Anda di halaman 1dari 16

STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI PASIEN

Nama : Ny. DA

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 22 Tahun

Status Perkawinan : Sudah Menikah

Alamat : Griya Cipancuh Asri C5

Suku bangsa : Sunda

Agama : Islam

Masuk RS : 30 September 2014

Ruang : Dahlia

II. ANAMNESIS

Diambil dari : Autoanamnesa

Tanggal : 2 Oktober 2014

a. Keluhan Utama
Nyeri di pantat kiri ketika duduk
b. Keluhan Tambahan
Demam, pantat kiri terasa membengkak, dan keluar nanah dan darah setelah buang
air besar,
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Subang dengan keluhan nyeri di pantat
kiri saat duduk. Keluhan ini dirasakan sejak 2 minggu SMRS. Pasien mengaku gejala
ini tiba-tiba dirasakan ketika pasien bangun tidur. Keluhan disertai demam, bengkak
di pantat kiri dan keluarnya darah dan nanah setelah buang air besar. Riwayat trauma
disangkal, riwayat TB paru di sangkal, riwayat sulit buang air besar disangkal,
riwayat buang air besar berlendir disangkal, riwayat buang air besar berbentuk bulat
disangkal. Sebelumnya pasien telah berobat ke klinik di dekat rumah pasien dan

1
diberikan obat anti nyeri serta obat salep, namun tidak ada perubahan pasien tetap
merasakan nyeri saat duduk dan pantat kiri pasien tetap bengkak.

Riwayat penyakit dahulu


Pasien belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya

Riwayat penyakit keluarga

Pasien menyatakan tidak ada dalam keluarga yang pernah mengalami


kejadian seperti ini sebelumnya.

III. PEMERIKSAAN

PEMERIKSAAN UMUM

Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 100 /70 mmHg

Nadi : 80x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 36.5 C

Status generalis

Kepala : Normocephal
Mata : Conjunctiva anemis -/- , sclera tidak ikterik, pupil bulat isokor, refleks pupil
+/+ normal
Telinga : Normotia, tidak ditemukan serumen pada telinga kanan maupun kiri, tidak
ada nyeri tekan pada tragus kanan maupun kiri.
Hidung : normal, tidak terdapat deformitas, Septum terletak ditengah dan simetris,
Mukosa hidung : tidak hiperemis, konka nasalis eutrofi.

2
Mulut : normal, tidak pucat, tidak sianosis. Mukosa mulut normal, tidak hiperemis.
Lidah normoglosia, tidak kotor. Tonsil ukuran T1/T1, tenang, tidak
hiperemis, Faring tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula di tengah.
Leher : Trakea ditengah, pembesaran KGB (-),
Thoraks:
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga 5 linea mid clavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : Inspeksi : Pergerakan hemitoraks dalam keadaan statis dan dinamis


simetris kanan dan kiri
Palpasi : Fremitus vocal dan taktil hemitoraks kanan dan kiri simetris,
tidak teraba massa dan tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar simetris
Palpasi : Supel , NT/NL -/- ; hepar dan lien tidak teraba besar
Perkusi : Tympani pada seluruh kuadran abdomen
Auskultasi : Bising usus (+ ) normal
Ekstremitas atas : Akral hangat, edema -/-, sianosis -/-
Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema -/-, sianosis -/-

STATUS LOKALIS a/r GLUTEUS SINISTRA

Inspeksi :

Gluteus sinistra bagian medial udem dan permukaannya lebih tinggi


dibandingkan daerah sekitarnya
Kulit gluteus sinistra bagian medial hiperemis

Palpasi :

Gluteus sinistra teraba keras dan lebih hangat daripada daerah sekitar.

3
Nyeri tekan ( + )
IV. RESUME
Pasien wanita berusia 22 tahun datang ke RSUD Subang dengan keluhan nyeri di
gluteus sinistra ketika duduk. Nyeri dirasakan sejak 2 minggu SMRS. Pasien mengaku nyeri
dirasakan tiba-tiba ketika pasien bangun tidur. Keluhan disertai dengan demam, gluteus kiri
terasa udem dan keluar nanah serta darah setelah buang air besar. Pasien mengaku belum
pernah mengalami hal yang sama sebelumnya dan tidak ada anggota kelurga yang mengalami
hal yang sama. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran composmentis, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 80x/menit, nafas 20x/menit,
suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan lokalis pada regio gluteus sinistra didapatkan, pada inspeksi
gluteus sinistra medial didapatkan udem dan permukaan lebih tinggi daripada daerah
disekitar, terlihat hiperemis. Pada palpasi gluteus sinistra teraba keras dan teraba lebih
hangat, nyeri tekan ( + ).

