Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN TYPHOID FEVER

OLEH :
Ni Kadek Devi Ariyanti (203213218)
Luh De Novitariani (203213205)
Ni Made Ariska (203213209)
Ni Made Ratniawati (203213207)

PROGRAM STUDI PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
2022/2023
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halusdengan gejala
demam satu minggu atau lebih disertai gangguan padasaluran pencernaan dengan atau
tanpa gangguan kesadaran (Rampengan,2007).
Thypoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkanoleh kuman
salmonella para thypi A,B,C sinonim dari penyakit ini adalah Thypoid dan
Parathypoid abdominalis (Patriani,2008).
Demam thypoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteriSalmonella typhii dan
bersifat endemik yang termasuk dalam penyakitmenular (Cahyono,2010).Demam
thypoid adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan olehSalmonella Thypii
(Elsevier,2013)
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut sistem pencernaan yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Demam tifoid
merupakan penyakit infeksi global, terutama di negara-negara berkembang. Demam
tifoid ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri
Salmonella typhi, selain itu penyakit ini dapat ditularkan melalui kontak langsung
dengan feses, urin atau sekret penderita demam tifoid.(Levani & Prastya, 2020)

2. Etiologi
Penyebab demam tifoid adalah Salmonella enterica subspesies enterica serovar
Typhi (Salmonella Typhi). Bersamaan dengan Salmonella Typhi adalah Salmonella
serovar Paratyphi A adalah penyebab penting demam tifoid. Sebagai vektor demam
tifoid, peran air telah dikenal sejak akhir tahun 1800 -an dan diikuti dengna peran dari
makanan sebagai vektor (Crump, 2019).
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella Typhi.Bakteri Salmonella Typhi berbentuk batang, Gram negatif, tidak
berspora, motil, berflagel, berkapsul, tumbuh dengan baik pada suhu optimal 370C,
bersifat fakultatif anaerob dan hidup subur pada media yang mengandung empedu.Isolat
kuman Salmonella Typhi memiliki sifat-sifat gerak positif, reaksi fermentasi terhadap
manitol dan sorbitol positif, sedangkan hasil negatif pada reaksi indol, fenilalanin
deaminase, urease dan DNase. Bakteri Salmonella Typhi memiliki beberapa komponen
antigen antara lain antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan bersifat
spesifik grup.Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalam
flagella dan bersifat spesifik spesies.Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan
berada di kapsul yang melindungi seluruh permukaan sel.Antigen ini menghambat
proses. aglutinasi antigen O oleh anti O serum dan melindungi antigen O dari proses
fagositosis.Antigen Vi berhubungan dengan daya invasif bakteri dan efektivitas
vaksin.Salmonella Typhi menghasilkan endotoksin yang merupakan bagaian terluar dari
dinding sel, terdiri dari antigen O yang sudah dilepaskan, lipopolisakarida dan lipid
A.Antibodi O, H dan Vi akan membentuk antibodi agglutinin di dalam tubuh.Sedangkan,
Outer Membran Protein (OMP) pada Salmonella Typhi merupakan bagian terluar yang
terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel
dengan lingkungan sekitarnya.OMP sebagain besar terdiri dari protein purin, berperan
pada patogenesis demam tifoid dan antigen yang penting dalam mekanisme respon imun
host.OMP berfungsi sebagai barier mengendalikan masuknya zat dan cairan ke membran
sitoplasma selain itu berfungsi sebagai reseptor untuk bakteriofag dan bakteriosin.
Transmisi Salmonella typhi kedalam tubuh manusia dapat melalui hal –hal berikut:
1. Transmisi oral, melalui makanan yang terkontaminasi kuman salmonella typhi.
2. Transmisi dari tangan ke mulut, di mana tangan yang tidak higenis yang mempuyai
Slmonella typhi langsung bersentuhan dengan makanan yang di makan.
3. Transmisi kotoran, di mana kotoran individu yang mempunyai basil Salmonella typhi
kesungai atau sumber air yang digunakan sebagai air minum yang kemudian langsung di
minum tanpa di masak (Britto, Wong, Dougan, & Pollard, 2018)

