Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN PENDAHULUAN KASUS THYPUS

“Asuhan Keperawatan Anak Sakit dengan Thypus”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak


Dosen Pengampu : Hj. Endang Suartini,S.ST, M.KM

Disusun oleh :
Adryan Azizul Rifqi (P27901119002)
Fitri Annisa
Fitri Diani (P27901119020)
Huda Husyada
Nur Hudriyah Dewi (P27901119021)
Reno Oktaviansyah
Rospita Sari (P27901119024)
Wanda Sofyatun Najwa (P27901119050)
(P27901119038)

(P27901119041)

(P27901119046)
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
DIII KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
2021
BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar Demam Typhoid

A. Definisi Demam Typhoid

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi

Salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang

sudah terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman

Salmonella(Smeltzer, 2014).

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan

oleh Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini

juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena

penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk,

kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene

industri pengolahan makanan yang masih rendah (Simanjuntak, C.H, 2009).

B. Manifestasi klinis Demam typoid

Menurut Ngastiyah (2012 : 237) Gejala klinis demam tifoid pada anak

biasanya lebih ringan jika dibanding dengan penderita dewasa. Selama inkubasi

mungkin di temukan gejala prodomal perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri

kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang

biasa ditemukan, yaitu :

a. Demam

1). Minggu I
Dalam minggu pertama gejala serupa dengan penyakit infeksi akut

pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, anoreksia, mual,

muntah, diare, perasaan tidk enak di perut, batuk. Pada pemeriksaan

fisiknya hanya di dapatkan suhu badan meningkat.

2) Minggu II

Dalam minngu kedua gejala menjadi lebih jelas dengan demam,

bradikardi relative, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi dan ujung

merah dan tremor), hepatomegali, splenomegaly, meteroismus,

gangguan mental berupa salmonella, stupor, koma, delirium atau

psikosis, roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.

3) Minggu III

Dalam minggu ke tiga suhu badan berangsur angsur menurun dan

normal kembali pada akhir minggu ketiga.

b. Gangguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan

pecah-pecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung dan

tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin

ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai

nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi

mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.

c. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa

dalam,yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi stupor, koma atau

gelisah.
C. Etiologi Demam Typoid

Penyakit tipes Thypus abdominalis merupakan penyakit yang ditularkan

melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella

typhosa, (food and water borne disease). Seseorang yang sering menderita

penyakit tifusmenandakan bahwa dia mengkonsumsi makanan atau

minuman yang terkontaminasi bakteri ini. Salmonella thyposa sebagai suatu

spesies, termasuk dalam kingdom Bakteria, Phylum Proteobakteria, Classis

Gamma proteobakteria, Ordo Enterobakteriales, Familia Enterobakteriakceae,

Genus Salmonella. Salmonella thyposa adalah bakteri gram negative yang

bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekurang kurangnya

tiga macam antigen yaitu: antigen 0 (somatik, terdiri dari zat komplek

lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen V1 (hyalin, protein

membrane). Dalam serum penderita terdapat zat anti (glutanin) terhadap

ketiga macam anigen tersebut (Zulkhoni, 2011).

Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu:

a. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari

tubuh kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau

disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol

tetapitidak tahan terhadap formaldehid.

b. Antigen H (Antigen flagela), yang terletak pada flagela, fimbriae

atau pili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein

dan tahan 14 terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas

dan alkohol yang telah memenuhi kriteria penilaian.


c. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman
yang

dapat melindungi kuman terhadap fagositosis. Ketiga macam antigen

tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula

pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin (Sudoyo

A.W., 2010).

D. Patofisiologi Demam Typoid

Salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal

dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus

(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Yang paling menojol yaitu lewat mulut

manusia yang baru terinfeksi selanjutnya menuju lambung, sebagian kuman

akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi lolos masuk ke usus

halus bagian distal (usus bisa terjadi iritasi) dan mengeluarkan endotoksin

sehingga menyebabkan darah mengandung bakteri (bakterimia) primer,

selanjutnya melalui aliran darah dan jaringan limpoid plaque menuju limfa dan

hati. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke

aliran darah sehingga menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa usus.

Tukak dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi usus. Perdarahan

menimbulkan panas dan suhu tubuh dengan demikian akan meningkat.sehingga

beresiko kekurangan cairan tubuh.Jika kondisi tubuh dijaga tetap baik, akan

terbentuk zat kekebalan atau antibodi. Dalam keadaan seperti ini, kuman

typhus akan mati dan penderita berangsurangsur sembuh (Zulkoni.2011).

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh

manusia melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman

dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan
berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik

maka kuman akan menembus sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina propia. Di

lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit

terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam

makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian

ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus

kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah

(mengakibatkan bakteremia pertama yang asimptomatik) dan menyebar ke

seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ

ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar

sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi

yang mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-

tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia,

sakit kepaladan sakit perut (Sudoyo A.W., 2010).


E. Pathway Demam Typoid

Kuman salmonella typhi


yang Masuk ke
gastrointestinal
Lolos dari asam Dimusnakan oleh
asam lambung

Bakteri
masuk Ke
usus halus

Pembuluh
darah Limfa
Peredaran darah Masukretikulo endothelial
(bakterimia (RES) terutama hati dan limfe
promer)

Berkembang biak di hati Masuk ke aliran darah


Dan limfe (bacteremia skunder)

Empedu Endotoksin

Rongga usus pada Terjadi kerusakan sel


kel. Limfoid
halus Merangsang melepas
Pembesaran limfe zat epirogen oleh leokosit

Splenomegali Mempengaruhi
pusat
Thermoregulator di
hipotalamus
Peningkatan asam
lambung
HIPERTERMI
Anoreksia mual muntah

RESIKO KURANGNYA CAIRAN


KETIDAK SEIMBANGAN NUTRISI KURANG
DARI KEBUTUHAN TUBUH

NANDA NIC-NOC (2015)


F. Pemeriksaan Penunjang Demam Typoid

Menurut Suryadi (2006) pemeriksaan pada klien dengan typhoid adalah

pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari:

a. Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat

leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah

sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit

pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-

kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi

sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk

diagnosa demam typhoid.

b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat

kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

c. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila

biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam

typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa

faktor:

1) Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium

yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan

yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada

saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.