V. DIAGNOSA KERJA

Abses Perianal

VI. DIAGNOSIS BANDING

- Fisura Ani
- Fistula Perianal

VI. RENCANA PEMERIKSAAN

- Laboratorium darah Lengkap

VII. RENCANA TERAPI


Non Medikamentosa

- Rendam duduk

Medikamentosa
- Analgetik
- Antibiotik
- Paracetamol
Tindakan bedah

4
Insisi dan debridement
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad fungsionam : ad bonam

Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam

5
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI RECTUM

Kanalis anal memiliki panjang sekitar 4 cm, yang dikelilingi dengan mekanisme
sfingter anus. Setengah bagian atas dari kanalis anal dilapisi oleh mukosa glandular rektal.
Mukosa bagian teratas dari kanalis anal berkembang sampai 6-10 lipatan longitudinal, yang
disebut columns of Morgagni, yang masing masing memiliki cabang terminal dari arteri
rektal superior dan vena. Biasanya columna anales Morgagni berukuran panjang 8 mm 12
mm, lebar 3 mm 6 mm dan membentang sampai 12 mm 20 mm di dalam orifisium analis.
Diantara columna anales morgagni terdapat lekukan-lekukan yang menyerupai kantong-
kantong kecil yang dinamakan sinus rectalis (sinus analis, crypta analis). Lipatan yang
terdapat pada ujung columna analis dan membatasi sinus rectalis membentuk suatu katup
yang dinamakan valvula analis Morgagni. Columna anales mempunya puncak yang sering
kali menjulang ke atas tepi bawah columna rectalis dan berbentuk seperti tonjolan kecil yang
dinamakan papillae anales. Bersama-sama tepi atas valvula anales membentuk suatu garis
bergerigi yang dinamakan linea pectinea (linea dentata)1.

6
Mekanisme spinter anal memiliki tiga unsur pembentuk, spinter internal, spinter
eksternal dan puborektalis. Spinter internal merupakan kontinuasi yang semakin menebal dari
muskular dinding ginjal. Spinter eksternal dan puborektalis sling (yang merupakan bagian
dari levator ani) muncul dari dasar pelvis 1.

Vaskularisasi rektum dan kanalis anal sebagian besar diperoleh melalui arteri
hemoroidalis superior, media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior merupakan
kelanjutan akhir arteri mesentrika inferior. Arteri hemoroidalis media merupakan cabang ke
anterior dari arteri hipogastrika. Arteri hemoroidalis inferior dicabangkan oleh arteri pubenda
interna yang merupakan cabang dari arteri iliaca interna, ketika arteri tersebut melewati
bagian atas spina ischiadica.Sedangkan vena-vena dari kanalis anal dan rektum mengikuti
perjalanan yang sesuai dengan perjalanan arteri. Vena-vena ini berasal dari 2 pleksus yaitu
pleksus hemoroidalis superior (interna) yang terletak di submukosa atas anorectal junction,
dan pleksus hemoroidalis inferior (eksterna) yang terletak di bawah anorectal junction dan di
luar lapisan otot 1.

DEFINISI ABSES PERIANAL

Abses Perianal atau dikenal juga dengan abses anorektal adalah peradangan pada
ruang pararektum akibat infeksi kuman usus. Umumnya, pintu infeksi terdapat pada kelenjar
rektum yang terletak pada kripta antar kolumnar rektum ( column of Morgagni ). Abses ini

7
paling sering ditemukan dalam praktik sehari-hari. Abses dinamai sesuai dengan letak abses,
seperti : pelvirektal, iskiorektal, antarsfingter, marginal dan perianal 2.

EPIDEMIOLOGI ABSES PERIANAL

Sekitar 30% pasien dengan abses perianal tercatat memiliki riwayat abses serupa
sebelumnya yang sembuh secara spontan maupun harus menjalani terapi operatif. Hubungan
terbentuknya abses perianal dengan riwayat diare dan kebersihan pribadi yang buruk sampai
saat ini masih belum terbukti. Namun menurut penelitian, angka tertinggi abses perianal
terjadi pada usia 30 40 tahun, abses ini juga umum terjadi pada bayi. Pada pria
kemungkinan abses perianal lebih tinggi dibandingkan wanita yaitu 2 : 1 atau 3 : 1 3.