3. Epidemiologi
Data global pada tahun 2010, diperkirakan 26,9 juta kasus demam tifoid diseluruh
dunia Demam tifoid banyak dijumpai di negara-negara berkembang dan pada daerah
tropis dengan angka kejadian sekitar 21 juta dan berakhir kematian sekitar 700 kasus. Hal
ini menyebabkan demam tifoid masih menjadi masalah serius. Berdasarkan studi
epidemiologi yang dilakukan di lima negara Asia, insidensi kasus demam tifoid di
Indonesia sekitar 81,7 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Angka tersebut masih
dibawah Pakistan 451,7 kasus per 100.000 penduduk per tahun dan India 493,5 kasus per
100.000 per tahun. Prevalensi angka kejadian demam tifoid di Indonesia menurut data
Kementerian Kesehatan RI menyebutkan sekitar 350- 810 per 100.000 penduduk. Itu
artinya tiap tahun ada sebesar 600.000-1.500.000 kasus demam tifoid.(Levani & Prastya,
2020)
4. Patofisiologi
Kuman salmonella typhi yang masuk kesaluran gastro intestinal akan ditelan oleh
sel-sel fagosoit ketika masuk melewati mukosa dan oleh makrofag yang ada di dalam
lamina propina. Sebagian dari salmonella typhi ada yang masuk ke usus halus
mengadakan invanigasi ke jaringan limfoid usus halus (plak peyer) dan jaringan limfoid
mesentrika. Kemudian Salmonella typhi masuk melalui folikel limfatik dan sirkulasi
darah sistemik sehingga terjadi bakterimia. Bakterimia pertama-tama menyerang system
retikulo endothelial (RES) yaitu: hati, limpa, dan tulang, kemudian selanjutnya mengenai
seluruh organ di dalam tubuh antara lain system saraf pusat, ginjal dan jaringan limfa.
Usus yang terserang tifus umumnya ileum distal,tetapi kadang begian lain usus halus dan
kolon proksimal juga dihinggapi. Pada mulanya, plakat peyer penuh dengan fagosit,
membesar, menonjol, dan tampak seperti infitrat atau hyperplasia di mukosa usus. Pada
akhir minggu pertama infeksi, terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih besar di ileum
dari pada di kolon sesuai dengan ukuran plak peyer yang ada disana. Kebanyakan
tukaknya dangkal, tetapi kadang lebih dalam sampai menimbulkan perdarahan. Perforasi
terjadi pada tukak yang menembus serosa. Setelah penderita sembuh, biasanya ulkus
membaik tanpa meninggalkan jaringan parut di fibrosis.
Masuknya kuman kedalam intestinal terjadi padsa minggu pertama dengan tanda
dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu tubuh akan naik pada malam hari dan
akan menurun menjelang pagi hari. Demam yang terjadi pada masa ini disebut demam
intermitet (suhu yang tinggi, naik-turun, dan turunnya dapat mancapai normal), di
samping peningkatan suhu tubuh ,juga akan terjadi obstipasi sebagi akibat motilitas
penurunan suhu tubuh, namun hal ini tidak selalu terjadi dan dapt pula terjadi sebaliknya.
Setelah kuman melewati fase awal intestinal, kemudian masuk kesirkulasi sistemik
dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dengan tanda tanda infeksi pada
RES seperti nyeri perut kanan atas, splenomegali dan hepatomegali. Pada minggu
selanjutnya di mana infeksi Intestinal terjadi dengan tanda-tanda suhu tubuh masih tetap
tingi, tetapi nilainya lebih rendah dari fase bakterimia dan berlangsung terus menerus
(demam kontinu), lidah kotor, tetapi lidah hiperemis, penurunan peristaltik, gangguan
digesti dan absorpsi sehingga akan terjadi distensi, diare dan pasien akan merasa tidak
nyaman. Pada masa ini dapat terjadi perdarahan usus, perforasi, dan peritonitis dengan
tanda distensi abdomen berat, peristaltik usus menurun bahkan hilang, melena, syok, dan
penurunan kesadaran (Awofisayo-Okuyelu, McCarthy, Mgbakor, & Hall, 2018).
5. Pathway
Basil Salmonella Typhosa

Menginfeksi Saluran Implamasi (Peradangan)


Pencernaan
Pembuluh limfe
Tifus Abdiminalis
Penyebaran dalam darah
(bakterima primer)
Mual, muntah, nafsu makan diserap usus halus
Menurun Retikulo endoleted (RES)
Msuk dalam ukak di usus Terutama hati dan limfe
Intake berkurang peredaran darah
perdarahan Masuk ke dalam darah
Gangguan nutrisi menyebar ke
Kurang dari seluruh tubuh perforasi bakteri mengeluarkan
Kebutuhan tubuh endotoksin
Badan lemah, peritonitis
Lesu Peradangan lokal
Nyeri tekan Meningkat
Intoleransi aktivitas
Gangguan rasa Gangguan pada
Nyaman nyeri Pusat temoregulasi
(pusat pengaturan
Suhu tubuh

