Anda di halaman 1dari 17

Laporan Kasus Demam Typhoid

di PKC Pasar Rebo

Disusun Oleh :
dr. Rizki Ahmad Ferdian

Pembimbing :
dr. Jeumpa Fitri

Program Internsip Dokter Indonesia


Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur
Periode Febuari - Juni 2019
BAB I

STATUS PASIEN

Pasien
Nama An. R.N
Umur 10 th
Alamat Jl. Kalisari Jakarta Timur

Jenis Kelamin Perempuan


Agama Kristen
Pendidikan SD
Pekerjaan Pelajar
Status Perkawinan Belum menikah
Kedatangan yang ke – 1
Telah diobati sebelumnya Tidak
Alergi obat Tidak
Sistem pembayaran BPJS

Data pelayanan

Anamnesis (dilakukan secara autoanamnesis)

A. Keluhan Utama
Demam
B. Keluhan Tambahan
Tidak BAB, mual, muntah
C. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang
Pasien diantar oleh ibunya ke poli umum puskesmas kecamatan dengan
keluhan demam sejak 8 hari yang lalu, demam yang dirasakan pasien bertahap-tahap
meninggi dan hilang timbul. Demam muncul pada waktu sore menjelang malam hari,
dan hilang ketika pagi hari, demam tidak sampai menggigil. Awalnya pasien
mengikuti kegiatan berkemah dari sekolahnya, lalu pasien mengaku selama berkemah
makan di sembarang tempat, dan akhirnya pasien mengalami keluhan seperti ini
setelah pulang dari perkemahan. Untuk mengatasi keluhan ini orang tua pasien
memberikan obat yang dibeli di apotek (parasetamol sirup). Keluhan sempat membaik
namun timbul kembali. Selain itu pasien mengeluh mual dan muntah, muntah berisi
makanan yang telah dimakanya, dalam sehari pasien bisa muntah sampai 3 kali, nafsu
makan pasien juga menurun. pasien juga mengeluh tidak BAB sejak 5 hari yang lalu.
Tidak ada nyeri otot, mata kuning disangkal, Berpergian ke daerah endemik malaria
disangkal, rumah sering kebanjiran disangkal, keluhan keluar cairan dari telinga
disangkal, nyeri menelan disangkal, batuk – batuk disangkal, nyeri saat berkemih
disangkal. Sebelumnya pasien belum pernah mengalami hal seperti ini.

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Anggota keluarga tidak ada yang mengalami keluhan seperti ini.
E. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat alergi baik makanan, obat, udara maupun debu.
Pasien baru pertama kali mempunyai keluhan seperti ini. Pasien sering jajan
sembarangan di sekolah, Tidak ada riwayat rawat inap karena sakit berat ataupun
kecelakaan.

F. Riwayat Perilaku dan Kebiasaan Pribadi


Pasien memiliki kebiasaan jajan sembarangan. Meskipun di rumah, pasien
tetap makan dagangan yang lewat didepan rumahnya. Pasien jarang cuci tangan
sebelum makan

G. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal dengan ibu dan dua kakaknya. Ayah pasien meninggal pada
usia 52 tahun, ibu pasien sekarang berusia 45 tahun, kakak pertama pasien berusia 17
tahun, dan kakak kedua pasien berusia 12 tahun. Pasien merupakan anak ke 3 dari 3
bersaudara. Luas rumah yang di tempati pasien sekitar 70 m2. Rumah pasien memiliki
3 ruang tidur, sebuah ruang tamu dan ruang keluarga, terdapat dapur dan 1 kamar
mandi. Untuk kebutuhan minum keluarga pasien menggunakan air isi ulang, dan
untuk memasak keluarga pasien menggunakan air PAM, untuk kebutuhan mandi cuci
digunakan air PAM. Jarak sumber air tanah dengan septik tank adalah 11 m. Saat ini
pasien adalah seorang pelajar SD.
PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum dan Tanda-tanda vital termasuk status gizi


Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Tinggi badan : 147 cm
Berat Badan : 43 Kg

Tanda Vital :