ETIOLOGI ABSES PERIANAL

Umumnya bakteri seperti stafilokokus dan Escherichia coli adalah penyebab paling
umum. Infeksi jamur kadang-kadang menyebabkan abses. Masuknya bakteri ke daerah
sekitar anus dan rektum. Penyebab lain ialah infeksi dari kulit sekitar anus, hematoma, fisura
ani dan skleroterapi 2.

PATOFISIOLOGI ABSES PERIANAL

Abses perianal terbentuk akibat berkumpulnya nanah di jaringan bawah kulit daerah
sekitar anus. Nanah terbentuk akibat infeksi kuman atau bakteri karena kelenjar di daerah
tersebut tersumbat. Bakteri yang biasanya menjadi penyebab adalah Escherichia coli dan
spesies Enterococcus. Kuman atau bakteri yang berkembang biak di kelenjar yang tersumbat
lama kelamaan akan memakan jaringan sehat di sekitarnya sehingga membentuk nanah.
Nanah yang terbentuk makin lama makin banyak sehingga akan terasa bengkak dan nyeri,
inilah yang disebut abses perianal. Pada beberapa orang dengan penurunan daya tubuh
misalnya penderita diabetes militus, HIV/AIDS, dan penggunaan steroid (obat anti radang)
dalam jangka waktu lama, ataupun dalam kemoterapi akibat kanker biasanya abses akan lebih
mudah terjadi 3.

TANDA DAN GEJALA2.

Nyeri timbul bila abses terletak pada atau disekitar anus atau kulir perianal. Gejala
dan tanda sistemik radang biasanya cukup jelas seperti demam, leukositosis, dan mungkin
keadaan toksik. Tanda dan gejala lokal tergantung pada tempatnya. Pada colok dubur atau

8
pada pemeriksaan vaginal, dapat dicapai gejala dalam seperti abses iskiorektal atau
pelvirektal. Umumunya, tidak ada gangguan defekasi.

Pada abses perianal tampak pembengkakan yang mungkin bewarna biru, nyeri, panas
dan akhirnya berfluktuasi. Penderita biasanya demam dan tak dapat duduk pada sisi yang
sakit.

PEMERIKSAAN PENUNJANG3

Tidak ada studi laboratorium khusus ditunjukkan dalam evaluasi pasien dengan abses
perianal atau anorektal. Pasien tertentu, seperti individu dengan diabetes dan orang-orang
yang immunocompromised, berada pada risiko tinggi untuk mengembangkan bakteremia dan
sepsis mungkin, sebagai akibat dari abses anorektal. Dalam kasus tersebut, evaluasi
laboratorium lengkap adalah penting.

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pasien dengan dugaan abses perirectal atau penyakit sistemik, hitung darah
lengkap dengan diferensial dapat diperoleh dan dapat menunjukkan leukositosis atau Shift to
the left, tetapi tidak adanya temuan ini tidak menghalangi salah satu dari entitas ini. Sebanyak
23% pasien dengan didiagnosis abses perirectal memiliki suhu normal dan sel darah putih
yang normal menghitung dengan diferensial normal.

b. Pemeriksaan Radiologi

kecurigaan abses intersphincteric atau supralevator mungkin memerlukan konfirmasi


melalui CT, USG anal, atau MRI. Pemeriksaan ini juga dapat digunakan intra operatif untuk
membantu mengidentifikasi fistula. ultrasonografi transperineal telah menunjukkan hasil
yang baik untuk mendeteksi saluran fistula dan pengumpulan cairan dalam perencanaan pra
operasi, dengan sensitivitas berkisar antara 85% - 100%.

DIAGNOSIS BANDING 4

a. Fistula Ani

Fistula ani adalah hubungan abnormal antara epitel dari kanalis anal dan epidermis
dari kulit perianal. Biasanya merupakan kelanjutan dari abses anorektal, sehingga fistula ani
merupakan bentuk kronis dari abses anorektal. Dalam muara interna (primer) hampir selalu

9
berada dalam kripta, fistula biasanya tunggal dan hanya melibatkan bagian muskulus sfingter;
fistula majemuk atau fistula-fistula yang melibatkan seluruh muskulus sfingter eksterna
kurang lazim ditemukan.

