Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anemia adalah suatu keadaan dimana tubuh memiliki jumlah sel darah merah
(eritrosit) yang terlalu sedikit, yang mana sel darah merah itu mengandung hemoglobin
yang berfungsi untuk membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Anemia pada ibu
hamil merupakan masalah kesehatan terkait dengan jumlah insidensi yang tinggi dan
komplikasi yang dapat timbul baik pada ibu maupun pada janin. 1

Di dunia terdapat 34% ibu hamil dengan anemia, dimana 75% berada dinegara
berkembang. Di Indonesia, 63,5% ibu hamil dengan anemia. Hal ini menunjukkan bahwa
jumlah anemia pada ibu hamil di Indonesia cukup tinggi. 1

Sebagian besar jenis anemia yang diderita oleh ibu hamil adalah anemia defisiensi
besi. Selama kehamilan, terjadi peningkatan kebutuhan zat besi hampir tiga kali lipat
untuk pertumbuhan janin dan keperluan ibu. Konsekuensi anemia defisiensi besi pada ibu
hamil dapat membawa pengaruh buruk baik terhadap kesehatan ibu maupun kesehatan
janin. Keadaan ini dapat meningkatkan morbiditas dan morbilitas ibu dan anak.1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ANEMIA

Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red
cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah
yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia
ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (red cell
count). 1

Etiologi

Anemia adalah suatu gejala yang disebabkan oleh bermacam penyebab. Pada dasarnya
anemia disebabkan oleh karena :

1. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang.


2. Kehilangan darah dalam jumlah yang banyak ( perdarahan ).
3. Proses penghancuran dalam tubuh sebelum waktunya ( hemolisis ).1

Kriteria Anemia Menurut WHO


Kelompok Kriteria anemia (Hb)
Laki-laki dewasa < 13 g/dl
Wanita dewasa tidak hamil <12 g/dl
Wanita Hamil <11 g/dl

Klasifikasi
Klasifikasi Anemia menurut etiopatogenesis : 7

A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang.

1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit


a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia defisiensi asam folat

2
c. Anemia defisiensi vitamin B12
2. Gangguan penggunaan besi

a. Anemia akibat penyakit kronik


b. Anemia sideroblastik.

3. Kerusakan sumsum tulang

a. Anemia aplastik
b. Anemia mieloptisik
c. Anemia pada keganasan hematologi
d. Anemia diseritropoietik
e. Anemia pada sindrom mielodisplastik
B. Anemia akibat perdarahan

1. Anemia pasca perdarahan akut

2. Anemia akibat perdarahan kronik

C. Anemia hemolitik

1. Anemia hemolitik intrakorpuskular

a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)


b. Gangguan enzim eritrosit (enzimopati):
anemia akibat defisiensi G6PD
c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati) :
- Thalasemia
- Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll
2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
a. Anemia hemolitik autoimun
b. Anemia hemolitik mikroangiopatik
c. Lain-lain
D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks.

Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi: 7

I. Anemia hipokromik mikrositer (MCV < 80 fl, MCH < 27 pg)

3
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalasemia major
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik
II. Anemia normokromik normositer (MCV 80-95 fl, MCH 27-34 pg)

a. Anemia pasca perdarahan akut


b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasan hematologik
III. Anemia makrositer (MCV > 95)

a. Bentuk megaloblastik.
1. Anemia defisiensi asam folat.
2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa.

b. Bentuk non-megaloblastik.
1. Anemia pada penyakit hati kronik.
2. Anemia pada hipotiroidisme.
3. Anemia pada sindrom mielodisplastik.

4
ANEMIA DEFISIENSI BESI

I. Definisi

Anemia pada kehamilan lebih sering disebabkan oleh anemia defisiensi besi. Anemia
defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh,
sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup, yang ditandai dengan
gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi serum (Serum Iron = SI) dan
jenuh transferin menurun, kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity/TIBC)
meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang serta ditempat yang lain sangat kurang
atau tidak ada sama sekali.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi, antara lain,
kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi diusus,
perdarahan akut maupun kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti pada wanita
hamil, masa pertumbuhan, dan masa penyembuhan dari penyakit. Mengingat besarnya
dampak buruk dari anemia defisiensi besi pada wanita hamil dan janin, oleh karena itu perlu
kiranya perhatian yang cukup terhadap masalah ini. Dengan diagnosa yang cepat serta
penatalaksanaan yang tepat komplikasi dapat diatasi serta akan mendapatkan prognosa yang
lebih baik.

