfiksia. Kematian karena asfiksia sering terjadi, baik secara wajar maupun
tidak wajar, sehingga tidak jarang dokter diminta bantuannya oleh pihak
polisi/penyidik untuk membantu memecahkan kasus-kasus kematian
karena asfiksia terutama bila ada kecurigaan kematian tidak wajar.
Tenggelam merupakan kematian tipe asfiksia yang disebabkan adanya air
yang menutup jalan saluran pernapasan sampai ke paru-paru4. Bila pada
asfiksia yang lain tidak terjadi perubahan elektrolit dalam darah, sedangkan
pada tenggelam perubahan tersebut ada, baik tenggelam dalam air tawar
(fresh water drowning) maupun tenggelam dalam air asin (salt water
drowning). Mekanisme kematian pada tenggelam pada umumnya adalah

2
asfiksia, mekanisme kematian yang dapat juga terjadi pada tenggelam
adalah karena inhibisi vagal dan spasme laring4.
Tenggelam pada umumnya merupakan kecelakaan, baik kecelakaan
secara langsung maupun tenggelam yang terjadi oleh karena korban dalam
keadaan mabuk, berada di bawah pengaruh obat atau pada mereka yang
terserang epilepsi. Pembunuhan dengan cara menenggelamkan jarang
terjadi, korban biasanya bayi atau anak-anak. Pada orang dewasa dapat
terjadi tanpa sengaja, yaitu korban sebelumnya dianiaya, disangka sudah
mati, padahal hanya pingsan. Untuk menghilangkan jejak korban dibuang
ke sungai, sehingga mati karena tenggelam. Bunuh diri dengan cara
menenggelamkan diri juga merupakan peristiwa yang jarang terjadi.
Korban sering memberati dirinya dengan batu atau besi, baru kemudian
terjun ke air.4
Kondisi drowning memiliki banyak tantangan untuk dibuktikan
dalam pendekatan patologi forensik, dalam menentukan sebab, serta cara
kematian jenazah. Dalam menentukan cara kematian diperlukan
pertimbangan terkoordinasi terhadap keadaan-keadaan yang diduga pada
kematian, bukti-bukti medis obyektif yang ada, serta walaupun tidak
mutlak spesifik, terdapat beberapa data konfirmatif yang dapat dicari
melalui pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam, dan pemeriksaan TKP yang
dapat membantu menemukan cara kematian jenazah korban tenggelam.
Meski bukan merupakan cara kematian mayor pada kasus tenggelam, ilmu
kedokteran forensik dapat memberikan kontribusi dalam membedakan cara
kematian tenggelam karena bunuh diri atau pembunuhan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan dengan makalah ini dapat menambah pengetahuan
Pembaca mengenai pembunuhan atau bunuh diri pada kasus tenggelam.4

3
BAB II
KERANGKA TEORI

2.1 Definisi Tenggelam


Tenggelam (drowning) adalah kematian yang disebabkan oleh
aspirasi cairan ke dalam pernapasan akibat terbenamnya seluruh atau
sebagian tubuh ke dalam cairan, sedangkan hampir tenggelam (near
drowning) adalah keadaan gangguan fisiologi tubuh akibat tenggelam,
tetapi tidak terjadi kematian. Mekanisme lain menyebutkan karena ketidak
seimbangan elektrolit serum yang mempengaruhi fungsi jantung (refleks
kardiak) dan bisa juga disebabkan karena laringospasme sebagai akibat
refleks vagal4.
Pada peristiwa tenggelam (drowning), seluruh tubuh tidak harus
tenggelam di dalam air. Asalkan lubang hidung dan mulut berada di bawah
permukaan air maka hal itu sudah cukup memenuhi kriteria sebagai
peristiwa tenggelam. Jumlah air yang dapat mematikan jika dihirup oleh
paru adalah sebanyak 2 L untuk orang dewasa dan 30-40 mL untuk bayi.6

4
Tenggelam didefinisikan sebagai kematian akibat mati lemas
(asfiksia) disebabkan masuknya cairan kedalam saluran pernapasan5.

