Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN

DEMAM THYPOID

DisusunOleh :
Nama : MargalindaAyuningtyas
NIM : 3720190063

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
JAKARTA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN DEMAM THYPOID

A. DEFINISI
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella typhii dan bersifat
endemik yang termasuk dalam penyakit menular (Cahyono, 2010).
Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhii (Elsevier,
2013).
Demam tifoid disebarkan melalui jalur fekal-oral dan hanya menginfeksi manusia yang
mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri Salmonella typhi. Ada
dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu penderita demam tifoid dan karier. Seseorang yang
karier adalah orang yang pernah menderita demam tifoid dan terus membawa penyakit ini untuk
beberapa waktu atau selamanya (Nadyah, 2014)

B. ETIOLOGI
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella thypi. Bakteri salmonella typhi
adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, dan mempunyai
tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida),
antigen H (flegella), dan antigen VI. Dalam serum penderita, terdapat zat (aglutinin) terhadap
ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada
suhu 15-41°C (optimum 37°C) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya adalah
lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin, makanan/minuman yang terkontaminasi, dan
lain sebagainya.

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Masa Inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah 10-12 hari. Pada
awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa :
a. anoreksia
b. rasa malas
c. sakit kepala bagian depan
d. nyeri otot
e. lidah kotor
f. gangguan perut (perut kembung dan sakit)
2. Gejala Khas
a. Minggu Pertama
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan
penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi
39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan
nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan
gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare dan
sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah
pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor.
b. Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang
biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Karena
itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi
(demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung.
Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama
dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu
tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang
mengalami delirium. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah
mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare
menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan.
c. Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika
terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan
berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi
perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus.
Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya
tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi
dan inkontinensia urin.
d. Minggu Keempat
Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan untuk demam tifoid.
D. PATOFISIOLOGI
Penyakit typhoid disebabkan oleh kuman salmonella typhi, salmonella paratyphi A, Salmonella
paratyphi B, Salmonella paratyphi C, yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut dengan
makanan dan air yang tercemar. Selanjutnya akan ke dinding usus halus melalui aliran limfe ke
kelenjar mesentrium menggandakan/multiplikasi (bacterium). Biasanya pasien belum tampak
adanya gejala klinik (asimptomatik) seperti mual, muntah, tidak enak badan, pusing karena segera
diserbu sel sistem retikulo endosetual. Tetapi kuman masih hidup, selanjutnya melalui duktus
toraksikus masuk ke dalam peredaran darah mengalami bakterimia sehingga tubuh merangsang
untuk mengeluarkan sel piogon akibatnya terjadi lekositopenia. Dari sel piogon inilah yang
mempengaruhi pusat termogulator di hipotalamus sehingga timbul gejala demam dan apabila
demam tinggi tidak segera diatasi maka dapat terjadi gangguan kesadaran dalam berbagai tingkat.
Setelah dari peredaran darah, kuman menuju ke organ-oragan tubuh (hati, limfa, empedu) sehingga
timbul peradangan yang menyebabkan membesarnya organ tersebut dan nyeri tekan, terutama
pada folikel limfosid berangsur-angsur mengalami perbaikan dan apabila tidak dihancurkan akan
menyebar ke seluruh organ sehingga timbul komplikasi dan dapat memperburuk kondisi pasien.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F
yaitu Food(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses
(tinja). Feses dan muntah pada penderita demam tifoid dapat menularkan salmonella thypi kepada
orang lain. Bakteri yang masuk ke dalam lambung, sebagian akan dimusnahkan oleh asam
lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di
dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-
sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam
sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan
kandung empedu.
Komplikasi infeksi dapat terjadi perforasi atau perdarahan. Kuman Salmonella typhi terutama
menyerang jaringan tertentu, yaitu jaringan atau organ limfoid seperti limpa yang membesar, juga
jaringan limfoid di usus kecil yaitu plak Peyer terserang dan membesar. Membesarnya plak Peyer
membuat jaringan ini menjadi rapuh dan mudah rusak oleh gesekan makanan yang melaluinya.
Inilah yang menyebabkan pasien tifus harus diberikan makanan lunak, yaitu konsistensi bubur yang
melalui liang usus tidak sampai merusak permukaan plak Peyer ini. Bila tetap rusak, maka dinding
usus setempat yang memang sudah tipis, makin menipis, sehingga pembuluh darah ikut rusak
akibat timbul perdarahan, yang kadang-kadang cukup hebat. Bila berlangsung terus, ada
kemungkinan dinding usus itu tidak tahan dan pecah (perforasi)., diikuti peritonitis yang dapat
berakhir fatal
E. PATHWAYS