5
II. Etiologi

Secara umum ada tiga penyebab anemia pada ibu hamil, yaitu :
a. Kehilangan banyak darah
Banyaknya darah yang keluar berperan pada kejadian anemia karena wanita tidak
mempunyai persediaan Fe yang cukup dan absorbsi Fe ke dalam tubuh tidak dapat
menggantikan hilangnya Fe saat menstruasi.

b. Asupan Fe yang tidak memadai


Hanya sekitar 25 % wanita usia subur memenuhi kebutuhan Fe sesuai angka
kecukupan gizi yaitu 26 mikrogram/hari. Rata-rata wanita mengkonsumsi 6,5
mikrogram hari melalui diet makanan. Kecukupan intake Fe tidak hanya dipenuhi dari
konsumsi makanan sumber Fe (daging sapi, ayam, ikan, telur dan lain-lain), tetapi
dipengaruhi oleh variasi penyerapan Fe. Variasi ini dipengaruhi oleh perubahan
fisiologis tubuh seperti hamil dan menyusui sehingga meningkatkan kebutuhan Fe.

c. Peningkatan Kebutuhan Fisiologi


Peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang lazim
berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan dan
menyusui. Kebutuhan Fe meningkat selam kehamilan untuk memenuhi kebutuhan Fe
akibat peningkatan volum darah, untuk menyediakan Fe bagi janin dan plasenta, dan
untuk menggantikan kehilangan darah saat persalinan. Peningkatan absorpsi Fe
selama trimester II kehamilan membantu peningkatan kebutuhan.

d. Kebutuhan Zat Gizi pada Ibu Hamil


Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi dari laki-laki karena terjadi menstruasi
dengan perdarahan sebanyak 50 sampai 80 cc setiap bulan dan kehilangan zat besi
sebesar 30 sampai 40 mikrogram. Di samping itu kehamilan memelurkan tambahan
zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah
janin dan plasenta. Pada kehamilan pada trimester ke II sampai trimester III terjadi
pertambahan sel darah merah sampai 35% yang ekuivalen dengan 450 mg besi.
Pertambahan ini disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan oksigen oleh janin yang
harus diangkut oleh sel darah merah.

6
Kemudian saat melahirkan akan terjadi kehilangan darah dan diperlukan pertambahan
besi 300-350 mg. Diperkiakan wanita hamil sampai melahirkan memerlukan zat besi
kurang lebih 40 mg//hari atau dua kali lipat kebutuhan daripada saat kondisi normal.
Kebutuhan zat besi selama kehamilan akan meningkat, hal ini bertujuan untuk
memasok tumbuh kembang janin selama dalam kandungan karena pertumbuhan janin
memerlukan banyak sekali zat besi selain itu untuk pertumbuhan plasenta dan
peningkatan volume darah ibu, jumlah yang diperlukan sekitar 1000 mg selama
hamil.

III. Derajat Anemia


Nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil,
didasarkan pada criteria WHO tahun 1972 yang ditetapkan dalam 3 kategori, yaitu normal
(11 gr/dl), anemia ringan (8-11 g/dl), dan anemia berat (kurang dari 8 g/dl). Berdasarkan
hasil pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil adalah sebesar 11.28
mg/dl, kadar hemoglobin terendah 7.63 mg/dl dan tertinggi 14.00 mg/dl.
Klasifikasi anemia yang lain adalah : 2,3,4

a. Hb 11 gr% : Tidak anemia

b. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan

c. Hb 7 8 gr%: Anemia sedang

d. Hb < 7 gr% : Anemia berat.

IV. Patofisiologi
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi
yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara. Volume plasma
meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan
ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali
normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen
plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron.