2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit

Biakan darah terhadap Salmonella thypii terutama positif pada

minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada

waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.

3) Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat

menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan

bakteremia sehingga biakan darah negatif.

4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti

mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil

biakan mungkin negatif.

d. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi

(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella thypii terdapat

dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah

divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi

Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji

widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang

disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh Salmonella thypii, klien

membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari

tubuh kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari

flagel kuman).

3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari

simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan

titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita

typhoid.

Uji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan

sejak tahun 1896. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi

agglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran

berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan

dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi

yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam

serum. Semakin tinggi titernya, semakin besar kemungkinan infeksi ini.

Uji Widal ini dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman

Salmonella typhi. Pada uji ini terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen

kuman Salmonella typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen

yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah

dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah menentukan

adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid (Sudoyo

A.W., 2010).

e. Pemeriksaan urin

Didapatkan protein urin ringan (<2 gr/liter) juga di dapatkan peningkatan

leukosit pada urin.


f. Pemeriksaan feses

Didapatkan lender dan darah, dicurigai akan adanya perdarahan usus dan

perforasi.

g. Pemeriksaan bakteriologis

Untuk identifikasi kuman salmonella pada biakan darah tinja, urin, cairan

empedu, atau sumsum tulang.

h. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi

akibat demam typoid. (Muttaqin & Sari, 2013)

i. Pemeriksaan sumsum tulang

Pada pemeriksaan kultur sumsum tilang, biakan salmonella typhi dapat

tetap positif walaupun setelah pemberian antibiotikserta menunjukkan

gambaran hiperaktif sumsum tulang. (Suriadi. 2012)

G. Penularan

Transmisi Salmonella Typhi ke dalam tubuh manusia dapat melalui hal hal

berikut :

j. Transmisi oral, melalui makanan yang terkontaminasi kuman

salmonella typhi.

b. Transmisi dari tangan ke mulut, dimana tangan yang tidak higienis yang

mempunyai Salmonella typhi langsung bersentuhan denganmakanan

yang dimakan.

c. Transmisi kotoran, dimana kotoran yang indivisu yang mempunyai hasil

Salmonella typhi ke sungai atau dekat dengan sumber


air yang digunakan sebagai air minum yang kemudian langsung diminum

tanpa masak. (Muttaqin & Sari, 2013)

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada demam tifoid adalah sebagai berikut:

a. Perawatan Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit

untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring

absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih 14

hari. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap, sesuai

dengan pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran yang

menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu tertentu

untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.

Defekasi dan buang air kecil perlu di perhatikan karena kadang-

kadangterjadi obstipasi dan retensi air kemih.

b. Diet

Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak

serat.

c. Obat

Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah:

1) Kloramfenikol

Menurut Damin Sumardjo (2009), kloramfenikol atau

kloramisetin adalah antibiotik yang mempunyai spektrum luas,

berasal dai jamur Streptomyces venezuelae. Dapat digunakan untuk

melawan infeksi yang disebabkan oleh beberapa bakteri gram

posistif dan bakteri gram negatif. Kloramfenikol dapat diberikan


secara oral. Rektal atau dalam bentuk salep. Efek samping

penggunaan antibiotik kloramfenikol yang terlalu lama dan dengan

dosis yang berlebihan adalah anemia aplastik. Dosis pada anak :

25 – 50 mg/kg BB/hari per oral atau 75 mg/kg BB/hari secara

intravena dalam empat dosis yang sama.

2) Thiamfenikol

Menurut Tan Hoan Tjay dan Kirana Raharja (2007, hal: 86),

Thiamfenikol (Urfamycin) adalah derivat p-metilsulfonil (SO2CH3)

dengan spektrum kerja dan sifat yang mirip kloramfenikol, tetapi

kegiatannya agak lebih ringan. Dosis pada anak: 20-30 mg/kg

BB/hari.

3) Ko-trimoksazol

Adalah suatu kombinasi dari trimetoprim-sulfametoksasol (10

mg TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam). Trimetoprim memiliki daya

kerja antibakteriil yang merupakan sulfonamida dengan menghambat

enzim dihidrofolat reduktase. Efek samping yang ditimbulkan adalah

kerusakan parah pada sel – sel darah antara lain agranulositosis dan

anemia hemolitis, terutama pada penderita defisiensi glukosa-6-

fosfodehidrogenase. efek samping lainnya adalah reaksi alergi antara

lain urticaria, fotosensitasi dan sindrom Stevens Johnson, sejenis

eritema multiform dengan risiko kematian tinggi terutama pada anak-

anak. Kotrimoksazol tidak boleh diberikan pada bayi di bawah usia

6 bulan. Dosis pada anak yaitu trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg

TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam, secara oral dalam dua dosis).


Pengobatan dengan dosis tepat harus dilanjutkan minimal 5-7 hari

untuk menghindarkan gagalnya terapi dan cepatnya timbul resistensi,

(Tan Hoan Tjay & Kirana Rahardja, 2007, hal:140).

4) Ampisilin dan Amoksilin Ampisilin: Penbritin, Ultrapen, Binotal.