Nadi : 68 x / menit
Pernafasan : 20 x / menit
Suhu : 38,8˚ C
B. Status Generalis
Kepala : Inspeksi  Normocephali, rambut hitam, distribusi merata.
Palpasi  Rambut tidak mudah rontok, panjang dan halus
Mata : Menyuruh pasien membuka mata  Konjungtiva anemis -/-, sklera
ikterik -/-
Mengambil senter dan melakukan reflex cahaya tidak langsung dan
langsung serta melakukan pemeriksaan pada pupil  reflex cahaya
langsung +/+, reflex cahaya tidak langsung +/+, ukuran pupil 3 mm/3
mm, isokor, lensa jernih +/+
Telinga : Melakukan inspeksi pada telinga bagian luar  Liang telinga lapang/
lapang, tidak ada serumen, sekret -/-
Hidung : Melakukan inspeksi pada hidung bagian luar  Tidak ada
deformitas,
Mengambil rhinoskopi dan melakukan pemeriksaan pada bagian dalam
hidung  cavum nasi lapang/ lapang, konka eutrofi, tidak hiperemis,
sekret -/-, krusta -/-
Tenggorokan : Menyuruh pasien membuka mulut dan melakukan inspeksi  Uvula
di tengah, arkus faring simetris, arkus faring tidak hiperemis, tonsil
tidak hiperemis, T2-T2
Gigi dan mulut: Melakukan inspeksi pada bagian bibir  bibir tidak sianosis,
Memberitahukan kepada pasien untuk membuka mulut  lidah di
tengah, terlihat lidah kotor, gusi tidak tampak hiperemis, tidak ada
karies gigi.
Leher : Melakukan inspeksi leher  trakea di tengah
Melakukan palpasi pada bagian leher  kelenjar tiroid dalam batas
normal
KGB : Suprasternal : kanan dan kiri tidak teraba membesar
Colli anterior : kanan dan kiri tidak teraba membesar
Colli posterior : kanan dan kiri tidak teraba membesar
Thorax
Inspeksi : Melihat pergerakkan dinding dada  Gerakan dinding dada simetris
kiri dan kanan
Palpasi : Meletakkan kedua tangan pada bagian thoraks dan memberitahukan
kepada pasien untuk mengucapkan “ Sembilan Sembilan”  Vokal
fremitus teraba simetris normal kiri dan kanan
Perkusi : Melakukan perkusi simetris kanan dan kiri  Paru kiri dan kanan
sonor
Auskultasi : Meletakkan stetoskop pada dada untuk mendengarkan bunyi bising
napas dasar dan bunyi tambahan  Vesikuler kanan dan kiri, Rh -/-,
Wh -/-
Jantung
Inspeksi : Melihat ada tidaknya iktus kordis  Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Menentukkan iktus kordis pada dada  Iktus kordis teraba di ICS V
sinistra
Perkusi : Melakukan perkusi untuk menentukkan batas paru hati, paru
lambung, batas jantung kanan dan batas jantung kiri 
Batas Paru hati: ICS 6 garis mid klavikula dextra
Batas Paru Lambung: ICS 5 garis axilaris anterior sinistra
Batas Jantung kanan: ICS 5 garis parasternalis dextra
Batas Jantung kiri: ICS 6 garis midclavicula sinistra
Kesan : Tidak ada pembesaran jantung
Auskultasi : Menderkan bunyi jantung pada katup aorta, pulmonal, mitral dan
tricuspid  S1=S2, normal, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Melakukan inspeksi pada perut, menilai perut buncit atau mendatar,
umbilicus menonjol atau tidak, gerakkan peristaltic dan kelainan kulit
lainnya  tampak datar, umbilikus tidak menonjol, distensi vena (-),
gerakan hiperperistaltik (-), jejas (-), kelainan kulit (-)
Auskultasi : Mendengarkan bising usus menggunakan stetoskop pada keempat
kuadran dan hitung dalam 1 menit  Bising usus (+), normal 2x/menit
Perkusi : Melakukan perkusi pada seluruh lapang abdomen  Timpani di
seluruh lapang abdomen
Palpasi : Melakukan perabaan hepar, limpa dan menilai ada tidaknya nyeri
tekan pada epigastrium, defence muscular dan pemeriksaan balotement
 Hepar, limpa tidak teraba membesar, nyeri tekan epigastirum (-),
defence muscular (-), balotement -/-.
Ekstremitas :
Atas : Turgor baik, akral hangat, capilarry refill time < 2 detik, edema (-).
Bawah : Turgor baik, akral hangat, capilarry refill time < 2 detik, edema (-)