Anemia defisiensi besi ditandai ciri ciri yang khas, yaitu mikrositosis dan
hipokromasia. Anemia yang ringan tidak selalu menunjukan hal itu, bahkan banyak yang

7
bersifat normositer dan normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi besi dapat
berdampingan dengan defisiensi asam folat. Sifat lain yang khas bagi defisiensi besi adalah :

kadar besi serum rendah


daya ikat besi serum tinggi
protoporfirin eritrosit tinggi
tidak ditemukan hemosiderin dalam sumsum tulang

V. Gejala Klinis
Wintrobe mengemukakan bahwa manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi sangat
bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol,
ataupun bisa ditemukan gejala anemia bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya.
Gejala-gejala dapat berupa kepala pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan
epitel kuku, gangguan sistem neuromuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran
kelenjar limpa. 2

Ibu hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan tekanan darah dalam
batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi besi. Dan secara klinis dapat dilihat tubuh
yang pucat dan tampak lemah (malnutrisi). Guna memastikan seorang ibu menderita anemia
atau tidak, maka dikerjakan pemeriksaan kadar Hemoglobin dan pemeriksaan darah tepi.
Pemeriksaan Hemoglobin dengan spektrofotometri merupakan standar. 2

Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap: awalnya
terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi dalam bentuk fertin di hati, saat konsumsi zat
besi dari makanan tidak cukup, fertin inilah yang diambil. Daya serap zat besi dari makanan
sangat rendah, Zat besi pada pangan hewan lebih tinggi penyerapannya yaitu 20 30 %
sedangkan dari sumber nabati 1-6 %. Bila terjadi anemia, kerja jantung akan dipacu lebih
cepat untuk memenuhi kebutuhan O2 ke semua organ tubuh, akibatnya penderita sering
berdebar dan jantung cepat lelah. Gejala lain adalah lemas, cepat lelah, letih, mata berkunang
kunang, mengantuk, selaput lendir , kelopak mata, dan kuku pucat. 8

8
VI. Diagnosis
Pemeriksaan
Menurut Guillermo dan Arguelles pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain: 7

A. Pemeriksaan Laboratorium
1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran kuantitatif tentang
beratnya kekurangan zat besi se dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli, yang
dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III.
2. Penentuan Indeks Eritrosit
Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau menggunakan
rumus:
a. Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi
semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator
kekurangan zat besi yang spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis
disingkirkan. Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai
normal 80-100 fl, mikrositik < 80 fl dan makrositik > 100 fl.
b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan
membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik
hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.
c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi
hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan hipokrom < 30%.
3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan menggunakan
pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah.
Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag.
telah anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan7
4. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)
Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih relatif baru,
dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW

9
merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak
kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari
kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin.
MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan
zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik.
Nilai normal 15 %.
5. Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan beberapa tetes
darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut
kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi.
Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh
transferin rentan terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei
populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang.
6. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah cadangan besi
habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang
luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan
darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan
malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak
status besi yang spesifik.
7. Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan besi serum. Serum
transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada
peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.
8. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)
Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi, merupakan
indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang.
Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi yang
meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit
peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan
indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering
dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi.

10
Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan
mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh plasma.

9. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan
cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan
pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang
berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk
kekurangan zat besi.
Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak
menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran
yang benar dari serum feritin terletak pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik
untuk usia dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita
dari pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin pria
meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara lambat sampai usia 65 tahun.
Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama
seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian mensturasi dan
melahirkan anak. Pada wanita hamil serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/l
selama trimester II dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi.
Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada inflamasi kronis, infeksi,
keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur dengan mudah memakai Essay
immunoradiometris (IRMA), Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa).

