PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anemia adalah suatu keadaan dimana tubuh memiliki jumlah sel darah merah
(eritrosit) yang terlalu sedikit, yang mana sel darah merah itu mengandung hemoglobin
yang berfungsi untuk membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Anemia pada ibu
hamil merupakan masalah kesehatan terkait dengan jumlah insidensi yang tinggi dan
komplikasi yang dapat timbul baik pada ibu maupun pada janin. 1
Di dunia terdapat 34% ibu hamil dengan anemia, dimana 75% berada dinegara
berkembang. Di Indonesia, 63,5% ibu hamil dengan anemia. Hal ini menunjukkan bahwa
jumlah anemia pada ibu hamil di Indonesia cukup tinggi. 1
Sebagian besar jenis anemia yang diderita oleh ibu hamil adalah anemia defisiensi
besi. Selama kehamilan, terjadi peningkatan kebutuhan zat besi hampir tiga kali lipat
untuk pertumbuhan janin dan keperluan ibu. Konsekuensi anemia defisiensi besi pada ibu
hamil dapat membawa pengaruh buruk baik terhadap kesehatan ibu maupun kesehatan
janin. Keadaan ini dapat meningkatkan morbiditas dan morbilitas ibu dan anak.1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANEMIA
Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red
cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah
yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia
ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (red cell
count). 1
Etiologi
Anemia adalah suatu gejala yang disebabkan oleh bermacam penyebab. Pada dasarnya
anemia disebabkan oleh karena :
Klasifikasi
Klasifikasi Anemia menurut etiopatogenesis : 7
2
c. Anemia defisiensi vitamin B12
2. Gangguan penggunaan besi
a. Anemia aplastik
b. Anemia mieloptisik
c. Anemia pada keganasan hematologi
d. Anemia diseritropoietik
e. Anemia pada sindrom mielodisplastik
B. Anemia akibat perdarahan
C. Anemia hemolitik
3
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalasemia major
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik
II. Anemia normokromik normositer (MCV 80-95 fl, MCH 27-34 pg)
a. Bentuk megaloblastik.
1. Anemia defisiensi asam folat.
2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa.
b. Bentuk non-megaloblastik.
1. Anemia pada penyakit hati kronik.
2. Anemia pada hipotiroidisme.
3. Anemia pada sindrom mielodisplastik.
4
ANEMIA DEFISIENSI BESI
I. Definisi
Anemia pada kehamilan lebih sering disebabkan oleh anemia defisiensi besi. Anemia
defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh,
sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup, yang ditandai dengan
gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi serum (Serum Iron = SI) dan
jenuh transferin menurun, kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity/TIBC)
meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang serta ditempat yang lain sangat kurang
atau tidak ada sama sekali.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi, antara lain,
kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi diusus,
perdarahan akut maupun kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti pada wanita
hamil, masa pertumbuhan, dan masa penyembuhan dari penyakit. Mengingat besarnya
dampak buruk dari anemia defisiensi besi pada wanita hamil dan janin, oleh karena itu perlu
kiranya perhatian yang cukup terhadap masalah ini. Dengan diagnosa yang cepat serta
penatalaksanaan yang tepat komplikasi dapat diatasi serta akan mendapatkan prognosa yang
lebih baik.
5
II. Etiologi
Secara umum ada tiga penyebab anemia pada ibu hamil, yaitu :
a. Kehilangan banyak darah
Banyaknya darah yang keluar berperan pada kejadian anemia karena wanita tidak
mempunyai persediaan Fe yang cukup dan absorbsi Fe ke dalam tubuh tidak dapat
menggantikan hilangnya Fe saat menstruasi.
6
Kemudian saat melahirkan akan terjadi kehilangan darah dan diperlukan pertambahan
besi 300-350 mg. Diperkiakan wanita hamil sampai melahirkan memerlukan zat besi
kurang lebih 40 mg//hari atau dua kali lipat kebutuhan daripada saat kondisi normal.