Pemeriksaan Neurologi : Tidak ada kelainan


- Biseps : ++/++
- Triseps : ++/++
- Hoffman-Tronmer : -/-
- KPR : ++/++
- APR : ++/++
- Sensibilitas :
- Atas : Suhu +/+, nyeri +/+, raba +/+
- Bawah : Suhu +/+, nyeri +/+, raba +/+
- Kekuatan motorik :
- Atas : Normotonus, 55555/55555
- Bawah : Normotonus, 55555/55555
Anus dan rektum : Tidak dilakukan pemeriksaan (karena tidak ada indikasi)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan (karena tidak ada indikasi)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

HASIL NILAI KETERANGAN


RUJUKAN

HEMOGLOBIN 12.6 g/dl 12 – 16,9 g/dl Normal

HEMATOKRIT 38,1 % 37 – 47 % Normal

LEUKOSIT 3.900 /ul 5 – 10 ribu/ul Leukositopenia

150 – 400
TROMBOSIT 219.000/ul Normal
ribu/ul

TITER O H

S. TYPHOSA 1/320 -

S. PARATYPHOSA A 1/160 -

S. PARATYPHOSA B - -

S. PARATYPHOSA C - -

DIAGNOSIS

Diagnosa Kerja : Demam Typhoid

Diagnosis Banding : Tonsilitis, Leptospirosis

Terapi
Medikamentosa :
 Thiamphenicol 250 mg 4x1 (selama 5 hari)
 Parasetamol 500 mg 3x ½ (bila demam)
 Vitamin B Kompleks
 Antasida 3 x ½ tab

Non-Medikamentosa :
 Istirahat total di rumah
 Makan makanan yang sehat, bersih dan seimbang
 Makanan tidak berserat dan mudah dicerna
 Setelah demam mereda dapat diberikan makanan padat dengan kalori cukup

Edukasi:
 Menginformasikan cara minum obat
 Menginformasikan untuk istirahat dulu kurang lebih 1 minggu
 Menginformasikan untuk makan makanan lunak terlebih dahulu untuk mengurangi
kerja usus
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Demam tifoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi

bakteri Salmonella enterica khususnya turunannya, Salmonella typhi. Namun

dapat pula disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, Salmonella typhi B, dan

Salmonella paratyphi C.1

B. Epidemiologi
Demam tifoid sering terjadi di beberapa negara di dunia dan umumnya terjadi

di negara-negara dengan tingkat kebersihan yang rendah. Penyakit ini menjadi

masalah kesehatan publik yang signifikan. Berdasarkan data WHO (World Health

Organisation) memperkirakan angka insidensi di seluruh dunia sekitar 17 juta jiwa

per tahun, angka kematian akibat demam tifoid mencapai 600.000 dan 70% nya

terjadi di Asia. BerdasarkanWHO angka penderita demam tifoid di Indonesia

mencapai 81% per 100.000.

C. Etiologi

Penyakit tifoid disebakan oleh Salmonella typhi yaitu bakteri enterik gram

negatif berbentuk basil dan bersifat patogen pada manusia. Penyakit ini mudah

berpindah dari satu orang ke orang lain yang kurang menjaga kebersihan diri dan

lingkungannya yaitu penularan secara langsung jika bakteri ini terdapat pada

feses, urine atau muntahan penderita dapat menularkan kepada orang lain dan

secara tidak langsung melalui makanan atau minuman. Salmonella typhi berperan

dalam proses inflamasi lokal pada jaringan tempat bakteri berkembang biak dan

merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang

meradang sehingga terjadi demam. Jumlah bakteri yang banyak dalam darah

(bakteremia) menyebabkan demam makin tinggi. Penyakit typoid ini mempunyai


hubungan erat dengan lingkungan terutama pada lingkungan yang penyediaan air

minumnya tidak memenuhi syarat kesehatan dan sanitasi yang buruk pada

lingkungan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit typoid tersebar yaitu polusi udara,