Minuman dan makanan


yang terkontaminasi

Mulut

Saluran pencernaan

Typhus Abdominalis

Peningkatan asam lambung Usus

Perasaan tidak enak pada


Proses infeksi Limfoid plaque penyeri di ileum
perut, mual, muntah
(anorexia) Merangsang peningkatan terminalis
peristaltic usus Perdarahan dan
perforasi intestinal

Diare
Kuman masuk aliran
Ketidakseimbangan

nutrisi: Kurang dari Menuju hati dan limfa

kebutuhan tubuh
Kuman berkembang biak

Kekurangan
volume cairan Jaringan tubuh (limfa) Hipertrofi
(hepatosplenomegali)

Peradangan Penekanan pada saraf di hati


Kurang intake cairan

Pelepasan zat pyrogen Nyeri ulu hati Nyeri Akut

Pusat termogulasi tubuh

Hipertermia
F. KOMPLIKASI
Komplikasi dari typoid dapat dibagi dalam :
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c.  Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstra intestinal
a. Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis) miokarditis, trombosis,
dan tromboflebitie.
b. Darah : anemia hemolitik, tromboritopenia, sindrom uremia hemolitik
c. Paru : pneumonia, empiema, pleuritis
d.  Hepar dan kandung empedu : hipertitis dan kolesistitis.
e. Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
f. Tulang : oeteomielitis, periostitis, epondilitis, dan arthritis.
g. Neuropsikiatrik : delirium, sindrom Guillan-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan fisis pada penderita demam tipoid dilakukan secara berulang dan regular. Semua
tanda-tanda vital merupakan petunjuk yang relevan. Perhatian khusus harus diberikan pada
pemeriksaan jasmani harian yang kadang-kadang harus dilakukan lebih sering sampai kepastian
diagnosis didapat dan respon yang diperkirakan terhadap pengobatan penyakitnya sudah
tercapai. Begitu juga dilakukan pemeriksaan secara teliti pada kulit, kelenjar limfe, mata, dasar
kuku, sistem kardiovaskuler, dada, abdomen, sistem musculoskeletal dan sistem saraf.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus.

b. Kimia darah
Pemeriksaan elektrolit, kadar glukosa, blood urea nitrogen dan kreatinin harus dilakukan.
c. Imunorologi
Widal : pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibody di dalam
darah terhadap antigen kuman Salmonella typhi. Hasil positif dinytakan dengan adanya
aglutinasi. Hasil negative palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah
mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit,
keadaan umum pasien buruk, dan adanya penyakit imunologik lain. Uji widal adalah suatu
reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody, aglutinin yang spesifik terhadap salmonella
terdapat dalam serum pasien demam typoid pada orang yang pernah ketularan salmonella dan
pada orang yang pernah divaksinasi terhadap demam typoid.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah laboratorium.Maksud uji widal adalah menentukan adanya agglutinin
dalam serum pasien yang disangka menderita demam typoid.Akibat infeksi oleh S.Typhi,
pasien membuat anti bodi (aglutini),yaitu:
a. Aglutinin O,yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela kuman).
c. Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal sari simapi kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosis. Mungkin tinggi titernya, mungkin besar kemungkinan pasien menmderita demam
typoid. Pada infeksi yang aktif, titer uji widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang
dilakukan selang paling sedikit 5 hari.
Titer widal biasanya angka kelipatan : 1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 , 1/640. Peningkatan
titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan (+). - Titer 1/160 : masih dilihat dulu
dalam 1 minggu kedepan, apakah ada kenaikan titer. Jika ada, maka dinyatakan (+).
Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan (+) pada pasien
dengan gejala klinis khas.
d. Urinalis
Protein: bervariasi dari negative sampai positif (akibat demam).
Leukosit dan eritrosit normal : bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit
e. Mikrobiologi
Sediaan apus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks dan vagina harus dibuat dalam
situasi yang tepat. Pemeriksaan sputum diperlukan untuk pasien yang demam disertai batuk-
batuk. Pemeriksaan kultur darah dan kultur cairan abnormal serta urin diperlukan untuk
mengetahui komplikasi yang muncul.
f. Radiologi
Pembuatan foto toraks biasanya merupakan bagian dari pemeriksaan untuk setiap penyakit
demam yang signifikan.
g. Biologi molekuler
Dengan PCR (Polymerase Chain Reaction), dilakukan dengan perbanyakan DNA kuman
yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat
mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensifitas tinggi) serta kekhasan
(spesifitas) yang tinggi pula. Specimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh
lainnya serta jaringan biopsi.