VII. Dampak Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan.


Anemia defisiensi besi dapat berakibat fatal bagi ibu hamil karena ibu hamil
memerlukan banyak tenaga untuk melahirkan. Setelah itu, pada saat melahirkan biasanya
darah keluar dalam jumlah banyak sehingga kondisi anemia akan memperburuk keadaan ibu
hamil. Kekurangan darah dan perdarahan akut merupakan penyebab utama kematian ibu
hamil saat melahirkan.
Penyebab utama kematian maternal antara lain akibat perdarahan antepartum dan
postpartum yang disebabkan oleh anemia anemia defisiensi. Ibu hamil yang menderita
anemia gizi besi tidak akan mampu memenuhi kebutuhan zat-zat gizi bagi dirinya dan janin
dalam kandungan. Oleh karena itu, keguguran, kematian bayi dalam kandungan, berat bayi

11
lahir rendah, atau kelahiran prematur rawan terjadi pada ibu hamil yang menderita anemia
gizi besi. Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh
tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi
komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas,
berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu,
perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan
lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan
darah. Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga
terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan (abortus, partus imatur/prematur), gangguan
proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atoni), gangguan pada masa nifas
(subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stress berkurang, produksi ASI rendah),
dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan
lain-lain).

ANEMIA MEGALOBLASTIK
I. Definisi
Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat merupakan penyebab kedua terbanyak
setelah anemia defisiensi besi. Anemia megaloblastik adalah kelainan yang disebabkan oleh
gangguan sintesis DNA dan ditandai dengan adanya sel-sel megaloblastik dalam sumsum
tulang. Sel megaloblast adalah sel precursor eritrosit dengan bentuk sel yang besar disertai
adanya kejadian dimana maturasi sitoplasma normal tetapi inti besar dengan susunan
kromosom yang longgar. 2

Anemia megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 selama kehamilan
sangat jarang terjadi, ditandai oleh kegagalan tubuh menyerap vitamin B12 karena tidak
adanya faktor intrinsik. Ini adalah suatu penyakit autoimun yang sangat jarang pada wanita
dengan kelainan ini. Defisiensi vitamin B12 pada wanita hamil lebih mungkin dijumpai pada
mereka yang menjalani reseksi lambung parsial atau total. Kausa lain adalah penyakit Crohn,
reseksi ileum, dan pertumbuhan bakteri berlebihan di usus halus. 3,5

II. Etiologi

Penyebab anemia megaloblastik adalah sebagai berikut : 3,5,8

1. Defisiensi vitamin B12.

12
2. Defisiensi asam folat

3. Gangguan metabolisme vitamin B12 dan asam folat

4. Gangguan sintesis DNA akibat dari :

a. Defisiensi enzim congenital

b. Didapat setelah pemberian obat atau sitostatik tertentu.

III. Klasifikasi

Menurut penyebabnya anemia megaloblastik di bagi beberapa jenis yaitu : 5,6

1. Anemia megaloblastik karena defisiensi Vitamin B12

a. Penderita yang tidak makan daging hewan atau ikan,telur serta susu yang
mengandung vitamin B12.
b. Adanya malabsorpsi akibat kelainan berikut ini,

Kelainan lambung (anemia pernisiosa, kelainan congenital,factor intrinsic,


serta gastrektomi total atau parsial)
Kelainan usus (intestinal loop syndrome, tropical sprue dan post reseksi
ileum)

2. Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat

a. Disebabkan oleh makanan yang kurang gizi asam folat


b. Malabsorpsi asam folat karena penyakit usus, sakit berat dan antibiotik oral yang
menyebabkan gangguan absorbsi asam folatdari usus.
c. Kebutuhan yang meningkat akibat keadaan fisiologis (hamil kembar, muntah
pada kehamilan laktasi prematuritas) dan keadaan patologis (anemia hemolitik,
keganasan serta penyakit kolagen).
d. Ekskresi asam folat yang berlebihan lewat usus biasanya terjadi pada penyakit
hati yang aktif atau kegagalan faal jantung.
e. Obat-obatan antikonvulsan dan sitostatik tertentu.

13
3. Anemia megaloblastik karena kombinasi defisiensi vitamin B12 dan asam folat

Merupakan anemia megaloblastik akibat defisiensi enzim congenital atau pada


eritroleukemia.