Beberapa istilah drowning adalah:

a. Wet drowning. Pada keadaan ini cairan masuk kedalam saluran


pernapasan setelah korban tenggelam.
b. Dry drowning. Pada keadaan ini cairan tidak masuk kedalam saluran
pernapasan akibat spasme laring.
c. Secondary drowning. Terjadi gejala beberapa hari setelah korban
tenggelam dan korban meninggal akibat komplikasi.
d. Immersion syndrome. Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam
dalam air dan akibat reflex vagal. Alkohol dan makan terlalu banyak
merupakan faktor pencetus5.

2.2 Mekanisme Tenggelam

Mekanisme kematian pada korban tenggelam dapat berupa asfiksia


akibat spasme laring, asfiksia karena garggling dan choking, refleks vagal,
fibrilasi ventrikel (air tawar) dan edema pulmoner (dalam air asin).
1. Refleks vagal
Kematian terjadi sangat cepat dan pada pemeriksaan post mortem
tidak ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia ataupun air di dalam
parunya sehingga sering disebut tenggelam kering (dry drowning).
2. Spasme laring
Spasme laring disebabkan karena rangsangan air, terutama air
dingin, yang masuk ke laring. Pada pemeriksaan post mortem
ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia, tetapi parunya tidak didapati
adanya air atau benda air.
3. Pengaruh air yang masuk paru

5
Hipoksia dan asidosis serta efek multiorgan dari proses ini yang
menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada tenggelam. Kerusakan
sistem saraf pusat dapat terjadi karena hipoksemia yang terjadi
karena tenggelam (kerusakan primer) atau dari aritmia, gangguan
paru atau disfungsi multiorgan.9
2.3Klasifikasi Tenggelam
2.3.1 Berdasarkan Morfologi Penampakan Paru
Berdasarkan morfologi penampakan paru pada otopsi, tenggelam
dibedakan atas tenggelam kering (dry drowning), tenggelam tipe basah
(wet drowning).7
1. Tipe kering (dry drowning)
Mati tenggelam tanp ada air di saluran pernafasan. Mungkin karena
spasme laring berhenti denyut jantung sebelum korban tenggelam.
Ini dikenal sebagai Drowning type 1.4 Pada keadaan ini cairan tidak
masuk kedalam saluran pernapasan akibat spasme laring.
2. Tipe basah (wet drowning)
Tenggelam dalam pengertian sehari-hari baik di air tawar (Drowning
type 2a) maupun air asin (Drowning type 2b).4 Pada keadaan ini
cairan masuk kedalam saluran pernapasa setelah korban tenggelam.5
3. Immersion syndrome
Mati tenggelam karena masuk ke air dingin yang menyebabkan
inhibisi vagal.
4. Secondary drowning
Tidak sesungguhnya mati tenggelam, tetapi mati sesudah dirawat
akibat tenggelam. Tetap ada hubungannya dengan kelainan paru
akibat tenggelam (infeksi atau oedem).4

4.3.2 Berdasarkan Lokasi Tenggelam

6
Jika ditinjau berdasarkan jenis air tempat terjadinya tenggelam, maka
dapat dibedakan menjadi tenggelam di air tawar dan tenggelam di air asin.
1. Air Tawar
Air masuk ke paru-apru sampai ke alveoli. Karena konsentrasi darah
lebih tinggi dari air, maka cairan di paru-paru masuk ke dalam
sirkulasi darah, terjadi hemodilusi yang diikuti dengan hemolisis,
akibatnya kadar ion K dalam serum darah meningkat dan kadar ion
Na turun dan disertai peningkatan volume darah, beban jantung
bertambah berat, terjadi keadaan hipoksia dan fibrilasi ventrikel ,
berakhir terjadi kematian akibat anoksia otak. Dalam penelitian
didapati penambahan volume darah bisa sampai 72% kadar ion chlor
di jantung kiri turun sampai 50%.4
Tenggelam dalam air tawar

