Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN DIARE
Mata Kuliah : Keperawatan Anak

Disusun Oleh:
Kelompok 2

1. Annisa Fitriani (A02020012)


2. Annisa Sholihatul J (A02020013)
3. Arlika Kusuma Wardani (A02020015)
4. Asyifa Arnanda Mustika (A02020016)
5. Aulia Fitriana (A02020017)
6. Baga Andika Putra (A02020018)
7. Bayu Widiarto (A02020019)
8. Bella Apricya Nirmala S (A02020020)
9. Chairunissa Widya Putri (A02020021)

KELAS A TINGKAT 2
PRODI KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA III
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GOMBONG
2022
Step 1
Mengidentifikasi kata kata sulit dan mengartikannya
1. Frekuensi : banyaknya BAB yang keluar ( Bella apricya N.S)
2. Berampas : BAB bertekstuk (Annisa Fitriani )
3. Mata cekung : mata menjorog kedalam (Bayu widiarto)
4. Cubitan Kulit perut : mengecek turgor kulit (Aulia fitriana)
5. Dengan lahap : minum dengan hawa nafsu ( Annisa solihatul janah)
6. Lendir : cairan kental (arlika)
7. Berlatar : asal usul (chairunisa)

Step 2
Mengidentifikasi pertanyaan atau masalah
1. Mengapa berat badan anak mengalami penurunan saat diare? (Bayu Widiarto)
2. Mengapa cubitan kulit perut kembali lambat? (Bella apricya nirmala saefudin)
3. .Apa saja yang di edukasi pada ibu pasien mengenai pencegahan diare? (Aulia
Fitriana)
4. Apakah BB pasien turunnya normal? ( Annisa Fitriani)
5. Apa penyebab umum diare pada anak? ( Chairunnisa Widya Putri)

Step 3
Menjawab pertanyaan dan masalah
1. Menurut sumber yang ada jika frekuensi diare lebih dari 3 kali sehari, maka anak
akan mengalami kekurangan cairan tubuh secara pesat sehingga dapat
mengakibatkan turunnya berat badan (Annisa Solihatul janah)
Terjadi penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
1) Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang
bertambah hebat.
2) Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu
yang encer ini diberikan terlalu lama.
3) Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan
baik karena adanya hiperperistaltik.
Dan pada kasus klien mengalami demam, Demam dapat meningkatkan insensible
water loss (IWL) dan menurunkan nafsu makan sehingga terjadi penurunan berat
(Annisa Fitriana)
Diare dapat mengakibatkan turunnya berat badan akibat nutrisi yang tidak diserap
secara sempurna oleh tubuh dan kemungkinan merupakan suatu
gastroenteritis.Cubitan kulit perut kembali lambat bisa disebabkan karena
kurangnya cairan dalam tubuh. (Bella apricya nirmala saefudin)
Izin menjawab pertanyaan dari bayu pada kondisi diare, anak akan kehilangan
cairan tubuh yang berisi air dan elekrolit tubuh. Apabila anak mengalami diare,
maka anak akan mengalami kekurangan cairan tubuh secara pesat sehingga dapat
mengakibatkan turunnya berat badan, dan hal yang juga penting untuk
diperhatikan adalah risiko terjadinya dehidrasi pada anak, yang dapat bersifat
membahayakan. (Chairunnisa widya putri)
2. Cubitan kulit kembali lambat bisa juga menjadi tanda seseorang menderita diare
dengan dehidrasi berat. Diare Dehidrasi Berat, ditandai dengan lesu/lunglai, mata
cekung, malas minum, turgor kembali sangat lambat > 2 detik, dan kehilangan
cairan >10% dari berat badan.( Bagas Andika Putra)
3. . Edukasi pada ibu pasien mengenai pencegahan diare bisa dengan mengajarkan
menjaga kebersihan makanan, mengajarkan anak untuk mencuci tangan sebelum
makan dan memberikan makanan dengan gizi yang cukup kepada sang anak.
( Bagas Andika Putra)
4. Aman, karena penurunan berat badan yang aman adalah sekitar 0,5 kg hingga 1 kg
per minggu ( Annisa solihatul jannah)
5. Penyebab diare pada anak sangat beragam. Namun, sebagian besar diare yang
dialami balita disebabkan oleh infeksi virus. Penyebab lainnya adalah infeksi
bakteri dan parasit, keracunan makanan, alergi, efek samping obat, dan gangguan
penyerapan makanan ( Asyifa Arnanda Mustika)
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan infeksi rotavirus. Setelah
terpapardengan agen tertentu, virus akan masuk ke dalam tubuh bersama dengan
makanan dan minuman yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian
melekat pada sel-sel mukosa usus, akibatnya sel mukosa usus menjadi rusak yang
dapat menurunkandaerah permukaan usus. Atau juga bisa dikatakan adanya toksin
bakteri atau virus akan menyebabkan sistem transpor aktif dalam usus sehingga sel
mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan
meningkat. Bakteri pada keadaan tertentu menjadi invasif dan menyerbu kedalam
mukosa, terjadi perbanyakan diri sambil membentuktoksin. Dari Faktor
makananjuga dapat terjadi apabila toksin yang ada tidakmampu diserap dengan
baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan
kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare (Arlika
Kusuma Wardani)
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Diare


1. Pengertian Diare
Diare merupakan pengeluaran feses yang berbentuk tidak normal dan cair.
Bisa juga didefinisikan dengan buang air besar yang tidak normal dan berbentuk
cair dengan frekuensi BAB lebih dari biasanya. Bayi dapat dikatakan diare bila
BAB sudah lebih dari 3 kali sehari buang air besar, dan sedangkan neonatus
dikatakan diare jika sudah buang air besar sebanyak lebih dari 4 kali dalam sehari.
(Lia dewi, 2014).
Diare adalah suatu kondisi buang air besar yang tidak normal dimana buang
air besar >3 kali dalam sehari dengan konsistensi feses yang encer/cair dapat
disertai atau tanpa disertai dengan darah atau lender yang merupakan akibat dari
terjadinya proses implamasi pada lambung atau usus (Wijayaningsih, 2013).