Kebutuhan zat besi selama kehamilan akan meningkat, hal ini bertujuan untuk
memasok tumbuh kembang janin selama dalam kandungan karena pertumbuhan janin
memerlukan banyak sekali zat besi selain itu untuk pertumbuhan plasenta dan
peningkatan volume darah ibu, jumlah yang diperlukan sekitar 1000 mg selama
hamil.
IV. Patofisiologi
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi
yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara. Volume plasma
meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan
ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali
normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen
plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron.
Anemia defisiensi besi ditandai ciri ciri yang khas, yaitu mikrositosis dan
hipokromasia. Anemia yang ringan tidak selalu menunjukan hal itu, bahkan banyak yang
7
bersifat normositer dan normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi besi dapat
berdampingan dengan defisiensi asam folat. Sifat lain yang khas bagi defisiensi besi adalah :
V. Gejala Klinis
Wintrobe mengemukakan bahwa manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi sangat
bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol,
ataupun bisa ditemukan gejala anemia bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya.
Gejala-gejala dapat berupa kepala pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan
epitel kuku, gangguan sistem neuromuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran
kelenjar limpa. 2
Ibu hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan tekanan darah dalam
batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi besi. Dan secara klinis dapat dilihat tubuh
yang pucat dan tampak lemah (malnutrisi). Guna memastikan seorang ibu menderita anemia
atau tidak, maka dikerjakan pemeriksaan kadar Hemoglobin dan pemeriksaan darah tepi.
Pemeriksaan Hemoglobin dengan spektrofotometri merupakan standar. 2
Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap: awalnya
terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi dalam bentuk fertin di hati, saat konsumsi zat
besi dari makanan tidak cukup, fertin inilah yang diambil. Daya serap zat besi dari makanan
sangat rendah, Zat besi pada pangan hewan lebih tinggi penyerapannya yaitu 20 30 %
sedangkan dari sumber nabati 1-6 %. Bila terjadi anemia, kerja jantung akan dipacu lebih
cepat untuk memenuhi kebutuhan O2 ke semua organ tubuh, akibatnya penderita sering
berdebar dan jantung cepat lelah. Gejala lain adalah lemas, cepat lelah, letih, mata berkunang
kunang, mengantuk, selaput lendir , kelopak mata, dan kuku pucat. 8
8
VI. Diagnosis
Pemeriksaan
Menurut Guillermo dan Arguelles pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain: 7
A. Pemeriksaan Laboratorium
1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran kuantitatif tentang
beratnya kekurangan zat besi se dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli, yang
dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III.
2. Penentuan Indeks Eritrosit
Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau menggunakan
rumus:
a. Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi
semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator
kekurangan zat besi yang spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis
disingkirkan. Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai
normal 80-100 fl, mikrositik < 80 fl dan makrositik > 100 fl.
b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan
membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik
hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.
c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi
hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan hipokrom < 30%.
3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan menggunakan
pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah.
Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag.
telah anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan7
4. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)
Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih relatif baru,
dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW
9
merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak
kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari
kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin.
MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan
zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik.
Nilai normal 15 %.
5. Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan beberapa tetes
darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut
kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi.
Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh
transferin rentan terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei
populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang.
6. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah cadangan besi
habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang
luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan
darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan
malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak
status besi yang spesifik.
7. Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan besi serum. Serum
transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada
peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.
8. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)
Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi, merupakan
indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang.
Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi yang
meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit
peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan
indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering
dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi.
10
Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan
mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh plasma.
9. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan
cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan
pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang
berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk
kekurangan zat besi.
Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak
menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran
yang benar dari serum feritin terletak pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik
untuk usia dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita
dari pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin pria
meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara lambat sampai usia 65 tahun.
Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama
seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian mensturasi dan
melahirkan anak. Pada wanita hamil serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/l
selama trimester II dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi.
Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada inflamasi kronis, infeksi,
keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur dengan mudah memakai Essay
immunoradiometris (IRMA), Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa).