inhalasi air tawar

alveolus paru-paru

absorbsi dalam jumlah besar

hipervolemi ← hemodilusi hebat (±72%) → hemolisis

↓ ↓

tekanan sistole menurun perubahan


biokimiawi

↓ ↓

7
fibrilasi ventrikel K+ meningkat, Na+ dan Cl-
menurun

↓ ↓

anoksia cerebri → MENINGGAL ← anoksia myocardium

2. Air Laut
Air laut yang masuk ke dalam paru lebih hipertonik sehingga dapat
menarik air dari pembuluh darah. Akibatnya terjadi oedem paru,
darah menjadi hemokonsentrasi. Kadar ion chlor jantung kiri
meningkat 30 – 40%, kadar ion Mg dalam darah meningkat, RBC
meningkat dan dibawah mikroskop butir darah tampak mengkerut.
Terjadi hipoksia. Kematian terjadi karena oedem paru.4

Tenggelam dalam Air Asin

inhalasi air asin

alveolus paru-paru

hemokonsentrasi

hipovolemi ← cairan sirkulasi berdifusi keluar → hematokrit meningkat

↓ ↓

8
viskositas darah meningkat K+ menurun, Na+ dan Cl-
meningkat

↓ ↓

gagal jantung K+ meningkat, Na+ dan Cl-


menurun

MENINGGAL

2.4 Cara Kematian pada Korban Tenggelam

Peristiwa tenggelam dapat terjadi karena:


1. Kecelakaan
Peristiwa tenggelam terjadi karena kecelakaan sering terjadi karena
korban jatuh ke laut, sungai ataupun danau. Pada anak-anak,
kecelakaan sering terjadi di kolam renang atau galian tanah berisi air.
Faktor-faktor yang sering menjadi penyebab kecelakaan antara lain
karena mabuk atau serangan epilepsi
2. Bunuh diri
Peristiwa bunuh diri dengan menjatuhkan diri ke dalam air sering
kali terjadi. Terkadang tubuh pelaku diikat dengan pemberat agar
supaya tubuh dapat tenggelam dengan mudah
3. Pembunuhan
Banyak cara yang digunakan misalnya dengan melemparkan korban
ke laut atau memasukkan kepala ke dalam bak berisi air.
Pada kasus korban tenggelam yang sudah membusuk, identifikasi
amat sukar atau sudah tidak diketahui tempat kejadiannya, tidak ada

9
saksi, maka tidak dapat diklasifikasikan kecelakaan atau bunuh diri/
pembunuhan.6

2.5 Pemeriksaan Pada Jenazah


Pemeriksaan mayat yang dilakukan harus seteliti mungkin agar
mekanisme kematian dapat ditentukan karena seringkali mayat ditemukan
sudah membusuk. Hal yang perlu diperhatikan adalah.4

1. Menentukan identitas korban identitas korban dapat ditentukan


dengan memeriksa antara lain:
a. Pakaian dan benda-benda milik korban.
b. Warna, distribusi rambut dan identitas lain.
c. Kelainan atau deformitas dan jaringan parut.
d. Sidik jari.
e. Pemeriksaan gigi.
f. Teknik identifikasi lain.

2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam pada mayat yang


masih segar untuk menentukan korban masih hidup atau sudah
meninggal pada saat tenggelam dapat diketahui dari hasil
pemeriksaan
a. Metode yang digunakan apakah orang masih hidup saat tenggelam
ialah pemeriksaan diatom. Metode ini bukan tanda pasti karena pada
paru seorang penyelam bisa jadi juga didapatkan diatom dalam
parunya. Untuk mendapatkan diatom pada organ selain paru
dibutuhkan proses tengggelam dalam keadaan hidup dan dalam
waktu yang lama.

10
b. Untuk membantu menentukan diagnosis, dapat dibandingkan kadar
elektrolit magnesium darah dari bilik jantung kiri dan kanan.
c. Benda asing dalam paru dan saluran pernafasan mempunyai nilai
yang menentukan pada mayat yang terbenam selama beberapa waktu
dan mulai membusuk. Demikian pula dengan isi lambung dan usus.
d. Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang
secara fisik dan kimia sama dengan air tempat korban tenggelam
mempunyai nilai yang bermakna.
e. Pada beberapa kasus, ditemukan kadar alkohol tinggi dapat
menjelaskan bahwa korban sedang dalam keracunan alkohol pada
saat masuk ke dalam air.

