Anda di halaman 1dari 21

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya sehingga penyusun dapat menyelesaikan refrat yang berjudul
Diagnosis dan Tatalaksana Pioderma. Tinjauan pustaka ini disusun dalam rangka
memenuhi persyaratan dalam kepaniteraan Fakultas Kedokteran Universitas YARSI pada
bagian Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Subang.
Penyusun menyadari bahwa tinjauan pustaka ini jauh dari sempurna, oleh karena itu
penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan tinjauan pustaka ini.
Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada pembimbing atas segala bimbingan,
motivasi, serta ilmu yang diberikan sehingga penyususn dapat menyelesaiakan tugas pustaka
ini. Besar harapan penyusun semoga tinjauan pustaka ini dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak.
Subang, Juni 2015

Penyusun

BAB I
2

PENDAHULUAN

Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya yang membungkus seluruh

bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia,

cahaya matahari mengandung yang sinar ultraviolet dan melindungi terhadap

mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh terhadap lingkungan. Kulit merupakan

indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan umum dengan melihat perubahan-

perubahan yang terjadi pada kulit, misalnya menjadi pucat, kekuning-kuningan, kemerah-

merahan atau suhu kulit meningkat, memperlihatkan adanya kelainan yang terjadi pada tubuh

atau gangguan kulit karena penyakit tertentu.

Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus,

atau oleh kedua-duanya. Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini

adalah hygiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh, atau jika telah ada penyakit lain

di kulit.

Di Indonesia penyakit kulit menempati urutan ke-3 setelah infeksi saluran napas

dan diare. Dari data jumlah kunjungan pasien ke poliklinik Divisi Dermatologi Ilmu

Kesehatan Kulit dan kelamin (IKKK) Fakultas kedokteran Universitas Indonesia atau RS Dr

Cipto Mangunkusomo (FKUI/RSCM) selama tahun 2001 menunjukan pasien pioderma anak

sebesar 362 kasus (18,53%) dari 2190 kunjungan baru. Penyakit ini menempati urutan ke-2

setelah dermatitis atopik. Sedangkan tahun 2002 terbanyak 328 kasus (16,72%) dari 1962

kunjungan baru. Pioderma primerterbanyak secara berturut-turut adalah furunkulosis

(19,32%), impetigo krustosa (15,0%), impetigo vesikobulosa (14,02%), dan ektima (11,59%).

Infeksi sekunder terbanyak dijumpai pada skabies dan dermatitis atopik.

Tingginya angka kejadian pioderma di kalangan anak-anak usia sekolah ternyata

berkaitan kebiasaan perilaku hidup sehat yang kurang baik di lingkungan sekolah maupun di
3

lingkungan rumah tangga. Kebiasaan anak yang jarang mencuci tangan dengan air yang

mengalir dengan sabun sebelum makan atau setelah bermain menjadi salah satu faktor

pencetus penyebab terjadinya pioderma di kulit.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
4

2.1 Definisi

Pioderma adalah penyakit kulit ayang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus

atau oleh keduanya.

2.2 Etiologi

Penyebab utama pioderma adalah Staphylococcus aureus dan Staphylococcus B

hemolyticus, sedangkan Staphylococcus epidermidis merupakan penghuni normal di kulit dan

jarang menyebabkan infeksi.

Beberapa keadaan dapat menjadi faktor tercetusnya penyakit ini, seperti:

1. Hygiene yang kurang.

2. Penurunan daya tahan tubuh, seperti pada keadaan: kekurangan gizi, anemia, penyakit

kronik, neoplasma ganas, diabetes mellitus.

3. Penyakit kulit yang sedang diderita: karena terjadi kerusakan di epidermis, maka

fungsi kulit sebagai pelindung akan terganggu sehingga memudahkan terjadinya

terinfeksi.

2.3. Klasifikasi

2.3.1. Pioderma primer

Infeksi terjadi pada kulit yang normal. Gambaran klinisnya tertentu,

penyebabnya biasanya hanya satu mikroorganisme.

