Krisis tiroid adalah komplikasi hipertiroid yang sekarang ini jarang dijumpai
lagi yang merupakan kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan
ditandai dengan keadaan gawat sebagai akibat meningkatnya gejala dan tanda
hipertiroidisme pada seseorang yang menderita tirotoksikosis.
Krisis thyroid tipikalnya terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis yang tidak
terobati atau tidak tuntas terobati yang dicetuskan oleh tindakan, infeksi,
trauma atau adanya tekanan emosi. Krisis tiroid ini sulit dibedakan dengan
hipertiroidi berat dan pada beberapa penderita dapat ditemukan faktor
pencetus timbulnya krisis tiroid yang merupakan kedaruratan medis yang
disebabkan oleh eksaserbasi akut dari gejala-gejala hipertiroid. Walaupun
cara pengobatan telah dikenal namun angka kematian pada krisis tiroid masih
cukup tinggi sekitar 10-75%. Hal ini dapat berakibat fatal dan mematikan.
Obat anti tiroid PTU dan metimazole (Tapazole) diberikan untuk menghambat
sintesa hormon tiroid. Biasanya diberikan melalui pipa nasogastrik sebab belum
tersedianya preparat suntik. PTU lebih unggul dari pada metimazole sebab bekerja
lebih cepat serta menghambat konversi T4 menjadi T31. Dosis permulaan PTU
1200-1500 mg/hari diberikan tiap 4 jam, methimazole 60-120 mg/hari diberikan tiap
4 jam.
Secara bersamaan juga diberikan obat untuk menghambat pelepasan hormon
tiroid dari kelenjar tiroid yaitu dengan preparat yodium seperti cairan Lugol per oral
(8 tetes tiap 6 jam) atau natrium yodida (0,5 1 gr tiap 12 jam) dengan tetesan
intravena.
Preparat yodium sebaiknya jangan diberikan sebelum 1 jam pemberian PTU
atau metimazole untuk mencegah pembentukan hormon tiroid yang baru. Bila
penderita alergi terhadap yodium, dapat diberikan litium karbonat untuk
menghambat pelepasan hormon tiroid. Dosis permulaan 300 mg tiap 6 jam,
selanjutnya kadar litium dalam serum dipertahankan sekitar 1 mEq/l 5,10.
Febris yang tinggi diturunkan dengan kompres dingin, kipas angin, selimut
dingin dan anti piretik sebaiknya golongan asetaminofen. Antipiretik golongan
salisil sebaiknya dihindari pemakaiannya karena golongan ini lebih meningkatkan
metabolisme melalui pembebasan tiroid hormon yang terikat oleh protein.
Kehilangan cairan karena hiperpireksia, muntah dan diare diganti dengan
cairan yang sebaiknya mengandung glukosa, elektrolit dan cukup kalori serta
ditambahkan vitamin. Payah jantung kongestif, bila ditemukan pada penderita
ditanggulangi dengan digitalis dan diuretik dengan dosis yang lebih besar dari
biasanya.
Walaupun belum cukup bukti, bahwa pada krisis tiroid terjadi kekurangan
hormon adrenal, pemberian kartikosteroid biasanya dianjurkan. Hidrokortison
diberikan dengan dosis permulaan sebanyak 300 mg kemudian diikuti dengan 100
mg tiap 8 jam. Deksametason dan hidrokortison mempunyai kerja menghambat
pembentukan T3 dari T4.
Sekat beta merupakan obat yang dikenal mengurangi kerja hormon tiroid.
Propranolol sangat luas pemakaiannya terutama di USA untuk penderita
tirotoksikosis dengan dosis 20-40 mg tiap 6 jam. Pada penderita dengan krisis tiroid
dosis propranolol dinaikkan sampai 60-120 mg tiap 6 jam. Keuntungan propranolol
pada krisis tiroid adalah adanya perbaikan dalam agitasi, konfulsi, psikotik, tremor,
diare, febris.
Penggunaan propranolol harus hati-hati pada penderita diabetes yang
mendapat insulin atau obat anti diabetes golongan sulfonilurea karena dapat terjadi
hipoglikemi. Kontra indikasi penggunaan propranolol adalah penderita dengan
riwayat asma atau spasme bronchus.
Obat lain yang mempunyai kerja seperti propranolol adalah reserpin, dapat
diberikan dengan dosis 2,5-5 mg tiap 4 jam i.m, guanetidin dengan dosis 30-40 mg
tiap 6 jm diberikan per oral. Kedua jenis obat ini dapat menyebabkan hipotensi dan
diare, sehingga tidak dianjurkan penggunaannya pada penderita syok.
Efek samping PTU yang pernah dilaporkan adalah perdarahan atau gusi
mudah berdarah, kerusakan hati (anoreksia, pruritus, nyeri perut kanan atas,
peningkatan kadar transaminase hingga tiga kali nilai normal), infeksi (terjadi akibat
agranulositosis), pruritus hingga dermatitis eksfoliatif, vaskulitis maupun ulkus oral
vaskulitik, dan pioderma gangrenosum. Meskipun termasuk rekomendasi di
beberapa pendapat ahli masih merekomendasikan bahwa obat ini harus tetap
dipertimbangkan sebagai lini pertama terapi penyakit Graves selama kehamilan.
Risiko kerusakan hati serius, seperti gagal hati dan kematian, telah dilaporkan pada
dewasa dan anak, terutama selama enam bulan pertama terapi.
Agranulositosis adalah efek samping yang jarang terjadi pada penggunaan
obat anti-tiroid dan merupakan etiologi atas infeksi yang didapat dari komunitas dan
mengancam jiwa pasien yang menggunakan obat-obat ini. Manifestasi klinis yang
sering muncul adalah demam (92%) dan sakit tenggorokan (85%). Diagnosis klinis
awal biasanya adalah faringitis akut (46%), tonsilitis akut (38%), pneumonia (15%)
dan infeksi saluran kencing (8%). Kultur darah positif untuk Pseudomonas
aeruginosa, Escherichia coli,Staphylococcus aureus, Capnocytophaga species.
Kematian disebabkan oleh infeksi yang tidak terkendali, krisis tiroid dan gagal organ
yang multipel. Basil Gram negatif, seperti Klebsiella pneumoniaedan P. aeruginosa,
merupakan patogen yang paling sering ditemui pada isolat klinis. Antibiotik
spektrum luas dengan aktifitas anti-pseudomonas harus diberikan pada pasien
dengan agranulositosis yang disebabkan oleh obat anti-tiroid yang menampilkan
manifestasi klinis infeksi yang berat.