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan demam tifoid ada tiga, yaitu :
1. Pemberian antibiotic
Terapi ini dimaksudkan untuk membunuh kuman penyebab demam tifoid. Obat yang sering
dipergunakan adalah:
a. Kloramfenikol 100mg/kg berat badan/hari/4 kali selama 14 hari
b. Amoksili 100 mg/kg berat badan/hari/4 kali.
c. Kotrimoksazol 480 mg, 2 x 2 tablet selama 14 hari.
d. Sefalosporin generasi II dan III (ciprofloxacin 2 x 500 mg selam 6 hari; ofloxacin 600
mg/hari selama 7 hari; ceftriaxone 4 gram/hari selama 3 hari).
2. Istirahat dan perawatan
Langkah ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Penderita sebaiknya
beristirahat total ditempat tidur selama 1 minggu setelah bebas dari demam. Mobilisasi
dilakukan secara bertahap, sesuai dengan keadaan penderita. Mengingat mekanisme penularan
penyakit ini, kebersihan perorangan perlu dijaga karena ketidakberdayaan pasien untuk buang
air besar dan air kecil.
3. Nonfarmakologi dan Diet
a. Diharuskan untuk Bedrest
b. Agar tidak memperberat kerja usus, pada tahap awal penderita diberi makanan berupa
bubur saring. Selanjutnya penderita dapat diberi makanan yang lebih padat dan akhirnya
nasi biasa, sesuai dengan kemampuan dan kondisinya. Pemberian kadar gizi dan mineral
perlu dipertimbangkan agar dapat menunjang kesembuhan penderita.

I. PENCEGAHAN
Usaha yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah :
1. Dari sisi manusia :
a. Vaksinasi untuk mencegah agar seseorang terhindar dari penyakit ini dilakukan vaksinasi,
kini sudah ada vaksin tipes atau tifoid yang disuntikan atau diminum dan dapat melindungi
seseorang dalam waktu 3 tahun.
b. Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene, sanitasi, personal hygiene.
2. Dari sisi lingkungan hidup :
a. Penyediaan air minum yang memenuhi syarat kesehatan
b. Pembuangan kotoran manusia yang higienis
c. Pemberantasan lalat
d. Pengawasan terhadap masakan dirumah dan penyajian pada penjual makanan
Menurut Nurarif dan Kusuma diascharge planning pada demam tifoid adalah :
1. Hindari tempat yang tidak sehat
2. Cucilah tangan dengan sabun dan air bersih
3. Makanlah makanan bernutrisi lengkap dan seimbang dan masak/panaskan sampai 57 0 beberapa
menit dan secara merata
4. Salmonella thypi didalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 570 untuk beberapa menit atau
dengan proses iodinasi/klorinasi
5. Gunakan air yang sudah direbus untuk minum dan sikat gigi
6. Mintalah minuman tanpa es kecuali air es sudah dididihkan atau dari botol
7. Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman
8. Istirahat cukup dan lakukan olahraga secara teratur
9. Jelaskan terapi yang diberikan : dosis, dan efek samping
10. Ketahui gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi
gejala tersebut
11. Tekankan untuk melakukan control sesuai waktu yang ditentukan
12. Vaksin demam tifoid
13. Buang sampah pada tempatnya
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN APPENDICITIS