3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis drowning pada


mayat yang segar, gambaran pasca-mati dapat menunjukkan tipe
drowning dan juga penyebab kematian lain seperti penyakit,
keracunan atau kekerasan lain. Pada kecelakaan di kolam renang
benturan ante-mortem (antemortem impact) pada tubuh bagian atas,
misalnya memar pada muka, perlukaan pada vertebra servikalis dan
medula spinalis dapat ditemukan.

4. Faktor- faktor yang berperan dalam proses kematian. Faktor- faktor


yang berperan dalam dalam proses kematian, misalnya kekerasan,
alkohol atau obat-obatan dapat ditemukan pada pemeriksaan luar
atau bedah jenazah.

5. Tempat korban pertama kali tenggelam. Bila kematian korban


berhubungan dengan masuknya cairan ke dalam saluran pernafasan,
maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan dapat

11
membantu menentukan apakah korban tenggelam di tempat itu atau
di tempat lain.

6. Apakah ada penyulit alamiah lain yang mempercepat kematian.


a. Bila sudah ditentukan bahwa korban masih hidup pada masuk ke
dalam air.
Maka perlu ditentukan apakah kematian disebabkan karena air masuk
ke dalam saluran pernafasan (tenggelam). Pada kasus immersion,
kematian terjadi dengan cepat, hal ini mungkin disebabkan oleh sudden
cardiac arrest yang terjadi pada waktu cairan melalui saluran napas
atas. Beberapa korban yang terjun dengan kaki terlebih dahulu
menyebabkan cairan dengan mudah masuk ke hidung. Faktor lain
adalah keadaan hipersensitivitas dan kadang-kadang keracunan alkohol.
b. Bila tidak ditemukan air dalam paru- paru dan lambung, berarti
kematian terjadi
seketika akibat spasme glotis yang menyebabkan cairan tidak dapat
masuk.

Korban yang tenggelam akan menelan air dalam jumlah yang makin
lama makin banyak, kemudian menjadi tidak sadar dalam 2-12 menit (fatal
period). Dalam periode ini, apabila korban dikeluarkan dari air, masih ada
kemungkinan dapat hidup bila upaya resusitasi berhasil.Waktu yang
diperlukan untuk terbenam dapat bervariasi tergantung dari keadaan
sekeliling korban, keadaan masing-masing korban, reaksi perorangan yang
bersangkutan, keadaan kesehatan, dan jumlah serta sifat cairan yang
dihisap masuk ke dalam saluran pernapasan.

2.6 Pemeriksaan Luar Jenazah

12
Pemeriksaan luar jenazah yang dapat dijadikan petunjuk pada mati
tenggelam di air laut maupun air tawar adalah.5
a. Mayat dalam keadaan basah, mungkin berlumuran pasir, lumpur dan
benda-benda asing lain yang terdapat di dalam air, kalau seluruh tubuh
terbenam dalam air.
b. Schaumfilz froth merupakan busa halus pada hidung dan mulut. Teori
intravital menyebutkan Schaumfilz sebagai bagian dari reaksi intravital.
Pada waktu air memasuki trakea, bronkus, dan saluran pernapasan
lainnya, maka terjadi pengeluaran sekret oleh saluran tersebut. Sekret
ini akan terdorong keluar oleh udara pernapasan sehingga berbentuk
busa mukosa
c. Mata setengah terbuka atau tertutup. Jarang terjadi perdarahan atau
bendungan.
d. Kutis anserina atau goose flesh merupakan reaksi intravital, jika
kedinginan, maka muskulus erektor pili akan berkontraksi dan pori-pori
tampak lebih jelas. Kutis anserina biasanya ditemukan pada kulit
anterior tubuh terutama ekstremitas. Gambaran seperti kutis anserina
dapat juga terjadi karena rigor mortis pada otot tersebut.
e. Washer woman’s hand. Telapak tangan dan kaki berwarna keputihan
dan berkeriput yang disebabkan karena imbibisi cairan ke dalam kutis
dan biasanya membutuhkan waktu yang lama. Tanda ini tidak
patognomomik karena mayat yang lama dibuang ke dalam air akan
terjadi keriput juga.
f. Cadaveric spasm, merupakan tanda intravital yang terjadi pada waktu
korban berusaha menyelamatkan diri dengan cara memegang apa saja
yang terdapat dalam air.
g. Luka lecet akibat gesekan benda-benda dalam air. Luka lecet biasanya
dijumpai pada bagian menonjol, seperti kening, siku, lutut, punggung