2. Penyebab Diare
Menurut Haroen N. S, Suraatmaja dan P. O Asnil dalam Wijayaningsih
(2013) ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua
golongan yaitu sebagai berikut:
a. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
1) Infeksi virus, kuman-kuman pathogen dan apatogen seperti shigella, salmonella,
golongan vib-rio, E. Coli, clostridium perfarings, B. Cereus, stapylococus
aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia dari
makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas,terlalu asam),
gangguan psikis (ketakuatan, gugup), gangguan saraf, alergi, hawa dingin dan
sebagainya.
2) Defisiensi imun terutama SIGA (secretory imonolbulin A) yang mengakibatkan
terjadinya berlipat gandanya bakteri atau flata usus dan jamur terutama canalida.
b. Diare osmotik (osmotic diarrhea) disebabkan oleh:
1) Malabsorbsi makanan: karbohidrat, protein, lemak (LCT), vitamin dan mineral.
2) Kurang kalori protein.
3) Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir

Sedangkan menurut Ngastiyah dalam (Wijayaningsih, 2013), penyebab dari


diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:
a. Faktor infeksi
1) Infeksi enternal
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri,
infeksi virus (enteovirus, poliomyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota
virus, astrovirus, dan lain-lain, dan infeksi parasite: cacing (ascaris, trichuris,
oxyuris, strongxloides), protozoa (Entamoeba histolytica, giardia lamblia,
trichomonas humonis), jamur (canida albicous).
Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti Otitis
Media Akut (OMA), Tonsillitis atau Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia,
Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak
berumur di bawah dua tahun.

b. Faktor malabsorbsi
1) Karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa) dan
monosakarida (intoleransi glukkosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada anak serta
bayi yang paling berbahaya adalah intoleransi laktosa.
2) Protein.
3) Lemak.

c. Faktor makanan, misalnya makanan basi, beracun, serta alergi.


d. Faktor psikologis
3. Patofisiologis
Mekanisme dasar yang menyebabkan terjadinya diare ialah yang pertama
gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap
akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga
terjadinya pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misal toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya
diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan mortalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus menyerap makanan sehingga timbul
diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul
berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat timbul, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke
dalam usus setelah berhasil melewati asam lambung, mikroorganisme tersebut
berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat dari toksin tersebut
terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal menurut
Wijayaningsih (2013) sebagi berikut:
c. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan
(output), merupakan penyebab terjadi kematian pada diare.
d. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja/feses.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun didalam
tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan.
Produk metoabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria atau anuria) dan terjadinya pemindahan
ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.
e. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi dalam 2 sampai 3% anak yang menderita diare, lebih
sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena
adanya gangguan penyimpanan atau penyediaan glikogen dalam hati dan
adanya gangguan absorbsi glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika
kadar glukosa darah menurun hingga 40mg% pada bayi dan 50 persen pada
anak-anak.
f. Gangguan gizi
Terjadi penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
1) Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah
yang bertambah hebat.
2) Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu
yang encer ini diberikan terlalu lama.
3) Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan
baik karena adanya hiperperistaltik.

g. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, sehingga
perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat
mengakibatkan perdarahan pada otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera
diatasi pasien bisa meninggal.

4. Tanda dan Gejala


Menurut Lia dewi (2014), berikut ini adalah tanda dan gejala anak yang
mengalami diare:
a. Cengeng, rewel.
b. Suhu meningkat.
c. Gelisah.
d. Nafsu makan menurun.
e. Feses cair dan berlendir, kadang juga disertai dengan darahnya. Kelamaan, feses
ini akan berwarna hijau dan asam.
f. Dehidrasi, bila menjadi dehidrasi berat akan terjadi penurunan volume dan
tekanan darah, nadi cepat dan kecil, peningkatan denyut jantung, penurunan
kesadaran, dan diakhiri dengan syok.
g. Anus lecet.
h. Berat badan menurun.
i. Turgon kulit menurun.
j. Mata dan ubun-ubun cekung.
k. Selaput lender dan mulut serta kulit menjadi kering.

5. Manifestasi Klinis
Menurut Mardalena (2018) berikut ini merupakan manifestasi klinis dari
diare, yaitu:
a. Nyeri perut (abdominal discomfort).
b. Mual, kadang-kadang sampai muntah.
c. Rasa perih di ulu hati.
d. Rasa lekas kenyang.
e. Nafsu makan berkurang.
f. Perut kembung, rasa panas di dada dan perut.
g. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).
h. Demam dan lemah.
i. Membrane mukosa mulut dan bibir kering.
j. Diare.
k. Pontanel cekung.
6. Komplikasi
Menurut Mardalena (2018) berikut ini merupakan komplikasi yang bisa
terjadi pada diare:
a. Dehidrasi.
b. Renjatan hipovolemik.
c. Kejang.
d. Bakterimia.
e. Mal nutrisi.
f. Hipoglikemia.
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.

7. Penatalaksanaan
Menurut Lia dewi (2014) prinsip perawatan diare adalah sebagai berikut:
a. Pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumatan).
b. Dietetik (pemberian makanan).
c. Obat-obatan.
1) Jumlah cairan yang diberikan adalah 100ml/kgBB/hari sebanyak 1 kali
setiap 2 jam, jika diare tanpa dehidrasi. Sebanyak 50% cairan ini
diberikan dalam 4 jam pertama dan sisanya adlibitum.
2) Sesuaikan dengan umur anak:
a) < 2 tahun diberikan ½ gelas,
b) 2-6 tahun diberikan 1 gelas,
c) > 6 tahun diberikan 400 cc (2 gelas).