Hampir semua fistula anus disebabkan oleh perforasi atau penyaliran abses
anorektum, sehingga kebanyakan fistula mempunyai satu muara di kripta di perbatasan anus
dan rectum dan lubang lain di perineum di kulit perianal. Kadang, fistula disebabkan oleh
colitis disertai proktitis seperti TBC, amobiasis dan morbus Crohn. Bila gejala diare
menyertai fistula anorektal yang berulang, perlu dipikirkan penyakit Crohn, karena 50 %
penderita penyakit Crohn mengalami fistula anus.

Fistula dapat terletak di subkutis, submukosa, antar sphingter atau menembus sfingter.
Fistula mungkin terletak di anterior, lateral atau posterior. Bentuknya mungkin lurus,
bengkok, atau mirip sepatu kuda. Umumnya fingter bersifat tunggal, kadang ditemukan yang
kompleks.

a.1. etiologi fistula ani

Kebanyakan fistula berawal dari kelenjar dalam di dinding anus atau rektum. Kadang-
kadang fistula merupakan akibat dari pengeluaran nanah pada abses anorektal. Terdapat
sekitar 7-40% pada kasus abses anorektal berlanjut menjadi fistel perianal. Namun lebih
sering penyebabnya tidak dapat diketahui. Organisme yang biasanya terlibat dalam
pembentukan abses adalah Escherichia coli, Enterococcus sp dan Bacteroides sp. Fistula juga
sering ditemukan pada penderita dengan penyakit Crohn, tuberkulosis, devertikulitis, kanker
atau cedera anus maupun rektum, aktinomikosis dan infeksi klamidia. Fistula pada anak-anak
biasanya merupakan cacat bawaan. Fistula yang menghubungkan rektum dan vagina bisa
merupakan akibat dari terapi sinat x, kanker, penyakit Crohn dan cedera pada ibu selama
proses persalinan.

a.2. patofisiologi fistula ani

Pada kanalis anal terdapat kelenjar kriptoglandur yang mengalir menuju kripta pada
linea dentata. Bila kelenjar mengalami infeksi dan salurannya tersumbat akan menyebabkan
abses anorektal. Dapat berada pada perianal, ischiorectal space, intersphincteric space, dan
pelvirectal space.

10
Bila keadaan ini terus berlanjut akan berlanjut menjadi fistula dimana abses akan
berusaha mencari jalan keluar dan dapat timbul juga setelah drainase, kadang jaringan
granulasi berlapis dapat tertinggal dan menyebabkan gejala berulang.

a.3. klasifikasi fistula ani


Fistula diklasifikasikan berdasarkan hubungannya dengan kompleks anal sphincter
sebagai berikut:
Fistula intersphincteric berawal dalam ruang diantara M. Sfingter Eksterna dan
Interna dan bermuara berdekatan dengan lubang anus.

Fistula transsphincteric berawal dalm ruang diantara M. Sfingter Eksterna dan


Interna, kemudian melewati M. Sfingter Eksterna dan bermuara sepanjang inchi di
luar lubang anus.

11
Fistula suprasphincteric berawal dari ruang diantara M. Sfingter Eksterna dan
Interna dan membelah ke atas M. Puborektalis lalu turun diantara puborektal dan M.
Levator ani lalu muncul inchi di luar anus.

Fistula extrasphincteric berawal dari rektum/colon sigmoid dan memanjang ke


bawah, ,elewati M. Levator ani dan berakhir di sekitar anus. Biasanya akibat dari
trauma, Chrons Disease, PID, dan abses supralevator.

12
a.4. Hukum Goodsall
Fistula ani terdiri lubang interna dan eksterna. Dengan melihat adanya lubang externa
dapat diperkirakan letak lubang internanya dan salurannya dengan Goodsalls rule. Secara
umum, jika lubang eksterna berada di sebelah anterior dari anal tranversal line maka
salurannya berjalan radier membentuk garis lurus. Sebaliknya bila lubang eksterna berada di
sebelah posterior dari anal transversal line maka saluran akan melengkung menuju posterior
midline.

a.5. penatalaksanaan fistula ani

Tujuan terapi dari fistula ani adalah eradikasi sepsis tanpa menyebabkan
inkonstinensia. Terapi dari fistula tergantung dari jenis fistulanya sendiri.