Hipertermia
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis demam tifoid yang timbul dapat bervariasi dari gejala ringan
hingga berat. (Levani & Prastya, 2020) Gejala klinis yang klasik dari demam tifoid
diantaranya adalah demam, malaise, nyeri perut dan konstipasi. Gejala klinis demam
tifoid yang pasti dijumpai adalah demam. Gejala demam meningkat perlahan ketika
menjelang sore hingga malam hari dan akan turun ketika siang hari. Demam akan
semakin tinggi (39 – 40 derajat Celsius) dan menetap pada minggu kedua. Masa inkubasi
demam tifoid sekitar 7 sampai 14 hari (dengan rentang 3 sampai 60 hari). Gejala demam
tifoid umumnya tidak spesifik, diantaranya adalah demam, sakit kepala, anoreksia,
myalgia, athralgia, nausea, nyeri perut dan konstipasi. Pada anak-anak dan penderita HIV
yang terkena demam tifoid, umumnya lebih banyak mengalami keluhan diare. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan demam tinggi, bradikardi relatif, lidah kotor,
hepatomegali, nyeri tekan abdomen, splenomegali atau rose spot. Rose spot merupakan
kumpulan lesi makulopapular eritematus dengan diameter 2 sampai 4 mm karena emboli
dalam kapiler kulit yang sering ditemukan pada perut dan dada. Gejala klinis yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella paratyphi umumnya lebih ringan daripada gejala
yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi.
Demam berlangsung 3 minggu. Minggu pertama: demam ritmen, biasanya
menurun pagi hari, dan meningkat pada sore dan malam hari. Pada minggu pertama ini
pada anak akan disertai gejala mual, muntah nyeri perut dan nafsu makan menurun.
Selain itu lidah anak tampak kotor (terdapat kotoran warna putih). Minggu kedua: demam
terus. Minggu ketiga: demam mulai turun secara berangsurangsur, gangguan pada saluran
pencernaan, lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi
kemerahan, jarang disertai tremor, hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan,
gangguan pada kesadaran, kesadaran yaitu apatis-samnolen (Moser-Van Der Geest et al.,
2019). Gejala klinis demam tifoid pada bayi seringkali berupa gastroenteritis dan sepsis.
Bayi biasanya tertular dari ibu yang menderita demam tifoid. Pada kelompok usia kurang
dari 5 tahun, gejala yang muncul lebih ringan dan tidak spesifik, kadang hanya berupa
demam disertai gejala gastrointestinal, namun bila tidak terdiagnosis dengan cepat, dapat
mengalami penyulit yang berat. (NJCLD, 2016). Tanda klinis yang didapatkan pada anak
dengan demam tifoid antara lain adalah pembesaran beberapa organ yang disertai dengan
nyeri perabaan, antara lain hepatomegali dan splenomegaly. Kadang-kadang ditemukan
ensefalopati, relatif bradikardi dan epistaksis(mimisan) pada anak usia > 5 tahun

7. Komplikasi
1. Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c. Ilius paralitik
2. Komplikasi extraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatansepsis),miokarditis,
trombosis, tromboplebitis 
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dansyndroma uremia
hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis,kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitisdan arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis
perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk pasien penderita thypoid, yaitu:
1. Tirah baring selama demam masih ada sampai minimal 7 hari bebasdemam atau kurang
lebih 14 hari.
2. Diet
a. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein 

b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.

c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasitim.