3) Apabila dehidrasi ringan dan diarenya 4 kali sehari, maka diberikan cairan 25-
100ml/kg/BB dalam sehari atau setiap 2 jam sekali.
4) Oralit diberikan sebanyak ±100ml/kgBB setiap 4-6 jam pada kasus dehidrasi
ringan sampai berat.
Beberapa cara untuk membuat cairan rumah tangga (cairan RT): 1) Larutan gula
garam (LGG): 1 sendok teh gula pasir + ½ sendok teh garam dapur halus + 1 gelas
air hangat atau air the hangat, 2) Air tajin (2 liter + 5g garam).
a) Cara tradisional.
3 liter air + 100 g atau 6 sendok makan beras dimasak selama 45-60 menit.
b) Cara biasa.
2 liter air + 100 g tepung beras + 5 g garam dimasak hingga mendidih.

d. Teruskan pemberian ASI karena bisa membantu meningkatkan daya tahan tubuh
anak.

B. Konsep Dasar Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit Pada Diare


1. Pengertian Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit
Risiko ketidakseimbangan elektrolit merupakan suatu kondisi dimana tubuh
berisiko mengalami perubahan kadar elektrolit serum yang dapat mengganggu
kesehatan (Pranata, 2013).
Risiko ketidakseimbangan elektrolit yaitu kondisi yang berisiko mengalami
suatu perubahan kadar serum elektrolit (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan dan Elektrolit


Menurut Pranata (2013) banyak faktor yang mempengaruhi keseimbangan
cairan dan elektrolit. Berikut ini merupakan hal-hal yang bisa mempengauhi
keseimbangan cairan dan elektrolit, yaitu:
a. Usia
Usia merupakan tahap kehidupan seseorang dimana terjadi pertumbuhan dan
perkembangan yang sistematis secara normal, kebutuhan cairan dan elektrolit akan
berjalan seiringnya perubahan perkembangan seseorang. Akan tetapi, hal ini bisa
berubah jika terdapat penyakit. Dikarenakan faktor penyakit ini akan mengganggu
status homeostasis cairan dan elektrolit. Berikut ini kebutuhan cairan dan elektrolit
sesuai rentang usia:
1) Bayi

Proporsi cairan dalam tubuh bayi lebih besar daripada orang dewasa.
Meskipun demikian, dalam menjaga status keseimbangan cairan pada bayi lebih
rumit daripada orang dewasa. Karena bayi mengekskresikan volume air dalam
jumlah yang besar, sehingga asupan cairan juga harus besar untuk menjaga
keseimbangan tersebut.
2) Anak
Pada anak kebutuhan cairan masih cukup tinggi. Pada masa pertumbuhan ini
sering terganggu oleh penyakit sehingga berdampak pula dengan keseimbangan
cairan dan elektrolit yang menjadi kurang stabil. Kondisi ini memicu terjadinya
pengeluaran cairan lebih besar dari dalam tubuh dan terjadi dalam bentuk insensible
water loss.
3) Dewasa
Pada masa remaja terjadi beberapa perubahan anatomis dan fisilogis yang
berdampak pada status metabolik. Dengan peningkatan metabolik maka jumlah air
juga meningkat. Hormonal yang telah berubah juga mempengaruhi kebutuhan
cairan pada masa ini.
Pada masa lansia organ utama dalam keseimbangan cairan dan elektrolit
yaitu ginjal juga mengalami penurunan fungsi. Penyakit yang diderita pada lansia
juga menyebabkan perubahan pada keseimbangan cairan dan elektrolit, seperti
diabetes melitus, kanker atau gangguan kardiovaskuler. Terapi obat deuretik pada
lansia juga akan berdampak pada defisit cairan dan elektrolit.

b. Ukuran tubuh
Proporsional tubuh berbanding lurus dengan kebutuhan cairan. Selain
proporsi ukuran tubuh, komposisi dalam tubuh pun ikut mempengaruhi jumlah total
cairan di dalam tubuh. Lemak (lipid) sebagai jaringan yang tidak bisa menyatu
dengan air akan memiliki kandungan air yang minimal. Sehingga pada wanita yang
obesitas kandungan air dalam tubuhnya lebih sedikit daripada wanita dengan berat
badan tubuh normal.
c. Temperatur Lingkungan

Suhu lingkungan juga mempengaruhi kebutuhan caian dan elektrolit


seseorang. Di saat suhu lingkungan mengalami peningkatan, maka keringat akan
diproduksi lebih banyak untuk menjaga kelembaban kulit dan mendinginkan
permukaan kulit yang panas. Pada kondisi suhu lingkungan yang dingin, pori-pori
tubuh mengecil dan sedikit untuk memproduksi keringat karena kulit sudah lembab.
Berbeda di ginjal, dimana aldosterone akan menurun. Sehingga urine yang
diekskresikan akan lebih banyak.

d. Gaya hidup
Gaya hidup disini meliputi diet, stres, serta olahraga.
1) Diet
Dalam mempertahankan status cairan dan elektrolit, secara langsung asupan
yang seimbang akan menjaga belance cairan.
2) Stres
Stres akan meningkatkan beberapa hormon, seperti aldosterone,
glukokortikoid serta ADH. Hormone aldosterone dan glukolotikoid akan
menyebabkan retensi natrium, sehingga air juga akan tertahan. Dampak dari ADH
adalah penurunan jumlah urine.
3) Olahraga
Olahraga memerlukan energi lebih besar dari biasanya, sehingga memicu
peningkatan kehilangan air yang tidak disadari (insible water loss).

3. Faktor Risiko
Faktor risiko dari resiko ketidakseimbangan elektrolit yaitu sebagai berikut:
a. Defisiensi volume cairan dan regulasi endokrin.
b. Diare.
c. Kelebihan volume cairan.
d. Disfungsi ginjal.
e. Muntah.
f. Efek samping obat atau prosedur (misalnya medikasi, drain, pembedahan).

g. Gangguan mekanisme regulasi (misalnya diabetes insipidu, sindrom

ketidaktepatan sekresi hormon antideuretik).

h. Ketidakseimbangan cairan (misalnya dehidrasi dan intoksikasi air).