2.3.2. Pioderma sekunder

Pada kulit yang tela terkena penyakit kulit lain. Gambaran klinisnya tidak khas

dan mengikuti penyakit yang telah ada, jika penyakit kulit disertai pioderma

sekunder, disebut impetigenisata, contohnya : dermatitis impetigenisata, skabies

impetigenisata. Tanda impetigenisata adalah jika terdapat pus, pustul, bula


5

purulen, krusta bewarna kuning kehijauan, pembesaran kelenjar getah bening

regional, leukositosis, dapat pula disertai demam.

2.4. Pengobatan Umum

2.4.1. Sistemik

Berbagai obat dapat digunakan sebagai pengobatan pioderma. Berikut ini disebutkan

contoh-contohnya.

1. Penisiln G prokain dan semisintetiknya

a. Penisilin G prokain

Dosisnya 1,2 juta per hari, i.m obat ini tidak dipakai lagi karena tidak praktis,

diberikan i.m dengan dosis tinggi, makin sering terjadi syok anafilaktik.

b. Ampisilin

Dosisnya 4x500 mg, diberikan sejam sebelum makan.

c. Amoksilin

Dosisnya sama dengan ampisilin, kelebihannya lebih praktis karena dapat

diberikan setelah makan. Juga cepat diabsorbsi dibandingkan dengan ampisilin

sehingga konsentrasi dalam plasma tinggi.

d. Golongan obat penisilin resisteen-penisilinase

Yang termasuk golongan ini: oksasilin, diklosasilin, flukoksasilin. Dosis

kloksasilin 3x250mg per hari sebelum makan. Golongan obat ini mempunyai

kelebihan karena juga berkhasiat bagi staphylococcus aureus yang telah

membentuk penisilinase.

2. Linkomisin dan klindamisin


6

Dosis linkomisin 3 x 500 mg sehari. Klidamisin diabsorbsi lebih baik Karena itu

dosisnya lebih kecil, yakni 4 x 150 mg sehari per os. Pada infeksi berat dosisnya 4

x 300 450 mg sehari.

3. Eritromisin

Dosisnya 4 x 500 mg sehari per os., namun efektivitasnya kurang dibandingkan

linkomisin/klindamisin dan obat golongan penisilin resisten-penisilinase.

4. Sefalosporin

Pada pioderma berat atau tidak member respon dengan obat-obat tersebut diatas,

dapat dipakai sefalosporin. Ada empat generasi yang berkhasiat untuk kuman

positif gram adalah generasi I, juga generasi IV. Contohnya sefadroksil dari

generasi I dengan dosis untuk orang dewasa 2 x 500 mg atau 2 x 1000 mg sehari.

2.4.2. Topikal

Bermacam-macam topikal dapat digunakan untuk pengobatan pioderma. Obat topikal

antimicrobial sebaiknya tidak dipakai secara sistemik agar kelak tidak terjadi resistensi dan

hypersensitivitas, contohnya basitrasin, neomisin, mupirosin. Neomisisn juga berkhasiat

untuk gram negatif. Sebagai obat topikal kompres terbuka contohnya larutan permanganas

kalikus 1/5000, larutan rivanol 1 0/00 dan yodium povidon 7,5% yang dilarutkan 10 kali.

Rivanol mempunyai kekurangan karena dapat mengotori sprei.

2.5. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorik terdapat leukositosis. Pada kasus-kasus yang kronis dan

sukar sembuh dilakukan kultur dan tes resistensi. Ada kemungkinan penyebabnya bukan

stapilokokus atau strepkokus melainkan kuman gram negatif. Hasil tes resistensi hanya

bersifat menyokong, in vivo tidak selalu sesuai dengan in vitro.

2.6. Bentuk Pioderma


7

Ada berbagai macam bentuk pioderma yang memiliki ciri khas tersendiri baik dari

efloresensinya maupun dari tempat predileksinya.