Ampisilin efektif terhadap E.coli, H.Inflienzae, Salmonella, dan

beberapa suku Proteus. Efek samping, dibandingkan dengan perivat

penisilin lain, ampisilin lebih sering menimbulkan gangguan

lambung usus yang mungkin ada kaitannya dengan penyerapannya

yang kurang baik. Begitu pula reaksi alergi kulit (rash,ruam) dapat

terjadi. Dosis ampisilin pada anak (200mg/kg/24 jam, secara

intravena dalam empat sampai enam dosis). Dosis amoksilin pada

anak (100 mg/kg/24 jam, secara oral dalam tiga dosis), (Behrman

Klirgman Arvin, 2000, hal:942).

(1) Obat – obat simptomatik:

(1)). Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin)

(2)) Kortikosteroid (dengan pengurangan dosis selama 5 hari)

(3)) Vitamin B komplek dan C sangat di perlukan untuk

menjaga kesegaran dan kekutan badan serta berperan dalam

kestabilan pembuluh darah kapiler.

Secara fisik penatalaksanaannya antara lain:

Mengawasi kondisi klien dengan : pengukuran suhu secara

berkala setiap 4-6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering
terkejut, atau mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak

cenderung melirik keatas, atau apakah anak mengalami kejang-

Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi

perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak.

Terputusnya sulai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel otak.

Dalam kedaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa

rusaknya intelektual tertentu.

1) Buka pakaian dan selimut yang berlebihan.

2) Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan.

3) Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai

oksigen ke otak yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.

4) Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak- Minuman yang

diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan),

air buah atau air teh. Tujuannya agar cairan tubuh yang menguap

akibat naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya.

5) Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang.

6) Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, dan lipatan

Tujuannya untuk menurunkan suhu tubuh di permukaan tubuh anak.

I. Pencegahan Demam Typoid

a. Usaha yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah :

1) Dari sisi manusia :

(1). Vaksinasi untuk mencegah agar seseorang terhindar dari penyakit ini

dilakukan vaksinasi, kini sudah ada vaksin tipes atau tifoid yang
disuntikan atau diminum dan dapat melindungi seseorang dalam waktu

3 tahun.

(2). Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene, sanitasi,

personalhygiene.

2). Dari sisi lingkungan hidup :

(1). Penyediaan air minum yang memenuhi syarat kesehatan.

(2). Pembuangan kotoran manusia yang higienis.

(3) Pemberantasan lalat

(4)Pengawasan terhadap masakan dirumah dan penyajian pada

penjualmakanan (Akhsin Zulkoni, 2011).

b. Sedangkan menurut Nurarif dan Kusuma diascharge planning

padademam tifoid adalah:

1) Hindari tempat yang tidak sehat.

2) Cucilah tangan dengan sabun dan air bersih.

3) Makanlah makanan bernutrisi lengkap dan

seimbang danmasak/panaskan sampai 570 beberapa menit

dan secara

merata.

4) Salmonella thypi didalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 570

untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi.

5) Gunakan air yang sudah direbus untuk minum dan sikat gigi.

6) Mintalah minuman tanpa es kecuali air es sudah dididihkan atau

daribotol.

7) Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.

8) Istirahat cukup dan lakukan olahraga secara teratur.

9) Jelaskan terapi yang diberikan : dosis, dan efek samping.


10) Ketahui gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus

dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut.

11) Tekankan untuk melakukan control sesuai waktu yang ditentukan.

12) Vaksin demam tifoid.

13) Buang sampah pada tempatnya (Nurarif & Kusuma, 2015).

J. Klasifikasi Demam
Typoid
a. Menurut WHO (2003), ada 3 macam klasifikasi demam tifoid dengan

perbedaan gejala klinis:

1) Demam tifoid akut non komplikasi

Demam tifoid akut dikarakteristikkan dengan adanya demam

berkepanjangan abnormalis, fungsi bowel (konstipasi pada pasien dewasa,

dan diare pada anak%anak), sakit kepala, malaise, dan anoksia. Bentuk

bronchitis biasa terjadi pada fase awal penyakit selama periode demam,

sampai 25% penyakit menunjukkan adanya rose spot pada dada, abdomen

dan punggung.

2) Demam tifoid dengan komplikasi

Pada demam tifoid akut, keadaan mungkin dapat berkembang menjadi

komplikasi parah. Bergantung pada kualitas pengobatan dan keadaan

kliniknYa, hinngga 10% pasien dapat mengalami komplikasi, mulai dari

melena, perforasi, usus dan peningkatan ketidaknyamanan abdomen.

3) Keadaan karier

Keadaan karier tifoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung umur pasien.

Karier tifoid bersifat kronis dalam hal sekresi Salmenella typhi difeses.

(Fitrianggraini, A., 2012)


2. Konsep Asuhan Keperawatan Teori

Faktor Presipitasi dan Predisposisi

Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan

yang tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C

yang ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah

diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah minum

air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak mencuci tangan

sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan (Abdi, 2008).

a. Pengumpulan data

1) Identitas klien

Demam typhoid umumnya terjadi pada kelompok umur 5 – 30 tahun.

Laki- laki sama dengan wanita, jarang terjadi pada umur di bawah 2 tahun

atau diatas 60 tahun (Mutaqin & sari, 2011).

2) Keluhan utama

Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-

turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta

penurunan kesadaran.

3) Riwayat penyakit sekarang

Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi

kedalam tubuh.

4) Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat penyakit demam tifoid.

5) Riwayat penyakit keluarga


Adanya keluarga pernah menderita demam tifoid, dan penyakit turun

menurun.

6) Pola-pola fungsi
kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme Klien akan mengalami penurunan

nafsu makan karena mual dan muntah saat makan sehingga

makanhanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.