4. Penatalaksanaan Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit pada Diare


Menurut Pranata (2013) berikut ini tatalaksana pergantian cairan pada pasien
diare dan muntah: Pada kondisi seperti ini, klien akan mengalami kehilangan,
biasanya air, natrium, dan kalium serta ion yang lainnya. Jika memungkinkan
pergantian cairan dilakukan dengan cara oral. Tetapi, jika sudah tidak
memungkinkan pergantinan dilakukan secara intravena. Cairan infus yang bisa
digunakan adalah NaCl, larutan glukosa, dan kalium. Perlu dilakukan pemeriksaan
laboratorium untuk pemeriksaan klinis lebih lanjut, agar mengetahui konsentrasi
elektrolit dalam plasma dan hemoglobin serta hematokrit. Pada anak- anak,
pemberian kalium harus dibatasi.

C. Asuhan Keperawatan pada Anak Diare Dengan Masalah Keperawatan


Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit
Menurut Susilaningrum, Nursalam, & Utami, (2013) asuhan keperawatan
pada anak diare dengan risiko ketidakseimbangan elektrolit sebagai berikut:
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat
lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, penghasilan. Untuk
umur dari pasien diare akut, sebagian besar adalah anak di bawah 2 tahun.
Insiden paling tinggi pada umur 6-11 bulan karena pada masa ini bayi mulai
diberikan makanan pendamping. Kejadian diare akut pada anak laki-laki hampir
sama dengan anak perempuan Depkes RI dalam (Susilaningrum et al., 2013).
b. Keluhan utama
Buang air besar lebih dari 3 kali sehari. BAB kurang dari 4 kali dengan konsistensi
cair (diare tanpa dehidrasi). Buang air besar 4-10 kali dengan konsistensi encer/cair
(dehidrasi ringan/sedang). Buang air besar lebih dari 10 kali (dehidrasi berat). Bila
diare berlangsung < 14 hari adalah diare akut. Bila berlangsung 14 hari atau lebih
adalah diare persisten.

c. Riwayat penyakit sekarang


1) Mula-mula anak/bayi menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin
meningkat. Nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemungkinan timbul diare.
2) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja
berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
3) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan sifatnya
makin lama makin asam.
4) Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai
tampak.
5) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
6) Diuresis, yaitu terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi dehidrasi.
Urine normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit gelap pada dehidrasi
ringan atau sedang. Tidak ada urin dalam waktu enam jam (dehidrasi berat).

d. Riwayat kesehatan meliputi sebagai berukut:


1) Riwayat riwayat imunisasi terutama anak yang belum imunisasi campak.
Diare ini lebih sering terjadi dan berakibat berat bdan pada anak-anak dengan
campak atau yang menderita campak dalam 4 minggu terakhir, yaitu akibat
penurunan kekebalan pada pasien.
2) Riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan (antibiotik) karena faktor ini
salah satu kemungkinan penyebab diare menurut Axton dalam (Susilaningrum
et al., 2013).
3) Riwayat penyakit yang sering pada anak berumur di bawah 2 tahun biasanya
batuk, panas, pilek, serta kejang yang terjadi sebelum, selama, atau setelah
terjadinya diare. Hal ini untuk melihat tanda atau gejala infeksi lain yang
menyebabkan diare, seperti OMA, faringitis, bronko pneumonia, tonsillitis,
ensefalitis menurut Suharyono dalam (Susilaningrum et al., 2013).
e. Riwayat nutrisi menurut Depkes RI dalam (Susilaningrum et al., 2013) Riwayat
pemberian makanan sebelum sakit diare meliputi hal sebagai berikut,
1) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi resiko diare
dan infeksi yang serius.
2) Pemberian susu formula, apakah menggunakan air masak, diberikan dengan
botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan mudah terjadi pencemaran.
3) Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum
biasa), pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa haus, ingin minum
banyak, sedangkan pada dehidrasi berat anaka akan malah untuk minum atau
tidak mau minum.
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
a) Baik, sadar (tanpa dehidrasi).
b) Gelisah, rewel (dehidrasi ringan atau sedang).
c) Lesu, lunglai atau tidak sadar (dehidrasi berat).
2) Berat badan
Menurut S. Partono (Susilaningrum et al, 2013), anak yang diare dengan
dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat badan sebagai berikut.

Tabel 1
Penurunan Berat Badan Anak Diare Dengan Dehidrasi

Kehilangan berat badan (%)


Tingkat dehidrasi
Bayi Anak Besar
Dehidrasi ringan 5% (50 ml/kg) 3% (30 ml/kg)
Dehidrasi sedang 5-10% (50-100 ml/kg 6% (60 ml/kg)
Dehidrasi berat 10-50% (100-500 ml/kg) 9% (90 ml/kg)
(Sumber: Susilaningrum et al, 2013)
Presentase penurunan berat badan tersebut dapat diperkirakan saat anak dirawat di
rumah sakit. Sedangkan di puskesmas/fasilitas pelayanan dasar dapat digunakan
pedoman MTBS (2008), sebagaimana telah disajikan pada bahasan macam diare di
atas.

3) Kulit
Untuk mengetahui elastisitas kulit, kita dapat melakukan pemeriksaan turgor,
yaitu dengan cara mencubit daerah perut dengan kedua ujung jari (bukan kedua
kuku). Turgor kembali cepat kurang dari 2 detik berarti diare tanpa dehidrasi.
Turgor kembali lambat bila cubitan kembali dalam waktu 2 detik dan ini berarti
diare dengan dehidrasi ringan/sedang. Turgor kembali sangat lambat bila
cubitan kembali > 2 detik dan ini termasuk diare dengan dehidrasi berat.
4) Kepala
Anak berumur di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubun
biasanya cekung.
5) Mata
Anak yang diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak mata normal. Bila dehidrasi
ringan atau sedang, kelopak mata cekung (cowong). Sedangkan dehidrasi berat,
kelopak mata sangat cekung.
6) Mulut dan lidah.
a) Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi).
b) Mulut dan lidah kering (dehidrasi ringan/sedang).
c) Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat).
7) Abdomen kemungkinan distensi, kram, bising usu meningkat.
8) Anus, adakah iritasi pada kulitnya.

g. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosis
(kausal) yang tepat, sehingga dapat memberikan terapi yang tepat pula. Pemeriksaan
yang perlu dilakukan pada anak diare yaitu:
1) Pemeriksaan tinja, baik secara makroskopi maupun mikroskopi dengan kultur,
2) Tes malabsorbsi yang meliputi karbohidrat (pH, clinic test), lemak, dan kultur
urine.
Sebagaimana telah dibahas bahwa untuk menentukan terjadinya dehidrasi
pada anak, terdapat data-data penting yang harus dikaji. Data-data ini selanjutnya
untuk mengklasifikasikan diare. Klasifikasi diare ini bukan diagnosis medis, tapi
dapat digunakan untuk menentukan tindakan apa yang harus diambil oleh petugas di
lapangan. Adapun data dan klasifikasi diare yang dimaksud telah disajikan pada
bahasan macam diare berdasarkan pedoman MTBS (2008).

2. Diagnosis Keperawatan
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2016), diagnosis keperawatan mengenai Diare pada anak dengan risiko
ketidakseimbangan elektrolit diantaranya adalah :
a. Diagnosis : Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit
b. Definisi : Berisiko mengalami perubahan kadar serum elektrolit
c. Faktor Risiko
1) Ketidakseimbangan elektrolit (misalnya dehidrasi dan intoksikasi air).
2) Kelebihan volume cairan.
3) Gangguan mekanisme regulasi (misalnya diabetes).
4) Efek samping prosedur (misalnya pembedahan).
5) Diare.
6) Muntah.
7) Disfungsi ginjal.
8) Disfungsi regulasi endokrin.
3. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan yang dapat dirumuskan pada risiko
ketidakseimbangan elektrolit menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) yaitu:

Tabel 2
Intervensi Asuhan Keperawatan Pada Anak Diare Dengan Risiko
Ketidakseimbangan Elektrolit

Diagnosis NOC NIC


(1) (2) (3)
Risiko - Fluid balance Fluid Management
Ketidak- - Hydration - Pertahankan catatan intake dan
seimbangan - Nutrition Status: Food output yang akurat
Elektrolit and Fluid - Monitor status hidrasi
- Intake (kelembaban membrane
mukosa, nadi adekuat, tekanan
Kriteria Hasil: darah ortostatik), jika
- Mempertahankan urine diperlukan
output sesuai dengan - Monitor vital sign
usia dan BB, BJ urine - Monitor masukan makanan
normal, HT normal atau cairan dan hitung intake
- Tekanan darah, nadi, kalori harian
suhu tubuh dalam batas - Kolaborasikan pemberian
nomal cairan IV, berikan cairan IV
- Tidak ada tanda-tanda pada suhu ruangan
dehidrasi - Monitor status nutrisi, motivasi
- Elastisitas turgor kulit masukan oral, motivasi
baik, membrane keluarga untuk membantu
mukosa lembab, tidak pasien makan, tawarkan snack
ada rasa haus yang (jus buah, buah segar)
berlebihan - Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
(1) (2) (3)
- Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebih muncul
memburuk
- Atur kemungkinan transfusi
dan persiapan untuk transfusi
(Sumber: Nurarif & Kusuma, 2015)

4. Implementasi Keperawatan
Menurut (Dinarti, Aryani, Nurhaeni, & Chairani, 2013) Implementasi dalam
proses keperawatan terdiri rangkaian aktivitas keperawatan dari hari ke hari yang harus
dilakukan dan didokumentasikan dengan cermat. Perawat melakukan pengawasan
terhadap efektifitas tindakan/intervensi yang dilakukan, bersamaan pula dengan menilai
perkembangan pasien terhadap pencapaian tujuan atau hasil yang diharapkan. Bagian
dari pengumpulan data ini memprakarsai tahap evaluasi proses keperawatan.
Implementasi dicatat di flow sheet atau CP 4 yang spesifik.
Adapun implementasi yang dilakukan sesuai dengan perencanaan menurut
(Nurarif & Kusuma, 2015) yaitu:
a. Mempertahankan catatan intake dan output yang akurat.
b. Memonitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat, tekanan
darah ortostatik), jika diperlukan.
c. Memonitor vital sign.
d. Memonitor masukan makanan atau cairan dan hitung intake kalori harian.
e. Melakukan kolaborasi pemberian cairan IV, berikan cairan IV pada suhu ruangan.
f. Memonitor status nutrisi, motivasi masukan oral, motivasi keluarga untuk
membantu pasien makan, tawarkan snack (jus buah, buah segar).
g. Memberikan penggantian nesogatrik sesuai output.
h. Melakukan kolaborasi dengan dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk.
i. Mengatur kemungkinan transfusi dan persiapan untuk transfuse.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam dokumentasi keperawatan mengharuskan perawat melakukan
pemeriksaan secara kritikal serta menyatakan respon yang dirasakan pasien terhadap
intervensi yang telah dilakukan. Evaluasi ini terdiri dari dua tingkat yaitu evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif atau biasa juga dikenal dengan evaluasi
proses, yaitu evaluasi terhadap respon yang segera timbul setelah intervensi
keperawatan dilakukan. Sedangkan evaluasi sumatif atau evaluasi hasil, yaitu evaluasi
respon (jangka panjang) terhadap tujuan, dengan kata lain bagaimana penilaian
terhadap perkembangan kemajuan kearah tujuan atau hasil akhir yang diinginkan.
Evaluasi untuk setiap diagnosis keperawatan meliputi data subjektif (S) data
objektif (O), analisa permasalahan (A) berdasarkan S dan O, serta perencanaan (P)
berdasarkan hasil analisa diatas. Evaluasi ini disebut juga dengan evaluasi proses.
Format dokumentasi SOAP biasanya digunakan perawat untuk mengidentifikasi dan
mengatasi masalah pasien (Dinarti et al., 2013). Evaluasi yang diharapkan sesuai
dengan masalah yang pasien hadapi dimana sudah dibuat pada perencanaan tujuan dan
kriteria hasil.
Adapun hasil yang diharapkan menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) yaitu:
a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT
normal.
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas nomal.
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
d. Elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang
berlebihan.
BAB II
TINJAUAN KASUS DIARE PADA ANAK