13
kaki atau tangan. Puncak kepala mungkin terbentur pada dasar ketika
terbenam, tetapi dapat pula terjadi luka post-mortal akibat benda-benda
atau binatang dalam air.
h. Dapat ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia seperti sianosis, Tardieu
spot. Petekie dapat muncul pada kasus tenggelam, tetapi lebih sedikit
daripada gantung diri karena pada tenggelam tidak terjadi kematian
secara mendadak sehingga pecahnya kapiler tidak secara tiba-tiba atau
hanya sedikit.4

Pada mayat yang sudah membusuk, dapat ditemukan:


a. Mata melotot karena terbentuknya gas pembusukan.
b. Lidah tampak keluar karena gas pembusukan yang mendorong pangkal
lidah. Hal ini juga dapat terjadi pada mayat yang mengalami
pembusukan di darat.
c. Muka menjadi hitam dan sembab yang disebut tite de negre (kepala
orang negro).
d. Pugilistic attitude
Posisi lutut dan siku sedemikian rupa sehingga kaki dan tangan tampak
membengkok (frog stand). Ini disebabkan cairan dan gas yang
terbentuk pada persendian.
e. Vena tampak jelas berwarna hijau sampai kehitam-hitaman karena
terbentuk FeS. Ini dapat juga terjadi pada orang yang mati di darat.
f. Pada laki-laki tampak skrotum membesar, mungkin terjadi prolaps atau
adanya gas pembusukan. Pada wanita hamil dapat keluar anak yang
dikandung.
g. Bila lebih membusuk lagi, kulit ari akan mengelupas sehingga warna
kulit tidak jelas, rambut lepas.

14
2.7 Pemeriksaan Dalam
Penting memeriksa adanya lumpur , pasir halus, dan benda asing
lainnya dalam mulut dan saluran nafas, lumen laring, trachea, dan
bronchus sampai ke cabang-cabangnya. Pada rongga mulut dan saluran
pernafasan berisi buih halus yang mungkin bercampur dengan lumpur.
Paru-paru tampak voluminous dan oedematous apalagi tenggelam di air
laut, dengan cetakan iga dipermukaan paru. Pada perabaan kenyal ada
pitting oedema, bila dipotong dan diperas tampak banyak buih. Darah
lebih gelap dan encer. Jantung kanan terisi cairan sesuai dengan tempat di
mana korban tenggelam, mungkin mengandung lumpur, pasir dan lain-
lain. Ini petunjuk penting karena korban menelan air waktu kelelap dalam
air, apalagi bila didapati diduodenum yang menunjukkan ada passage
melewati pylorus.4
Pada korban tenggelam di air tawar biasanya ditemukan dalam
keadaan besar atau menggelembung tetapi ringan, dan pinggir depan
biasanya overlap di depan hati. Namun, dapat ditemukan paru-paru yang
biasa karena cairan tidak masuk ke dalam alveoli atau cairan sudah masuk
ke aliran darah (melalui proses imbibisi). Paru berwarna merah jambu
pucat dan dapat mengalami emfisema. Ketika paru tersebut dipindahkan
dari dada, paru tetap mempertahankan bentuk normalnya dan cenderung
tidak kolaps. Ketika memotong paru yang mengalami emfisema kering
akan terdengar bunyi krepitasi yang mudah dinilai. Setelah dipotong,
masing-masing bagian paru mempertahankan bentuk normalnya seperti
sebelum dipotong dan cenderung berdiri tegak. Ketika jaringan dipotong
dan ditekan antara ibu jari dan keempat jari lainnya terdapat sedikit buih
dan tidak ada cairan dan gas, kecuali jika terdapat edema. Dengan
demikian, paru tetap kering pada kasus tenggelam di air tawar.9