2) Pola eliminasi Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah

baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami

gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien

dengan demam thypoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang

berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga

dapatmeningkatkan kebutuhan cairan tubuh.

3) Pola aktivitas dan latihan Aktivitas klien akan terganggu karena

harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala

kebutuhan klien dibantu.

4) Pola tidur dan istirahat Pola tidur dan istirahat terganggu

sehubungan peningkatan suhu tubuh.

5) Pola persepsi dan konsep diri Biasanya terjadi kecemasan pada

orang tua terhadap keadaan penyakit anaknya.

6) Pola sensori dan kognitif Pada penciuman, perabaan, perasaan,

pendengaran dan penglihatan umumnya tidak mengalami

kelainan serta tidak terdapat suatu waham pada klien.


7) Pola hubungan dan peran Hubungan dengan orang lain terganggu

sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest

total.

8) Pola penanggulangan stress Biasanya orang tua akan nampak


cemas.
7) Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum dan tingkat kesadaran.

Pada fase awal penyakit biasanya tidak didapatkan adanya

perubahan pada tingkat kesadaran. Pada fase lanjut secara umum

pasien terlihat sakit berat dan sering terjadi penurunan tingkat

kesadaran (apatis delirium).

2) Tanda-tanda vital

Suhu : Pada fase 7-14 hari didapatkan suhu tubuh meningkat 39-

41̊C pada malam hari dan biasanya turun pada pagi hari.

Nadi : pada pemeriksaan nadi ditemukan penurunan frekuensi nadi

(bradikardi relatif).

Pernafasan : Meningkat

Tekanan darah :
Cenderung menurun
3) B1 (Breathing)

Sistem pernafasan biasanya tidak ditemukan adanya kelainan, tetapi

akan mengalami perubahan jika terjadi respon akut dan gejala


batuk

kering. Pada beberapa kasus berat bisa didapat

adanya komplikasitanda dan gejala pneumonia.


4) B2 (Blood)

Penurunan tekanan darah, keringat dingin, dan diaphoresis sering

didapatkan pada minggu pertama. Kulit pucat dan akral dingin

berhubungan dengan penurunan kadar hemoglobin. Pada minggu

ketiga respon toksi sistemik dapat mencapai otot jantung

danterjadi miokarditis dengan manifestasi penurunan curah

jantung dengan tanda denyut nadi lemah, nyeri dada, dan

kelemahan fisik.

5) B3 (Brain)

Pada pasien dengan dehidrasi berat akan terjadi penurunan perfusi

serebral dengan manifestasi sakit kepala, perasaan lesu, gangguan

mental seperti halusinasi dan delirium. Pada beberapa pasien bisa

di dapatkan kejang umum yang merupakan respon terlibatnya

system saraf pusat oleh infeksi S. Typhi. Didapatkan icterus pada

sklera terjadi pada kondisi berat.

6) B4 (Blader)

Pada kondisi berat akan didapatkan penurunan urin output respon

dari penurunan curah jantung.

7) B5 (Bowel)

(1). Inspeksi :

(1)). Lidah kotor berselaput putih dan tepi hiperemis disertai

mistomatitis. Tanda ini jelas mulai Nampak pada minggu

kedua berhubungan dengan infeksi sistemik dan

endotoksin kuman.

(2)). Sering muntah


(3)). Perut kembung

(4)). Distensi abdomen

(2) Auskultasi :

Didapatkan penurunan bising usus kurang dari 5 kali per

menit pada minggu pertama dan terjadi kontipasi, serta

selanjutnya meningkat akibat diare.

(3) Perkusi :

Didapatkan suara timpani abdomen akibat kembung.

(4). Palpasi :

(1)). Hepatomegaly dan splenomegaly. Pembesaran hati dan

linfa mengindikasikan infeksi yang mulai terjadi pada minggu

kedua.

(2)). Nyeri tekan abdomen merupaan tanda terjadinya perforasi

dan peritonitis.

8) B6 (Bone)

Respon sistemik akan menyebabkan maise. Kelemahan fisik

umum dan didapatkan kram otot ekstermitas. Pemeriksaan

integument sering didapatkan kulit menurun, muka tampak pucat,

rambut agak kusam, dan terpenting sering didapatkan tanda

roseola (bitnik merah pada leher, punggung dan paha). Roseola

merupakan suatu nodul kecil sedikit menonjol dengan diameter 2-

4 mm berwarna merah, pucat, serta hilang pada penekanan, lebih

sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal minggu kedua.

Roseola ini merupakan emboli kuman dimana didalamnya


mengandung kuman salmonella dan terutama didapatkan di perut,

dada, dan terkadang bokong maupun bagian fleksor dari lengan

atas (Muttaqin dan sari, 2011).

8) Pemeriksaan Penunjang

1) Darah

Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit

normal, bisa menurun atau meningkat.Penelitian oleh beberapa

ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta

laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan

nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan

antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya

leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis

typoid

2) SGOT, SGPT

SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal

setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan

penanganan khusus

3) Uji Widal

Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu ke depan, apakah ada

kenaikan titernya. Jika ada maka dinyatakan (+).Jika 1x pemeriksaan

langsung 1/320 atau 1/640,langsung dinyatakan (+) pada pasien

dengan gejala khas.