IV. Patofisiologi

Timbulnya megaloblas adalah akibat gangguan maturasi sel karena terjadi gangguan
sintesis DNA sel-sel eritroblast akibat defisiensi asam folat dan vitamin B12, dimana vitamin
B12 dan asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel dan secara khusus untuk
vitamin B12 penting dalam pembentukan mielin. Akibat gangguan sintesis DNA pada inti
eritoblas ini, maka meturasi ini lebih lambat sehingga kromatin lebih longgar dan sel menjadi
lebih besar Karena pembelahan sel yang lambat. Sel eritoblast dengan ukuran yang lebih
besar serta susunan kromatin yang lebih longgar di sebut sebagai sel megaloblast. sel
megaloblast ini fungsinya tidak normal,dihancurkan saat masih dalam sumsum tulang
sehhingga terjadi eritropoesis inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek yang berujung
pada terjadinya anemia. 5,8

V. Gejala Klinis
1. Anemia karena eritropoesis yang inefektif
2. Ikterus ringan akibat pemecahan hemoglobin meninggi karena usia eritrosit
memendek
3. Glositis (lidah bengkak, merah), stomatitis, angularis, gejala-gejala syndrom
malabsorbsi ringan.
4. Purpura trombositopenik karena maturasi megakariosit terganggu
5. Neuropati pada defisiensi vitamin B12. pada penderita dengan defisiensi vitamin B12
yang berat dapat terjadi kelainan saraf sensorik pada kolumna posterior dan neuropati
bersifat simetris, terutama mengenai kedua kaki. Penderita mengalami kesulitan
berjalan dan mudah jatuh. 5,6

VI. Dampak Kekurangan Asam Folat dalam Kehamilan10

Kekurangan Asam folat pada ibu hamil dapat menyebabkan cacat bawaan pada janin.
Cacat bawaan yang paling sering terjadi adalah Neural Tube Defect (NTD) yang
merupakan kelainan bawaan pada otak, tulang kepala dan sumsum tulang belakang.

14
Kelainan ini disebabkan oleh gangguan pembentukan saluran saraf pusat pada periode
organogenesis yaitu trimester pertama dalam kehamilan, terutama 28 hari pasca konsepsi.
NTD merupakan cacat bawaan kedua terbanyak setelah cacat jantung bawaan dan sebagai
penyebab utama abortus atau kematian bayi baru lahir.

PEDOMAN PEMBERIAN VITAMIN ASAM FOLAT DAN DEFERAT BESI DALAM


KEHAMILAN. 10

Program pemerintah saat ini, setiap ibu hamil mendapatkan tablet besi 90 tablet selama
kehamilannya. Tablet besi yang diberikan mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan
asam folat 0,25 mg. Program tersebut bertujuan mencegah dan menangani masalah anemia
pada ibu hamil. Kebutuhan besi pada ibu hamil dapat diketahui dengan mengukur kadar
hemoglobin. Kadar Hb < 11 mg/dL sudah termasuk kategori anemia defisiensi besi. Namun
pengukuran yang lebih spesifik dapat dilakukan dengan mengukur kadar feritin, karena
walaupun kadar Hb normal belum tentu kadar feritin tubuh dalam keadaan normal. Kadar
feritin memberikan gambaran cadangan besi dalam tubuh. Beberapa hal yang bisa dipakai
sebagai pedoman untuk mencukupi kebutuhan besi antara lain:

1. Pemberian suplement Fe untuk mencegah anemia defisiensi besi diberikan tablet besi 1 x
60 mg setiap hari selama 90 hari.
2. Pemberian suplement Fe pada anemia defisiensi besi pada kehamilan diberikan tablet Fe
3 x 60 mg
3. Mengatur pola diet seimbang berdasarkan piramida makanan sehingga kebutuhan
makronutrien dan mikronutrien dapat terpenuhi.
4. Meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber besi terutama dari protein hewani
seperti daging, sehingga walaupun tetap mengkonsumsi protein nabati diharapkan
persentase konsumsi protein hewani lebih besar dibandingkan protein nabati.
5. Meningkatkan konsumsi bahan makanan yang dapat meningkatkan kelarutan dan
bioavailabilitas besi seperti vitamin C yang berasal dari buah-buahan bersama-sama
dengan protein hewani.
6. Membatasi konsumsi bahan makanan yang dapat menghambat absorpsi besi seperti
bahan makanan yang mengandung polifenol ( teh, terong, coklat, makanan laut) atau
pitat.
7. Mengkonsumsi suplemen besi ferro sebelum kehamilan direncanakan minimal tiga bulan
sebelumnya apabila diketahui kadar feritin rendah. Semua pedoman di atas dilakukan

15
secara berkesinambungan karena proses terjadinya defisiensi besi terjadi dalam jangka
waktu lama, sehingga untuk dapat mencukupi cadangan besi tubuh harus dilakukan
dalam jangka waktu lama pula.