d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demamselama 7 hari.
3. Pemberian Antibiotik
a. Klorampenikol Di Indonesia Klorampenikol masih merupakan obat pilihan utama
untuk pengobatan typhoid fever. Diberikan peroral atau intravena, diberikan sampai
hari bebas demam. Penggunaannya kepada anakanak usia 6-13 tahun tanpa
komplikasi masih efektif. Perbaikan klinis biasanya akan nampak dalam waktu 72
jam, dan suhu akan kembali normal dalam waktu 3-6 hari, dengan lama pengobatan
antara 7-14 hari. Dosis yang biasa diberikan adalah 50-100 mg/kgBB/hari
(Veeraraghavan et al., 2018).
b. Tiampenikol
Pada penggunaan tiamfenikol 75 mg/kgBB/hari, demam pada tifoid turun setelah
rata-rata 5-6 hari. (Veeraraghavan et al., 2018).
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium,
yang terdiri dari:
1.Pemeriksaan Laboratoriuma.
a. Pemeriksaan darah tepi: dapat ditemukan leukopenia, limfositosisrelatif, aneosinofilia,
trombositopenia, anemia. Pemeriksaan darah tepi seperti jumlah eritrosit, leukosit dan
trombosit umumnya tidak spesifik untuk mendiagnosis demam tifoid. Leukopenia sering
ditemukan pada kasus demam tifoid, tetapi jumlah leukosit jarang kurang dari
2.500/mm3. Kondisi leukopenia dapat menetap 1 sampai 2 minggu setelah infeksi. Pada
kondisi tertentu, jumlah leukosit dapat ditemukan meningkat (20.000-25.000/mm3). Hal
ini dapat berkaitan dengan adanya abses pyogenic atau adanya infeksi sekunder pada
usus. Selain hitung jumlah leukosit yang tidak normal, anemia normokromik normositer
dapat ditemukan beberapa minggu setelah infeksi demam tifoid. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh pengaruh sitokin dan mediator inflamasi sehingga menyebabkan depresi
sumsum tulang belakang. Selain itu, kondisi ini juga dapat berkaitan dengan perdarahan
dan perforasi usus. Adanya trombositopenia pada pasien demam tifoid menandakan
adanya komplikasi penyakit koagulasi intravaskuler (disseminated intravascular
coagulation).
b. Biakan empedu: basil salmonella thypii ditemukan dalam darah penderita biasanya
dalam minggu pertama sakit.
c. Pemeriksaan WIDAL: Bila terjadi aglutinasi. Uji widal dilakukan untuk deteksi
antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji widal ini memiliki sensitivitas dan
sensitivitas rendah. Pemeriksaan ini dilakukan dengan melihat aglutinasi dalam serum
penderita aglunitin yang dideteksi yaitu aglutinin O, aglutinin H dan aglutinin Vi. Namun
interpretasinya hanya dari aglutinin O dan H saja. pemeriksaan widal sebaiknya mulai
dilakukan pada minggu pertama demam. Hal ini dikarenakan aglutinin baru meningkat
pada minggu pertama dan akan semakin tinggi hingga minggu keempat. Pembentukan
aglutinin dimulai dari aglutinin O dan diikuti dengan aglutinin H. Pada penderita demam
tifoid yang telah bebas demam, aglutinin O akan tetap ditemukan hingga 4-6 bulan
sedangkan aglutinin H 9-12 bulan. Oleh karena itu, uji widal tidak dapat dijadikan acuan
kesembuhan pasien demam tifoid. (Levani & Prastya, 2020)
d. Identifikasi antigen: Elisa, PCR, IgM S thyphi dengan Tubex TFcukup akurat.
Pemeriksaan whole blood culture PCR terhadap S. Typhi hanya membutuhkan waktu
kurang dari 8 jam, dan memiliki sensitivitas yang tinggi sehingga lebih unggul dibanding
pemeriksaan biakan darah biasa yang membutuhkan waktu 5–7 hari.
e. Pemeriksaan SGOT dan SGPT: Pemeriksaan SGOT dan SGPT ini dilakukan
dengan cara mengambil sampel darah. Untuk orang yang sehat, kedua enzim ini
biasanya akan terlihat normal dengan batas SGOT 5–40 µ/L (mikro per liter) dan
SGPT: 7–56 µ/L (mikro per liter). Seringkali meningkat, tetapi kembali ke normal
setelah sembuhnya demam thypoid.
f. Kultur: Pemeriksaan kultur merupakan pemeriksaan gold standard dalam menegakkan
diagnosis demam tifoid. Pemeriksaan kultur memiliki tingkat spesifisitas 100%.
Pemeriksaan kultur Salmonella typhi dari darah dan feses pada minggu pertama infeksi
memiliki tingkat sensitivitas sebesar 85-90% dan kemudian menurun sekitar 20-30%
seiring berjalannya waktu. Selain dari darah dan feses, pemeriksaan kultur juga dapat
dilakukan dengan menggunakan sampel urin dan cairan aspirasi sumsum tulang
belakang. Pemeriksaan kultur dari sampel urin umumnya kurang sensitif (25 – 30%).
Sedangkan pemeriksaan kultur dari sampel cairan aspirasi sumsum tulang belakang
memiliki sensitivitas 90% sampai pasien mendapatkan terapi antibiotik selama 5 hari.
Namun, tindakan aspirasi sumsum tulang belakang dapat menyebakan nyeri, sehingga
harus dipertimbangkan manfaat dan risikonya bila ingin melakukan pemeriksaan ini.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian (Data subyekyif dan obyektif)
Pengkajian dilakukan dengan melakukan amnanesa pada pasien. Data –data yang
dikumpulkan atau dikaji :
1) Identitas pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat, agama, suhu bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir,
nomor nregristrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggung jawab
2) Status kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan oleh klien yaitu
panas naik turun, yang mnyebabkan klien datang untuk mecari
bantuan kesehatan. Pada anak yang sadar dapat langsung
ditanyakan pada klien tetapi jika nak yang tidak dapat
berkomunikasi keluhan dapat ditanyakan pada orang tua klien yang
sering berinteraksi dengan klien.
b. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh >37,5 derajat celcius disertai menggigil,
suuhu tubuh naik turun terjadi waktu pagi dan sore berlangsung
selama lebih dari 1 imnggu. Keadaan semakin lemah, pusing, akral
hangat, takikardia, serta penurunan kesadaran
c. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien pernah menderita penyakit demam tifoid, atau
menderita penyakit lainnya
d. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan apakah keluarga pernah mengalami hipertensi, diabetes
militus
3) Kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual
a. Pola manajemen kesehatan dan persepsi kesehatan
Kaji pasien mengenai arti sehat dan sakit bagi paisen,
pengetahuan, status kesehatan pasien saat ini
b. Pola metabolic-nutrisi
klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan sama sekali
c. Pola eliminasi
Eliminasi alvi : dapat mengalami dieare oleh karena tirah
baring lam
Eliminasi urine : tidak mengalami gangguan, hanya warna
urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid
terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat banyak keluar
keringat dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan
kebutuhan cairaan tubuh
d. Pola aktivitas dan latihan
Kaji pasien mengenai aktifitas kehidupan sehari-hari, kempuan
untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi, makan, kamar
mandi), mandiri bergantung ataupun perlu bantuan,
penggunaan alat bantu (kruk, kaki tiga)
e. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu
tubuh
f. Pola persepsi-kognitif
Kaji pasien mengenai :
- Gambaran tentang indra khusus (penglihatan, penciuman,
pendengaran, perasa, peraba)
- Penggunaan alat bantu indra
- Persepso ketidaknyamanan nyeri (pengkajian nyeri secara
komperhensif)
- Keyakinan budaya terhadap nyeri
- Tingkat pengetahuan klien terhadap nyeri dan pengetahuan
untuk mengontrol dan mengatasi nyeri
- Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (neurologis,
ketidaknyamanan)
g. Pola konsep diri – persepsi diri
Kaji pasien mengenai :
- Keadaan social : pekerjaan, sotuasi keluarga, kelompok social
- Identitas personal : penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan
dan kelemahan yang dimiliki
- Harga diri : perasaan mengenai diri sendiri
- Anacaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran)
- Riwayat berhubungan dengan masalah fisik atau psikologi
- Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (mengurung diri,
murung, tidak mau berinteraksi
h. Pola hubungan-peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien dirawat
di rumah sakit dank lien harus bed rest total
i. Pola toleransi terhadap stress-koping
Kaji pasien mengenai :
- Sifat pencentus stress yang dirasakan baru-baru ini
- Tingkat stress yang dirasakan
- Gambaran respon umum dan khusus terhadap stress
- Strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan
keefektifanya
- Strategi koping yang biasa digunakan
- Pengetahuan dan penggunaan tekhik manajemen stress
- Hubungan manajemen sress dengan keluarga
j. Pola keyakinan –nilai
Kaji pasien mengenai :
- Latar belakang budaya
- Perilaku kesehatan, yang berkaitan dengan kelompok budaya
- Tujuan kehidupan bagi pasien
- Pentingnya agama/spiritualitas
- Dampak masalah kesehatan terhadap spiritual
- Keyakinan dalam budaya (mitor, kepercayaan, larangan, adat)
yang dapat mempengaruhi kesehatan
4) Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Yang meliputi suhu, nadi, pernafasan, tekanan darah, warna kulit,
tonus otot, turgor kulit, odema
2) Pemeriksaan head to toe
a. Kepala :
Kaji mengenai bentuk kepala, ada tidaknya lesi, kebersihan
kulit kepala, jenis rambut, tekstur rambut, warna rambut dan
pertumbuhan rambut
b. Mata :
Kaji bentuk bola mata, pergerakan, keadaan pupil, konjungtiva,
keadaan kornea, sclera, bulu mata, ketajaman penglihatan, dan
reflex kelopak mata
c. Hidung :
Kaji mengenai kebersihan, adanya secret, warna mukosa
hidung, pergerakan/nafas cuping hidung, juga adanya
gangguan lain
d. Telinga :
Kaji kebersihan, keadaan alat pendengaran, dan kelainan
mungkin ada
e. Mulut :
Terdapat nafas berbau tidak sedap serta bibir kering dan pecah-
pecah. Lidah tertutup selaput kotor yang biasanya berwarna
putih, sementara ujung tepi lidah berwarna kemerahan
f. Kulit dan kuku :
Umumnya pada pasien demam tifoid muka tampak pucat, kulit
kemerahan, kulit kering, turgor kulit menurun
g. Leher :
Kaji adanya pembesaran kelenjar/pembuluh darah, kuku
kuduk, pergerakan leher
h. Thoraks/dada :
Inspeksi : tampak menggunakan otot bantu nafas diagfragma,
peningkatan frekuensi pernapasan, ditemukan russpot (bintik
kemerahan)
Perkusi : terdengar suara sonor pada ICS 1-5 dextra dan ICS 1-
2 sinistra
Palpasi : fremitus taktil teraba sama kanan dan kiri
Auskultasi : pemeriksaan bisa tidak ada kelainan dan bisa juga
terdapat bunyi nafas tambahan seperti ronchi pada pasien
dengan produksi secret
i. Jantung :
Kaji bunyi serta pembesaran jantung pada anak
j. Persarafan :
Kaji reflek fisiologis atau reflek patologis yang dilakukan oleh
anak
k. Abdomen :
Inspeksi : persebaran warna kulit merata, tidak terdapat distensi
perut, terdapat russpot (bintik kemerahan)
Palpasi : ada/tidaknya asites, terdapat nyeri tekan pada
epigastrium, pembesaran hati (hepatomegali)
l. Ekstremitas :
Kaji tentang pergerakan, kelainan bentuk, reflek lutut dan
adanya edema. Pada klien demam tifoid umumnya, akral teraba
hangat, nyeri otot dan sendi serta tulang
m. Pemeriksaan genetalia
1. Alat kelamin : kaji mengenai kebersihan dan adanya lesi
2. Anus : kaji mengenai keadaan dan kebersihan, ada
tidaknya lesi
2. Diagnose keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan gejala penyakit
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
3. Intervensi
4. Implementasi
Pelaksanaan/implementasi merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan yang
telah ditentukan). Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal,
diantaranya bahaya fisik dan perlindungan kepada pasien, teknik komunikasi,
kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien tingkat
perkembangan pasien. Dalam tahap pelaksanaan terdapat dua tindakan yaitu
tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi. Implementasi adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan
lainnya. Tahap akhir dari proses keperawatan yang sistematis dan terencana
antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA

Levani, Y., & Prastya, A. D. (2020). Demam Tifoid: Manifestasi Klinis, Pilihan Terapi Dan
Pandangan Dalam Islam. Al-Iqra Medical Journal : Jurnal Berkala Ilmiah Kedokteran,
3(1), 10–16. https://doi.org/10.26618/aimj.v3i1.4038

NJCLD. (2016). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指標に関す


る共分散構造分析 Title. Applied Microbiology and Biotechnology, 85(1), 2071–2079.

Bundalian, R; Valenzuela, M; Tiongco, RE. (2019). Achieving accurate laboratory diagnosis of


typhoid fever: a review and metaanalysis of TUBEX® TF clinical performance.
Pathogens and Global Health, 113 (7), 297–308

Hartanto, D. (2021). Diagnosis dan Tatalaksana Demam Tifoid pada Dewasa. CDK-292; 48 (1),
5-7

Herdman t. Heather. 2010. Diagnosis keperawatan. Jakarta : EGC

Wong, dona l. 2008. Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta : EGC 

NANDA. 2015. Diagnosis keperawatan.Nanda : Definisi dan Klasifikasi

Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi volume 2.Jakarta : EGC

Wong, Dona L, dkk,. 2003. Maternal child nursing care 2nd edition. Santa Luis:Mosby Inc.

Anda mungkin juga menyukai