b. Diagnosa Keperawatan

1) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi penyakit typoid

2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia

3) Ganguan keseimbanagan cairan berhubungan dengan


out

putcairan berlebih

4) Gangguan aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik


c. Intervensi

N DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN


KEPERAWATA TUJUAN INTERVENSI
O N

1 Hipertermi Setelah dilakukan 1) Monitor


berhubungan tindakan keperawatan suhu sesering
dengan respon selama 3x24 jam mungkin
sistemik dari diharapkan masalah
R/: Agar tidak
inflamasi keperawatan dapat
terjadi
gastrointestina teratasi dengan
dehidrasi dan
l criteria hasil:
proses
DS : 1)Suhu tubuh dalam
penguapan
rentang normal 36,5-
1) klien 2) Monitor
37,5 C
mengeluh warna dan
demam 2)Nadi dan RR dalam
suhu kulit
2) klie rentang normal
R/: Mencegah
n 16-20 x/menit
terjadinya
mengeluh lemas 3) Tidak ada
dehidrasi.
perubahan warna
DO : 3)Monitor
kulit
1) kenaikan tekanan darah,
dan tidak ada pusing,
suhu tubuh nadi dan RR
merasa nyaman
diatas R/: Mengetahui
rentang normal keadaan
36,5-37,5 C umum pasien.
2) kulit 4)Monitor WBC,
kemerahan dan Hb, dan Hct R/:
kering Mencegah
terjadinya
3) pertambah
komplikasi.
an RR Normal
5)Monitor intake
16-20 x/menit
dan output
4) tatikardi
5) kulit teraba R/: Mencegah
panas terjadiny
a
dehidrasi.
6)Berikan anti
piretik
R/: Mencegah
hipertermi.
7)Berikan
pengobatan untuk
mengatasi
penyebab demam
R/: Mencegah
terjadinya demam
tinggi dan syok.
8)Selimuti
pasien.
R/: dapat
memberikan
pasien tetap
keadaan
hangat.
9)Berikan
cairan
intravena
R/: Mencegah
dehidrasi.
10)Kompres
pasien pada
lipat
paha dan aksila
R/: meralihkan
panas secara
konduksi dan
membantu
tubuh
Menyesuaikan
terhadap panas
dan memberikan
rasa nyaman.
11)Tingkatkan
sirkulasi udara
R/: Membantu
penurunan
suhu tubuh
dan
memberikan
rasanyaman.
12)Monitor suhu
minimal tiap 2
jam
R/: Agar tidak
terjadi
dehidrasi dan
proses
penguapan.
13)Tingkatkan
intake cairan dan
nutrisi
R/: Agar
memulihkan
keadaan
pasien.
N DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN
KEPERAWATA TUJUAN INTERVENSI
O N

1 Ketidakseimbang Setelah dilakukan 1) Kaji adanya


an nutrisi kurang tindakan keperawatan alergi makanan
dari kebutuhan selama 3x24 jam R/: Mengetahui
tubuh diharapkan masalah jenis makanan
berhubungan keperawatan dapat yang cocok
dengan teratasi dengan untuk pasien.
kurangnya intake criteria hasil: 2) Kolaborasi
1)Adanya dengan ahli gizi
makanan yang
peningkatan berat untuk menentukan
adekuat
badan sesuai jumlah kalori dan
Ditandai dengan dengan tujuan nutrisi yang
DS : 2)Berat badan ideal dibutuhkan pasien.
sesuai dengan tinggi R/: Memberikan
1) klien
badan diit yang tepat.
mengeluh
3)Mampu 3) Anjurkan
mengalami
mengidentifikasi pasien untuk
penurunan
kebutuhan meningkatkan
nafsu
makan nutrisi protein dan
2) 4)Tidak ada tanda vitaminC
klien tanda malnutrisi R/: Mencegah
mengeluh 5) Tidak terjadi kurangnya vitamin
mengalami penurunan berat badan dan menjaga
penurunan yang berarti 4)Berikan
berat badan substansi
gula
DO: R/: Mencegah
1)BB sebelum terjadinya kondisi

sakit ....... kg, lemah pasien.


2) BB sesudah 5)Yakinkan diet
sakit ....... kg yang dimakan
mengandung
rendah serat untuk
mencegah
konstipasi.
R/: Menghindari
pasien agar tidak
mual, dan
memulihkan
usus yang
terinfeksi.
6)Berikan
makanan yang
terpilih ( sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
R/: Menjaga
selera makan
pasien dan
terjamin akan
jumlah kalori dan
nutrisi yang
dibutuhkan
pasien.
7)Berikan
informasi
tentang
kebutuhan nutrisi
R/: Agar pasien
mengetahui
makanan apa
saja yang harus
di
konsumsi ketika
sakit, dan tidak
memakan
makanan yang
sembarangan.
8)
Dokumentasik
an
hasil tindakan
dalam
catatan
rekam medik
9). BB pasien
dalam batas
normal
R/: Mencegah
terjadinya
penurunan
berat badan.
10). Monitor tipe
dan jumlah
aktivitas yang
biasa dilakukan
menganjurkan
pasien untuk
istirahat total
ketika dilakukan
asuhan
keperawatan.
R/:
Menstabilkan
keadaan pasien
11). Monitor
turgor kulit
R/: Mencegah
terjadinya
kurangnya nutrisi.
12). Monitor
mual dan muntah.
R/: Mengetahui
keadaan pasien
yang
terkontaminasi
virus.
13). Monitor
pucat, kemerahan,
dan kekeringan
jaringan
konjungtiva
R/: Mencegah
terjadinya
dehidrasi dan
kurangnya
nutrisi.
6) Catat jika
lidah
berwarna
magenta, scarlet
R/: Mengetahui
keadaan pasien.
N DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN
KEPERAWATA TUJUAN INTERVENSI
O N