11
lahir rendah, atau kelahiran prematur rawan terjadi pada ibu hamil yang menderita anemia
gizi besi. Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh
tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi
komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas,
berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu,
perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan
lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan
darah. Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga
terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan (abortus, partus imatur/prematur), gangguan
proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atoni), gangguan pada masa nifas
(subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stress berkurang, produksi ASI rendah),
dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan
lain-lain).
ANEMIA MEGALOBLASTIK
I. Definisi
Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat merupakan penyebab kedua terbanyak
setelah anemia defisiensi besi. Anemia megaloblastik adalah kelainan yang disebabkan oleh
gangguan sintesis DNA dan ditandai dengan adanya sel-sel megaloblastik dalam sumsum
tulang. Sel megaloblast adalah sel precursor eritrosit dengan bentuk sel yang besar disertai
adanya kejadian dimana maturasi sitoplasma normal tetapi inti besar dengan susunan
kromosom yang longgar. 2
Anemia megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 selama kehamilan
sangat jarang terjadi, ditandai oleh kegagalan tubuh menyerap vitamin B12 karena tidak
adanya faktor intrinsik. Ini adalah suatu penyakit autoimun yang sangat jarang pada wanita
dengan kelainan ini. Defisiensi vitamin B12 pada wanita hamil lebih mungkin dijumpai pada
mereka yang menjalani reseksi lambung parsial atau total. Kausa lain adalah penyakit Crohn,
reseksi ileum, dan pertumbuhan bakteri berlebihan di usus halus. 3,5
II. Etiologi
12
2. Defisiensi asam folat
III. Klasifikasi
a. Penderita yang tidak makan daging hewan atau ikan,telur serta susu yang
mengandung vitamin B12.
b. Adanya malabsorpsi akibat kelainan berikut ini,
13
3. Anemia megaloblastik karena kombinasi defisiensi vitamin B12 dan asam folat
IV. Patofisiologi
Timbulnya megaloblas adalah akibat gangguan maturasi sel karena terjadi gangguan
sintesis DNA sel-sel eritroblast akibat defisiensi asam folat dan vitamin B12, dimana vitamin
B12 dan asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel dan secara khusus untuk
vitamin B12 penting dalam pembentukan mielin. Akibat gangguan sintesis DNA pada inti
eritoblas ini, maka meturasi ini lebih lambat sehingga kromatin lebih longgar dan sel menjadi
lebih besar Karena pembelahan sel yang lambat. Sel eritoblast dengan ukuran yang lebih
besar serta susunan kromatin yang lebih longgar di sebut sebagai sel megaloblast. sel
megaloblast ini fungsinya tidak normal,dihancurkan saat masih dalam sumsum tulang
sehhingga terjadi eritropoesis inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek yang berujung
pada terjadinya anemia. 5,8
V. Gejala Klinis
1. Anemia karena eritropoesis yang inefektif
2. Ikterus ringan akibat pemecahan hemoglobin meninggi karena usia eritrosit
memendek
3. Glositis (lidah bengkak, merah), stomatitis, angularis, gejala-gejala syndrom
malabsorbsi ringan.
4. Purpura trombositopenik karena maturasi megakariosit terganggu
5. Neuropati pada defisiensi vitamin B12. pada penderita dengan defisiensi vitamin B12
yang berat dapat terjadi kelainan saraf sensorik pada kolumna posterior dan neuropati
bersifat simetris, terutama mengenai kedua kaki. Penderita mengalami kesulitan
berjalan dan mudah jatuh. 5,6
Kekurangan Asam folat pada ibu hamil dapat menyebabkan cacat bawaan pada janin.
Cacat bawaan yang paling sering terjadi adalah Neural Tube Defect (NTD) yang
merupakan kelainan bawaan pada otak, tulang kepala dan sumsum tulang belakang.
14
Kelainan ini disebabkan oleh gangguan pembentukan saluran saraf pusat pada periode
organogenesis yaitu trimester pertama dalam kehamilan, terutama 28 hari pasca konsepsi.
NTD merupakan cacat bawaan kedua terbanyak setelah cacat jantung bawaan dan sebagai
penyebab utama abortus atau kematian bayi baru lahir.