A. Pengkajian Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas
Meliputi nama pasien, usia, jenis kelamin, agama, alamat, tanggal MRS, nomor rekam medik,
dan diagnosa medis. Penyakit cardiovaskuler lebih sering pada usia 40-60 tahun, laki-laki lebih
sering dari pada wanita, bising jantung lebih sering pada kulit putih, sedangkan hipertensi lebih
sering pada kulit hitam.
2. Keluhan Utama
Biasanya klien datang dengan keluhan perasaan tidak enak badan, pusing demam, nyeri tekan
pada ulu hati, nyeri kepala, lesu dan kurang bersemangat, nafsu makan berkurang (terutama
selama masa inkubasi)
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji tentang penyakit yang pernah dialami oleh klien, baik yang ada hubungannya dengan
saluran cerna atau tidak. Kemudian kaji tentang obat-obatan yang biasa dikonsumsi oleh
klien, dan juga kaji mengenai riwayat alergi pada klien, apakah alergi terhadap obat-obatan
atau makanan.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Kaji mengenai keluhan yang dirasakan oleh klien, misalnya nyeri pada epigastrium, mual,
muntah, peningkatan suhu tubuh, sakit kepala atau pusing, letih atau lesu.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien atau
penyakit gastrointestinal lainnya.
d. Riwayat psikologis
Kaji bagaimana keadaan suasana hati (emosional) klien dan keluarga dalam menghadapi
penyakit yang diderita, biasanya suasana hati klien kurang baik (gelisah) dan keluarga
biasanya cemas.
e. Riwayat sosial ekonomi
Mengkaji kehidupan sosial ekonomi klien, tipe keluarga bagaimana dari segi ekonomi dan
tinggal bersama siapa klien. Bagaimana interaksi klien baik di kehidupan sosial maupun
masyarakat atau selama di rumah sakit.
f. Kebiasaan sehari-hari
Kaji tentang aktivitas atau kebiasaan yang dilakukan oleh klien sebelum sakit dan saat
sakit. Hai ini berguna dalam perbandingan antara pengobatan dan perawatan pasien,
biasanya mencakup :
1) Nutrisi
2) Eliminasi
3) Pola istirahat/ tidur
4) Pola kebersihan

4. Pemeriksaan Fisik
  Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak enak,
anorexia.
a. Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia,
muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi
pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
b. Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.
c. Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.
d. Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan
tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.
e.   Sistem integument
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
f. Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa
mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
g. Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.
h. Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.
i. Sistem persyarafan
Apakah kesadaran itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit
thypoid.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia b.d. Penyakit/Peningkatan metabolism tubuh
2. Diare b.d. Inflamasi gastrointestinal
3. Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan
4. Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan aktif
5. Nyeri akut b.d. Agen cidera fisik
B. Intervensi Keperawatan

PRE OPERASI
N DIAGNOSA
NOC NIC
O KEPERAWATAN
1. Hipertermia b.d. Penyakit/ NOC : NIC :Fever Treatment
Peningkatan metabolism
Thermoregulation
tubuh
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. a. Monitor suhu sesering mungkin
Pasien hipertermia teratasi, dengan kriteria hasil: b. Monitor IWL
1. Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh > 37,5 0 C c. Monitor watna dan suhu tubuh
2. Tidak terjadi perubahan warna kulit ( memerah ), d. Monitor TTV
3. Nadi tidak teraba atau lemah e. Monitor Wbc, Hb, Hct
f. Monitor intake dan output cairan
g. Kolaborasi pemberian antipuretik
h. Kolaborasi pemberian cairan IV
i. Kompres pasien dengan air hangat
j. Berikan pengobatan untuk mengatasi
penyebab demam