3 Ganguan keseimbangan Setelah 1) Pantau


cairan berhubungan dilakukan warna, jumlah
dengan out put berlebih tindakan dan frekuensi
ditandai dengan keperawatan kehilangan
selama 3x24 cairan
DS :
1) Klien mengatkan jam diharapkan R/: Mencegah
Lelah masalah
terjadinya
2) Dan sering buang air keperawatan
dehidrasi.
dapat teratasi
Besar/diare 2) Observa
dengan criteria
DO: hasil: si khususnya
1) Perubahan status 1)status terhadap
Mental mental kehilangan
2) Penurunan turgor normal cairan yang
kulit dan lidah 2)turgor kulit tinggi
3) Penurunan haluaran dan lidah elektrolit
Urin normal R/: Mencegah
4) Penurunan pengisian 3)jumnlah terjadinya
Vena urin normal dehidrasi.
5) Kulit dan membrane 4)Penurunan 3) Identifik
mukosa kering pengisian vena asi factor
6) Kematokrit 5)Kulit dan pengaruh
Meningkat membrane terhadap
7) Suhu tubuh mukosa bertambah
lembab
Meningkat buruknya
6)Kematokri t
8) Peningkatan dehidrasi
normal
frekuensi nadi, penurunan
TD, penurunan volume 7) Suhu R/: Agar
dan tekanan nadi tubuh normal pasien tetap
9)Konsentrasi urin 8)frekuensi nadi, terjaga intake

meningkat penurunan cairan.


10) Penurunan berat 4) Pantau
TD, penurunan
hasil
badan yang tiba- volume dan
laboratorium
tibaKelemahan tekanan nadi
yang relevan
normal
dengan
9)berat
keseimbangan
badan yang
cairan.
normal
R/: Mencegah
10) tidak
terjadinya
merasa
komplikasi.
Kelemaha
5)Pantau
n
status hidrasi
R/: Agar
pasien tetap
terjaga intake
outputnya.
6)Pertaruh kan
keakuratan
catatan asupan
dan haluaran
R/: Menjaga
keadaan pasien
agar cepat
stabil dan
mencegah
dehidrasi akut.
N DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN
KEPERAWATA
O N TUJUAN INTERVENSI

4 Gangguan aktifitas Setelah 1.) Observasi


Berhubungan dilakukan adanya pembatasan
dengan keletihan tindakan klien dalam
fase penyakit keperawatan melakukan aktivitas
thypoid ditandai selama 1x24 R/: Agar pasien tetap
jam diharapkan
Dengan istirahat dan
masalah
DS: mencegah terjadinya
keperawatan
1) klien komplikasi.
dapat teratasi
Mengatakan 2.) Dorong anal
dengan criteria
aktivitasnya dibantu hasil: Untuk
2) klien 1)Berpartisip asi mengungkapkan
mengatakan lemah dalam aktivitas perasaan terhadap
dan cepat lelah fisik tanpa keterbatasan
3) klien disertai R/: Agar pasien
mengatakan adanya peningkatan mengetahui
sesak membuat tekanan darah, pentingnya
klien tidak nyaman nadi dan RR pembatasan aktivitas.
2)Mampu
saat beraktivias 3.) Kaji adanya
melakukan
factor yang
DO: aktivitas sehari
1) BAB dan menyebabkan
hari (ADLs)
BAK diantum oleh kelelahan
secara mandiri
keluarga dan R/: Mencegah
Perawat terjadinya
2) terpasang komplikasi.
Infus
3) klien terlihat 4.) Monitor
lemah nutrisi dan sumber
energi
tangadekuat

R/: Menjaga selera


makan pasien dan
terjamin akan
jumlah kalori dan
nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
5.) Monitor pola
tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
R/: Menjaga
terjadinya
komplikasi.
6.) Bantu
klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
mampu dilakukan
R/: Agar pasien
mengetahui
pentingnya
istirahat ketika
sakit.
7.) Bantu untuk
memilih aktivitas
konsisten
yangsesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan social
R/: Agar pasien tetap
terjaga kesehatanya.
8.) Bantu
pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
R/: Agar pasien tetap
terjaga kesehatanya.

d. Implementasi

Implementasi adalah tahap ke empat dalam tahap proses keperawatan

dalam melaksanakan tindakan perawatan sesuai dengan rencana (Hidayat,

2004). Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana

asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu

klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008). Implementasi

merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan mencakup

tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan

keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat serta bukan atas

petunjuk tenaga kesehatan yang lain. Sedangkan tindakan kolaborasi adalah

tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan

dokter atau petugas kesehatan lain.

1) Tahap-Tahap Implementasi Keperawatan

Menurut Purwaningsih & Karlina (2010) ada 4 tahap operasional

yang harus diperhatikan oleh perawat dalam melakukan implementasi

keperawatan, yaitu sebagai berikut :

1) Tahap Prainteraksi
(1) Membaca rekam medis klien

(2) Mengeksplorasi perasaan, analisis

kekuatan danketerbatasan professional

pada diri sendiri

(3) Memahami rencana keperawatan secara

baik(4). Menguasai keterampilan teknis

keperawatan

(5) Memahami rasional ilmiah dari tindakan yang

akandilakukan

(6) Mengetahui sumber daya yang diperlukan

(7) Memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku

dalampelayanan keperawatan

(8) Memahami standar praktik klinik keperawatan

untukmengukur keberhasilan

(9) Memahami efek samping dan komplikasi yang mungkin

muncul

(10) Penampilan perawat harus meyakinkan

2) Tahap Perkenalan

(1) Mengucapkan salam

(2) Mengorientasikan/memperkenalkan nama

(3) Menanyakan nama, alamat dan umur klien

(4) Menginformasikan kepada klien tujuan dan tindakan

yangakan dilakukan oleh perawat

(5) Memberitahu kontrak waktu, berapa lama akan

dilakukannyatindakan
(6) Memberi kesempatan kepada klien untuk bertanya tentang

tindakan dan bertanya kepada klien setuju atau tidak pada

tindakan yang akan dilakukan

3) Tahap Kerja

(1) Menjaga privacy klien

(2) Melakukan tindakan yang sudah direncanakan

(3) Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan

tindakan adalah energi klien, pencegahan kecelakaan dan

komplikasi, rasa aman, privacy, kondisi klien, respon klien

terhadap tindakan yang telah diberikan

4) Tahap Terminasi

(1) Beri kesempatan kepada klien untuk

mengekspresikanperasaannya setelah dilakukan tindakan

oleh perawat

(2) Berikan feedback yang baik kepada klien dan puji atas

kerjasama klien

(3) Kontrak waktu selanjutnya Rapikan peralatan dan

lingkunganklien dan lakukan terminasi

(4) Berikan salam sebelum meninggalkan pasien

(5) Lakukan pendokumentasian

e. Evaluasi

Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa

jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian

proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai
dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri. (Ali,

2009)

Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya

dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai

efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan

pelaksanaan. (Mubarak, dkk., 2011)

Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno dalam

Wardani, 2013)

S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara

subjektif oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.