2.6.1. IMPETIGO
2.6.1.1. Definisi

Impetigo adalah pioderma superfisialis (terbatas pada epidermis)

2.6.1.2. Klasifikasi

Terdapat 2 bentuk impetigo pioderma superfisialis yaitu impetigo krustosa dan

impetigo bulosa

A. Impetigo Krustosa

Sinonim

Impetigo kontangiosa, impetigo vulgaris, impetigo tillbury Fox.

Etiologi

Biasanya streptococcus B hemolyticus.

Gejala Klinis

Tidak disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak. Tempat predileksi di muka,

yakni di sekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap sumber infeksi dari daerah

tersebut. Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga jika

penderita datang berobat yang terlihat adalah krusta tebal berwarna kuning seperti

madu. Jika dilepaskan tamapk erosi di bawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer

dan sembuh di bagian tengah.

Komplikasi: glomerulonefritis(2-5%), yang disebabkan oleh seri tipe tertentu.

Diagnosis Banding

Ektima.

Pengobatan
8

Jika krusta sedikit, dilepaskan dan diberi salep antibiotic. Kalau banyak diberi pula

antibiotik sistemik.

B. Impetigo Bulosa

Sinonim

Impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet

Etiologi

Biasanya Staphylococcus aureus.

Gejala Klinis

Keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di ketiak, dada, punggung,

sering bersama-sama miliaria. Terdapat pada anak dan orang dewasa. Kelaianan kulit

berupa eritema, bula, dan bula hipopion. Kadang-kadang waktu penderita datang

berobat, vesikel atau bula telah memecah sehingga yang tampak hanya koleret dan

dasarnya masih eritematosa.

Diagnosis Banding

Vesikel/bula teah pecah dan hanya terdapat koleret dan eritema, maka mirip

dermatofitosis.

Pengobatan
9

Jika terdapat hanya beberapa vesikel/ bula, dipecahkan lalu diberi salep antibiotic atau

cairan antiseptic. Kalau banyak diberi pula antibiotik sistemik.

C. Impetigo Neonatorum

Penyakit ini merupakan penyakit varian impetigo bulosa yang terdapat pada neonates.

Kelainan kulit serupa impetigo bulosa hanya lokasinya menyeluruh, dapat disertai

demam.

Diagnosis Banding

Sifilis congenital. Pada penyakit ini bula juga terdapat di telapak tangan dan kaki,

terdapat pula snuffle nose, saddle nose, dan pseudo paralisis parot.

Pengobatan

Antibiotik harus diberikan secara sistemik. Topikal dapat diberikan bedak salisil 2%.

2.6.2. FOLIKULITIS
10

2.6.2.1. Definisi

Radang folikel rambut

2.6.2.2. Etiologi

Biasanya Staphylococcus aureus.

2.6.2.3. Klasifikasi

1. Folikulitis Superfisialis: terbatas di dalam epidermis

Sinonim
Impetigo Bockhart
Gejala Klinis
Tempat predileksi di tungkai bawah. Kelainan berupa papul atau pustule yang

eritromatosa dan di tengahnya terdapat rambut , biasanya multiple.

2. Folikulitis Profunda: sampai subkutan

Gambaran klinisnya seperti di atas, hanya teraba infiltrate di subkutan. Contohnya

sikosis barbae yang berlokasi di atas bibir atas, dan dagu, bilateral.
Diagnosis Banding
Tinea barbae, lokasinya di mandibula/submandibula, unilateral. Pada tinea barbae

sediaan dengan KOH positif.

Pengobatan
Antibiotik sistemik/topikal. Cari faktor predisposisi.

2.6.3. FURUNKEL/KARBUNKEL

2.6.3.1. Definisi
11

Furunkel adalah radang folikel rambut dan sekitarnya. Jika lebih daripada sebuah

disebut furunkulosis. Karbunkel adalah kumpulan furunkel.