16
BAB III

KESIMPULAN

1. Anemia pada ibu haml adalah anemia defisiensi besi dan anemia megaloblastik. Hal ini
disebabkan oleh hipervolemia yang terjadi pada ibu hamil yang menyebabkan berkuranganya
peningkatan kebutuhan besi sebanyak 2 kali lipat pada masa kehamilan. Hal lain yang dapat
menyebabkan ibu hamil kekurangan zat mikronutrien Fe adalah kurangnya konsumsi
makanan yang mengandung Fe.

2. Kebutuhan Fe selama hamil sebesar 800-1040 mg, untuk pertumbuhan janin, plaseta,
meningkatkan masa hemoglobin ibu, sekresi dan hilang saat melahirkan.

3. Saat terbaik mengkonsumsi suplement Fe adalah sejak trimester 2 selama 90 hari kedepan.

4. Pemberian preparat Fe sebesar 60 mg selama 30 hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak


1gr%.

5. Absorposi besi dari bahan makanan tergantung oleh kondisi saluran cerna dan kandungan
bahan makanan tersebut. Keasaman lambung dapat meningkatkan kelarutan besi sehingga
meningkatkan biovalibilitasnya.

6. Tablet besi berguna untuk meningkatkan kesehatan janin dan ibu, mencegah perdarahan,
meningkatkan penambahan berat badan lahir bayi dan mencegah gangguan pertumbuhan
pada janin.

7. Iron sucrose (Pemberian Fe lewat Intravena) merupakan terapi alternatif untuk anemia
defisiensi besi dalam kehamilan yang dapat mengembalikan simpanan besi tubuh dengan
cepat tanpa efek samping yang serius.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Anemia Gizi Pada Ibu Hamil.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30073/4/Chapter%20II.pdf
2. Kenneth J.L., et all . Anemia in Williams Manual of Obstetrics, 21rd edition, Mc Graw Hill, United
States, 2003.
3. Abdulmuthalib, Kelainan Hematologik. Dalam : Winkjosastro H, Saifuddin A.B.,
Rachimhadhi T (editor). Ilmu kebidanan, edisi ke-4. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Praworiharjo, Jakarta; 2009. hal 774-80..
4. DeCherney A, Nathan L, Laufer N, Roman A. Hematologic Disorder in Pregnancy in Current
Diagnosis and Treatment Obstetrics & Gynecology, 10th edition, Mc Graw Hill ; 2008.
5. Huch R, Breymann C. Anaemia in pregnancy and the puerperium. International Medical
Publishers Bremen; 2005
6. Hercberg G, Galan P, Preziosi P, et al.Consequences of iron deficiency in pregnant
women. Clin Drug Invest 2000; 19 Suppl. 1:1-7.
7. Bernard J. Brabin, Mohammad Hakimi and David Pelletier, An Analysis of Anemia and
Pregnancy-Related Maternal Mortality, Journal of Nutrition. 2001;131:604S-615S
8. Corwin E.J. Anemia in Handbook of Pathophysiology, 3rd ed, Lippincott William and
Wilkins, USA ; 2008: pg 410-9.
9. Hanafiah T.M., Perawatan Antenatal dan Peranan Asam Folat dalam Upaya Meningkatkan
Kesejahteraan Ibu Hamil dan Janin.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/714/1/08E00121.pdf
10. Susiloningtyas, Is. Pemberian Zat Besi (Fe) dalam Kehamilan.
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=pemberian%20vitamin%20asam%20folat%20pada%20k
ehamilan%20pdf&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8&ved=0CDcQFjADahUKEwjV9uaN5IrJAhVIi5Q
KHWXxCUA&url=http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/majalahilmiahsultanagung/article/download
/74/68&usg=AFQjCNFHgaiW7Cbzadszz0gIM5AWtuOlrw&sig2=U8UpfDFLFXy6AR29MWibMA&bvm=
bv.107406026,d.dGo.

18

Anda mungkin juga menyukai