15
Pada kasus tenggelam di air laut, paru-paru dapat ditemukan
membesar seperti balon, lebih berat, sampai menutupi jantung.9 Pada
pengirisan terdapat banyak cairan, beratnya kadang melebihi 2.000 gram.
Karena paru sangat edema maka tepi depan paru overlap di depan
mediastinum sehingga berbentuk seperti cetakan iga. Paru berwarna
keunguan atau kebiruan dengan permukaan mengkilap. Paru lembab dan
konsistensinya seperti agar-agar dan hilang dengan penekanan. Ketika paru
dipindahkan dari tubuh dan ditempatkan pada meja pemotongan, paru tidak
mempertahankan bentuk normalnya tapi cenderung datar. Ketika dipotong,
tidak ada suara krepitasi yang terdengar dan bahkan tanpa penekanan
jaringan mengeluarkan banyak cairan. Jaringan paru ditekan maka akan
ditemukan paru dipenuhi cairan. Dengan demikian kasus tenggelam di air
laut paru mengalami lembab dan basah.
Petekie yang sangat sedikit dapat ditemukan karena kapiler terjepit di
antara septum inter alveolar. Dapat ditemukan bercak-bercak perdarahan
yang disebut bercak Paltauf akibat robeknya penyekat alveoli (Polsin).
Petekie subpleura dan bula emfisema jarang ditemukan dan bukan
merupakan tanda khas tenggelam, tetapi sebagai usaha respirasi.
Sedangkan untuk mengetahui benda-benda air yang masuk ke saluran
pernafasan dapat dibuktikan dengan membuka saliran pernafasan dari
trakea, bronkus sampai percabangan bronkus di hilus. Jika dari
pemeriksaan ditemukan benda-benda air seperti pasir, kerikil, lumpur,
tumbuhan air dan lain-lain maka dapat dipastikan bahwa korban masih
hidup sebelum tenggelam.
Organ lain seperti otak, ginjal, hati, dan limpa dapat mengalami
pembendungan. Lambung dan usus halus dapat sangat membesar, berisi air
dan lumpur.4

16
2.8 Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan diatom
Diatom merupakan alga (ganggang) bersel satu dengan dinding sel yang
terbuat dari silikat yang tahan panas dan asam kuat. Diatom dapat
ditemukan dalam air tawar, air laut, air sungai, air sumur, dan udara.
Diatom dan elemen plankton lain masuk ke dalam saluran pernapasan atau
pencernaan ketika seseorang tenggelam menelan air. Kemudian diatom
akan masuk ke dalam aliran darah melalui kerusakan dinding kapiler pada
waktu korban masih hidup dan tersebar ke seluruh jaringan. Di sisi lain,
jika sebuah mayat ditenggelamkan dalam air meskipun diatom dapat masuk
ke dalam paru-paru secara pasif, tidak ada aliran sirkulasi darah yang
mungkin terjadi, sehingga (secara teori) tidak mungkin ada diatom yang
dapat ditemukan pada organ-organ dalam yang lebih jauh.
Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru mayat segar. Bila
mayat telah membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan ginjal,
otot skelet atau sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan
limpa kurang bermakna sebab berasal dari penyerapan abnormal dari
saluran pencernaan terhadap air minum atau makanan.
Pemeriksaan diatom dengan metode destruksi (digesti asam) pada paru
dilakukan dengan mengambil dari jaringan perifer paru sebanyak 100
gram, masukkan ke dalam labu Kjeldahl dan tambahkan asam sulfat pekat
sampai jaringan paru terendam, diamkan lebih kurang setengah hari agar
jaringan hancur. Kemudian dipanaskan dalam lemari asam sambil
diteteskan asam nitrat pekat sampai terbentuk cairan jernih, dinginkan dan
cairan dipusing dalam centrifuge.
Sedimen yang terbentuk ditambahkan dengan akuades, pusingkan
kembali dan akhirnya dilihat dengan mikroskop. Pemeriksaan diatom
positif bila pada jaringan paru ditemukan diatom cukup banyak, 4-5/LPB

17
atau per 10-20 per satu sediaan atau pada sumsum tulang cukup ditemukan
hanya satu.
Selain itu, dapat dilakukan pemeriksaan getah paru dengan cara
permukaan paru disiram dengan air bersih, lalu iris bagian perifer, ambil
sedikit cairan perasan dari jaringan perifer paru, taruh pada gelas obyek,
tutup dengan kaca penutup dan lihat dengan mikroskop. Selain diatom
dapat pula terlihat ganggang atau tumbuhan jenis lainnya.