Kasus :
An.Budi (laki-laki) usia 20 bulan di rawat di RSU PKU Muhammadiyah Gombong dengan
keluhan mencret sejak semalam, dalam semalam frekuensi BAB 8x, konsistensi cair, tidak
berampas, tidak ada lendir dan tidak ada darah. Hasil pemeriksaan fisik, anak sadar, jika
diberi minum anak haus minum dengan lahap, BB 13 Kg, kata ibunya 2 minggu yang lalu
BB: 13,6 Kg, mata cekung, cubitan kulit perut kembali lambat, suhu: 38,2℃ . Ibu bertanya
kepada perawat bagaimana perawatan anaknya dan bagaimana cara mencegah supaya anak
tidak sakit diare lagi. Ibu klien berlatar pendidikan DIII dan seorang guru SD.

Pengkajian :
Identitas Pasien :
Nama : An. B
Tanggal Lahir :
Umur : 20 bulan
Jenis kelamin : Laki – laki
Alamat : Gombong
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
Tanggal masuk : 30 Maret 2022
Diagnosa medis :

Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. F
Umur : 29 tahun
Pekerjaan : D III
Pendidikan : Guru SD
Agama : Islam
Alamat : Gombong
Hubungan dengan klien : Orang Tua
Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan klien diare 8x
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien dibawa ke RSU PKU Muhammadiyah Gombong dengan keluhan mencret sejak
semalam, dalam semalam frekuensi BAB 8x, konsistensi cair, tidak berampas, tidak ada
lendir dan tidakada darah. Hasil pemeriksaan fisik, anak sadar, jika diberi minum anak
haus minum dengan lahap, BB 13 Kg, kata ibunya 2 minggu yang lalu BB: 13,6 Kg, mata
cekung, cubitan kulit perut kembali lambat, suhu: 38,2 0C.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Ibu mengatakan klien mengatakan klien tidak punya riwayat penyakit, dan baru pertama
kali seperti ini.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien adalah anak tunggal, tinggal dengan keluarga besar yaitu kakek, nenek dan orang
tuanya. Ibu mengatakan tidak ada riwayat penyakit menurun atau menular di
keluarganya.
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Ibu mengatakan keadaan rumah baik, air yang dikonsumsi sehari-hari berasal dari sumur
f. Status Ekonomi dan Sosial
Ayah klien bekerja sebagai petani dan ibu klien sebagai ibu guru SD. Penghasilan sehari-
hari hanya di dapat dari ayah dan ibu.

Pengkajian Pola Fungsional Gordon


a. Persepsi Kesehatan dan Pola Pemeliharaan Kesehatan
Ibu mengatakan kesehatan anak itu penting, klien berumur 20 bulan diberi makan nasi
dengan lauk sayur, daging-dagingan dan di dampingi ASI. Apabila klien sakit, biasanya
diperiksakan ke dokter umum dan belum pernah di rawat inap.
b. Pola Nutrisi-Metabolik
Sebelum sakit: Klien makan susah 2x sehari dan masih minum ASI, minum air putih juga
lancar.
Sesudah sakit : Klien tidak mau makan, hanya minum ASI dan air putih. Jika diberi
minum anak haus minum dengan lahap.
c. Pola Eliminasi BAB dan BAK
Pola eliminasi BAB
Sebelum sakit : BAB lancar 1-2x sehari dan tidak ada gangguan.
Sesudah sakit : BAB encer berwarna kuning 8x sehari, konsistensi cair, tidak berampas,
tidak ada lendir dan tidak ada darah.
Pola eliminasi urine
Sebelum sakit : Urine normal 6-9x perhari dan tidak ada keluhan.
Sesudah sakit : Ibu mengatakan klien jarang BAK dan warna urine kuning, klien BAK
sekitar 2-3x sehari.
d. Pola aktivitas-latihan
Sebelum dirawat : Klien cukup aktif beraktivitas seperti bermain.
Setelah dirawat : Klien hanya di tempat tidur dan kesulitan beraktivitas dikarenakan
lemas dan terpasang infus.
e. Pola istirahat-tidur
Sebelum sakit : Klien tidur dengan nyenyak dibawah jam 22.00 WIB .
Sesudah sakit : Klien susah tidur dan mudah terbangun, kemudian menangis.
f. Pola kognitif-persepsif
Klien mampu memahami apa yang disampaikan oleh orang tuanya. Klien terus menangis
saat terbangun.
g. Pola persepsi diri-konsep diri
Ibu mengatakan klien tampak sedih dan takut.
h. Pola peran-hubungan
Klien dekat dengan keluarga besarnya, terutama orang tuanya.
i. Pola sexualitas
Klien berjenis kelamin laki – laki
j. Pola toleransi-koping stress
Saat menghadapi masalah klien akan menangis dan mengadu kepada orang tuanya.
k. Pola nilai-keyakinan
Agama klien dan keluarga klien adalah Islam. Klien merupakan sumber kebahagiaan di
keluarganya.
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : sedang
b. Tingkat kesadaran : compos mentis
GCS : E 4, V 5, M 6
c. TB : 80 cm, BB : 13 kg, IMT : 20,31
d. Tanda-tanda vital (TTV)
TD : 70/50 mmHg
Nadi : 110x/ menit
Suhu : 38,2°C
RR : 23x per menit

e. Pemeriksaan kepala dan leher


Kepala : normal tidak ada luka
Rambut : warna hitam dan bersih
Mata : mata cekung, konjungtiva tidak anemis
Hidung : tidak ada secret, tidak ada napas cuping hidung
Mulut : mukosa bibir kering, gigi dan gusi bersih
Telinga : mampu mendengar dengan baik
Leher : tidak ada sakit saat menelan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan tidak
teraba vena jugularis

f. Dada dan paru-paru


Inspeksi : bentuk dada simetris
Palpasi : gerakan dada simetris antara kanan dan kiri, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : normal, vesikuler
Auskultasi : tidak ada bunyi napas tambahan

g. Jantung
Inspeksi : iktus cordis terlihat
Palpasi : suhu akral dingin
Perkusi : normal redup
Auskultasi : normal
h. Abdomen
Inspeksi : BAB cair, kulit perut keriput
Auskultasi : bising usus meningkat (19x per menit)
Perkusi : mendengar adanya gas
Palpasi : turgor kulit lambat > 3 detik

i. Genetalia
Genetalia tampak kemerahan dan ada iritasi

j. Ekremitas
- Akral teraba dingin
- CRT > 3 detik
- Kuku dan kulit bersih
- Terpasang infus Ringer laktat
k. Kulit
Kulit lembab dan berkeringat, tidak ada edema.

l. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada
m. Diet
ASI dan nasi sayur, daging-dagingan.
n. Therapi
 Zinc syr 1 x 1
 Ringer laktat 20 tpm mikro
Analisa Data
No Tanggal/jam Data Fokus Etiologi Masalah
1 30 Maret 2022 Ds : Iritasi Diare
/ Ibu Klien mengatakan klien gastrointestinal
10.00 mengalami diare
Do :
 keluhan mencret sejak
semalam, dalam semalam
frekuensi BAB 8x
 konsistensi cair, tidak
berampas, tidak ada lendir
dan tidak ada darah.
 Bising usus 19x/menit
2 30 Maret 2022 Ds : Kehilangan cairan Hipovolemia
/ Ibu klien mengatakan klien aktif
10.00 lemah, jika diberi minum, anak
haus minum dengan lahap

Do :
 Klien tampak diare sebanyak
8x
 Mata klien tampak cekung
 Cubitan kulit perut kembali
lambat
 Klien BAK sekitar 2-3x
sehari.
 Mukosa bibir kering
 Suhu tubuh meningkat
38,2°C
 TTV :
TD : 70/50 mmHg
Nadi : 110x/ menit
Suhu : 38,2°C
RR : 23x per menit

3 30 Maret 2022 Ds : Kurang terpapar Defisit


/ Ibu bertanya kepada perawat informasi Pengetahuan
10.00 bagaimana perawatan anaknya
dan bagaimana cara mencegah
supaya anak tidak sakit diare
lagi.
Do :
-

Diagnosa Keperawatan
1. Diare b.d. iritasi gastrointestinal
2. Hipovolemia b.d. kehilangan cairan aktif
3. Deficit pengetahuan b.d. kurang terpapar informasi
Intervensi Keperawatan
Tanggal/ NO Tujuan Intervensi TTD
Jam DX
30 Maret I Diagnosa : Diare b.d. iritasi Manajemen Diare :
2022 / gastrointestinal Setelah dilakukan Observasi
10.40 tindakan keperawatan selama 3x 24 1. Identifikasi penyebab diare (inflamasi
jam diharapkan Eliminasi Fekal gastrointestinal, proses infeksi,
Membaik dengan kriteria hasil : malabsorsi)
Indikator Awal Akhir 2. Identifikasi riwayat pemberian makanan
Konsisten Cukup Cukup
3. Monitor iritasi dan userrasi kulit
si feses Memburuk Membaik
didaerah perineal
Frekuensi Cukup Cukup
defekasi Memburuk Membaik 4. Monitor jumlah pengeluaran diare
Peristaltic Cukup Cukup Terapeutik
usus Memburuk Membaik 1. Berikan cairan oral (mis. Larutan garam
gula, oralit, pedialyte, renalyte)
2. Pasang jalur intravena
3. Berikan cairan intravena (mis. Ringer
asetat, ringer laktat) jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan makanan porsi kecil dan sering
secara bertahap
2. Anjurkan menghindari makanan
pembentuk gas, pedas dan mengandung
laktosa
3. Anjurkan melanjutkan pemberian ASI
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat antimotilitas
(mis. Loperamide, difenoksilat)
30 Maret II Diagnosa : Hipovolemia b.d. Manajemen Hipovolemia :
2022 / Kehilangan cairan aktif. Observasi :
10.40 1. Periksa tanda & gejala hipovolemia
Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor intake output cairan
keperawatan selama 3x 24 jam (mengetahui balance cairan sehingga
diharapkan Status Cairan Membaik diketahui keparahan hipovolemia.
dengan kriteria hasil : Terapeutik :
Indikator Awal Akhir 1. Hitung kebutuhan cairan (mengetahui
Turgor Cukup Cukup
jenis tindakan pemenuhan cairan yang
kulit menurun meningkat
Output Cukup Cukup akan diberikan)
urine menurun meningkat Edukasi : -
Perasaan Cukup Cukup
lemah meningkat menurun
Kolaborasi :
Keluhan Cukup Cukup 1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
haaus meningkat menurun
mis. NaCl, RL. (bantuan peningkatan
Membran Cukup Cukup cairan klien)
mukosa memburuk membaik
Suhu tubuh Cukup Cukup
memburuk membaik