O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat

menggunakan pengamatan yang objektif.

A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan

objektif. P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan

analisis.

Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi,


menginterpretasi data

sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi

untuk membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan. (Nurhayati,

2011) Dari hasil intervensi diatas, evaluasi yang diharapkan :

1) Suhu tubuh normal (36 0C) atau terkontrol.

2) Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.

3) Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari optimal.

4) Kebutuhan cairan terpenuh.


FORMAT PENGKAJIAN KEP. ANAK

A. Pengkajian

I. Biodata

Nama : An.R

Umur : 3 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Anak ke : 1 (satu)

Agama : islam

Pendidikan : belum sekolah

No.CM : 1314

Diagnosa Medis : demam tifoid

Tanggal Pengakajian : 10 maret 2021

Tanggal Masuk : 9 maret 2021

II. Identitas Orang Tua

Ayah

Nama : Tn.B

Umur : 30 tahun

Agama : islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : buruh

Alamat : lebak

Ibu
Nama : Ny.A

Umur : 25 tahun

Agama : islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : ibu rumah tangga

Alamat : lebak

Identitas Saudara Kandung

III. Keluhan Utama

Keluarga klien mengatakan anaknya demam ketika menjelang malam dan

tampak pada lidah kotor

IV. Riwayat Kesehatan

1. Riwayat Kesehatan Sekarang

Orang tua pasien mengatakan anaknya masuk RS dengan keluhan

demam dengan suhu 40 C

2. Riwayat Kesehatan Dahulu

Orang tua pasien mengatakan sebelumnya anaknya belum pernah

memiliki riwayat penyakit dan belum pernah di rawat

a. Pola Kebiasaan

Data Pola Aktivitas Sehari-hari

No Aktivitas Di Rumah Di Rumah Sakit

1 Nutrisi Makan 3x sehari. Nasi, Makan 3x sehari.


ikan, bubur Nasi,ikan,bubur, sayur
2 BAB 1x sehari ,warna kuning belum
kecoklatan, fesses lunak
3 BAK 4-6x sehari warna 2x sehari warna kuning
kuning jernih, bau jernih, bau pesing
pesing

4 Pola istirahat 8-9 jam mudah rewel 4-5 jam mudah rewel
dan tidur

b. Riwayat Tumbuh Kembang

- Prenatal Care

Ibu klien rutin memeriksa kandungannya 1 kali setiap bulan

kebidan
- Natal

Ibu klien saat melahirkan di puskesmas dengan persalinan


normal

- Postnatal

Kondisi bayi klien saat lahir normal dan langsung menangis

spontan , BB bayi klien 3,5 kg dan panjang badan bayi 50 cm


- Imunisasi

Ibu klien mengatakan rutin mengimunisasi anaknya dan sudah

lengkap dari BCG, DPT (1,2,3), polio (1,2,3), campak dan hepatitis

c. Riwayat Kesehatan Keluarga (Genogram)

Orang tua klien mengatakan bahwa dari keluarganya tidak memiliki

riwayat yang sama dengan klien maupun turun temurun/bawaan


Genogram

V. Data Psikososial

Orang tua klien mengatkan klien di asuh oleh kedua orang tuanya

Hubungan dengan anggota keluarga lainnya sangat baik

VI. Riwayat spiritual

Orang tua klien mengatakan klien mulai belajar mengaji dan


sholat

VII. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : Lemah

2. Tingkat kesadaraan : Composmetris

3. Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 110/70 mmhg

Nadi : 150x/menit

Pernafasan : 22x/menit

Suhu : 40 derajat celcius

4. Antropometri

TB : 95 cm

BB (sekarang) : 13 kg

BB sebelum sakit : 17 kg

5. Head To Toe

a. Kulit dan kepala di dapatkan data : kulit halus, kepala simetris kiri-

kanan, tidak ada kelainan

b. Mata di dapatkan data : normal, simetris kiri-kanan


c. Hidung di dapatkan data : normal, tidak ada gerakan cuping

hidung, tidak ada septum, tidak ada pendarahan

d. Mulut di dapatkan data : tidak ada lessi, tidak ada kelainan,

lembab, warna pucat, lidah kotor

e. Leher di dapatkan data :tidak ada pembengkakan, tidak ada

kelainan

f. Telinga di dapatkan data :tidak ada kongenital, tidak ada oedema

g. Dada di dapatkan data : normal, simetris kiri-kanan

h. Abdomen di dapatkan data : simetris dan tidak ada nyeri

i. Genitalia dan anus di dapatkan data :

Anus :

j. Ekstremitas Atas di dapatkan data : simetris/tidak ada kelainan,

baik

k. Ekstremitas bawah di dapatkan data : simetris/tidak

ada kelainan,baik
l. Kulit dan kuku di dapatkan data :kulit halus dan kuku bersih