2.6.3.2. Gejala Klinis

Keluhannya nyeri. Kelainan berupa nodus eritromatosa berbntuk kerucut, di

tengahnya terdapat pustule. Kemudian melunak menjadi abses yang berisi pus dan jaringan

nekrotik, lalu memecah membentuk fistel. Tempat predileksi di tempat yang banyak friksi,

misalnya aksila, dan bokong.

2.6.3.3. Pengobatan

Jika sedikit cukup dengan antibiotik topikal, jika banyak digabung dengan antibiotic

sistemik. Kalau berulang-ulang mendapat furunkulosis atau karbunkel, cari fakor

predisposisi, misalnya diabetes mellitus.

2.6.4. EKTIMA
12

2.6.4.1. Definisi

Ektima dalah ulkus superfisialis dengan krusta di atasnya disebabkan infeksi

streptococcus .

2.6.4.2. Etiologi

Streptococcus B Hemolyticus

2.6.4.3. Gejala Klinis

Tampak sebagai krusta tebal berwarna kuning, biasanya berlokasi di tungkai bawah,

yaitu tempat yang relative banyak mendapat trauma. Jika krusta diangkat ternyata lekat dan

tampak ulkus yang dangkal.

2.6.4.4. Diagnosis Banding

Impetigo krustosa. Persamaanya, keduanya berkrusta berwarna kuning. Perbedannya,

impetigo krustosa terdapat pada anak, berlokasi di muka, dan dasarnya erosi. Sebaliknya

ektima terdapat baik pada anak maupun dewasa, tempat predileksi di tungkai bawah, dan

dasarnya ulkus.

2.6.4.5. Pengobatan

Jika terdapat sedikit, krusta diangkat lalu diolesi dengan salep antibiotic. Kalau

banyak, juga diobati dengan antibiotik sistemik.

2.6.5. PIONIKIA

2.6.5.1. Definisi
13

Radang di sekitar kuku oleh piokokus.

2.6.5.2. Etiologi

Staphylococcus aureus dan/atau Streptococcus B Hemolyticus


14

2.6.5.3. Gejala klinis

Penyakit ini didahuui trauma. Mulainya infeksi pada lipat kuku, terlihat tanda-tanda

radang, kemudian menjalar ke matriks dan lempeng kuku, dapatterbentuk abses subungual.

2.6.5.4. Pengobatan

Kompres dengan larutan antiseptic dan berikan antibiotic sistemik. Jika terjadi abses

subungual kuku diekstraksi.

2.6.6. ERISIPELAS

2.6.6.1. Definisi

Erisipelas adalah penyakit infeksi akut, biasanya disebabkan oleh Streptococcus,

gejala utamanya ialah eritema berwarna merah cerah dan berbatas tegas serta disertai gejala

konstitusional.

2.6.6.2. Etiologi

Biasanya Streptococcus -hemolyticus.

2.6.6.3. Gejala Klinis


15

Terdapat gejala konstitusi seperti demam, dan malaise. Lapisan kulit yang diserang

adalah epidermis dan dermis. Penyakit ini didahului trauma, karena itu temapt predileksinya

di tungkai bawah. Kelaianan kulit yang utama adalah eritema yang berwarna merah cerah,

berbatas tegas, dan pinggirnya meninggi karena radang-radang akut, dapat pula disertai

edema, vesikel dan bula. Terdapat juga leukositosis.

Jika tidak diobati akan menjalar ke sekitarnya terutama ke proksimal. Jika sering

terjadi residif di tempat yang sama dapat terjadi elefantiasis.

2.6.6.4. Diagnosis Banding

Sellulitis, pada penyakit ini terdapat infiltrat di subkutan.

2.6.6.5. Pengobatan

Istirahat, tungkai bawah dan kaki yang diserang ditinggikan (elevasi), tingginya

sedikit lebih tinggi daripada letak kor. Pengobatan sistemik adalah antibiotik, topikal

diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik. Jika terdapat edema diberikan diuretika.

2.6.7. SELULITIS

Etiologi, gejala konstitusi, tempat predileksi, kelainan pemeriksaan laboratorik, dan

terapinya sama dengan erisipelas.