2. Diare b.d. Inflamasi Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan NIC : Diarhea Management
gastrointestinal diare klien teratasi dengan kriteria hasil: a. Instruksikan kepada keluarga untuk
- BAB 1-2 kali/hari mencatat warna, jumlah, frekuensi dan
- Feses lunak konsistensi dari feses
- Bising usus 10-15 kali/menit
b. Evaluasi intake makanan yang masuk
c. Observasi turgot kulit secara rutin
d. Instrusikan kepada keluarga untuk makan
makanan rendah serat, tinggi protein, dan
tinggi kalori jika memungkinkan
e. Kolaborasi pemberian cairan IV
f. Kolaborasi pemberian obat diare
3. Ketidakseimbangan nutrisi: NOC : Nutritional Status NIC : Nutritional Management
Kurang dari kebutuhan a. Kaji adanya alergi makanan
Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
status nutrisi klien akan membaik dengan indicator :
menentukan nutrisi yang dibutuhkan
c. Berikan sustansi gula
Indikator A T d. Berikan diet tinggi serat untuk mencegah
Keterangan :
1. Intakae 3 4 konstipasi
1. severe deviation from normal range
nutrisi 2. substantial e. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
2. Intake 3 4 3. moderate kalori
cairan 4. mild
3. Energy 3 4 f. Kaji kemampuan pasien untuk
5. none
4. Hidrasi 3 4 mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
g. Makan sedikit-sedikit namun sering untuk
mencegah muntah
Nutrition Monitoring
a. Monitor turgor kulit
b. Monitor mual dan muntah
4. Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan a. Monitor tanda-tanda vital
b.d. kehilangan cairan aktif keseimbangan cairan dapat dipertahankan dengan b. Kaji membrane mukosa, kaji tugor kulit
kriteria hasil: dan pengisian kapiler.
- kelembaban membrane mukosa c. Awasi masukan dan haluaran, catat warna
        turgor kulit baik urine/konsentrasi, berat jenis.
- Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg BB/jam d. Auskultasi bising usus, catat kelancaran
- Tanda-tanda vital dalam batas normal : TD flatus, gerakan usus.
(systole 110-130mmHg, diastole 70-90mmHg), e. Berikan perawatan mulut sering dengan
HR(60-100x/menit), RR (16-24x/menit), suhu perhatian khusus pada perlindungan bibir.
(36,-37,50C) f. Pertahankan penghisapan gaster/usus.
g. Kolaborasi pemberian cairan IV dan
elektrolit

5. Nyeri akut b.d. Agen cidera NOC : Pain Control NIC : Pain Management

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 a. Melakukan pengkajian nyeri secara
fisik jam diharapkan nyeri klien akan menurun dengan komprehensif termasuk lokasi,
kriteria hasil: karakteristik, kapan dimulain atau durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor
Indikator A T Keterangan : pencetus
1. Mengetahui 3 4 1 : Tidak Pernah mendemonstrasikan b. Observasi reaksi nonverbal dari
kapan nyeri 2 : Jarang ketidaknyamanan
dimulai 3 : Kadang-kadang c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
2. Mendiskripsikan 3 4 4 : Sering untuk mengetahui pengalaman nyeri
faktor sebab dan 5 : Konsisten klien
akibat d. Kaji budaya yang mempengaruhi respon
3. Menggunakan 3 4 nyeri klien
tindakan e. Eksplore pengetahuan dan kepercayaan
pencegahan klien tentang nyeri
4. Menggunakan 3 5 f. Evaluasi bersama klien dan tenaga
analgesik yang kesehatan tentang ketidakefektifan
dianjurkan kontrol nyeri di masa lalu
5. Menggunakan g. Kontrol lingkungan yang dapat
sumber yang memperburuk nyeri misalnya suhu
tersedia 3 5 ruangan atau kebisingan
6. Mengenali gejala h. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
nyeri (farmakologi, nonfarmakologi dan
interpersonal)
2 4 i. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
j. Gunakan kontrol nyeri sebelum nyeri
bertambah berat
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, J.B. Suharyo B. 2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Yogyakarta:
Kanisius

Nadyah. (2014). Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi insidens penyakit demam tifoid di
Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa 2013. Jurnal Kesehatan, Vol VII,
No 1, 305-321.

NANDA. 2015. Diagnosis keperawatan.Nanda : Definisi dan Klasifikasi

Team Elsevier. 2013. Ferri’s Clinical Advisor 2013: 5 Books in 1. Philadelphia: Elsevier, Inc

Anda mungkin juga menyukai