Gambar 1. Prinsip Tes Diatom


Menurut Simpson, bahwa tes diatom terkadang negatif, bahkan pada
kasus-kasus yang jelas-jelas tenggelam pada air yang banyak diatom dan
telah banyak hasil positif palsu yang dikatakan terjadi karena alasan teknis
dari karena itu tes ini jadi sangat tidak realibel sehingga teknik ini
seharusnya dilakukan dan hasilnya diinterpretasikan dengan pertimbangan
keadaan lain.8

18
Tabel 2.1 Spesies diatom yang sering ditemukan berdasar sampel
organ.5

Beberapa bagian penting pada sel


diatom sentric (centric diatom) (A) dan
pada diatom penat (pennate diatom)
(B)

Citra Scanning Electron Microscope


(SEM) menunjukkaan diatom Cyclotella
Steligera dengan ornamentasi berpola
simetris radial

Achnanthes sp. (kiri) Amphipleura sp.


(kanan) contoh diatom di perairan air
tawar.

19
Anomoeneis sp. (atas) Biddulphia sp. (bawah)
contoh diatom di perairan air tawar.

Cosconodius sp, salah satu contoh diatom di


perairan air tawar.

Cyclotella sp. contoh diatom di perairan air


tawar.

Surirella sp. contoh diatom di perairan air tawar.

2. Pemeriksaan Elektrolit
Pada tahun 1921 Gettler mengemukakan bahwa penentuan ada
tidaknya klorida pada darah yang berasal dari ruang-ruang jantung adalah
salah satu tes yang baik yang dapat digunakan dalam mendiagnosis kasus
tenggelam. Banyak dari peneliti telah mengemukakan pandangan-

20
pandangan yang berbeda tentang validitas studi klorida dalam
mendiagnosis kasus tenggelam. Pada tahun 1944 Moritz dan
mengungkapkan pandangan bahwa perbedaan kadar klorida pada sampel
darah yang berasal dari ventrikel jantung kanan dan kiri dapat bernilai
diagnostik hanya jika analisa yang dilakukan adalah segera setelah
terjadinya kematian. Dia menetapkan bahwa perbedaan kadar klorida
sekitar 17 mEq/L atau lebih pada kasus tenggelam di air tawar dapat
ditetapkan sebagai pendukung penegakan diagnosis tenggelam.8
Menurut Gettler, pada kasus tenggelam di air tawar, kadar serum
klorida di darah yang berasal dari jantung kiri lebih rendah dari jantung
sebelah kanan. Sedangkan pada tenggelam di air asin terjadi sebaliknya.8
Selain itu, tes lain, tes Durlacher juga dapat digunakan untuk
menentukan diagnosis selain tes Gettler. Tes Durlacher digunakan untuk
menentukan perbedaan dari berat jenis plasma dari jantung kanan dan kiri.
Bila pada pemeriksaan ditemukan berat jenis jantung kiri lebih tinggi
dibandingkan dengan jantung kanan, maka dapat diasumsikan bahwa
korban meninggal akibat tenggelam. Perbedaan kadar elektrolit lebih dari
10% dapat menyokong diagnosis, walaupun secara tersendiri kurang
bermakna.8

Ketika air tawar memasuki paru-paru, natrium plasma turun dan


kalium plasma meningkat, sedangkan pada inhalasi air asin, natrium
plasma meningkat cukup tinggi dan kalium hanya meningkat ringan. Pada
tenggelam pada air tawar, konsentrasi natrium serum dalam darah dari
ventrikel kiri lebih rendah dibandingkan ventrikel kanan. Namun, angka ini
dapat bervariasi, ini disebabkan ketika post mortem dimulai maka difusi
cairan dapat mengubah tingkat natrium dan kalium yang sebenarnya. Oleh
karena itu Simpson berpendapat bahwa analisis dari kadar Na, Cl dan Mg