Kelainan kulit berupa infiltrate yang difus di subkutan dengan tanda-tanda radang

akut.

2.6.8. FLEGMON
16

Flegmon adalah selulitis yang mengalami supurasi. Terapinya sama dengan selulitis

namun ditambah insisi.

2.6.9. ULKUS PIOGENIK

Berbentuk ulkus yang gambaran klinisnya tidak khas disertai dengan pus di atasnya.

Dibedakan dengan ulkus lainnya yang disebabkan kuman negatif-gram, oleh karena itu perlu

dilakukan kultur.

2.6.10. ABSES MULTIPEL KELENJAR KERINGAT

2.6.10.1. Definisi

Abses multipel kelenjar keringat adalah infeksi yang biasanya disebabkan oleh

Staphylococcus aureus pada kelenjar keringat, berupa abses multipel tidak nyeri berbentuk

kubah.

2.6.10.2. Etiologi

Biasanya Staphylococcus aureus.

2.6.10.3. Gejala Klinis

Didapati pada anak. Faktor predisposisi ialah daya tahan yang menurun (misalnya

malnutrisi, morbili), juga banyak keringat, karena itu sering bersama-sama dengan miliaria.

Gambaran klinisnya berupa nodus eritematosa, multipel, tak nyeri, berbentuk kubah, dan

lama memecah. Lokasinya di tempat yang banyak keringat.

2.6.10.4. Diagnosis Banding

Furunkulosis, pada penyakit ini terasa nyeri, bentuknya seperti kerucut dengan pustule

di tengah dan relative lebih cepat memecah.

2.6.10.5. Pengobatan

Antibiotik sistemik dan topikal.

2.6.11. HIDRAADENITIS
17

2.6.11.1. Definisi

Hidraadenitis ialah infeksi kelenjar apokrin, biasanya oleh Staphylococcus aureus.

2.6.11.2. Etiologi

Staphylococcus aureus.

2.6.11.3. Gejala Klinis

Infeksi terjadi pada kelenjar apokrin, karena itu terdapat pada usia sesudah akil balig

sampai dewasa muda. Sering didahului oleh trauma atau mikrotrauma, misalnya banyak

keringat, pemakaian deodorant, atau rambut ketiak digunting.

Penyakit ini disertai gejala konstitusi yaitu demam, malaise. Ruam berupa nodus

dengan kelima tanda radang akut. Kemudian dapat melunak menjadi abses, dan memecah

membentuk fistul yang disebut hidraadenitis supurativa. Pada yang menahun dapat terbentuk

abses, fistula, dan sinus yang multipel. Terbanyak berlokasi di ketiak, juga di perineum, dan

tempat lain dengan jumlah kelenjar apokrin yang banyak. Terdapat juga leukositosis.

2.6.11.4. Diagnosis Banding

Skrofuloderma. Persamaannya terdapat nodus, abses dan fistel. Perbedaannya, pada

hidraadenitis supurativa pada permulaan disertai tanda-tanda radang akut dan disertai gejala
18

konstitusi. Sebaliknya pada skrofuloderma tidak terdapat radang-radang akut dan tidak ada

leukositosis.

2.6.11.5. Pengobatan

Antibiotik sistemik. Jika telah terbentuk abses, diinsisi. Kalau belum melunak diberi

kompres terbuka. Pada kasus yang kronik residif, kelenjar apokrin dieksisi.

2.6.12. STAPHYLOCOCCAL SCALDED SKIN SYNDROME

2.6.12.1. Definisi

Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS) ialah infeksi kulit oleh Staphylococcus

aureus tipe tertentu dengan ciri khas epidermolisis.

2.6.12.2. Epidemiologi

Penyakit ini terutama terdapat pada anak di bawah 5 tahun, pria lebih banyak daripada

wanita.

2.6.12.3. Etiologi

Etiologinya antara lain Staphylococcus aureus grup II faga 52, 55 dan/atau faga 71.