sanitasi umum, kualitas air temperatur, kepadatan penduduk, kemiskinan dan lain-

lain. beberapa penelitian di seluruh dunia menemukan bahwa laki-laki lebih sering

terkena demam tifoid, karena laki-laki lebih sering bekerja dan makan di luar

rumah yang tidak terjamin kebersihannya. Tetapi berdasarkan dari daya tahan

tubuh, wanita lebih berpeluang untuk terkena dampak yang lebih berat atau

mendapat komplikasi dari demam tifoid. Salah satu teori yang menunjukkan hal

tersebut adalah ketika Salmonella typhi masuk ke dalam sel-sel hati, maka hormon

estrogen pada wanita akan bekerja lebih berat.2

D. Patofisiologi

Salmonella typhi merupakan bakteri yang dapat hidup di dalam tubuh

manusia.Manusia yang terinfeksi bakteri Salmonella typhi dapat

mengekskresikannya melalui sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka

waktu yang bervariasi. Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses mulai dari

penempelan bakteri ke lumen usus, bakteri bermultiplikasi di makrofag Peyer’s

patch, bertahan hidup di aliran darah dan menghasilkan enterotoksin yang

menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke lumen intestinal.Bakteri Salmonella

typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut.Pada

saat melewati lambung dengan suasana asam banyak bakteri yang mati.Bakteri

yang masih hidup akan mencapai usus halus, melekat pada sel mukosa kemudian

menginvasi dan menembus dinding usus tepatnya di ileum dan jejunum. Sel M,

sel epitel yang melapisi Peyer’s patch merupakan tempat bertahan hidup dan
multiplikasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus

menimbulkan tukak pada mukosa usus. Tukak dapat mengakibatkan perdarahan

dan perforasi usus.Kemudian mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika

bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan Reticulo

Endothelial System (RES) di organ hati dan limpa.Setelah periode inkubasi,

Salmonella Typhi keluar dari habitatnya melalui duktus torasikus masuk ke

sirkulasi sistemik mencapai hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu dan

Peyer’s patch dari ileum terminal.

Ekskresi bakteri di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau

dikeluarkan melalui feses. Endotoksin merangsang makrofag di hati, limpa,

kelenjar limfoid intestinal dan mesenterika untuk melepaskan produknya yang

secara lokal menyebabkan nekrosis intestinal ataupun sel hati dan secara sistemik

menyebabkan gejala klinis pada demam tifoid. Penularan Salmonella typhi

sebagian besar jalur fekal oral, yaitu melalui makanan atau minuman yang

tercemar oleh bakteri yang berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya

keluar bersama dengan feses. Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari

seorang ibu hamil yang berada pada keadaan bakterimia kepada bayinya.2.3

E. Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Penyakit Typhoid Fever (TF) atau masyarakat awam mengenalnya dengan

tifus ialah penyakit demam karena adanya infeksi bakteri Salmonella typhi yang

menyebar ke seluruh tubuh. Salmonella typhi (S. typhi) merupakan kuman

pathogen penyebab demam tifoid, yaitu suatu penyakit infeksi sistemik dengan

gambaran demam yang berlangsung lama, adanya bacteremia disertai inflamasi

yang dapat merusak usus dan organ-organ hati. Gejala penyakit ini berkembang

selama satu sampai dua minggu setelah seorang pasien terinfeksi oleh bakteri
tersebut. Gejala umum yang terjadi pada penyakit tifoid adalah Demam naik

secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap (kontinyu) atau

remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore/malam hari, sakit kepala, nyeri

otot, anoreksia, mual, muntah obstipasi atau diare.

Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul pada

semua penderita demam tifoid. Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2

hari menjadi parah dengan gejala yang menyerupai septisemia oleh karena

Streptococcus atau Pneumococcus daripada S. typhi. Sakit kepala hebat yang

menyertai demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis,di sisi lain S. Typhi

juga dapat menembus sawar darah otak dan menyebabkan meningitis. Manifestasi

gejala mental kadang mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor,

psikotik atau koma. Nyeri perut kadang tak dapat dibedakan dengan apendisitis.

Pada tahap lanjut dapat muncul gambaran peritonitis akibat perforasi usus. 1,2

F. Penatalaksanaan

Tatalaksana demam tifoid pada anak dibagi atas dua bagian besar, yaitu

tatalaksana umum yang bersifat suportif dan tatalaksana khusus berupa pemberian

antibiotik sebagai pengobatan kausal. Tatalaksana demam tifoid juga bukan hanya

tatalaksana yang ditujukan kepada penderita penyakit tersebut, namun juga

ditujukan kepada penderita karier salmonella typhi, pencegahan pada anak berupa

pemberian imunisasi tifoid dan profilaksis bagi traveller dari daerah non endemik

ke daerah yang endemik demam tifoid.

Tatalaksana umum (suportif) merupakan hal yang sangat penting dalam

menangani demam tifoid selain tatalaksana utama berupa pemberian antibiotik.

Pemberian rehidrasi oral ataupun parenteral, penggunaan antipiretik, pemberian

nutrisi yang adekuat serta transfusi darah bila ada indikasi, merupakan tatalaksana
yang ikut memperbaiki kualitas hidup seorang anak penderita demam tifoid.

Gejala demam tifoid pada anak lebih ringan dibanding orang dewasa, karena itu

90 % pasien demam tifoid anak tanpa komplikasi, tidak perlu dirawat di rumah

sakit dan dengan pengobatan oral serta istirahat baring di rumah sudah cukup

untuk mengembalikan kondisi anak menjadi sehat dari penyakit tersebut.

Pemilihan obat antibiotik lini pertama pengobatan demam tifoid pada anak di

negara berkembang didasarkan pada faktor efikasi, ketersediaan dan biaya.

Berdasarkan ketiga faktor tersebut, kloramfenikol masih menjadi obat pilihan

pertama pengobatan demam tifoid pada anak, terutama di negara berkembang.


G. Pencegahan

Strategi pencegahan yang dipakai adalah untuk selalu menyediakan makanan

dan minuman yang tidak terkontaminasi, higiene perorangan terutama

menyangkut kebersihan tangan dan lingkungan, sanitasi yang baik, dan

tersedianya air bersih seharihari. Strategi pencegahan ini menjadi penting seiring

dengan munculnya kasus resistensi. Selain strategi di atas, dikembangkan pula

vaksinasi terutama untuk para pendatang dari negara maju ke daerah yang

endemik demam tifoid.


BAB III

KESIMPULAN

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

dilakukan. Pasien dapat didiagnosis menderita penyakit Demam Typhois, dimana hal

ini sesuai dengan teori yang ada bahwa dengan ditemukannya keluhan demam dan

gangguan pencernaan serta pemeriksaan Widal. Penatalaksanaan dari kasus ini dapat

dilakukan dengan medikamentosa dan tindakan. Prognosis pterigium umumnya baik

bila diobati dengan benar.


DAFTAR PUSTAKA

1. Rahmasari V,Lestari K. Manajemen Terapi Demam Tifoid: Kajian Terapi


Farmakologis Dan Non Farmakologis. Farmaka Suplemen Volume 16 Nomor 1
184 . 2018.
2. Ardiaria M. Epidemiologi, Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Demam
Tifoid. JNH (Journal of Nutrition and Health) Vol.7 No.2 2019.
3. Nuruzzaman H, Syahrul F. Risk Analysis of Typhoid Fever Based on Personal
Hygiene and Street Food Consumption Habit at Home. 2016 .
4. Rachman YN. Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Anak di Rsud
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda . 2017.

Anda mungkin juga menyukai