21
telah dipergunakan, tetapi hasilnya terlalu beragam untuk digunakan
didalam praktek sehari-hari.8

Selain itu, tes lain, tes Durlacher juga dapat digunakan untuk
menentukan diagnosis selain tes Gettler. Tes Durlacher digunakan untuk
menentukan perbedaan dari berat jenis plasma dari jantung kanan dan kiri.
Bila pada pemeriksaan ditemukan berat jenis jantung kiri lebih tinggi
dibandingkan dengan jantung kanan, maka dapat diasumsikan bahwa
korban meninggal akibat tenggelam.8
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Tenggelam (drowning) adalah kematian yang disebabkan oleh


aspirasi cairan ke dalam pernapasan akibat terbenamnya seluruh atau
sebagian tubuh ke dalam cairan, sedangkan hampir tenggelam (near
drowning) adalah keadaan gangguan fisiologi tubuh akibat tenggelam,
tetapi tidak terjadi kematian.
Mekanisme kematian pada korban tenggelam dapat berupa asfiksia
akibat spasme laring, asfiksia karena gagging dan choking, refleks vagal,
fibrilasi ventrikel (air tawar), dan edema pulmoner (dalam air asin)
Pada peristiwa tenggelam di air tawar, terjadi hemolisis dan
hemodilusi sehingga menyebabkan hiperkalemia. Kematian terjadi karena
fibrilasi ventrikel. Pada peristiwa tenggelam di air asin, karena konsentrasi
elektrolit air asin lebih tinggi daripada plasma,air akan ditarik dari sirkulasi
pulmonal ke dalam jaringan interstitial paru yang akan menimbulkan
edema paru, hemokonsentrasi, dan hipovolemia.
Berdasarkan morfologi penampakan paru pada otopsi, tenggelam
dibedakan atas tenggelam kering (dry drowning), tenggelam tipe basah

22
(wet drowning). Jika ditinjau berdasarkan jenis air tempat terjadinya
tenggelam, maka dapat dibedakan menjadi tenggelam di air tawar dan
tenggelam di air asin.
Diagnosis kematian akibat tenggelam dapat ditegakkan melalui
pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam, pemeriksaan laboratorium berupa
histologi jaringan, destruksi jaringan, dan berat jenis serta kadar elektrolit
darah.
Pada pemeriksaan luar, dapat ditemukan Schaumfilz froth, kuntis
anserina, washer woman’s hand, cadaveric spasm, tanda-tanda asfiksia
seperti sianosis dan petekie. Kemudian dapat juga dijumpai luka lecet dan
penurunan suhu mayat
Pada pemeriksaan dalam, paru tetap kering pada kasus tenggelam di air
tawar. Pada kasus tenggelam di air laut, paru-paru dapat ditemukan
membesar. Petekie juga dapat dijumpai. Organ lain dapat mengalami
pembendungan.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Putrananda M Afzarulrahman. Kegawatdaruratan pada kasus


tenggelam. Jurnal kedokteran universitas tanjung pura Pontianak.
2017
2. Tomuka, D. C., Mallo J. F., dan Wulur, R. A. Gambaran Temuan
Autopsi Kasus Tenggelam Di Blu Rsu Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado Periode Januari 2007 - Desember 2011. Manado:
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi
3. Putra, A. A. G. A. 2014. Kematian Akibat Tenggelam:Laporan
Kasus. Bali: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana..
4. Amir, Amri. 2016. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Medan:
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran USU.
5. Singh, S. Ilmu Kedokteran Forensik : Medan. Hal 101-102.
6. Who .2000. Facts About Injuries:Drowning
7. Wilianto W. Pemeriksaan Diatom pada Korban Diduga
Tenggelam (Review). Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia
2012; 14(3): 39-46
8. Ritonga. dr.Mistar. Drowning. Jurnal kedokteran forensic USU.
2014. Medan.

24

Anda mungkin juga menyukai