VIII. Pemeriksaan Diagnostik/Laboratorium

Hb :10,6 gr%

LED :20-40 mm/jam

Leucosit :4200 mm3

Widal : Sal. P. T. BH CH positif 1/320

Sal. P. T. BH AH positif 1/60


IX. Therapi

IVFD RL 36 tetes/menit mikro

Norages 1/2 ampul drip bila panas

Goforan 200 mg/IV/8 jam

Sanmol Syrup 3x1 sendok teh

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

I. Analisa Data

Nama :An.R

No.CM : 1314

Ruangan : melati

Data Analisa Data

Tanggal Data Etiologi Masalah

10 maret DS : orang tua Bakteri Hipertermi


Salmonella Thypi
2021 klien mengatakan

badan anaknya Masuk lewatmakanan

panas dan rewel


Menginfeksi
DO: saluran pencernaan

Suhu 40 derajat
masuk ke usushalus
celcius

Suhu kuit panas demam thypoid

Ekspresi wajah
Inflamasi
menangis
Wajah tampak Masuk kedalamdarah

kemerahan
Bakteri
mengeluarkan
endotoksin

Peradangan
lokal meningkat

Merangsan
g
hipotalams
u

HIPERTERMI

II. Diagnosa Keperawatan

Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi penyakit typoid


III. PERENCANAAN/INTERVENSI KEPERAWATAN

Tabel 3.5

Data Perencanaan

No//ha Diagnosa Keperawatan PERENCANAAN

ri/ Tujuan Intervensi Rasional

Tgl

10 Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan 1)Monitor suhu minimal 1)Agar tidak terjadi dehidrasi
dengan proses inflamasi tindakan tiap 2 jam dan proses penguapan yang
Maret
penyakit typoid keperawatan 2)Monitor TD, nadi,dan berlebihan akibatsuhu tubuh
2020 selama 2x24 jam RR yang meningkat.
DS : diharapkan 3)Monitor warna dansuhu 2)Mengetahui keadaan umum
masalah kulit pasien
 Pasien mengatakan
keperawatan dapat 4)Menganjurkan pasien 3) Mengetahui Perubahan
demam sudah 3 hari. untuk banyakminum air statushidrasi, membranmukosa,
teratasi dengan
putih turgor kulit
 Pasien mengatakan criteriahasil:
5) Beri kompres 4) Menghindari dehidrasi
1). Suhu tubuh dingin
demamnya tinggi dalam rentang pada dahi, leher, dada, dikarenakanpenguapan panas
pada normal36,5-37,5 abdomen,aksila) tubuh

waktu siang C 2). Nadi dan


6)Anjurkan untuk 5)Memaksimalkan sirkulasi
RR dalam rentang
mengenakan pakaianyang panas sehingga menstabilkan
dan malamhari. normal16-
termoregulasi tubuh
DO : 20 x/menit tipis
3). Tidak ada 6)Mencegah tertutupnya
1) Pasien terlihat lemah. 7) Kolaborasi dengangokter
perubahan sirkulasipanas
TD : 90/60 mmHg.S : warna untukpemberian cairan 7)Memberikan terapiefektif
39.6 C. kulitdan tidak ada danelektrolit intravena. untuk
pusing, merasa pemberian antipiretik
N : 82 x/menit. RR : 20 nyaman
x/menit.

Bibir tampak pecah-


pecah.

Akral teraba panas.

Pasien tampak

pucat
Mukosa bibir
terlihatkering.
IV. PELAKSANAAN/IMPLEMENTASI KEPERAWATAAN

Tanggal/ Diagnosa Tindakan Keperawatan Tanda


Jam Keperawatan Tangan

10 Maret Hipertermi 1) Monitor suhu minimal tiap Reno


2021 berhubungan dengan 2 jam
proses inflamasi
Respon/hasil:
penyakit typoid
- Keluarga pasien mengatakan
bahwa suhunya sudah mulai
turun

2) Monitor warna dansuhu kulit


Respon/hasil:
- Mencegah terjadinya
dehidrasi.
3)Menganjurkan pasien untuk
banyakminum air putih
Respon/hasil:
- Keluarga Pasien mau dan
melakukannya
4)Kompres pasien pada lipat paha
aksila
Respon/hasil:
- Mengalihkan panas secara
konduksi dan membantu
tubuh menyesuaikan
terhadap panas dan
memberikanrasa nyaman.
5) Anjurkan untuk mengenakan

pakaianyang tipis

Respon/hasil:

- Menstabilkankeadaan
pasien

7). Kolaborasi dengan dokter

untukpemberian cairan dan

elektrolit intravena

Respon/hasil:

- Keluarga pasien meyetujui

pemberian cairan intravena

11 Maret Reno
1.Monitor suhu minimal
2021
tiap 2 jam
Respon/hasil:

- Keluarga pasien mengatakan


bahwa suhunya sudah mulai
turun

2. Monitor warna dansuhu kulit


Respon/hasil:
Mencegah terjadinya dehidrasi.
3. Menganjurkan pasien untuk
banyakminum air putih
Respon/hasil:
Keluarga Pasien mau dan
melakukannya

4. Kolaborasi dengan dokter untuk

pemberian cairan danelektrolit


intravena

Respon/hasil:

- Keluarga pasien meyetujui


pemberian cairan intravena

V. CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal/ No. Catatan Perkembangan Tanda


Jam DP Tangan
10 Maret 1 S: ibu pasien mengatakan suhu tubuh anaknya Reno
2021 masih panas
O: klien tampak masih lemah
Suhu : 38,0 °c
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
- monitor suhu tubuh
-pemberian obat, cairan dan elektrolit
intravena

11 Maret 1 S: ibu pasien mengatakan suhu tubuh anaknya Reno


2021 sudah menurun
O: suhu : 36,0 °C
A: masalah teratasi
P: hentikan
intervensi

Anda mungkin juga menyukai