2.6.12.4. Patogenesis

Sumber infeksi adalah infeksi mata, telinga, hidung dan tenggorokan. Eksotoksin

yang dikeluarkan bersifat epidermolitik yang beredar di seluruh tubuh, sampai pada

epidermis dan menyebabkan kerusakan, karena epidermis merupakan jaringan yang rentan

terhadap toksin ini. Pada kulit tidak selalu ditemukan kuman penyebab.
19

Fungsi ginjal yang baik diperlukan untuk mengekskresikan eksotoksin. Pada anak-

anak dan bayi diduga fungsi ekskresi ginjal belum sempurna, karena itu umumnya penyakit

ini terdapat pada golongan usia tersebut. Jika penyakit ini menyerang orang dewasa diduga

karena terdapat kegagalan fungsi ginjal, atau terdapat gangguan imunologik, termasuk yang

mendapat obat imunosupresif.

2.6.12.5. Gejala Klinis

Pada umumnya terdapat demam yang tinggi disertai infeksi saluran napas bagian atas.

Kelainan kulit yang pertama timbul adalah eritema yang timbul mendadak pada wajah, leher,

ketiak dan lipat paha, kemudian menyeluruh dalam waktu 24 jam.

Dalam waktu 24-48 jam akan timbul bula-bula besar berdinding kendur dan

memberikan tanda Nikolskiy positif. Dalam 2-3 hari terjadi pengeriputan spontan disertai

pengelupasan lembaran-lembaran kulit sehingga tampak daerah-daerah erosif.

Akibat epidermolisis tersebut, gambarannya mirip kombustio. Daerah-daerah tersebut

akan mongering dalam beberapa hari dan terjadi deskuamasi. Penyembuhan penyakit akan

terjadi setelah 10-14 hari tanpa disertai sikatrik.

2.6.12.6. Komplikasi

Selulitis, pneumonia dan septikemia.

2.6.12.7. Histopatologi

Gambaran yang khas adalah lepuh intraepidermal, celah terdapat di stratum

granulosum. Meskipun ruang lepuh sering mengandung sel-sel akantolitik, epidermis sisanya

tampaknya utuh tanpa disetai nekrosis sel.

2.6.12.8. Diagnosis Banding


20

Nekrolisis epidermal toksik (NET) merupakan diagnosis bandingnya. Pada SSSS

umumnya menyerang anak di bawah 5 tahun, mulainya kelainan kulit di wajah, leher, aksila

dan lipat paha, mukosa umumnya tidak terkena, organ dalam tidak diserang dan memiliki

tingkat mortalitas yang rendah. Perbedaan lainnya adalah pada pemeriksaan histopatologik

secara frozen section letak celah SSSS terdapat pada stratum granulosum sedangkan celah

pada NET pada sub epidermal. Perbedaan lainnya, pada NET terdapat sel-sel nekrosis di

sekitar celah dan banyak terdapat sel radang.

2.6.12.9. Pengobatan

Pengobatannya adalah antibiotik, misalnya kloksasilin, klindamisin dan sefalosporin

generasi I. Topikal dapat diberikan sufratulle atau krim antibiotik. Selain itu juga perlu

diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit.

2.6.12.10. Prognosis

Kematian dapat terjadi terutama pada bayi berusia di bawah 1 tahun, berkisar antara

1-10%. Penyebab kematian utama adalah tidak adanya keseimbangan cairan atau elektrolit

dan sepsis.
21

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. 2007. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2. Fitzpatricks, MD et al : Dermatology in general medicine, 6 th ed., mc-graw-Hill.,
2003.
3. Thomas P, et al. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th
ed. Mosby. 2003.
4. Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNPAD/RSHS. Standar Pelayanan
Medik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin FK UNPAD/RS dr. Hasan Sadikin. 2005.
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pioderma, Pedoman Pengobatan Dasar di
Puskesmas. DEPKES RI. Jakarta. 2007.

Anda mungkin juga menyukai