30 Maret III Diagnosa : Defisit Pengetahuan b.d. Edukasi Kesehatan


2022 / Kurang Terpapar Informasi Observasi
10.40 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
Setelah dilakukan tindakan menerima informasi
keperawatan selama 1x 24 jam Terapeutik
diharapkan Tingkat Pengetahuan 1. Sediakan materi dan media pendidikan
Meningkat dengan kriteria hasil : kesehatan
Indikator Awa Akhir 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
l kesepakatan
Kemampuan 2 4 3. Berikan kesempatan untuk bertanya
menjelaskan Edukasi
pengetahuan
1. Jelaskan factor risiko yang dapat
suatu topic
mempengaruhi kesehatan
Pertanyaan 3 4
2. Ajarkan strategi yang dapat digunakan
tentang masalah
untuk meningkatkan perilaku hidup
yang dihadapi
bersih dan sehat
Implementasi Keperawatan
Tanggal/ NODX Implementasi Evaluasi Formatif TTD
Jam
30 Maret I 1. Mengidentifikasi penyebab diare & Ds :
2022 / riwayat pemberian makanan Ibu klien mengatakan sebelum
10.00 II 2. Memeriksa tanda & gejala hipovolemia diare klien minum susu formula
3. Memonitor jumlah pengeluaran diare Do :
Terdapat tanda dan gejala
hipovolemia seperti:
 Klien tampak diare sebanyak
8x kosistensi cair
 Mata klien tampak cekung
 Cubitan kulit perut kembali
lambat
 Klien BAK sekitar 2-3x
sehari.
 Mukosa bibir kering
 Suhu tubuh meningkat
38,2°C
30 Maret I Memberikan terapi farmakologi : Do :
2022 / memberikan obat antimotilitas Telah diberikan obat loperamid
10.10 secara oral
30 Maret II 1. Memasang infus & memberikan cairan Do :
2022 / intravena ringer laktat Telah terpasang infus ringer
10.30 2. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis laktat di tangan kanan. Tetesan
infus :
30 Maret II 1. Menganjurkan makanan porsi kecil dan Ds :
2022 / sering secara bertahap Ibu klien mengatakan klien
12.00 – 2. Menganjurkan menghindari makanan memakan makanan yang
14.00 pembentuk gas, pedas dan mengandung diberikan dari rumah sakit
laktosa walaupun cuma sedikit.
3. Menganjurkan melanjutkan pemberian Dan klien minum ASI dengan
ASI lahap
30 Maret II 1. Memonitor intake output dan Do :
2022 / menghitung kebutuhan cairan
12.00 –
14.00
Tanggal/ NODX Implementasi Evaluasi Formatif TTD
Jam
31 Maret II 1. Memeriksa tanda & gejala hipovolemia Ds :
I
2022 / 2. Memonitor jumlah pengeluaran diare Ibu klien mengatakan klien diare
09.00 – 5x konsistensi cair
10.00
Do :
Masih terdapat tanda dan gejala
hipovolemia seperti:
 Mata klien tampak cekung
 Cubitan kulit perut masih
kembali lambat
 Klien BAK sekitar 2-3x
sehari.
 Mukosa bibir masih kering
 Suhu 37,8℃
31 Maret I Memberikan terapi farmakologi : Do :
2022 / memberikan obat antimotilitas Telah diberikan obat loperamid
10.10 secara oral
31 Maret II Melakukan kompres hangat Do :
2022 / Pasien tampak tenang
10.40 –
11. 30
31 Maret II Memberikan cairan infus Do :
2022 / Telah diberikn cairan infus
13.00 ringer laktat, tetesan infus :

31 Maret II 1. Menganjurkan makanan porsi kecil dan Ds :


2022 / sering secara bertahap Ibu klien mengatakan klien
13.30 – 2. Menganjurkan menghindari makanan memakan makanan yang
14.00 pembentuk gas, pedas dan mengandung diberikan dari rumah sakit cukup
laktosa banyak.
3. Menganjurkan melanjutkan pemberian Dan klien minum ASI
ASI
31 Maret II Memonitor intake output dan menghitung Do :
2022 / kebutuhan cairan
14.00
Tanggal/ NODX Implementasi Evaluasi Formatif TTD
Jam
1 April II 1. Memeriksa tanda & gejala hipovolemia Ds :
I
2022 / 2. Memonitor jumlah pengeluaran diare Ibu klien mengatakan klien sudah
09.00 – tidak diare.
10.00
Do :
Bab 1x konsistensi padat, bising
usus 12x/menit
Sudah tidak terdapat tanda dan
gejala hipovolemia seperti:
 Mata klien sudah tidak cekung
 Cubitan kulit perut normal
 Klien BAK sekitar 5x sehari.
 Mukosa bibir lembab
 Suhu 36,8℃

1 April II Memberikan cairan infus Do :


2022 / Telah diberikan cairan infus ringer
11.00 laktat, tetesan infus :

1 April II 1. Menganjurkan makanan porsi kecil dan Ds :


2022 / sering secara bertahap Ibu klien mengatakan klien
12.00 – 2. Menganjurkan menghindari makanan memakan makanan yang diberikan
13.00 pembentuk gas, pedas dan mengandung dari rumah sakit cukup banyak.
laktosa klien minum ASI dan air putih
3. Menganjurkan melanjutkan pemberian ASI
1 April II Memonitor intake output dan menghitung Do :
2022 / kebutuhan cairan
13.20
I Memonitor TTV Do :

1 April TD : 80/60 mmHg

2022 / Nadi : 98x/ menit


Suhu : 36,8°C
RR : 23x per menit
13.30

1 April III 1. Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan Ds :


2022 / menerima informasi Ibu klien mengatakan siap
2. Melakukan pendidikan kesehatan tentang mendengarkan pendidikan kesehatan

13.50 mencegah diare pada anak tentang pencegahan diare pada anak.
Do :
Ibu klien mampu
menyebutkan/menjelaskan kembali
cara – cara mencegah diare pada
anak
Evaluasi Keperawatan
Waktu NO.DX SOAP TTD
1 April I S : ibu klien mengatakan klien sudah tidak diare
2022 / O:
14.00  BAB 1x
 Konsistensi padat
 Bising usus 12x/menit

A : Masalah Diare teratasi


P : Intervensi dihentikan
1 April II S : Ibu klien mengatakan klien sudah tidak lemas, klien
2022 / sudah minum dengan normal
14.00 O:
 Mata klien sudah tidak cekung
 Cubitan kulit perut normal
 Klien BAK sekitar 5x sehari.
 Mukosa bibir lembab
 Suhu 36,8℃
A : Masalah Hipovolemia teratasi
P : Intervensi dihentikan
1 April III S : Ibu klien mengatakan ia sudah tau cara mencegah
2022 / diare pada anak
14.00 O : Ibu klien mampu menyebutkan/menjelaskan kembali
cara – cara mencegah diare pada anak.
A : Masalah Defisit Pengetahuan teratasi
P : intervensi dihentikan

Anda mungkin juga menyukai