13
Simple intersphincteric fistula sering diterapi dengan fistulotomy (membuka tract
fistula), kuretase, dan penyembuhan sekunder.

Colon and Rectal Surgery, 2005

Pada fistula transsphinteric terapi tergantung dari lokasi kompleks sphincter yang
terkena. Bila fistula kurang dari 30% otot sphincter yang terkena dapat dilakukan
sphincterotomy tanpa menimbulkan inkonstinensia yang berarti. Bila fistulanya high
transsphincteric dapat dilakukan dengan pemasangan seton.
Pada fistula suprasphenteric biasanya diterapi juga dengan pemasangan seton. Pada
fistula extrasphincteric terapi tergantung dari anatomi dari fistula, biasanya bila fistula diluar
sphincter dibuka dan didrainase.
Seton digunakan untuk identifikasi tract, sebagai drainase, dan merangsang terjadinya
fibrosis dengan tetap menjaga fungsi dari sphincter. Cutting seton terbuat dari karet yang
diletak pada fistula untuk merangsang fibrosis. Noncutting seton terbuat dari plastic yang
digunakan sebagai drainase.
Beberapa metode telah diperkenalkan untuk mengidentifikasi tract fistula saat berada
di kamar operasi:
Memasukkan probe melalui lubang eksternal sampai ke bukaan internal, atau
sebaliknya.
Menginjeksi cairan warna seperti methylene blue, susu, atau hidrogen peroksida, dan
memperhatikan titik keluarnya di linea dentata.
Mengikuti jaringan granulasi pada traktus fistula.
Memperhatikan lipatan kripta anal saat traksi dilakukan pada traktus. Hal ini dapat
berguna pada fistula sederhana namun kurang berhasil pada varian yang kompleks

14
Terapi Konservatif Medikamentosa dengan pemberian analgetik, antipiretik serta
profilaksis antibiotik jangka panjang untuk mencegah fistula rekuren.

Terapi pembedahan:

- Fistulotomi : Fistel di insisi dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit, dibiarkan
terbuka,sembuh per sekundam intentionem. Dianjurkan sedapat mungkin dilakukan
fistulotomi.
- Fistulektomi : Jaringan granulasi harus di eksisi keseluruhannya untuk
menyembuhkan fistula. Terapi terbaik pada fistula ani adalah membiarkannya
terbuka.
- Seton : Benang atau karet diikatkan malalui saluran fistula. Terdapat dua macam
Seton, cutting Seton, dimana benang Seton ditarik secara gradual untuk memotong
otot sphincter secara bertahap, dan loose Seton, dimana benang Seton ditinggalkan
supaya terbentuk granulasi dan benang akan ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri
setelah beberapa bulan.
- Advancement Flap : Menutup lubang dengan dinding usus, tetapi keberhasilannya
tidak terlalu besar.
- Fibrin Glue: Menyuntikkan perekat khusus (Anal Fistula Plug/AFP) ke dalam saluran
fistula yang merangsang jaringan alamiah dan diserap oleh tubuh. Penggunaan fibrin
glue memang tampak menarik karena sederhana, tidak sakit, dan aman, namun
keberhasilan jangka panjangnya tidak tinggi, hanya 16%.

TATALAKSANA ABSES PERIANAL 2


Penanganan abses terdiri dari drainase. Umumnya, sudah terjadi pernanahan sewaktu
penderita datang ke rumah sakit.pemberian antibiotik pada kasus ini kurang berguna karena
efeknya hanya untuk waktu yang terbatas dan menimbulkan resiko masking effect. Rendam
duduk dan analgesik merupakan terapi paliatif. Umumnya setelah abses perforasi spontan
atau setelah drainase akan terbentuk fistel.

15
Daftar Pustaka

1. Anatomy of anal and rectal area. Diunduh dari


http://www.pathologyoutlines.com/topic/anusanatomy.html ( 2 Oktober 2014 )
2. Sjamsuhidajat R, de Jong. Buku ajar ilmu bedah. Ed 3. Penerbit Buku Kedokteran
: EGC. 2010
3. Anorectal Abses. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/191975-
workup#aw2aab6b5b3 ( 2 oktober 2014 )
4. Corman, M.L. Colon and Rectal Surgery 5th Ed. Lippincott Williams & Wilkins.
2005.

16

Anda mungkin juga menyukai