Program pemerintah saat ini, setiap ibu hamil mendapatkan tablet besi 90 tablet selama
kehamilannya. Tablet besi yang diberikan mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan
asam folat 0,25 mg. Program tersebut bertujuan mencegah dan menangani masalah anemia
pada ibu hamil. Kebutuhan besi pada ibu hamil dapat diketahui dengan mengukur kadar
hemoglobin. Kadar Hb < 11 mg/dL sudah termasuk kategori anemia defisiensi besi. Namun
pengukuran yang lebih spesifik dapat dilakukan dengan mengukur kadar feritin, karena
walaupun kadar Hb normal belum tentu kadar feritin tubuh dalam keadaan normal. Kadar
feritin memberikan gambaran cadangan besi dalam tubuh. Beberapa hal yang bisa dipakai
sebagai pedoman untuk mencukupi kebutuhan besi antara lain:
1. Pemberian suplement Fe untuk mencegah anemia defisiensi besi diberikan tablet besi 1 x
60 mg setiap hari selama 90 hari.
2. Pemberian suplement Fe pada anemia defisiensi besi pada kehamilan diberikan tablet Fe
3 x 60 mg
3. Mengatur pola diet seimbang berdasarkan piramida makanan sehingga kebutuhan
makronutrien dan mikronutrien dapat terpenuhi.
4. Meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber besi terutama dari protein hewani
seperti daging, sehingga walaupun tetap mengkonsumsi protein nabati diharapkan
persentase konsumsi protein hewani lebih besar dibandingkan protein nabati.
5. Meningkatkan konsumsi bahan makanan yang dapat meningkatkan kelarutan dan
bioavailabilitas besi seperti vitamin C yang berasal dari buah-buahan bersama-sama
dengan protein hewani.
6. Membatasi konsumsi bahan makanan yang dapat menghambat absorpsi besi seperti
bahan makanan yang mengandung polifenol ( teh, terong, coklat, makanan laut) atau
pitat.
7. Mengkonsumsi suplemen besi ferro sebelum kehamilan direncanakan minimal tiga bulan
sebelumnya apabila diketahui kadar feritin rendah. Semua pedoman di atas dilakukan
15
secara berkesinambungan karena proses terjadinya defisiensi besi terjadi dalam jangka
waktu lama, sehingga untuk dapat mencukupi cadangan besi tubuh harus dilakukan
dalam jangka waktu lama pula.
16
BAB III
KESIMPULAN
1. Anemia pada ibu haml adalah anemia defisiensi besi dan anemia megaloblastik. Hal ini
disebabkan oleh hipervolemia yang terjadi pada ibu hamil yang menyebabkan berkuranganya
peningkatan kebutuhan besi sebanyak 2 kali lipat pada masa kehamilan. Hal lain yang dapat
menyebabkan ibu hamil kekurangan zat mikronutrien Fe adalah kurangnya konsumsi
makanan yang mengandung Fe.
2. Kebutuhan Fe selama hamil sebesar 800-1040 mg, untuk pertumbuhan janin, plaseta,
meningkatkan masa hemoglobin ibu, sekresi dan hilang saat melahirkan.
3. Saat terbaik mengkonsumsi suplement Fe adalah sejak trimester 2 selama 90 hari kedepan.
5. Absorposi besi dari bahan makanan tergantung oleh kondisi saluran cerna dan kandungan
bahan makanan tersebut. Keasaman lambung dapat meningkatkan kelarutan besi sehingga
meningkatkan biovalibilitasnya.
6. Tablet besi berguna untuk meningkatkan kesehatan janin dan ibu, mencegah perdarahan,
meningkatkan penambahan berat badan lahir bayi dan mencegah gangguan pertumbuhan
pada janin.
7. Iron sucrose (Pemberian Fe lewat Intravena) merupakan terapi alternatif untuk anemia
defisiensi besi dalam kehamilan yang dapat mengembalikan simpanan besi tubuh dengan
cepat tanpa efek samping yang serius.
17
DAFTAR PUSTAKA
18